Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TN. B DENGAN BPH


(BENIGNA PROSTAT HIPERTROPHY) DI RUANG PERAWATAN BEDAH
RSUD PURI HUSADA TEMBILAHAN

DISUSUN OLEH
NS. SITI FATIMAH. S. Kep
NIP. 19810627 200701 2 00 1

RUMAH SAKIT PURI HUSADA TEMBILAHAN


KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN MAKALAH

NAMA : Ns. SITI FATIMAH, S.Kep


NIP : 19810627 200701 2 001

NAMA TANDA TANGAN

Kabid Keperawatan

_________________
ZULKARNAINI, S. Si.T.M. Kes
Nip.19691010 198902 1 002

Kasi Keperawatan

_________________
Ns. MARINA, S. Kep
Nip. 19790313 200701 2 005

Tim Penilai

_________________
Ns.SRI LESTARI, S. Kep
Nip.19761307 199703 2 001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana berkat rahmat dan
hidayahnya penulis dapat memperoleh kemampuan dalam menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini untuk memenuhi tugas persyaratan pengembangan profesi.
Adapun judul makalah ini adalah “ Asuhan keperawatan Bph pada Tn.B di
ruang perawatan bedah RSUD Puri Husada Tembilahan Tahun 2022.
Dalam penyusunnulis mengucapkan makalah ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. dr. Saut Pakpahan, selaku pimpinan BLUD RSUD Puri Husada Tembilahan
2. Bapak Zulkarnaini,S.SI.T.M.Kes selaku Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan
RSUD Puri Husada Tembilahan.
3. Ibu Ns. Marina, S. Kep selaku Kasi Pelayanan Keperawatan RSUD Puri Husada
Tembilahan
4. Rekan – rekan seperjuanagan di RSUD Puri Husada Tembilahan yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Tembilahan Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR INI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................ I
2. Tujuan .............................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi .....................................................................................
B. Epidemiologi ..............................................................................
C. Etioilogi .....................................................................................
D. Pencegahan ...................................................................
E. Patofisiologi .......................................................................................
F. Manifestasi Klinik ...............................................................................
G. Prognosis ........................................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................
I. Penatalaksanaan ..........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Analisa Data
C. Prioritas Masalah
D. Perencanaan
E. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
B. Analisa Data
C. Prioritas Masalah
D. Perencanaan
E. Implementasi dan Evaluasi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari vesika (Arifianto dkk, 2019). Penyebab dari BPH
kemungkinan berkaitan dengan penuaan yang disertai dengan perubahan hormon. Akibat
penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat
teori bahwa rasio estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia
jaringan prostat (Arifianto dkk, 2019).
Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu
sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan
akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun (Amadea, 2019). Berdasarkan data yang
diperoleh dari World Health Organization (2015) diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif salah satunya adalah BPH, dengan insiden di negara maju sebanyak 19%,
sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus (Amadea, 2019).
Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH dan pada tahun 2017 di
Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Jika dilihat
secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia di atas 50 tahun
ditemukan menderita penyakit BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5 juta orang (Sumberjaya
& Mertha, 2020).
Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air
kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, maka akan menekan dan
mempersempit uretra sehingga menghalangi aliran urin. Kandung kemih mulai mendorong
lebih keras untuk mengeluarkan urin, yang menyebabkan otot kandung kemih menjadi lebih
besar dan lebih sensitif. Hal ini membuat kandung kemih tidak pernah benar-benar kosong
dan menyebabkan perasaan sering buang air kecil. Gejala lain BPH yaitu aliran urin yang
lemah (Amadea, 2019).
Penatalaksanaan jangka panjang pada pasien dengan BPH adalah dengan
melakukan pembedahan. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah tindakan pembedahan Transurethral Resection Of the Prostate (TURP)
yaitu prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi melalui uretra untuk
mengeksisi dan mereseksi kelenjar prostat yang mengalami obstruksi (Sumberjaya &
Mertha, 2020). TURP menjadi pilihan utama pembedahan karena lebih efektif untuk
menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
(Amadea, 2019).
Tindakan operasi yang direncanakan dapat menimbulkan respon fisiologis dan
psikologis pada pasien. Respon psikologis yang biasanya terjadi pada pasien pre operasi
yaitu kecemasan atau ansietas (Herniwati, 2017). Ansietas adalah kondisi emosi dan
pengalaman subyektif individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). 3 Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu kekhawatiran,
kebingungan pada sesuatu yang akan terjadi disertai dengan perasaan tidak menentu dan
tidak berdaya (Sari, 2015).
Mau (2013) dalam Herniwati (2017) menyebutkan pasien yang mengalami
kecemasan sebelum dilakukan operasi sekitar 75%-85%. Kecemasan dapat menyebabkan
perubahan secara fisik maupun psikologis yang ditandai dengan frekuensi nafas bertambah,
detak jantung meningkat, tekanan darah meningkat, dan secara umum mengurangi tingkat
energi pada pasien, sehingga dapat merugikan individu itu sendiri. Selain itu, kecemasan
pada pasien pre operasi dapat menyebabkan tindakan operasi tertunda, lamanya pemulihan,
peningkatan rasa sakit pasca operasi, mengurangi kekebalan terhadap infeksi, peningkatan
penggunaan analgesik setelah operasi dan bertambahnya waktu untuk rawat inap (Sari,
2015).
Kecemasan pada pasien pre operasi patut diperhatikan agar tidak mengakibatkan
dampak yang buruk bagi pasien. Ansietas yang berlebih bisa berefek merugikan pada tubuh
dan pemikirannya serta bahkan mengakibatkan berbagai masalah fisik (Paul M. Muchinsky,
2019). Kecemasan dapat diatasi dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Dalam
farmakologi digunakan obat anti ansietas terutama benzodiazepin, digunakan untuk jangka
pendek, tidak digunakan untuk jangka panjang karena pengobatan ini bersifat toleransi dan
ketergantungan. Sedangkan cara non farmakologi dapat dilakukan dengan teknik relaksasi,
psikoterapi dengan hipnotis atau hipnoterapi (Sari, 2015).
Teknik relaksasi merupakan upaya untuk meningkatkan kendali dan percaya diri
serta mengurangi stres yang dirasakan. Salah satu teknik relaksasi yang digunakan adalah
teknik relaksasi genggam jari. Relaksasi genggam jari merupakan 4 sebuah teknik relaksasi
yang sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan
jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita (Herniwati, 2017).
Emosi dan perasaan adalah seperti ombak energi yang bergerak melalui badan,
pikiran dan jiwa kita. Di setiap ujung jari kita merupakan saluran masuk dan keluarnya
energi atau dalam istilah ilmu akupuntur disebut meridian (energy channel) yang
berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh kita serta dan emosi yang berkaitan.
Perasaan yang tidak seimbang, misal sedih, takut, marah yang berlebihan bisa menyumbat
atau menghambat aliran energi, yang mengakibatkan rasa nyeri atau perasaan sesak serta
tidak nyaman di tubuh kita (Herniwati, 2017).
Menggenggam jari sambil menarik napas dalam-dalam dapat mengurangi dan
menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman pada jari akan
menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meridian yang terletak pada jari
tangan kita, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar. Teknik genggam jari ini
sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita berada dalam keadaan yang sulit,
merasa marah, tegang, takut atau ingin menangis tanpa sebab, jari bisa digenggam untuk
membawa rasa damai, fokus dan nyaman sehingga kita bisa menghadapi keadaan dengan
perasaan lebih tenang dan mampu membuat keputusan dengan kepala dingin (Herniwati,
2017).
B. Tujuan
Mengetahui asuhan keperawatan ansietas pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia di Ruang Bedah RSUD Puri Husada Tembilahan.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non kanker,
(Corwin, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa faktor
kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3) Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
5) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
Ada 2 stadium yang mempengaruhi perubahan pada dinding kemih yaitu :
 Stadium dini
Hiperplasi prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menyumbat aliran urine sehingga meningkatkan tekanan intravesikel
 Stadium lanjut
Terjadi dekompensasi karena penebalan dinding vesika urinaria tidak bertambah
lagi residu urine bertambah. Gejala semakin menyolok ( retensi urine clonis ),
tonus otot vesika urinaria menurun. Persyarafan para simpatis melemah dan
akhirnya terjadi kelumpuhan detsrusor dan spinter uretra sehingga terjadi over
flow incontinensia ( urine menetes sacara periodik )
C. TANDA DAN GEJALA
a. Gejala iritatif meliputi :
 Peningkatan frekuensi berkemih
 Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
 Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
 Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
 Pancaran urin melemah
 Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
 Kalau mau miksi harus menunggu lama
 Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
 Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
 Urin terus menetes setelah berkemih
 Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
 Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
c. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
 Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,
frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
 Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
 Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
D. PATOFISIOLOGI

Perubahan estrogen, Peranan growth Lama hidup sel Proliferasi


testosterone pada hormon prostat abnormal sel sistem
laki-laki usia lanjut

BPH

Penyempitan lumen uretra


prostatik

Aliran urine terhambat

Perubahan sekunder kandung


kemih

Stadium lanjut Stadium dini


Dinding vesika menur Tekanan intravesika meningkat

Residu urine Kompensasi musculus destrusor

Tonus vesika urinaria menurun Penebalan vesika urinaria

Saraf parasimpatis melemah Sulit kencing

Kelemahan muscle destrusor

Keluhan LUTS Distensi vesika urinaria


(Lower Urinary Tract Symptom)

Bertahan lama Pembedahan (TUR-P) Gangguan rasa nyaman nyeri

Mikroorganisme Pemasangan kateter Anastesi Resiko ketidak


efektifan jalan nafas

Resiko infeksi Resiko infeksi Nyeri akut


Resiko inkontinensia Resiko perdarahan
pasca kateter Resiko kekurangan cairan
Penurunan pengetahuan post operasi
Resiko retensi urine pasca operasi
Resiko disfungsi seksual

E. MANIFESTASI KLINIS
 IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan yang
merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
 Skor 0-7 : gejala ringan
 Skor 8-19 :gejala sedang
 Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
 Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak puas,
menetes setelah miksi
 Iritatif : nocturna, urgensi & disuria.
 Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung )
Lobus kanan/kiri simetri & tidak teraba nodul
 Grade 0 : penonjolan 0-1 cm
 Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
 Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
 Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
 Grade 4 : penonjolan >4 cm
 Clinical grading (berdasarkan residu urine)
 Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh kencing tidak
puas, pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia (belum terdapat sisa
urine)
 Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang disertai
hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal karena trabekulasi
(hipertropi musculus destrusor)
 Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi, menggigil
dan nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin banyak.
 Grade 4
Retensi urine total.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
 Darah lengkap
 Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit dan LED
 Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
 Sedimentasi urine : Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
 Kultur urine : Untuk menentukan jenis bakteri & terapi antibiotik yang tepat
 Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin) : Untuk menilai gangguan fungsi
ginjal akibat dari statis urine
 PSA (Prostatik Spesifik Antigen) : Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
 Foto abdomen polos (BNA/ Blass Nier Averzith)
Untuk melihat adanya batu pada system kemih
 Intravenus phielografi
 Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter
 Untuk menilai penyulit yang terjadi pada fundus uteri
 USG (ultrasonografi) : Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar
prostat
3. Pemeriksaan enendoscopy : Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat
4. Pemeriksaan pancaran urine (uroflowmetri)
 Flowrate maximal >15 ml/ dtk : non obstruktif
 Flowrate maximal 10-15 ml/ dtk : border line
 Folwrate maximal <10 ml/ dtk : obstruktif

G. PENATALAKSANAAN
a) Farmakologi untuk :
 Mengurangi retensi leher vesika urinaria dengan obat golongan penghambat
androgen
 Mengurangi volume prostat
b) Operatif (operasi terbuka)
 Retrapubic transvesikal prostatectomy yaitu melakukan sayatan section alfa
melalui fossa prostate anterior tatapi tidak membuka dinding vesika urinaria
 Suprapubic transvesikal prostatectomy (trayer) yaitu melakukan sayatan
section alva menembus vesika urinaria
 Transperineal prostatectomy yaitu melakukan sayatan melalui perineum, fossa
ischi langsung ke prostate.
c) Endorologi transurethral
 Transurethral resection prostatectomy (TUR-P)
 Transurethral laser prostatectomy (TUL-P)
 Transutretral incision of the prostate (TUP)
 Transutretral incision of the prostate (TUP)

H. KOMPLIKASI
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat
adalah:
 Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
 Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
 Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
 Hematuria.
 Disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual
dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatic
telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Smelter & Bare (2001). Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi
yaitu:
 Hemoragi dan syok
 Pembentukan bekuan / trobosis
 Obstruksi kateter
 Disfungsi seksual

I. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian fokus
1) Identitas klien
Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras
caucasian.
2) Keluhan utama : Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli.
3) Riwayat penyakit sekarang
4) LUTS (hesitansi, pancaran urine lemah, intermitensi, terminal dribbing,
terasa ada sisa setelah miksi, urgensi, frekuensi dan disuria). Riwayat
penyakit dahulu DM (diabetes mellitus), hipertensi, PPOM (penyakit paru
obstruksi menahun), jantung koroner, decompensasi cordis dan gangguan
faal darah.
5) Riwayat penyakit keluarga : penyakit keturunan (hipertensi,DM, ashma).
6) Riwayat psikososial : emosi, kecemasan, gangguan konsep diri.
7) Pemeriksaan fisik
o Keadaan umum.
Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya observasi TTV.
o Sistem pernafasan : SAB tidak mempengaruhi pernafasan.
o Sistem sirkulasi
Tekanan darah biasa meningkat atau menurun, cek HB (adanya
perdarahan animea), observasi balance cairan
o Sistem neurologi : Daerah caudal mengalami kelumpuhan dan mati
rasa akibat SAB.
o System gastrointestinal
Pusing, mual, muntah akibat SAB, bising usus menurun dan terdapat
masa abdomen.
o System urogenital
Hematuri, retensi urine (daerah supra sinisfer menonjol, terdapat
ballottement jika dipalpasi dan klien ingin kencing).
o system muskuluskeletal : Klien tidak boleh fleksi selama traksi kateter
masih diperlukan.
II. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d distensi kandung kencing
2. Retensi urine b/d pembesaran prostate
3. Resiko infeksi b/d pemasangan kateter
4. Resiko disfungsi seksual b/d keterlibatan area genital
III. Intervensi keperawatan

No Diagnosa
NIC NOC
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Setelah dilakukan perawatan
distensi perawatan ..x24 jam klien klien selama 1x24 jam nyeri
kandung kemih dapat mengontrol nyeri berkurang/hilang.
 Kaji skala nyeri  klien mengatakan nyeri
 Mengenal onset/waktu berkurang
kejadian nyeri  Ekspresi wajah tenang
 tindakan pertolongan  Tanda-tanda vital dalam
non-analgetik batas normal
 Menggunakan analgetik  Berikan obat analgetik
sesuai indikasi

IV. Implementasi keperawatan


Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam melakukan implementasi
untuk keluarga perawat mengambil peran ditetapkan. Dalam melakukan
implementasi untuk keluarga perawat mengambil peran sebagai pendidikan
kesehatan dengan melakukan kunjungan rumah (Friedman, 2010).

V. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil
implementasi dengan indicator atau standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya. Kerangka kerja evaluasi sudah terkandung dalam
rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang
spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi tingkat
aktivitas yang telah dicapai (Friedman, 2010).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. INFORMASI UMUM
1. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. M Boya lr. Duku No 05 Tembilahan.
Tanggal MRS : 08 Desember 2022
Tanggal Keluar : 11 Desember 2022
Indikasi : SUSP BPH
Tindakan Operasi : -
2. Riwayat Kesehatan
 Alasan Masuk
Pasien mengalami nyeri bagian perut arah simpisis, nyeri saat buang air kecil
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami nyeri didaerah luka operasi dan semakin bertambah jika bergerak,
pasien mengatakan takut, cemas dengan keadaannya
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus serta
penyakit menular lainnya.
3. Pengkajian
 Airway : Tidak ada penyumbatan jalan napas
 Breathing : Suara napas vesicular, RR 20ˣ/m
 Circulation : Tidak ada sianosis, TD: 120/80 mmHg
 Disabilitiy : Kesadaran Compos Mentis
 Exposure : Keadaan tubuh normal tidak ada fraktur dan kelainan

4. Pemeriksaan Fisik
 Tanda – tanda vital
o Tekanan Darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 80ˣ/m
o Suhu : 36,2 ̊ c
o Pernafasan : 20ˣ/m
 Kepala : Rambut berwarna hitam putih (beruban), pendek tidak ada benjolan
 Leher : Tidak ada pembesaran dileher
 Tangan : Eksteremitas lengkap
 Dada : Bentuk dada normal, payudara simetris dan tidak ada massa
 Abdomen : Terdapat luka operasi didaerah perut bawah ±10cm tertutup verban
 Genetalia : terpasang kateter irigasi NACL
 Kaki : Eksteremitas bawah lengkap
 Punggung : Normal tidak ada massa
 Neurosensori :
- Tingkat kesadaran : CM
- GCS : 15
5. Aktifitas Sehari-hari
No Kegiatan Sebelum Masuk RS Setelah Masuk RS
Nutrisi:
 Frekuensi 3x1 3x1
1  Jenis Variasi variasi
 Jumlah 1 porsi 1 Porsi
Masalah kep Tidak ada masalah Tidak ada masalah

Minum/cairan tubuh
 Frekuensi 4x1 4x1
2  Jenis Air putih Air putih
 Jumlah 1 Liter 1 liter
Masalah Kep Tidak ada masalah Tidak ada Masalah

Eliminasi :
BAB
 Frekuensi 1x1 1x1
 Konsentrasi Padat Padat
 Warna Kuning Kuning
Masalah Kep Tidak ada Masalah Tidak ada Masalah
3
BAK
 Frekuensi 2x1 2X1
 Konsentrasi Cair Cair
 Warna Kuning Kuning
Masalah Kep Tidak dapat BAK Tidak dapat BAK

4 Personal Hyegine
 Mandi 2x1 2x1
 Keramas 2x1 2x1
 Gosok Gigi 2x1 2x1
 Potong Kuku 1 x seminggu 1 x Seminggu
 Ganti pakaian 2x1 2x1
Masalah Kep Tidak ada Masalah Tidak ada Maslah

Aktivitas & Istirahat


 Lama tidur siang 3 jam sehari 3 jam sehari
 Lama tidur malam
5  Ganggauan Tidur 8 jam sehari 6 jam sehari
Masalah Kep
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada masalah Tidak ada Masalah

6. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,1 g/dl 12-17 10-16
Leukosit 7.700 /mm2 5000-6000
Hematokrit 37,8 vol % 40-54
Trombosit 239.000/mm2 140.000- 500.000
Eritrosit 6,13 /mm2 4,5 - 5,5
Gula darah 104 mg/dl <200
HBsAG Non Reaktif Non Reaktif
HIV Non Reaktif Non Reaktif

7. Pemeriksaan Diagnostik Lainnya


 Rotgen: Menunjukkan adanya pembesaran prostat
8. Pengobatan
1. Metronidorzol tab 3x1
2. Vit. B complek 1x1
3. laxadin byr 2x1

B. ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. Ds:
 Klien mengatakan BAK Peningkatan spasme vesika Nyeri akut
tidak lancar urinaria
 Klien mengatakan nyeri
didaerah simpisis
Do :
 Klien tampak meringis
 Skala nyeri 8 (nyeri berat)
2 Ds:
 Klien mengatakan BAK Pembesaran prostat Retensi urin
tidak lancar
 Klien mengatakan perut
sebelah bawah membesar
Do:
 Klien tampak bolak balik ke
kamar mandi
 Klien tampak gelisah

3
Ds:
 Klien selalu bertanya tentang Kurangnya pengetahuan tentang Cemas
penyakitnya penyakitnya dan proses dan
Do: penyembuhannya
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak tegang

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d peningkatan spasme vesika urinaria
Ds : Klien mengatakan BAK tidak lancar
Klien mengatakan nyeri didaerah simpisis, nyeri dirasakan ±2 menit, nyeri
dirasa seperti diremas-remas/iris-iris, nyeri berkurang setelah BAK, skala nyeri
8 (nyeri berat), simpisis teraba keras.
Do : Klien tampak meringis
Skala nyeri 8 ( nyeri berat)
Teraba keras didaerah simpisis

2. Retensi urin b/d Pembesaran prostat


Ds : Klien mengatakan BAK tidak lancar
Klien mengatakan perut sebelah bawah membesar
Do : Klien tampak bolak balik ke kamar mandi
Klien tampak gelisah
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan proses
penyembuhannya:
Ds : Klien selalu bertanya tentang penyakitnya.
Do : Klien tampak gelisah
Klien tampak tegang
D. RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan NIC Noc
O
Nyeri akut b/d peningkatan spasme vesika Setelah dilakukan tindakan keperawtan 1x24  Kaji skala nyeri
urinaria jam di harapkan nyeri berkurang atau hilang.  Kaji TTV
Ds: Ds :  Berikan posisi yang nyaman
 Klien mengatakan BAK tidak lancar  Klien mengatakan BAK nya mulai lancar  Anjurkan teknik relaksasi
 Klien mengatakan nyeri didaerah  Klien mengatakan nyeri berkurang skala nyeri  Ciptakan lingkungan yang aman dan tenang
simpisis, nyeri dirasakan ±2 menit, nyeri 3-4  Berikan obat sesuai instruksi dokter.
1 dirasa seperti diremas-remas/iris-iris,
nyeri berkurang setelah BAK, skala
nyeri 8 (nyeri berat), simpisis teraba
keras.
Do : Do :
 Klien tampak meringis  Pasien tampak tenang
 Skala nyeri 8 ( nyeri berat)  Daerah simpisis tidak tampak membesar
 Teraba keras didaerah simpisis .
Retensi urin b/d Pembesaran prostat Setelah dilakuan tindakan keperawatn 1x24 jam  Kandung kemih kosong
Kandung kemih kosonng secara penuh tidak ada  Kaji intake dan output cairan
Ds : residu urin.
 Klien mengatakan BAK tidak lancar Ds:
 Klien mengatakan perut sebelah bawah  Klien mengatakan BAK nya lancar
2
membesar  Kien mengatakan setelah dipasang kateter
Do : perutnya kempis
 Klien tampak bolak balik ke kamar Do:
mandi  Tampak klien tidak bolak balik kamar mandi
 Klien tampak gelisah  Ttv dalam batas normal
3 Cemas berhubungan dengan kurangnya Klien mengerti tentang penyakit Berikan penjelsan / pengertian gambaran
pengetahuan tentang penyakit dan proses Sudah jarang bertanya . tentang penyakit klien .
penyuluhan .Ditandai dengan : Tampak tenang.
Ds :
 klien selalu bertanya tentang penyakitya.
Do :
 klien tampak gelisah .
E. CATATAN PERKEMBANGAN
N TANGGAL/
IMPLEMENTASI EVALUASI
O JAM
1 08/12/2022 Manajemen nyeri S : Klien mengatakan nyeri pada bagian simpisis
09.00 wib  Ajarkan teknik relaksasi napas dalam O:
 Atur posisi klien senyaman mungkin  Klien masih gelisah
 Berikan lingkungan aman dan tenang  TD : 130/90 mmHg, N : 100x/m RR; 20x/i
A : Masalah belum teratasi
P : Manajemen nyeri
08/12/2022  Ajarkan klien untuk mengatur waktu BAK S : Klien mengatakan susah BAK
09.30 wib  Ajarkan klien untuk tarik napas dalam jika terasa O:
BAK  klien tampak bolak balik kamar mandi
 Klien tampak letih
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
08/12/2022 Memberikan penjelasn, pengertian dan gambaran S : klien masih selalu bertanya tentang penyakitnya
10.00 wib tentang penykit. O : klien tampak cemas
A : maslah belum teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 09/12/2022  Mengkaji keadaan nyeri S: klien mengatakan nyerinya hilang, skala nyeri 3-4
09.00 wib Kaji skala nyeri O: Klien tampak tenang
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
09/12/2022 Mengontrol intput dan output S: klien mengatakan BAK sudah lancar
09.30 wib Kolaborasi dengan dokter tentang terapi selanjutnya O: Terpasang kateter
klien tampak bedres
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
09/12/2022 Memberikan penjelasan, pengertian dan gambaran S: Klien sudah mulai tidak bertanya lagi tentang penyakitnya dan
10.00 wib tentang penyakit sudah mengerti tentang penyakitnya
O: Klien tampak tenang
A: Masalah terasi
P: Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai