Anda di halaman 1dari 44

RTD ( ROUND TABLE DISCUSSION )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. S DENGAN DIAGNOSA


MEDIS BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) + BBB (BATU BULI
BULI) + RETENSI URINE DENGAN TINDAKAN TUR-PROSTAT DAN
LITOTRIPSI BBB DI RUANG IBS OK RSU GANESHA
TANGGAL 6 APRIL 2022

OLEH :

TIM III IBS OK

1. Ns. NI KADEK CITA CITRA DEWI, S. Kep


2. Ns. I GUSTI NGURAH YOGA MULIADA, S. Kep
3. Ns. NI KETUT SRI HANDAYANI, S. Kep
4. Ns. I NYOMAN SUDIASA, S. Kep

RUMAH SAKIT UMUM GANESHA

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang
Widhi Wasa atas segala rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Asuhan Keperawatan Round Table Disscusion (RTD) yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Pasien Tn. S dengan Diagnosa Medis BPH + BBB + Retensi
Urine dengan Tindakan TUR-Prostat + Litotripsi BBB di Ruang IBS OK RSU Ganesha”
dengan baik.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka melaksanakan RTD di RSU Ganesha.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan, dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. I Wayan Yudiana Sp. U sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

2. Ns. Oktarina, S.Kep., M.M sebagai Manajer Keperawatan RSU Ganesha

3. Ns. Ari Rati Asari, S.Kep sebagai Ketua Komite Keperawatan RSU Ganesha

4. Ns. Gede Suadnyana, S.Kep sebagai sub Komite Etik Keperawatan RSU Ganesha
5. Teman-teman IBS OK yang selalu memberi dukungan dan motivasi dalam
menyelesaikan makalah Round Table Discusion
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan askep ini
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna kesempurnaan Askep RTD ini.
Penulis berharap semoga Asuhan Keperawatan ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca pada umumnya dan bagi kami selaku penulis dan penyusun pada
khusunya.

Gianyar, 20 April 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT.............................................................2

1. Pengertian..............................................................................................2

2. Anatomi Fisiologi.................................................................................. 3

3. Etiologi ................................................................................................. 3

4. Patofisiologi ...........................................................................................4

5. Manifestasi Klinis.................................................................................4

6. Penatalaksanaan.....................................................................................6

7. Pemeriksanaan Penunjang.................................................................... 7

8. Klasifikasi.............................................................................................8

9. Komplikasi........................................................................................... 10

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF 22

1. Pengkajian............................................................................................22

2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul..................................... 22

3. Intervensi Keperawatan........................................................................ 22

4. Implementasi Keperawatan................................................................... 25

1
5. Evaluasi Keperawatan.........................................................................27

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................ 44

A. PENGKAJIAN

1. Data Umum..........................................................................................44

2. Riwayat Kesehatan..............................................................................45

3. Pola Fungsi Kesehatan 11 Pola Fungsi Kesehatan Gordon)..................47

4. Pemeriksaan Fisik................................................................................ 51

5. Pre - Operatif....................................................................................... 54

6. Intra Operatif.......................................................................................67

7. Post Operatif........................................................................................88

BAB IV PENUTUP.........................................................................................104

A. KESIMPULAN......................................................................................104

B. SARAN................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................105

1
BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lower urinary tractus symptoms (LUTS) adalah masalah yang banyak dialami
oleh laki-laki di seluruh dunia. Masalah yang dialami berupa frekuensi berkemih yang
meningkat, nokturia, inkontinensia urin, aliran urin yang lambat, aliran urin yang terputus
atau sensasi tidak puas setelah berkemih. Laki-laki yang mengalami LUTS secara
langsung akan menganggu kualitas hidup dan menjadi penyebab morbiditas (Arslantas et
al., 2017).

Salah satu dari masalah yang memerlukan penanganan yang tepat adalah
inkontinensia urine selalu merupakan suatu gejala dari masalah penyakit fisik. Pada laki-
laki pembesaran kelenjar prostat menyebabkan obstruksi aliran urin dari kandung kemih
(Bruno, 2019).

Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus


degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%,
sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Tahun 2013 di Indonesia
terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh lakilaki berusia di atas 60 tahun
(Riskesdas, 2013).

Benign prostat hyperplasia (BPH) termasuk kesulitan dalam mulai dan perasaan
buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, ia menekan
uretra dan mempersempitnya lalu menghalangi aliran urin. Kandung kemih mulai
mendorong lebih keras untuk mengeluarkan air seni, yang menyebabkan otot kandung
kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Ini membuat kandung kemih tidak pernah
benar-benar kosong dan menyebabkan perasaan perlu sering buang air kecil. Gejala lain
termasuk aliran urin yang lemah. (Nunes et all, 2018)

Persiapan mental pre operasi juga harus dipersiapkan untuk menghadapi


pembedahan karena selalu ada kecemasan pasien terhadap penyuntikan, nyeri luka,
anastesi, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati (Sjamsuhidayat, 2010).

1
Ada beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakan untuk penderita BPH salah
satu yang paling sering dilakukan yakni Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat melalui uretra (resektroskop).
Keuntungan dari tindakan ini adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko
terjadinya infeksi, lebih aman bagi pasien berisiko, hospitalisasi dan periode pemulihan
lebih singkat, angka morbiditas lebih rendah dan menimbulkan sedikit nyeri
(Smeltzer,2015).

Salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi


inkontinensia urine adalah dengan melakukan bladder training. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh bladder training dengan metode delay urination dan
scheduled urination terhadap kejadian inkontinensia urine pada pasien post operasi BPH.
Jenis 79 penelitian menggunakan quasi eksperimen, dengan pendekatan pre and post test
pada dua kelompok intervensi tanpa menggunakan kelompok kontrol dengan jumlah
sampel sebanyak 60 pasien post operasi BPH yang diperoleh dengan accidental sampling
dengan jumlah masing-masing kelompok 30 orang pasen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bladder training baik dengan teknik delay urination maupun scheduled urination
sama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan kejadian inkontinensia
urine pada pasien post operasi BPH, tetapi tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan
dari kedua teknik bladder training tersebut terhadap penurunan kejadian inkontinensia
urine. Terkait dengan hasil penelitian ini untuk menghindari terjadinya inkontinesia urie
pada pasien post operasi BPH disarankan kepada perawat agar menerapkan bladder
training dengan teknik delay urination dan scheduled urination dan dalam penerapannya
perlu mempertimbangkan usia dan kondisi fisik pasien (Nurhasanah, 2017).

Peran perawat sebagai care provider yaitu memberikan pelayanan keperawatan


kepada individu yang difokuskan pada penanganan nyeri. Peran perawat sebagai clien
advocate, perawat juga berperan sebagai pelindung klien, yaitu membantu untuk
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dari BPH. Peran perawat sebagai conselor yaitu sebagai
tempat konsultasi dari masalah yang dialami BPH dengan mengadakan perencanaan
terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (Pahlevi, 2012).

1
BAB II TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Benign prostatic hyperplasia atau benigna prostat hyperplasia (BPH) disebut juga
Nodular hyperplasia, benign prostatic hypertrophy atau Benign enlargement of the
prostate (BEP) yang merujuk kepada peningkatan ukuran prostat pada laki-laki usia
pertengahan dan usia lanjut. Benigna prostat hipertropi (BPH) adalah pembesaran
kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula
dengan berat kira-kira 20 gram, berada di sekeliling uretra dan di bawah leher kandung
kemih pada pria. Bila terjadi pembesaran lobus bagian tengan prostat akan menekan dan
uretra akan menyempit.

Hyperplasia dari kelenjar prostat dan sel-sel epitel mengakibatkan prostat menjadi
besar. Ketika prostat cukup besar akan menekan saluran uretra menyebabkan obstruksi
uretra baik secara parsial maupun total. Hal ini dapat menimbulkan gejala-gejala urinary
hesiiitancy, seringberkemih, peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan retensi urin
(Suharyanto, T. 2009)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. ANATOMI

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan
ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram (Purnomo, 2012). Prostat
memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat prostat sebagai
bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat berhubungan dengan
vesika urinaria, sedangkan bagian inferior bersandar pada diafragma urogenital.
Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal
dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal berbatas pada ampulla recti
(Moore & Agur, 2002).

1
Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, vas
deferens, dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma panggul sehingga
uretra terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek bersama diafragma bila
terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan colokdubur (Sjamsuhidajat
dkk, 2012). Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periurethra.
Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang terdiri dari 70% jaringan kelenjar
sedangkan zona sentral terdiri dari 25% jaringan kelenjar dan zona 15 transisional
hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar. Sebagian besar kejadian BPH terdapat pada
zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer
(Junqueira, 2007).

Kelenjar prostat mengandung cukup banyak jaringan fibrosa dan jaringan otot
polos. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan
dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar limfe regionalnya ialah kelenjar limfe
hipogastrik, sacral, obturator, dan iliaka eksterna (Sjamsuhidajat dkk, 2012).

2. FISIOLOGI
7
a. Kelenjar Kelamin Pria :

1). Vesikel Seminalis

Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong terkonvusi


(berkelok-kelok) yang bermuara ke dalam duktus ejaculator menghasilkan secret
berupa cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa yang berfungsi untuk
melindungi dan memberi nutrisi sperma, yang meningkatkan pH ejakulat dan
mengandung prostaglandin yang menyebabkan gerakn spermatozoa lebih cepat,
sehingga lebih cepat sampi ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesik seminalis
dalah semen (Wibowo, 2012).

Cairan seminal adalah cairan tempat berenangnya spermatozoa. Cairan ini


memberi nutrien (makan) kepada spermatozoa dan membantu motilitas
spermatozoa. Setelah berjalan dari vesicula seminalis dan ductus ejakulatorius ke
urethra, disini ditambahkan sekresi prostat dan sekresi dari glandula

1
bulbourethralis. Akhirnya cairan seminal ini diejakulasikan selama rangsangan
seksual. Sekresi prostat ini merupakan komponen paling besar dari cairan seminal
(Wibowo, 2012).

2). Kelenjar Prostat

Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang panjangnya 4


cm, lebarnya 3 cm dan tebalnya 2 cm dengan berat kira-kira 8 gram. Prostat
mengelilingi bagian atas urethra dan terletak dalam hubungan langsung dengan
cervix vesicae urinaria. Prostattersusun atas jaringan kelenjar dan serabut-serabut
otot involunter dan bereda di dalam kapsul fibrosa (Wibowo, 2012).

Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran lubang persik.


Ini mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan kandung kemih. Tertutup oleh
kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari 20-30 senyawa kelenjar tubuloalveolar
diembed dalam massa (stroma) dari otot polos dan jaringan ikat padat (Wibowo,
2012).

Jaringan otot prostat berfungsi untuk membantu dalam ejakulasi. Sekresi


prostat diproduksi secara terus-menerus dan diekskresikan ke dalam urin. Setiap
hari diproduksi kira-kira 1 ml, tetapi jumlahnya tergantung dari kadar testosteron,
karena hormon inilah yang merangsang sekresi tadi. Sekret prostat mempunyai
pH 6,6 dan susunannya seperti plasma, tetapi mengandung bahan- bahan
tambahan misalnya kolesterol, asam sitrat dan suatu enzim hialuronidase. Sekret
prostat ditambahkan ke dalam sperma dan cairan seminal pada saat sperma dan
cairan seminal melewati urethra (Wibowo, 2012). Sekresi kelenjar prostat
memasuki uretra prostat melalui beberapa saluran prostat ketika kontrak otot
polos saat ejakulasi. Hal ini memainkan peran dalam mengaktifkan sperma dan
bertanggung jawab atas sebanyak sepertiga dari volume air mani. Itu ia seperti
susu, cairan sedikit asam yang mengandung sitrat (sumber nutrisi), beberapa
enzim (fibrinolisin, hialuronidase, asam fosfatase), dan antigen prostatespecific
(PSA). Prostat memiliki reputasi sebagai perusak kesehatan (mungkin tercermin
dalam umum salah ucapan "prostat"). Wibowo, 2012. Prostat sering membesar
pada pria setengah umur atau umur tua, dan pembesaran ini karena tekanan lain

1
yang disebabkan oleh apa saja pada sphincter urethra atau urethra itu sendisi, akan
menyebabkan retensi urin akut. Keadaan demikian dapat disembuhkan dengan
memasang kateter ke dalam vesica urinaria atau melakukan prostatektomi pada
pasien tertentu (Wibowo, 2012).

3). Glandula Bulbourethtalis (Cowper)

Kelenjar bulbouretral (cowper) adalah sepasang kelenjar yang ukuran dan


bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi cairan basa yang
mengandung mucus kedalam uretra penis untuk melumasi dan melindungi serta
ditambahkan pada semen (spermatozoa+secret) (Wibowo, 2012).

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra.
Bagian bawah kelenjar prostat menempal pada diafragma urogenital atau sering
disebut otot dasar panggul.Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih
sebesar buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang
lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari jaringan kelenjar,
jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat
bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen
terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan
semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang
nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.

Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah


keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal (
tumor ) baik jinak maupun ganas tidak memegang peranan penting pada proses
reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran urin. Kelainan
yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki - laki usia lanjut
(Indah, 2011).

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain

1
yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain (Kemenkes RI, 2019):

1. Dihydrotestosteron

2. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan


stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi

3. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron

4. Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

5. Interaksi stroma – testoteron

6. Peningkatan epidermal growth factoratau fibroblast growth factor dan


penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel

7. Berkurangnya sel yang mati

8. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan


epitel dari kelenjar prostat

9. Teori sel stem

10. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

D. PATOFISIOLOGI

BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel
berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon
sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT), DHT
merupakan androgen dianggap sebagai mediator utama munculnya BPH ini. Pada
penderita ini hormon DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh
pada pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel.

1
Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi penyempitan uretra yang
mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala obstruktif yaitu hiperaktif kandung kemih,
inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al, 2016). Perubahan mikroskopik pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
berkembang, akan terjadi perubahan patologi,anatomi yang ada pada pria usia 50
tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan
elemen glandular pada prostat.

E. MENIFESTASI KLINIS

Gejala iritatif meliputi (Kemenkes RI, 2019) :

a. Peningkatan frekuensi berkemih

b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)

c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)

d. Nyeri pada saat miksi (disuria)

Gejala obstruktif meliputi :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan mengejan
yang disebabkan oleh krena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa
lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-terputusnya aliran kencing yang disebabkan karena


ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan


waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buangair kecil dan terasa belum puas

f. Urine terus menetes setelah berkemih

1
Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005)
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing
tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari.
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis
F. PENATALAKSANAAN

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi


klien (Mansjoer Arief, 2000).

1. Observasi

Dilakukan pada klien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan ialah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), dan mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol.

2. Terapi Medikamentosa

a. Penghambat adrenergika

Obat yang biasa dipakai ialah prazosin, yang berfungsi untuk mengurangi
obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas destrusor.

b. Penghambat 5-a-reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride. Golongan obat ini dapat


menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan
mengecil.

c. Fitoterapi

1
1). Terapi Bedah

Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung berat


ringannya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah,
yaitu :

1. Retensio urine berulang.


2. Hematuri
3. Tanda penurunan fungsi ginjal.
4. Infeksi saluran kemih berulang.
5. Tanda-tanda obstruksi berat, yaitu divertikel,
hidroureter, dan hidronefrosis.
6. Ada batu saluran kemih
Macam -macam tindakan pembedahan yang bisa dijalani, yaitu :
1. Prostatektomi
a. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung
kemih dan kelenjar prostt diangkat dari atas.
b. Prostaktektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum.
c. Prostatektomi retropubik adalah suatu tehnik yang lebih umum
dibanding tindakan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah
mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih.
2. Insisi Prostat Transurethral (TUIP)
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran
kecil (30 g / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
3. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)
Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop di mana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung
10- 3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik (Haryono, 2012).

1
Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan operasi
tertutup tanpa insisi, serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap
potensi kesembuhan, dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran
antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan
secara terus menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah
dilakukan reseksi,. dipasang kateter foley tiga saluran nomer 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah
dari kandung kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan dilakukan
setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas
tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter setelah 3-5 hari setelah operasi dan
pasien sudah berkemih dengan lancer. Penyembuhan terjadi dengan granula
dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Nuari & Widayati, 2017).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Urinalisis / Sedimen Urin

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan dan dapat
mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. Untuk itu pada kecurigaan
adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau
terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan
sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah
memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter
(Purnomo, 2014).

b. Pemeriksaan fungsi ginjal

1
Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius
bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi
sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko
terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa
disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Oleh
karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya
melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas (Purnomo,
2014).

c. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit
dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti :

(a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat.


(b) Keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek.
(c) Lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada


peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat atau
TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan
usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal
berdasarkan usia adalah:

a. 40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml;

b. 50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml;

c. 60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml;

d. 70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml.


Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya
karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko
terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan
colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja
dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada

1
usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines
yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan
PSA sebagai salah satu pemeriksaan BPH (Ikatan Ahli Urologi
Indonesia (IAUI), 2015).
2. Pencitraan

a. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-
buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin.
Pemeriksaan PIV (Pielografi Intravena) dapat menerangkan kemungkinan adanya:
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal,
dan penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi buli-buli. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai
PIV atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada
saluran kemih bagian atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya
sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain.
Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan
sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal ditemukan
adanya:

1) Hematuria
2) Infeksi saluran kemih
3) Insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG)
4) Riwayat urolitiasis
5) Riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia
(IAUI, dalam Purnomo, 2014).
b. Pemeriksaan Ultrasonografi Transrektal (TRUS)

1
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume
kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai
guideline (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menetukan jumlah
residual urine, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam buli-buli.
Disamping itu ultrasonografi transrectal mampu untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama
(Purnomo, 2014).

c. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan Derajat Obstruksi (IAUI dala,Purnomo, 2014) ;

1. Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi yang dapat dihitung dengan
kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah
miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL
dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan persen pria normal
mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal
mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL.

2. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin
yang meliputi lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum pancaran,
dan volume urin yang dikemihkan. Pemeriksaan yang lebih teliti lagi yaitu
urodinamika.

H. KLASIFIKASI

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan


berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom Score (PSS). Derajat ringan:
skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat: skor 20−35 (Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain

1
itu, ada juga yang membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH. Derajat berat
BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :

1. Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.

2. Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.

3. Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

4. Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).

I. KOMPLIKASI

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :

1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.

2. Infeksi saluran kemih

3. Involusi kontraksi kandung kemih

4. Refluk kandung kemih

5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagimenampung urin yang akan mengakibatkan
tekanan intravesika meningkat

6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

1
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat
pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis

8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.

1
Perubahan keseimbangan
Interaksi sel epitel dan
antara hormone estrogen dan
stoma
Proses Menua testosteron

Estrogen meningkat Dehidro Testosteron (DHT) Epidermal growth factor


dan testosterone meningkat dan transforming
Diikat Reseptor (dalam growth factor menurun
menurun
sitoplasma sel prostat)

Ketidak seimbangan Mempengaruhi inti sel


(RNA) Inflamasi
hormone
Volume prostat tumbuh
Poliferasi sel
lebih cepat

Hyperplasia pada epitel dan


stroma pada kelenjar prostat

BPH

Penyempitan saluran uretra


prostatica

Menghambat aliran urine

Bendungan vesica urinaria

Peningkatan tekanan intra


vesical

Heperiritable pada blader


Retensi
Peningkatan kontraksi otot
urine Kontraksi tidak adekuat Kontraksi otot suprapubik
destrusor, trabekulasi
Tekanan mekanis
Hipertropi otot destrusor
trabekulasi Merangsang nosiseptor
Terbentuknya selula,
Dihantarkan oleh serabut
sekula, dan depentrikel
syaraf
buli-buli
Medulla spinalis
LUTS
Medula spinalis
Gejala obstruktif: Hipotalamus
intermitten, hesitensi, Gejala iritatif: urgensi,
terminal dribbling, frekuensi, BAK sering Otak
pancaran lemah, NAK tidak (nokturia) dysuria
Persepsi nyeri
puas
Nyeri akut
Retensi urine

1
Prosedur pembedahan

Pre operasi Intra Post


operasi Prosedur anastesi
operasi
Kurang terpapar
informasi tentang
prosedur pembedahan Terpapar suhu Insisi Terbukanya
lingkungan yang jaringan Efek anastesi
dingin dalam waktu Kerusakan
lama jaringan Part de entry Tindakan Invasif Rasa kebas pada
Ansietas ekstremitas bagian
bakteri
Resiko Resiko kehilangan Luka Insisi bawah
hipotermi darah berlebihan Resiko infeksi Pemasangan
folley catteter Imobilisasi
Resiko
Pendarahan
Resiko
Pendarahan
Resiko Resiko jatuh
infeksi

1
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

Identitas pasien berupa nama, tempat dan tanggal lahir, umur, alamat, nomor rekam
medis, penanggung jawab, serta data penunjang identitas lainnya.

2. RIWAYAT PENYAKIT

Riwayat kesehatan yang dimiliki pasien meliputi riwayat masuk rumah sakit, riwayat
kesehatan yang dimiliki selama ini, riwayat penyakit terdahulu serta riwayat penyakit
keluarga.

3. PENGKAJIAN BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRIUAL

a. Pre Operatif :

Fase ini dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika
klien dikirim ke meja operasi.

- Kaji status klinis Klien (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)

- Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Kaji kemampuan klien untuk melakukan koping terhadap pembedahan yang akan
datang. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

- Kaji tingkat nyeri yang dialami Klien

- Kaji tingkat kecemasan Klien

1
Breath Kaji pernapasan klien, seperti frekuensi napas klien, pergerakan

dinding dada, adanya sesak napas, adanya nyeri tekan, penggunaan


otot bantu pernapasan dan pernapasan cuping hidung, auskultasi
adanya suara napas tambahan (ronchi, wheezing). Apakah klien
bernafas teratur dan batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.

Blood Kaji sistem kardiovaskuler klien seperti tekanan darah klien,

frekuensi nadi, observasi vena jugularis di leher dari adanya


distensi, kaji adanya nyeri dada, CRT, auskultasi suara jantung,
catat adanya suara murmur. Apakah ada gangguan pada sistem
cardio, validasi apakah klien menderita penyakit jantung?, kebiasaan
minum obat jantung sebelum operasi, kebiasaan merokok, minum
alcohol, oedema, irama dan frekuensi jantung.
Brain Kaji tingkat kesadaran klien dengan menggunakan pemeriksaan

GCS, kaji adanya kelainan pada sistem saraf


Bladder Kaji apakah klien mengalami masalah pada sistem perkemihan.
Bowel Kaji karakteristik BAB (frekuensi, warna, kualitas, kuantitas),

pola pemenuhan nutrisinya, apakah menggunakan NGT atau tidak


serta kaji adanya mual muntah selama klien makan. Apabila Klien
dipuasakan kaji sejak kapan klien dipuasakan. Apakah
klien diare? Konstipasi?
Bone Kaji sistem musculoskeletal klien, observasi adanya kerusakan

integritas kulit Klien dan kaji adanya fraktur atau deformitas

b. Intra Operasi

Fase intra operasi dimulai ketika Klien dipindahkan ke ruang operasi dan
berakhir saat dipindahkan ruangan lain yang memberikan layanan pemulihan
paska operasi atau pembedahan.
 Catat waktu mulai dan selesai operasi

1
 Catat waktu mulai dan selesai anesthesia

 Catat jenis anesthesi

 Kaji satus klinis Klien (brain, blood, breath, bowel, blader, dan bone)

 Monitor adanya perdarahan

Breath Kaji status pernafasan klien. Penggunaan otot bantu pernafasan

Penggunaan alat bantu pernafasan


Blood Kaji tekanan darah klien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan

adanya nyeri dada dan kaji adanya perdarahan


Brain Kaji tingkat kesadaran klien
Bladder Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih. Pengeluaran

urin, normalnya klien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg


BB/jam.
Bowel Kaji penggunaan NGT, mual, muntah dan puasa
Bone Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas

c. Post Operasi

Fase post operatif dimulai saat pemindahan Klien ke unit perawatan pasca anastesi
(recovery room) dan berakhir saatt kondisi Klien kembali ke fungsi optimal.

 Kaji status pasca bedah klien (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)

 Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan

 Kaji adanya komplikasi


 Kaji adanya tanda-tanda infeksi

 Kaji adanya tanda-tanda anemia

 Kaji tingkat nyeri yang dialami Klien

 Kaji tingkat kenyamanan, meliputi: terdapat nyeri, mual dan muntah

1
 Kaji keselamatan, meliputi: diperlukan penghalang samping tempat tidur,
kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat
berfungsi.
 Perawatan, meliputi: cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran
cairan.
 Kaji kemampuan Klien dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan

Breath Kaji status pernafasan klien. Penggunaan otot bantu pernafasan.

Adanya penggunaan alat bantu pernafasan. Status respirasi,


meliputi: kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan,
kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas
Blood Kaji tekanan darah klien, nadi, akral, turgor kulit, CRT dan

adanya nyeri dada. Status sirkulatori, meliputi: nadi, tekanan


darah, suhu dan warna kulit
Brain Kaji status neurologis klien, meliputi tingkat kesadaran Klien
Bladder Kaji penggunaan kateter dan nyeri saat berkemih, kaji irigasi,
warna urine,jumlah urine
Bowel Kaji penggunaan NGT, mual, muntah dan puasa
Bone Kaji kekuatan otot atau adanya deformitas
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Head to-toe meliputi :
1. Keadaan Umum
Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan
mengukur tanda-tanda vital.Kesadaran klien juga diamati apakah kompos mentis,
apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma.
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya pasien menglami
takikardi, peningkatan tekanan darah, dapat juga terjadi hipotensi.
a. Pemeriksaan kepala dan muka

1
Inspeksi : Kebersihan kepala, warna rambut hitam keputihan, tidak ada kelainan
bentuk kepala, Pasien nampak meringis menahan nyeri.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, mengkaji kerontokan dan kebersihan rambut, kaji
pembengkakan pada muka.
b. Mata
Inspeksi : Keadaan pupil isokor atau anisokor, refleks cahaya tidak ada gangguan,
konjungtiva anemis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler pada kedua
bola mata.
c. Hidung
Inspeksi : Bersih, tidak terdapat polip, tidak terdapat nafas cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung
d. Telinga
Inspeksi : simetris telinga kanan dan kiri, tidak ada luka, telinga bersih tidak ada
serumen.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : tidak ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
sianosis atau tidak, pembengkakkan, lesi, amati adanya stomatitis pada mulut, amati
jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada pipi dan mulut bagian dalam.
f. Leher
Inspeksi : tidak ada luka, kesimetrisan, masa abnormal
Palpasi : mengkaji adanya distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar tiroid.
g. Thorak :
1). Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat luka, ekspansi dada simetri
Palpasi : Tidaknya nyeri tekan, vokal fremitussama antara kanan dan kiri
Perkusi : normalnya berbunyi sonor.
Auskultasi : normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru.
2). Jantung

1
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula sinistra.
Perkusi : normalnya terdengar pekak
Auskultasi : normalnya terdengan tunggal suara jantung pertama dan suara
jantung kedua.
h. Abdomen
Inspeksi : tidak ada odema, tidak terdapat lesi
Auskultasi : dengarkan bising usus apakah normal 5-20x/menit
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
Perkusi : kaji suara apakah timpani atau hipertimpani
i. Ekstremitas
Atas
Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan ekstremitas atas, Integritas ROM
(Range Of Motion), kekuatan dan tonus otot.
Palpasi : mengkaji bila terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas
Bawah
Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan ekstremitas atas, Integritas ROM
(Range Of Motion), kekuatan dan tonus otot.
Palpasi : mengkaji bila terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas
j. Integritas kulit
Inspeksi : warna kulit, kelembapan, akral hangat atau tidak
Palpasi :integritas kulit, CRT (Capilary Refil Time) pada jari normalnya < 2 detik
k. Genetalia
Inspeksi : laki-laki, terpasang folley kateter 3 lubang (treeway catheter) dengan
Irigasi NaCl 0,9% (urine berwarna merah muda kemerahan hingga merah muda
jernih setelah pembedahan).

B. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Pre Operasi

1
a. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra dibuktikan dengan
sensasi penuh pada kandung kemih, disuria, anuria, distensi kandung kemih,
dribbling.

b. Nyeri Akut berhubungan dengan kontraki otot suprapubik dibuktikan dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, gelisah, HR meningkat.

c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan merasa


bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, Klien tampak
gelisah, tampak tegang.

2. Intra Operasi

a. Risiko Hipotermia Perioperatif dibuktikan dengann suhu lingkungan rendah, prosedur


pembedahan

b. Risiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive; kerusakan integritas kulit

c. Risiko perdarahan dibuktikan dengan iritasi mukosa kandung kemih pasca tindakan
pembedahan

3. Post operasi

a. Resiko infeki dibuktikaan dengan tindakan invasif pemasangan kateter

b. Resiko jatuh dibuktikan dengan efek agen farmakologi prosedur anestesi

c. Resiko pendarahan dibuktikan dengan prosedur pembedahan

1
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pre Operasi

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Setelah diberikan asuhan Perawatan Retensi Urine : Perawatan Retensi Urine :
Retensi urine berhubungan
dengan peningkatan tekanan keperawatan..x….menit 1. Monitor intake dan output cairan 1. Untuk mengetahui
uretra dibuktikan dengan diharapkan retensi urine 2. Monitor tingkat distensi kandung keseimbangan cairan
sensasi penuh pada kandung menurun dengan kriteria hasil kemih 2. Untuk memastikan keadaan
kemih, disuria, anuria, Tingkat Ansietas : kandung kemih
3. Monitor efek farmakologis
distensi kandung kemih, a) Klien mengatakan
4. Monitor penggunaan kateter atau 3. Untuk mengetahui kebiasaan
dribbling. sensasi penuh pada
pasang kateter konsumsi obat klien
kandung kemih
5. Berikan rangsangan berkemih menentukan keputusan
menghilang
6. Lakukan prosedur manuver Crede tindakan
b) Distensi kandung kemih
7. Ajarkan cara melakukan 4. Untuk mengembalikan
menurun
rangsangan berkemih perasaan nyaman saat
c) Disuria,anuria dan
8. Ajarkan cara penis hygiene dan berkemih
dribbling menurun
perawatan kateter dirumah 5. Untuk membantu klien
berkemih secara spontaan
6. Untuk mengelurkan urine
7. Untuk mengembalikan
kebiasaan berkemih klien
8. Untuk mencegah infeksi

1
2. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
dengan kontraksi otot 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui
keperawatan..x….menit
suprapubik dibuktikan dengan durasi, frekuensi, kualitas, karakteristik dari nyeri
diharapkan nyeri Klien dapat
mengeluh nyeri, tanpak intensitas nyeri. yang dirasakan Klien
menurun dengan kriteria hasil
meringis, gelisah, HR 2. Untuk mengetahui tingkat
Tingkat Nyeri: 2. Identifikasi skala nyeri. Gunakan
meningkat. nyeri yang dirasakan Klien
a. Keluhan nyeri menurun skala nyeri dengan Klien dari 0
(tidak ada nyeri) – 10 (nyeri 3. Agar Klien merasa lebih
b. Meringis menurun
paling buruk). nyaman
c. Gelisah menurun 4. Untuk mengetahui
3. Gunakan komunikasi terapeutik
Kontrol Nyeri: penanganan nyeri lebih
untuk mengetahui nyeri dan
lanjut serta mencegah
a. Melaporkan nyeri respon Klien terhadap nyerinya
memberatnya respon nyeri
terkontrol 4. Kaji dengan Klien faktor-faktor
5. Untuk mengetahui pengaruh
b. Kemampuan mengenali yang dapat meningkatkan/
nyeri yang dirasakan
nyeri mengurangi nyerinya
terhadap kehidupan sehari-
c. Kemampuan
5. Identifikasi pengaruh nyeri
hari
menggunakan teknik
non-farmakologis

1
terhadap kualitas hidup (kualitas Klien

tidur, nafsu makan, aktivitas dan 6. Agar klien dapat mengambil


suasana hati) kepetusan terkait penangan
6. Jelaskan dan pertimbangkan jenis yang tepat untuk mengatasi
serta sumber nyeri (distensi keluhan yang dialami
abdomen oleh karena tumor/ 7. Untuk pemenuhan energi
obstruksi colon) dalam pemilihan dan meningkatkan kualitas
strategi meredakan nyeri (prosedur tidur dan istirahat Klien
pembedahan) 8. Untuk mengurangi nyeri

7. Fasilitasi istirahat dan tidur klien

8. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis, 9. Untuk mengurangi nyeri

(misalnya TENS, hypnosis, klien

akupresur, guided imageri,


distraksi, relaksasi, terapi musik,
massages)

9. Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu
2. Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan Reduksi Ansietas : Reduksi Ansietas :
dengan kurang terpapar
keperawatan..x….menit 1. Identifikasi saat tingkat ansietas 1. Untuk mengetahui adanya
informasi dibuktikan dengan
diharapkan ansietas dapat berubah peningkatan rasa cemas
merasa bingung, merasa
menurun dengan kriteria hasil

1
khawatir dengan akibat dari
Tingkat Ansietas : 2. Monitor verbal serta non verbal dari 2. Untuk mengetahuitingkat
kondisi yang dihadapi, Klien
a) Klien mengatakan kecemasan kecemasan Klien
tampak gelisah, tampak tegang
khawatir akibat kondisi
3. Identifikasi kemampuan mengambil 3. Untuk memastikan keputusan
yang dihadapi menurun
keputusan klien dalam mengambil
b) Klien mengatakan rasa
tindakan perawatan
4. Gunakan pendekatan terapeutik
kebingungan menurun
yang menenangkan 4. Untuk membuat Klien lebih
c) Perilaku gelisah menurun
tenang
d) PerilakuTegang menurun 5. Dorong keluarga Klien untuk
e) Diaforesis menurun mengungkapkan perasaan, 5. Untuk mengetahui
Tremor menurun ketakutan persepsi kecemasan Klien dan
keluarga
6. Jelaskan semua prosedur yang
akan dilaksanakan termasuk sensasi 6. Kecemasan Klien dapat
yang akan dirasakan selama berkurang dengan
prosedur berlangsung. mengetahui tentang tindakan

7. Beri kesempatan pada keluarga 7. Untuk mengurangi


untuk menanyakan hal – hal yang kecemasan Klien dan
ingin diketahui sehubungan dengan keluaga
prosedur tindakan
8. Mengurangi kecemasan
8. Latih teknik Relaksasi napas dalam Klien terhadap prosedur
tindakan.

1
2. Intra Operasi

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Risiko Hipotermia Setelah diberikan asuhan Manajamen Hipotermia Manajamen Hipotermia

Perioperatif dibuktikan keperawatan selama ..x….menit 1. Monitor suhu tubuh 1. Untuk mengetahui adanya
dengann suhu diharapkan suhu tubuh Klien dapat penurunan suhu tubuh
2. Identifikasi penyebab hipotermi
membaik dengan kriteria hasil 2. Untuk mengetahui faktor-
lingkungan rendah, (terpapar suhu lingkungan rendah)
Termoregulasi: faktor yang memperberat
prosedur pembedahan 3. Monitor tanda gejala hipotermia
kondisi
a. Menggigil menurun (menggigil, hipertensi/hopotensi,
3. Untuk mengetahui adanya
diuresis, dll)
b. Kulit merah menurun penurunan suhu tubuh
4. Lakukan penghangatan pasif
c. Suhu tubuh membaik 4. Untuk meminimalisir
(selimut/linen)
(36,0°C ≤37,5°C) terjadinya hipotermi
5. Lakukan penghangatan aktif
5. Untuk meminimalisir
d. Suhu kulit membaik internal (Cairan NaCl hangat)
kejadian hipotermi

1
2. Risiko Infeksi dibuktikan Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
dengan efek prosedur 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 1. Mencegah penyebaran
keperawatan selama ..x….menit
invasive; kerusakan dengan Klien dan lingkungan Klien infeksi nosocomial
diharapkan tidak terjadi infeksi
integritas kulit; 2. Pertahankan teknik aseptic pada Klien 2. Mencegah terajadinya
pada Klien dengan kriteria hasil
berisiko tinggi infeksi
Tingkat Infeksi:
a. Demam menurun Pengontrolan Infeksi Intraoperatif Pengontrolan Infeksi

b. Kemerahan pada luka Intraoperatif


1. Identifikasi Klien-Klien yang mengalami
operasi menurun
penyakit infeksi menular 1. Untuk menentukan kebutuhan
c. Bengkak pada luka operasi
penggunaan APD
menurun 2. Periksa sirkulasi udara di kamar operasi,

Integritas Kulit dan Jaringan: sesuai protocol. Mengatur temperatur 2. Memastikan kondisi ruang
ruangan diantara 20 oC sampai 24 oC dan operasi sesuai prosedur dan
a. Kerusakan jaringan sedang
kelembaban ruangan 40 % sampai 60 % protokol
b. Kerusakan lapisan kulit
3. Periksa alat-alat atau instrument yang akan 3. Mencegah kontaminasi
sedang
disterilisasi bersih dari kotoran (mis. darah/ microorganisme
Suhu kulit membaik
cairan tubuh lainnya, bebas dari karat,
4. Untuk memastikan prosedur
ketajaman)
Operasi berjalan sesuai
4. Periksa kelayakan alat steril yang akan protokol
digunakan untuk pembedahan (mis. 5. Untuk memastikan udara yang
Tanggal sterilisasi/ tanggal kadaluarsa, dihasilkan tetap bersih dan
kelayakan pembungkus instrument)

1
5. Periksa kelayakan system laminar airflow steril

ventilator 6. Untuk memastikan prosedur


operasi berjalan lancar
6. Periksa kelayakan panel oksigen, dan
7. Untuk mencegah terjadinya
peralatan penunjang lainnya
infeksi pada Klien dan petugas

7. Terapkan kewaspadaan umum (mis. Cuci tim operasi

tangan aseptic, penggunaan APD sesuai 8. Untuk membersihkan area


tranmisi mikroorganisme) operasi dan memastikan tetap
steril sebelum insisi
8. Desinfeksi kulit dengan chlorhexidine 2%
9. Untuk mencegah infeksi
atau sesai protocol (Povidone Iodine 3%
dan alcohol 70%) 10. Untuk mencegah Klien
terpajan microorganism dan
9. Berikan profilaksis antibiotic sesuai indikasi
atau terkena cairan tubuh
10. Gunakan baju, laken, alas, drape, dan Klien
pelindung luka disposable 11. Untuk membersihkan luka

11. Lakukan irigasi luka dengan cairan steril dari pajanan microrganisme

natau cairan povidone iodine


Pendampingan Pembedahan

Pendampingan Pembedahan 1. Memastikan kondisi luka

1. Bersihkan kulit sekitar luka setelah luka di operasi tetap bersih dan steril
jahit

1
2. Tutup luka dengan kain kasa steril
2. Untuk mencegah terpapar
3. Fiksasi drain dan kateter, jika terpasang
microorganisme
4. Hitung semua kasa dan instrument sebelum
3. Untuk mencegah terlepas
time out.
4. Untuk mencegah adalanya alat
5. Pastikan catatan dan dokumentasi
maupun benda yang tertinggal
pembedahan dalam keadaan lengkap
pada tubuh Klien
6. Informasikan hasil perhitungan jumlah alat,
5. Sebagai legalitas bahwa
kain kasa, dan jarum pada operator
tindakan operasi berjalan
sebelum operasi mulai dan sebelum luka
sesuai prosedur
ditutup lapis demi lapis
6. Mencegah benda maupun alat
instrument tertinggal di dalam
tubuh klien
3. Risiko perdarahan Setelah diberikan asuhan Pencegahan Perdarahan Pencegahan Perdarahan
dibuktikan dengan tindakan
keperawatan selama ..x….menit 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan 1. Untuk mengetahui ada
pembedahan
diharapkan tidak terjadi tidaknya kejadian perdarahan
2. Monitor jumlah dan kenampakan
perdarahan dengan kriteria hasil pada Klien
kehilangan darah
Tingkat Perdarahan: 2. Dapat memperkirakan dan
3. Catat hemogblobin dan hematocrit
a. Perdarahan pasca operasi mencegah terjadinya
Monitor protein koagulasi (PT/PTT,
menurun perdarahan
fibrinogen, jumlah platelet)
b. Memberan mukosa lembap 3. Hb dan hematocrit
5. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
meningkat merupakan komponen

1
c. Tanda vital membaik 6. Kolaborasi pemberian obat pengontrol penting dalam perfusi
perdarahan, jika perlu jaringan dan indicator
volume cairan
7. Kolaborasi pemberian produk darah,
4. Memastikan status
jika perlu
pembekuan darah Klien baik
5. Memastikan tanda vital Klien
dalam kondisi stabil
6. Dapat melakukan persiapan
produk darah
7. Untuk mencegah terjadinya
Perdarahan

4. Post Operasi

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1
1. Risiko Infeksi dibuktikan Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
dengan efek prosedur 1. Monitoring tanda dan gejala infeksi
keperawatan selama
invasive; kerusakan integritas (demam, edema, kemerahan, 1. Untuk mengetahui adanya
..x….menit diharapkan tidak
kulit; pus,dll) gejala infeksi local dan
terjadi infeksi pada Klien
Cuci tangan sebelum dan sesudah sistemik
dengan kriteria hasil
kontak dengan Klien dan 2. Mencegah penyebaran
Tingkat Infeksi: lingkungan Klien infeksi nosocomial
a. Demam menurun
3. Pertahankan teknik aseptic pada 3. Mencegah terajadinya
b. Kemerahan pada luka Klien berisiko tinggi infeksi
operasi menurun
Perawatan Luka
c. Bengkak pada luka Perawatan Luka
operasi menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 1. Untuk mencegah infeksi
Integritas Kulit dan 2. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika 2. Untuk mencegah Infeksi
Jaringan: perlu
a. Kerusakan jaringan
sedang
b. Suhu kulit membaik

1
1
2Risiko jatuh dibuktikan Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Jatuh Pencegahan Jatuh
. dengan efek agen
keperawatan selama ... x ... 1. Identifikasi faktor risiko jatuh 1. Untuk mencegah Klien
farmakologis anastesi
jam diharapkan Klien tidak (≤24 jam pasca operasi, efek terjatuh
mengalami jatuh dengan famarakologis sedasi) 2. Untuk menentukan
kriteria hasil: 2. Hitung Risiko Jatuh dengan tindakan/ penanganan lebih
Tingkat Jatuh lanjut
menggunakan skala (mis. Fall
3. Agar intervensi yang
a. Tidak mengalami jatuh Morse Scale, humpty dumpty
diberikan sesuai dengan
dari tempat tidur scale)
kondisi Klien
b. Tidak mengalami jatuh 3. Monitor kemampuan berpindah
4. Untuk mengurangi resiko
saat dipindahkan 4. Pastikan roda tempat tidur dalam
Klien terjatuh
Koordinasi Pergerakan kondisi terkunci
5. Untuk mengurangi resiko
a. Kontrol otot meningkat 5. Pasang handrail tempat tidur
Anjurkan memanggil perawat jika Klien terjatuh
b. Kontrol gerakan
membutuhkan bantuan untuk 6. Untuk mencegah Klien
meningkat
berpindah terjatuh dari tempat tidur
c. Keseimbangan gerakan
meningkat

1
3. Risiko perdarahan dibuktikan Setelah diberikan asuhan Pencegahan Perdarahan Pencegahan Perdarahan
dengan tindakan pembedahan keperawatan selama..x….menit
4. Monitor tanda dan gejala perdarahan 3. Untuk mengetahui ada
diharapkan tidak terjadi
tidaknya kejadian perdarahan
5. Monitor jumlah dan
perdarahan dengan kriteria hasil
pada Klien
kenampakan kehilangan
Tingkat Perdarahan:
4. Dapat memperkirakan dan
darah
a. Perdarahan pasca operasi
mencegah terjadinya
6. Catat hemogblobin dan hematocrit
menurun
perdarahan
Monitor protein koagulasi (PT/PTT,
d. Memberan mukosa
fibrinogen, jumlah platelet) 8. Hb dan hematocrit
lembap meningkat
merupakan komponen
8. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Tanda vital membaik
penting dalam perfusi
9. Kolaborasi pemberian obat
jaringan dan indicator
pengontrol perdarahan, jika perlu
volume cairan
Kolaborasi pemberian produk darah, jika
9. Memastikan status
perlu
pembekuan darah Klien baik
10. Memastikan tanda vital
Klien dalam kondisi stabil
11. Dapat melakukan
persiapan produk darah
12. Untuk mencegah terjadinya
Perdarahan

1
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Imlementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari suatu rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap
perencanaan. Fokus pada intervensi keperawatan antara lain: mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi,
menemukan perubahan sistem tubuh, menetapkan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan dokter (Wahyuni,
Nurul. S, 2016)

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatannya. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada psserencanaan (Sri
Wahyuni, 2016)

Teknik penulisan SOAP menurut (Zaidin Ali, 2010) adalah sebagai berikut :

3. S (Subjective) : bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang didapatkan dari klien setelah mendapatkan
tindakan, seperti klien mnguraikan gejala sakit atau menyatakan keinginannya untuk mengetahui tentang
pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam catatan perkembangan tergantung pada keakutan penyakit klien.

4. O (Objective) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan
perawat setelah tindakan. Misalnya pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi atau hasil radiologi.

5. A (Assesment) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif dengan tujuan & kriteria hasil yang
kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, atau masalah tidak teratasi.

1
6. P (Planning) : Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang dilakukan oleh tenaga
ksehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk mengatasi masalah klien, mengumpulkan data tambahan tentang
masalah klien, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana yang terdapat dalam evaluasi atau
catatan.

SOAP dibandingkan dengan rencana pada catatan terdahulu, kemudian dapat ditarik keputusan untuk merevisi,
memodifikasi, atau meneruskan tindakan yang lalu. Rencana tindak lanjut dapat berupa : rencana diteruskan jika
masalah tidak berubah, rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil
belum memuaskan, rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada
serta diagnosa lama dibatalkan, rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah
memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru (Hemanus, 2015).

Menurut Olfah (2016) ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap evaluasi :

1. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga rencana mungkin dihentikan.

2. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga pada penambahan waktu, resources, dan
intervensi sebelum tujuan berhasil.

3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan sehingga perlu :

a. Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat

b. Membuat outcome yang baru, mungkin autcome pertama tidak realistis atau mungkin keluarga tidak
menghendaki terhadap tujuan yang disusun oleh perawat.

Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk mencapai tujuan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai