S DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CHOLELITIASIS (LAPAROSKOPI) DI RUANG
RECOVEY ROOM RSUD IBNU SINA GRESIK
DISUSUN OLEH :
CARONNA PAULA LEMBONAI PAS
(NIM: 2018.01.003)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya oleh berkat, tuntunan, dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
Lab Klinik yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Diagnosa
Medis Tn. S Dengan Diagnosa Medis Cholelitiasis (Laparoskopi) Di Ruang
Recovey Room RSUD Ibnu Sina Gresik ”
Tugas ini penulis susun sebagai salah satu tugas Lab. Klinik Keperawatan.
Dalam penyusunan, penulis mendapatkan banyak pengarahan dari berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat :
ii
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................ i
Lembar persetujuan....................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ...................................................................................... iii
Kata Pengantar............................................................................................... iv
Daftar isi ......................................................................................................... v
BAB I Pendahuluan........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
v
BAB 1
PENDAHULUAN
6
pola makan dan lain sebagainya.(Hasanah, 2015) Penatalaksanaan penyakit batu
empedu dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan pembedahan. Secara
farmakologi biasanya menggunakan analgesik dan antibiotik, sedangkan untuk
penatalaksanaan pembedahan salah satunya dapat menggunakan operasi
cholesistectomy. Cholesistectomy merupakan prosedur operasi yang dilakukan
dengan cara tusukan kecil yang dibuat menembus dinding perut di umbilicus
kemudian rongga perut ditiup dengan gas karbon monoksida untuk membantu
pemasangan endoskopi. (Putra et al., 2017). Pasien yang telah menjalani prosedur
operasi pasti merasakan nyeri pada luka operasi, sehingga diperlukan peran
perawat untuk membantu mengurangi rasa nyeri tersebut melalui cara
farmakologi maupun non farmakologi.
Saat ini penderita cholelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena
perubahan gaya hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi
makanan cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak
dan menjadikan pemicu terjadinya cholelitiasis. Tetapi jumlah secara pasti berapa
banyaknya penderita batu empedu belum diketahui karena belum ada studi
mengenai hal tersebut (Djumhana, 2010). Banyaknya faktor yang mempengaruhi
terjadinya cholelitiasisadalah faktor keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin,
dankolesterol,penggunaan pil KB, infeksi, obesitas, gangguan pencernaan
penyakit arteri koroner, kehamilan, tingginya kandung lemak dan rendah serat,
merokok, peminum alkohol, penurunan berat badan dalam waktu yang
singkat,dan kurang olahraga (Djumhana, 2010).Berdasarkan beberapa banyaknya
faktor yang dapat memicu atau menyebabkan terjadinya cholelitiasis adalah gaya
hidup masyarakat yang semakin meningkat terutama masyarakat dengan ekonomi
menengah keatas lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji dengan tinggi
kolesterol sehingga kolesterol darah berlebihan dan mengendapdalam
kandung empedu dan menjadi kantung empedu dan dengan kurangnya
pengetahuan dan kesadaran tentang akibat dari salah konsumsi makanan sangat
berbahaya untuk kesehatan mereka(Haryono,2012). Menurut data pelaporan dari
bidang rekam medis di RSI Surakarta penyakit cholelitiasis masuk dalam daftar
7
10 besar diagnosa pasien yang rawat inap di RSI Surakarta, berdasarkan catatan
bagian rekam medis RSI Surakarta pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan
Desember 2014 merawat 129 pasien, kemudian pada bulan Januari 2015 sampai
denganbulan Mei 2015 merawat 113 pasiendan disemua ruang rawat inap hampir
setiap bulan merawat pasien dengan cholelitiasis dan beberapa diantaranya
menjalani pembedahan pengangkatan batu empedu (Kepala Rekam Medis
Rumah Sakit Islam Surakarta).
Berdasarkan survey pendahuluan terhadap 10responden yang menjadi
penderita cholelitiasis diruang rawat inap RSI Surakarta, pada saat dilakukan
wawancara oleh peneliti tentang riwayat gaya hidupnya, satu responden
merupakan penjual soto sehingga setiap harimengkonsumsi soto, 10
respondenmenjawab suka mengkonsumsi soto dan bakso, makanan berlemak dan
tidak pernah olahraga karena kesibukan pekerjaan, 3 responden menjawab suka
mengkonsumsi gorengan yangdibeli dari luar, 2 responden sering mengalami stres
pekerjaan dan suka makan fast food karena kesibukan pekerjaan, tidak
pernah melakukan aktivitas olah raga dan merupakan perokok pasif baik
dirumah maupun ditempat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose medis DM tipe
II ganren pedis dextra di ruang IGD RSUD IBNU SINA?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan keperawatan pada pasien dengan diagnose
medis cholelitiasis (laparoskopi ) di ruang RR RSUD Ibnu Sina?
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan keperawatan pada
pasien dengan diagnose medis cholelitiasis (laparoskopi ) di ruang RR RSUD
IBNU SINA
2. Merumuskan diagnosiskeperawatanpada pasien dengan keperawatan pada
pasien dengan diagnose MEDIS cholelitiasis (laparoskopi ) di ruang RR
RSUD IBNU SINA?
8
3. Membuat rencana asuhankeperawatanpada pasien dengan keperawatan pada
pasien dengan diagnose medis cholelitiasis (laparoskopi ) di ruang RR RSUD
IBNU SINA?
9
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Cholelithiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya
terbentuk dalam kandungan empedu dari unsur unsur padat yang membentuk
cairan empedu. Brunner & Sudarth 2001 dalam Utami 2017
Cholelithiasis adalah batu kolestrol dengan komposisi kolestrol lebih
<50% atau bentuk campuran 20 smapai 70% berunsurkan kolestrol dan
predisposisi dan batu kolestrol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40
tahun, wanita, obesitas,kehamilan, serta penurunan BB yang cepat (Cahono,
2014)
2.2 Etiologi
Batu didalam kandung empedu, sebagian besar batu tersusun dari pigmen
pigmen empedu dan kolestrol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium
dan protein
a. Batu empedu kolestrol terjadi karena keniakan sekresi kolestrol dan
penurunan produk empedu seperti : infeksi kandung empedu, usia
yang bertambah, obesitas, wanita, kurang makan sayur, obat obatan
untuk menurunkan kadar serum kolestrol
b. Batu pigmen empedu
batu pigmen empedu hitam : terbentuk didalam kandungan
empedu disertai hemolysis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
batu pigmen empedu coklat : bentuk lebih besar, berlapis lapis,
ditemukan disepanjang saluran empedu disertai bendungan dan
infeksi
batu saluran empedu: sering dihubungkan dengan diverticula
duodenum didaerah arteri ada dugaan bahwa kelainan anataomi
atau pengisian diverticula oleh makanan akan menyebabkan
10
obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
2.3 Manifestasi klinis
1. Gejala akut
a) Tanda
Epigastrum kanan terasa nyeri dan spasme
Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kuadran kanan atas
Kandung empedu membesar dan nyeri
Icterus ringan
b) Gejala
Rasa nyeri (kolik empedu) yang menetap
Mual muntah
Febris 38,5 derajat celcius
2. Gejala kronis
a) Tanda
Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
Kadang terdapat nyeri di kuadran kanan atas
b) Gejala
Rasa nyeri (kolik empedu), tempat : abdomen bagian atas
Midepigatrium, sifat ; terpusat di epigastrium menyebar kea rah
scapula kanan
Nausea dan muntah
Intoleransi dengan makanan berlemak
Flatulensi
Eruktasi (bersendawa)
2.4 Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi : pemeriksaan USG hasil akurat jika pasien pada malam
harina sehingga kandung empedu berada dalam keadaan distensi
b) Sonogram
11
Dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
3empedu telah menebal.
c) Radiografi ; kolesistografi
Digunakan jika USG tidak tersedia atau hasil USG tidak akurat / ragu.
Mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya berkontraksi serta
mengosongkan isinya.
d) Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan serum kolestrol
Kenaikan bilirubin (normal kurang dari 0,4mg/dm)
Peningkatan sel darah putih normal (5000 sampai 10000 /iu)
Peningkatan serum omylase bila pancreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama (normal 17 sampai 115 unit/100ml)
Kenaikan fosfolipid
2.5 Pentalaksanaan
an empedu mungkin merupakan factor yang paling penting pada pembentukan
batu empedu. Kolestrol yang berlebih an akan mengendap dalam kandungan
empedu . stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur
tersebut , gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada
pembentukan batu. Meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan
mucus. Meningkatkan viskositasis dan unsur seluler dan sebagai pusat
presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu
dibandingkan infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.
12
13
14
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 45 tahun
Diagnose :
1. Pre operasi :
nyeri akut b/d inflamasi kandung empedu obstruksi/ spasme jaringan
nekrosis
2. Intra operasi :
a. Pola nafas tidak efektif b/d disfungsi neuromuscular dampak
sekunder obat pelumpuh otot pernafasan / obat general anastesi
b. Resiko gangguan keseimbangan cairan elektrolit b/d vasodilatasi
pembuluh darah dampak obat anastesi
3. Post operasi :
a) Bersihhan jalan nafas tidak efektif b/d adanya pemasangan
oropharingeal , ETT untuk menjaga kepatenan jalan nafas karena
sekresi yang tertahan
b) G3 mobilitas fisik b/d pengaruh anastesi general/ regional
c) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (insisi)
d) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
15
Riwayat penyakit sekarang : nyeri perut sebelah kanan sampai
panggul bawah dan perut terasa kaku , nyeri sudah 1 minggu, USG
terakhir didapatkan hasil batu empedu sebesar 15 mm
16
a. Propofol : obat anti depresan, menidurkan px tanpa apneu,
menurunkan aktivitas otak dan sistem saraf , tegolong dalam
sedasi. Dosis : 1 samoai 2,5 mg/ kgbb.IV
b. Fentanyl : obat anti nyeri, efek apnea tergolong analgetiknarkotika
dengan efek delirium. Dosis : 2 sampai 150 mg/kgbb.IV
c. Atricurium : obat yang digunakan untuk melumpuhakan otot.
Dosis : 0,5 mg/kgbb.IV
C. Premedikasi
a. Midazolam : obat antideprsan , menidurkan tanpa apneu tergolong
obat sedasi. Dosis : 0,07 sampai 0,15 mg/kgbb. IM
b. Pethidin : obat untuk rasa nyeri, cemas, secret berefek mual
muntah tergolongan obat analgesic narkotik, dosis : 2,5 smapai 5
mg/kgbb.IV
c. Sulfat atropine : obat golongan anti muskarinik, mengurangi
sekresi dan bradikardi dengan efek mual, nyeri . dosis : 0,01
sampai 0,02 mg/kgbb IM
D. Maintenance obat selama operasi
Diketahui : nama : Tn. S, Usia : 45 tahun, TB: 168 cm BB: 67 kg.
Pemberian jam 1 : 0,5 (PP)
Pemeberian jam 2 :
E. Alat medis yang dipakai
a. ETT : endotrakea tube atau alat intubasi adalah memasukan
pipa jalan nafas buatan ke dalam trackea melalui mulut, untuk
menjamin saluran nafas tetap bebas.
b. NGT : nasogastric tube adalah alat yang berfungsi menyuplai
makanan dan minuman pada psien yang tidak memungkinkan
untuk menelan.
c. Orofaringeal airway : tindakan dengan tujuan mencegah
lidah dari (baik sebagian atau seluruhnya), untuk mempertahankan
17
saluran nafas tetap paten (terbuka ), untuk menutupi epiglottis yang
dapat mencegah pasien bernafas
d. Suction : suatu tindakan untuk mengeluarkan secret dari aluran
nafas dengan menggunakan kateter yang dimasukan melalui
hidung atau rongga mulut dalam pharing atau trackea dapat juga
melalui orofaringeal airway.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre operasi :
nyeri akut b/d inflamasi kandung empedu obstruksi/ spasme jaringan
nekrosis
b. Intra operasi :
1. Pola nafas tidak efektif b/d disfungsi neuromuscular dampak sekunder
obat pelumpuh otot pernafasan / obat general anastesi
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan elektrolit b/d vasodilatasi
pembuluh darah dampak obat anastesi
c. Post operasi :
1. Bersihhan jalan nafas tidak efektif b/d adanya pemasangan oropharingeal
, ETT untuk menjaga kepatenan jalan nafas karena sekresi yang tertahan
2. G3 mobilitas fisik b/d pengaruh anastesi general/ regional
3. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (insisi)
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
18
kandung berkurang 2. Identifikasi respon
empedu,dostruksi/s menjadi 3 . nyeri non verbal
pasme duktus KH: 3. Ajarkan nafas
iskemia Klien tampak dalam
jaringan/nekrosis. tenang 4. Fasilitasi istirahat
Nyeri berkurang tidur
menjadi 3
Ttv stabil
Intra operasi Tujuan setelah 1. Bebaskan dan
1. Bersihan jalan dilakukan jaga jalan nafas
nafas /pola nafas anastesi bersihan tetap bebas
tidak efektif s/d pola nafas dengan
disfungsi efektif : maneuver/pakai
neuromuskuler KH: otot
dampak sekunder RR normal, 2. Berikan oksigen
obat pelumpuh otot perfusi baik, sesuai
pernaafasan /obat lama nafas kebutuhan
general anestesi normal, ekspansi (ventilator,
dada perut nafas bantuan)
seimbang, tidak 3. Monitor
ada suara nafas pembersihan
tambahan, SP02 oksigen
95 sampai 4. Monitor
100%. pernafasan
5. Monitor suara
nafas
6. Moniot sp02
7. Monitor perfusi
perifer
Post operasi 1. Tujuan Managemen jalan nafas no.
19
setelah 1.01011
1. Bersihan jalan dilakuka 1. Monitor pola nafas
nafas berhubungan n (frekuensi,
dengan adanya perawata kedalaman usaha
sekresi yang n nafas)
tertekan pemuliha 2. Monitor bunyi
2. Nyeri b.d prosedur n selama nafas tambahan
operasi 10 menit 3. Pertahankan
3. G3 mobilisasi bersihan kepatenan jalan
fisikb/d pengaruh jalan nafas dengan head
anastesi general nafas till dan chin lift
regional menjadi 4. Posisikan
4. Resiko infeksi b.d efektif semifowler / fowler
efek prosedur KH; px 5. Berikan minuman
invasive dapat hangat
nafas 6. Lakukan fisioterapi
spontan dada
RR 7. Lakukan
normal penghisapan lender
Tidak < 15 detik
ada suara 8. Lakukan
tambaha hiperoksigenasi
n, sp02 sebelum
95 smpai penghisapan
100% endotrakeal
2. Tujuan 9. Bersihkan oksigen
setelah
dilakuka Managemen nyeri no.
m 1.01011
perwatan 1. Ajarkan nafas
20
dihrapka dalam
n luka 2. Kaji respond an
bekas derajat, local, durasi
opersi dan karakteristik
menjadi nyeri
0 .KH: 3. Obs TTV
px tidak 4. Kolaborasi
overprot pemberian
ektif anakgesik
pada Dukungan mobilisasi no
bekas 1.05173
luka op,
klien 1. Identifikasi
tampak toleransi fisik
tennag,T melakukan
TV stabil pergerakan
3. Tujuan 2. Monitor
setelah frekuanesi
dilakuka jantung dan TD
n 2 sebelum
smpai mobilisasi
jam 3. Ajarkan
diharapk mobilisasi dini
an (duduk diatas
mamapu bed)
mengger Pencegahan infeksi no.
akkan 1.14539
ekstremit 1. Monitor tanda
as atas gejala infeksi local
dan dan sistemik
21
bawah. 2. Berikan perawatn
KH: kulit
setelah 3. Ajarkan cara
dan memeriksa kondisi
selama luka
OP px 4. Jelaskan tanda
tenang, gejala infeksi
px sadar 5. Anjurkan
dengan meningkatkan
baik dan asupan cairan dan
tidak nutrisi
gelisah,
melakuk
an gerak
yang
terarah
4. Tujuan
setelah
dilakuka
n 2 x 24
jampera
watan
diharapk
an luka
insisi
tidak ada
resiko
infeksi.
KH: luka
insisi
22
tidak
bengkak,
kemerah
an, nyeri,
gatal dan
panas
sekitar
luka.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dan
masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
5. EVALUASI
Kegiatan yang terus mnerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana
keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
atau menghentikan rencana keperawatan
23
BAB 3
TINJAUAN KASUS
1.1 Identitas Klien
Nama : Tn S
24
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Suku/Bangsa : WNI
Agama : Islam
Pendidkan : SMA
Alamat : Gresik
No. RM : 397xx
Tgl. MRS : 08 Januari 2022
Diagnosa : Cholelitiasis
25
a. Breathing/B1
Bentuk dada simetris,irama nafas teratur, jalan napas bebas, RR :
19x/menit, SPO2: 100%, tidak ada pernapasan CUping hidung,
tidak ada keluhan sesak
b. Blood/B2
Pasien tidak ada keluhan nyeri dada, irama jantung regular, suara
jantung normal (lub-lub), crt 3< detik, akral hangat, tidak ada
pendarahan, sianosis
c. Brain/B3
Tidak ada keluhan pusing/vertigo, tidak ada gangguan
pendengaran, pandangan tidak ada gangguan ingetan, keasadran
compos metis, gcs 456
d. Bladder/B4
Urine bersih, tidak ada keluhan nyeri BAK, tidak ada pendarahan,
menggunakan alat bantu kateter, produk urine 800 ml, berwana
kuning
e. Bowel/B5
Mulkosa kering, tidak ada nyeri menelan, bising usus normal,
BAB tidak lancar, berat badan 71, tinggi badan 150cm, tidak
menggunakan NGT, tidak ada keluhan mual muntah, pasien puasa,
terasa nyeri di bagian abdomen bawah, abdomen tegang, skla nyeri
6 seperti di tusuk tusuk dan hilang timbul
f. Bone/B6
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, posisi pasien supaine,
integeritas baik, CRT <3 detik
g. Pada pemeriksaan usg terdapat benjolan di bagian abdomen bawah
5. Prosedur khusus sebelum pembedahan
26
2 Lembar Inform Consent √
3 Puasa √
4 Pembersihan Kulit √
5 Pembersihan Saluran Pencernaan √
6 Pengosongan Kandung Kemih √
7 Tanfusi Darah √
8 Terapi Cairan Infus √
9 Penyiapan Perhiasan, Aksesoris, √
Kacamat, Anggota Tubuh Palsu
10 Memakai Baju Oprasi √
7. Pemeriksaan Penunjang
a. X-Ray :
b. Hasil laboratorium :
27
SC : 0,62 3-40
SGOT : 18,4ul 7,56unit
Sgpt : 9,5 7,56unit
28
7. Area/bagian tubuh yang di bedah : abdomen
8. Tenaga medis dan paramedic diruang operasi
Dokter Anestesi : dr. Taufan
9. Pemberian obat anestesi : Lokal/Ragional/ General Anestesi \
29
p. Pembebasan jalan nafas dengan chinlif
q. Cuci tangan setelah tindakan
11. Tindakan bantuan yang diberikan selama pembedahan
Pemberian oksigen : terpasangnya ETT
Pemberian intubasi : pemberian ETT 8,5
Suction : 1.5cc
12. Pembedahan berlangsung selama : 1 ½ Jam
13. Komplikasi dini pembedahan (saat pasien masih berada diruang
oprasi): Tidak ada masalah
30
5 5 belum bisa menggerakan kakinya masih ada efek bius
22
g. Terdapat luka isisi yang tertutup kasa steril
4. Pasien pindah ruangan
Ruang : Beugenvile Jam: 09:45
31
1.5 Analisa Data
Pasien meringis
Skala 6. Hilang timbul pelepasan mediator
inflmasi
rangsnaagn neri
pada sistem saraf
pusat
2. INTRA efek obat anastesi Pola nafas tidak
DS : - efektif
DO : penurunan ventilasi
- terdapat secret
Terpasang oroparingeal penurunan tekanan
Isofluran: 2%
3. POST Efek obat anestesi Bersihan jalan
DS : pelumpuh otot napas tidak
DO : efektf
32
RR : 15x/m Px belum sadar
Terpasang mayo
Suara napas gurgling adanya secret
SPO2 : 100%
Irama napas terlihat reflek telan belum
g3 mobilisasi fisik
33
1.6.3 Post Op
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi tertahan
2. G3 mobiliasi fisik b/d pengaruh anestesi general/regional
- Tujuan : Setelah
dilakukan 2x60
Menit diharapkan
neri menjadi 3
- KH : Klien
tampak tenang,
klien tidak gelisah,
skala berkurang
menjadi 3, ttv
stabil
2. Diagnosa : - Bebaskan 1. Memantau nafass
Pola nafas dan jaga pasie pakai alat bantu
tidak efektif napas tetap 2. Supaya pola napas
b.d bebas teratur
34
disfungsi dengan pakai 3. Mantai pernapasan
neuromuscu alat pasien supaya
lar dampak - Berikan pernapasan pasien
sekunder oksigensasi normal atau tidak
obat sesuai 4. Mendengarkan suara
pelumpuh kebutuhan napas setiap saat
otot - Monitor 5. Mengetahui kadar
pernafasan / pemberian saturasi oksigen
obat general oksigen
anestesi - Monitor
- pernapasan
- Tujuan : Monitor
Setelah di spo2
lakukan
tindakan 1x5
menit maka
bersihan jalan
nafas efektif
- KH : RR
normal, perfusi
baik, irama nafa
snormal,
ekspansi dada
dan perut
seimbang, tidak
ada suara
tambahan.
3. - Diagnosa : 1. Bebaskan 1. Memantau nafass
Bersihan jalan dan jaga pasie pakai alat
napas tidak napas bantu
35
efektif tetap 2. Supaya pola napas
berhubungan bebas teratur
dengan adanya dengan 3. Mantai
jalan napas pakai alat pernapasan pasien
buatan 2. Berikan supaya
- Tujuan : setelah oksigensas pernapasan pasien
dilakukan i sesuai normal atau tidak
anestesi kebutuhan 4. Mendengarkan
bersihan jalan 3. Monitor suara napas setiap
napas efektif pemberian saat
- KH : RR oksigen 5. Mengetahui kadar
normal, perfusi 4. Monitor saturasi oksigen
baik, irama pernapasa
napas normal, n
ekspansi dada 5. Monitor
dan perut spo2
seimbang, tidak
ada suara napas
tambahan,
SPO2 :95-
100%
4. - Diagnosa : g3 1. Pasang 1. Bed setril
mobilisasi fisik bedsetril memngurangi resiko
b.d pengaruh 2. Pantau jatuh pasien
anstesi general/ penggunaa 2. Memantau dapat
regional n obat melihat dosis atau
- Tujuan : anatsi efek samping anastesi
Setelah di 3. Evaluasi 3. Merivisi atau
lakukan 2 jam pergerakan mengetahui pasien
diharapkan px sadar atau dalam obat
36
sadar penuh ekstremitas bius
sempurna 4. Monitor 4. Ttv mengetahui
mampu TTV kondisi px. Melihat
menggerakan kondisi baik buruknya
ekstremitas atas px
dan
- KH : pasien
setelah operasi
merasa tenang,
tidak gelisah,
melakukan
gerak yang
terarah.
37
analgesik
10 Januari Pola nafas tidak 1. Memebaskan dan 10:00 Paula
2022 efektif jaga napas tetap
bebas dengan pakai
alat
2. Memberikan
oksigensasi sesuai
kebutuhan
3. Memonitor
pemberian oksigen
4. Memonitor
pernapasan
Memonitor spo2
10 Januari Bersihan jalan 5. Memebaskan dan 10:15 Paula
2022 napas tidak jaga napas tetap
efektif bebas dengan pakai
alat
6. Memberikan
oksigensasi sesuai
kebutuhan
7. Memonitor
pemberian oksigen
8. Memonitor
pernapasan
9. Memonitor spo2
10 Januari Gangguan 1. Memasang bed 11:20 Paula
2022 mobilisasi fisik setril
memngurangi
resiko jatuh
38
pasien
2. Memantau dapat
melihat dosis atau
efek samping
anastesi
3. Merivisi atau
mengetahui
pasien sadar atau
dalam obat bius
4. Ttv mengetahui
kondisi px.
Melihat kondisi
baik buruknya px
1.9 Evaluasi
39
jaunuari 2022 O:
RR: 13 x/m,
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1.2.3
Selasa 10 Bersihan jalan napas tidak S:-
jaunuari 2022 efektif O : Pasien suara napas grogling,
SPO2: 100%, RR:15x/m, terpasang
ETT
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 2,3,4,5
Selasa 10 Gangguan mobilisasi fisik S:
jaunuari 2022 O: pasien belum sadar masih
terdapat efek anastesi
A:masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5
40
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan kesamaan dan kesenjagan antara
kasus nyata dan teori, meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi
dan evaluasi dari masalah kepererawatan Ny.S dengan diagnosa medis
Cholelitiasis.
4.1 Pengkajian
Cholelithiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya
terbentuk dalam kandungan empedu dari unsur unsur padat yang membentuk
cairan empedu. Brunner & Sudarth 2001 dalam Utami 2017.
Sedangkan pada kasus Ny.S dengan Cholelithiasis dari data yang
diperoleh saat wawancara dengan pasien observasi pemeriksaan fisik dan
catatan medic Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 10 Januari 2022
rawat inap, dan masuk ruang operasi pada tanggal 10 januari 2022
mengeluhkan nyeri pada daerah abdomen bawah sampai panggul, pasien
tampak lemas, dan gelisah pasien mengatakan nyeri skala 6, nyeri selama 10
menit lalu muncul kembali (hilang timbul), seperti di tusuk tusuk, mengatakan
. RR: 20x/m SP2:100%
a. Diagnosa
Diagnosa keperawatan secara teori yang didapatkan yaitu:
1. Pre Op : Nyeri akut
1. Intra Post
1. Pola nafas tidak efektif
2. Post Op
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
41
2. Gangguan mobilisasi fisik
1. Pre Op
Nyeri akut b/d inflamasi kandung empedu, obstruksi , spasme/jaringan
nekrosis
2. Intra Post
Pola nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuscular dampak sekunder obat
pelumpuh otot pernafasan / obat general anestesi
3. Post Op
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi tertahan
G3 mobiliasi fisik b/d pengaruh anestesi general/regional
b. Intervensi
Persamaan antara teori dan kasus nyata yaitu semuanya sama karena pada
kasus nyata tindakan yang diberikan secara sama persis dengan teori.
intervensi yang didapatkan pada dignosa nyeri akut yaitu tindakan Tindakan
operasi (laparoskopi) .Pada diagnose Pola nafas tidak efektif yaitu. Pada
diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif yaitu Bebaskan dan jaga napas
tetap bebas dengan pakai alat, Berikan oksigensasi sesuai kebutuhan, Monitor
pemberian oksigen , Monitor pernapasan, Monitor spo2. Pada diagnosa nyeri
akut yaitu Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri nafas
dalam, Kaji respon dengan derajat, local, durasi dan karakteristik nyeri,
Observasi TTV, Kaloborasi pemberian analgesic. Pada diagnosa Gangguan
mobilisasi fisik yaitu Memasang bed setril memngurangi resiko jatuh pasien ,
Memantau dapat melihat dosis atau efek samping anastesi, Merivisi atau
42
mengetahui pasien sadar atau dalam obat bius, Ttv mengetahui kondisi px.
Melihat kondisi baik buruknya px
c. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sama atau sesuai dengan intervensi yang
ada, jadi tidak ada perbedaan antara teori dan kasus nyata dan tidak ada
hambatan karena umur pasien sudah 45 tahun, dan pasien kooperatif.
d. Evaluasi
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi
keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011).
Setelah dilaukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit didapatkan
hasil yaitu diagnose keperawatan 2 yaitu bersihan jalan nafas dan
gangguan mobilitas fisik dari kedua diagnose tersebut masalah belum
teratasi masih ada secret sedikit dan belum dapat bergaerak akibat obat
anastesi.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data kasus pasien Ny.F dengan diagnosa medis Mioma Uteri
penulis akan menjabarkan kesimpulan dan saran yang di daptkan dari asuhan
keperawatan yang telah di berikan:
5.1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal. Hasil pengkajian pada Ny.F pasien
mengeluhkan nyeri pada daerah abdomen bawah, pasien tampak lemas, dan
43
gelisah pasien mengatakan nyeri skala 6, nyeri selama 10 menit lalu muncul
kembali (hilang timbul), seperti di tusuk tusuk, pasien juga mengatakan
merasa ketakutan akibat mau operasi. RR: 19x/m SP2:100%
5.1.2 Diagnosa
Diagnosa yang di angkat pada pasien mioma uteri adalah Ansietas,
gangguan inegeritas kulit/jaringan, berishan jalan napas tidak efektif, nyeri
aku dan resiko infeksi
5.1.3 Intervensi
Intervensi Keperawatan untuk diagnosa asnietas yaitu Tindakan saat
tingkatan ansietas berubah, Identifikasi kemamuan mengambil keputusan ,
Monitor tanda tanda ansietas (verbal non verbal), Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan , Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan. Pada diagnosa gangguan integeritas kulit/jaringan yaitu
Identifikasi penyebab gangguan integeritas kulit , Bersikan perineal pada area
terdekat luka, Anjurkan minum air hangat yang cukup, Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim. Pada diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif yaitu
Bebaskan dan jaga napas tetap bebas dengan pakai alat, Berikan oksigensasi
sesuai kebutuhan, Monitor pemberian oksigen , Monitor pernapasan, Monitor
spo2. Pada diagnosa nyeri akut yaitu Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri nafas dalam, Kaji respon dengan derajat, local, durasi
dan karakteristik nyeri, Observasi TTV, Kaloborasi pemberian analgesic. Pada
diagnosa resiko infeksi yaitu Monitor tanda tanda gejala infeksi local, Berikan
perawatan kulit , Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan, Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
5.1.4 Implementasi
Implementasi yang diberikan sama persis dengan intervensi yang ada.
5.1.5 Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada Tn.S setelah melakukan beberapa tindakan
keperawatan dalam bentuk SOAP didapatkan hasil bahwa ganggua mobilitas
fisik dan bersihan jalan nafas belum teratasi dan akan dilanjutkan dengan
44
intervensi yang sama di hari berikutnya yang tercantum dalam catatan
perkembangan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar lebih memperdalam pengetahuan tentang
Mioma Uteri dan bagaimana penanganan dari penyakit tersebut terutama
dalam mengatasi masalah keperawatan yang muncul pada pasien akibat
penyakit tersebut. Hal itu dapat membantu mahasiswa ketika dilapangan
menemukan pasien dengan cholelitiasis
45
46
47