DISUSUN OLEH
NS. SITI FATIMAH. S. Kep
NIP. 19810627 200701 2 00 1
Kabid Keperawatan
_________________
ZULKARNAINI, S. Si.T.M. Kes
Nip.19691010 198902 1 002
Kasi Keperawatan
_________________
Ns. MARINA, S. Kep
Nip. 19790313 200701 2 005
Tim Penilai
_________________
Ns.SRI LESTARI, S. Kep
Nip.19761307 199703 2 001
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana berkat rahmat dan
hidayahnya penulis dapat memperoleh kemampuan dalam menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini untuk memenuhi tugas persyaratan pengembangan profesi.
Adapun judul makalah ini adalah “ Asuhan keperawatan Bph pada Tn.B di
ruang perawatan bedah RSUD Puri Husada Tembilahan Tahun 2022.
Dalam penyusunnulis mengucapkan makalah ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. dr. Saut Pakpahan, selaku pimpinan BLUD RSUD Puri Husada Tembilahan
2. Bapak Zulkarnaini,S.SI.T.M.Kes selaku Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan
RSUD Puri Husada Tembilahan.
3. Ibu Ns. Marina, S. Kep selaku Kasi Pelayanan Keperawatan RSUD Puri Husada
Tembilahan
4. Rekan – rekan seperjuanagan di RSUD Puri Husada Tembilahan yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR INI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................................ I
2. Tujuan .............................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi .....................................................................................
B. Epidemiologi ..............................................................................
C. Etioilogi .....................................................................................
D. Pencegahan ...................................................................
E. Patofisiologi .......................................................................................
F. Manifestasi Klinik ...............................................................................
G. Prognosis ........................................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................
I. Penatalaksanaan ..........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Analisa Data
C. Prioritas Masalah
D. Perencanaan
E. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
B. Analisa Data
C. Prioritas Masalah
D. Perencanaan
E. Implementasi dan Evaluasi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urin keluar dari vesika (Arifianto dkk, 2019). Penyebab dari BPH
kemungkinan berkaitan dengan penuaan yang disertai dengan perubahan hormon. Akibat
penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat
teori bahwa rasio estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia
jaringan prostat (Arifianto dkk, 2019).
Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu
sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan
akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun (Amadea, 2019). Berdasarkan data yang
diperoleh dari World Health Organization (2015) diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif salah satunya adalah BPH, dengan insiden di negara maju sebanyak 19%,
sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus (Amadea, 2019).
Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH dan pada tahun 2017 di
Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Jika dilihat
secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia di atas 50 tahun
ditemukan menderita penyakit BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5 juta orang (Sumberjaya
& Mertha, 2020).
Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air
kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, maka akan menekan dan
mempersempit uretra sehingga menghalangi aliran urin. Kandung kemih mulai mendorong
lebih keras untuk mengeluarkan urin, yang menyebabkan otot kandung kemih menjadi lebih
besar dan lebih sensitif. Hal ini membuat kandung kemih tidak pernah benar-benar kosong
dan menyebabkan perasaan sering buang air kecil. Gejala lain BPH yaitu aliran urin yang
lemah (Amadea, 2019).
Penatalaksanaan jangka panjang pada pasien dengan BPH adalah dengan
melakukan pembedahan. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah tindakan pembedahan Transurethral Resection Of the Prostate (TURP)
yaitu prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi melalui uretra untuk
mengeksisi dan mereseksi kelenjar prostat yang mengalami obstruksi (Sumberjaya &
Mertha, 2020). TURP menjadi pilihan utama pembedahan karena lebih efektif untuk
menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
(Amadea, 2019).
Tindakan operasi yang direncanakan dapat menimbulkan respon fisiologis dan
psikologis pada pasien. Respon psikologis yang biasanya terjadi pada pasien pre operasi
yaitu kecemasan atau ansietas (Herniwati, 2017). Ansietas adalah kondisi emosi dan
pengalaman subyektif individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). 3 Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu kekhawatiran,
kebingungan pada sesuatu yang akan terjadi disertai dengan perasaan tidak menentu dan
tidak berdaya (Sari, 2015).
Mau (2013) dalam Herniwati (2017) menyebutkan pasien yang mengalami
kecemasan sebelum dilakukan operasi sekitar 75%-85%. Kecemasan dapat menyebabkan
perubahan secara fisik maupun psikologis yang ditandai dengan frekuensi nafas bertambah,
detak jantung meningkat, tekanan darah meningkat, dan secara umum mengurangi tingkat
energi pada pasien, sehingga dapat merugikan individu itu sendiri. Selain itu, kecemasan
pada pasien pre operasi dapat menyebabkan tindakan operasi tertunda, lamanya pemulihan,
peningkatan rasa sakit pasca operasi, mengurangi kekebalan terhadap infeksi, peningkatan
penggunaan analgesik setelah operasi dan bertambahnya waktu untuk rawat inap (Sari,
2015).
Kecemasan pada pasien pre operasi patut diperhatikan agar tidak mengakibatkan
dampak yang buruk bagi pasien. Ansietas yang berlebih bisa berefek merugikan pada tubuh
dan pemikirannya serta bahkan mengakibatkan berbagai masalah fisik (Paul M. Muchinsky,
2019). Kecemasan dapat diatasi dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Dalam
farmakologi digunakan obat anti ansietas terutama benzodiazepin, digunakan untuk jangka
pendek, tidak digunakan untuk jangka panjang karena pengobatan ini bersifat toleransi dan
ketergantungan. Sedangkan cara non farmakologi dapat dilakukan dengan teknik relaksasi,
psikoterapi dengan hipnotis atau hipnoterapi (Sari, 2015).
Teknik relaksasi merupakan upaya untuk meningkatkan kendali dan percaya diri
serta mengurangi stres yang dirasakan. Salah satu teknik relaksasi yang digunakan adalah
teknik relaksasi genggam jari. Relaksasi genggam jari merupakan 4 sebuah teknik relaksasi
yang sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan
jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita (Herniwati, 2017).
Emosi dan perasaan adalah seperti ombak energi yang bergerak melalui badan,
pikiran dan jiwa kita. Di setiap ujung jari kita merupakan saluran masuk dan keluarnya
energi atau dalam istilah ilmu akupuntur disebut meridian (energy channel) yang
berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh kita serta dan emosi yang berkaitan.
Perasaan yang tidak seimbang, misal sedih, takut, marah yang berlebihan bisa menyumbat
atau menghambat aliran energi, yang mengakibatkan rasa nyeri atau perasaan sesak serta
tidak nyaman di tubuh kita (Herniwati, 2017).
Menggenggam jari sambil menarik napas dalam-dalam dapat mengurangi dan
menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman pada jari akan
menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meridian yang terletak pada jari
tangan kita, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar. Teknik genggam jari ini
sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita berada dalam keadaan yang sulit,
merasa marah, tegang, takut atau ingin menangis tanpa sebab, jari bisa digenggam untuk
membawa rasa damai, fokus dan nyaman sehingga kita bisa menghadapi keadaan dengan
perasaan lebih tenang dan mampu membuat keputusan dengan kepala dingin (Herniwati,
2017).
B. Tujuan
Mengetahui asuhan keperawatan ansietas pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia di Ruang Bedah RSUD Puri Husada Tembilahan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non kanker,
(Corwin, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa faktor
kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3) Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
5) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
Ada 2 stadium yang mempengaruhi perubahan pada dinding kemih yaitu :
Stadium dini
Hiperplasi prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menyumbat aliran urine sehingga meningkatkan tekanan intravesikel
Stadium lanjut
Terjadi dekompensasi karena penebalan dinding vesika urinaria tidak bertambah
lagi residu urine bertambah. Gejala semakin menyolok ( retensi urine clonis ),
tonus otot vesika urinaria menurun. Persyarafan para simpatis melemah dan
akhirnya terjadi kelumpuhan detsrusor dan spinter uretra sehingga terjadi over
flow incontinensia ( urine menetes sacara periodik )
C. TANDA DAN GEJALA
a. Gejala iritatif meliputi :
Peningkatan frekuensi berkemih
Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
Pancaran urin melemah
Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
Kalau mau miksi harus menunggu lama
Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
Urin terus menetes setelah berkemih
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
c. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,
frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
D. PATOFISIOLOGI
BPH
E. MANIFESTASI KLINIS
IPPS ( International Prostat Symptoms Score ) adalah kumpulan pertanyaan yang
merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS
Skor 0-7 : gejala ringan
Skor 8-19 :gejala sedang
Skor 20-35 : gejala berat
Gejala :
Obstruktif : hesitansi, pancaran miksi lemah, intermitten miksi tak puas,
menetes setelah miksi
Iritatif : nocturna, urgensi & disuria.
Rectal grading
Didapatkan batas atas teraba, menonjal > 1 cm (seperti ujung hidung )
Lobus kanan/kiri simetri & tidak teraba nodul
Grade 0 : penonjolan 0-1 cm
Grade 1 : penonjolan 1-2 cm
Grade 2 : penonjolan 2-3 cm
Grade 3 : penonjolan 3-4 cm
Grade 4 : penonjolan >4 cm
Clinical grading (berdasarkan residu urine)
Grade 1
Sejak berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pasien mengeluh kencing tidak
puas, pancaran urine lemah, harus mengedan, nocturia (belum terdapat sisa
urine)
Grade 2
Telah terdapat sisa urine (sistitis), nocturia makin sering dan kadang disertai
hematuri pada cyctoscopy dinding vesika urinaria menebal karena trabekulasi
(hipertropi musculus destrusor)
Grade 3
Sisa urine mencapai 80-100 ml, infeksi semakin hebat (hiperplexi, menggigil
dan nyeri pinggang karena cystitis). Trabekulasi semakin banyak.
Grade 4
Retensi urine total.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap
Untuk menilai kadar Hb, PCV (hematokrit), trombosit, leukosit dan LED
Untuk menilai kemungkinan inflasi akibat statis urine
Sedimentasi urine : Untuk menilai kemungkinan inflamasi saluran kemih
Kultur urine : Untuk menentukan jenis bakteri & terapi antibiotik yang tepat
Renal fungsi tes (BUN/ureum, creatitin) : Untuk menilai gangguan fungsi
ginjal akibat dari statis urine
PSA (Prostatik Spesifik Antigen) : Untuk kewaspadaan adanya keganasan
2. Pemeriksaan radiology
Foto abdomen polos (BNA/ Blass Nier Averzith)
Untuk melihat adanya batu pada system kemih
Intravenus phielografi
Untuk menilai kelainan ginjal dan ureter
Untuk menilai penyulit yang terjadi pada fundus uteri
USG (ultrasonografi) : Untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar
prostat
3. Pemeriksaan enendoscopy : Untuk melihat derajat pembesaran kelenjar prostat
4. Pemeriksaan pancaran urine (uroflowmetri)
Flowrate maximal >15 ml/ dtk : non obstruktif
Flowrate maximal 10-15 ml/ dtk : border line
Folwrate maximal <10 ml/ dtk : obstruktif
G. PENATALAKSANAAN
a) Farmakologi untuk :
Mengurangi retensi leher vesika urinaria dengan obat golongan penghambat
androgen
Mengurangi volume prostat
b) Operatif (operasi terbuka)
Retrapubic transvesikal prostatectomy yaitu melakukan sayatan section alfa
melalui fossa prostate anterior tatapi tidak membuka dinding vesika urinaria
Suprapubic transvesikal prostatectomy (trayer) yaitu melakukan sayatan
section alva menembus vesika urinaria
Transperineal prostatectomy yaitu melakukan sayatan melalui perineum, fossa
ischi langsung ke prostate.
c) Endorologi transurethral
Transurethral resection prostatectomy (TUR-P)
Transurethral laser prostatectomy (TUL-P)
Transutretral incision of the prostate (TUP)
Transutretral incision of the prostate (TUP)
H. KOMPLIKASI
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan
iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat
adalah:
Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
Hematuria.
Disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual
dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatic
telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Smelter & Bare (2001). Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi
yaitu:
Hemoragi dan syok
Pembentukan bekuan / trobosis
Obstruksi kateter
Disfungsi seksual
I. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian fokus
1) Identitas klien
Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras
caucasian.
2) Keluhan utama : Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli.
3) Riwayat penyakit sekarang
4) LUTS (hesitansi, pancaran urine lemah, intermitensi, terminal dribbing,
terasa ada sisa setelah miksi, urgensi, frekuensi dan disuria). Riwayat
penyakit dahulu DM (diabetes mellitus), hipertensi, PPOM (penyakit paru
obstruksi menahun), jantung koroner, decompensasi cordis dan gangguan
faal darah.
5) Riwayat penyakit keluarga : penyakit keturunan (hipertensi,DM, ashma).
6) Riwayat psikososial : emosi, kecemasan, gangguan konsep diri.
7) Pemeriksaan fisik
o Keadaan umum.
Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya observasi TTV.
o Sistem pernafasan : SAB tidak mempengaruhi pernafasan.
o Sistem sirkulasi
Tekanan darah biasa meningkat atau menurun, cek HB (adanya
perdarahan animea), observasi balance cairan
o Sistem neurologi : Daerah caudal mengalami kelumpuhan dan mati
rasa akibat SAB.
o System gastrointestinal
Pusing, mual, muntah akibat SAB, bising usus menurun dan terdapat
masa abdomen.
o System urogenital
Hematuri, retensi urine (daerah supra sinisfer menonjol, terdapat
ballottement jika dipalpasi dan klien ingin kencing).
o system muskuluskeletal : Klien tidak boleh fleksi selama traksi kateter
masih diperlukan.
II. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d distensi kandung kencing
2. Retensi urine b/d pembesaran prostate
3. Resiko infeksi b/d pemasangan kateter
4. Resiko disfungsi seksual b/d keterlibatan area genital
III. Intervensi keperawatan
No Diagnosa
NIC NOC
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Setelah dilakukan perawatan
distensi perawatan ..x24 jam klien klien selama 1x24 jam nyeri
kandung kemih dapat mengontrol nyeri berkurang/hilang.
Kaji skala nyeri klien mengatakan nyeri
Mengenal onset/waktu berkurang
kejadian nyeri Ekspresi wajah tenang
tindakan pertolongan Tanda-tanda vital dalam
non-analgetik batas normal
Menggunakan analgetik Berikan obat analgetik
sesuai indikasi
V. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil
implementasi dengan indicator atau standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya. Kerangka kerja evaluasi sudah terkandung dalam
rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang
spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi tingkat
aktivitas yang telah dicapai (Friedman, 2010).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. INFORMASI UMUM
1. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. M Boya lr. Duku No 05 Tembilahan.
Tanggal MRS : 08 Desember 2022
Tanggal Keluar : 11 Desember 2022
Indikasi : SUSP BPH
Tindakan Operasi : -
2. Riwayat Kesehatan
Alasan Masuk
Pasien mengalami nyeri bagian perut arah simpisis, nyeri saat buang air kecil
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami nyeri didaerah luka operasi dan semakin bertambah jika bergerak,
pasien mengatakan takut, cemas dengan keadaannya
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus serta
penyakit menular lainnya.
3. Pengkajian
Airway : Tidak ada penyumbatan jalan napas
Breathing : Suara napas vesicular, RR 20ˣ/m
Circulation : Tidak ada sianosis, TD: 120/80 mmHg
Disabilitiy : Kesadaran Compos Mentis
Exposure : Keadaan tubuh normal tidak ada fraktur dan kelainan
4. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital
o Tekanan Darah : 120/80 mmHg
o Nadi : 80ˣ/m
o Suhu : 36,2 ̊ c
o Pernafasan : 20ˣ/m
Kepala : Rambut berwarna hitam putih (beruban), pendek tidak ada benjolan
Leher : Tidak ada pembesaran dileher
Tangan : Eksteremitas lengkap
Dada : Bentuk dada normal, payudara simetris dan tidak ada massa
Abdomen : Terdapat luka operasi didaerah perut bawah ±10cm tertutup verban
Genetalia : terpasang kateter irigasi NACL
Kaki : Eksteremitas bawah lengkap
Punggung : Normal tidak ada massa
Neurosensori :
- Tingkat kesadaran : CM
- GCS : 15
5. Aktifitas Sehari-hari
No Kegiatan Sebelum Masuk RS Setelah Masuk RS
Nutrisi:
Frekuensi 3x1 3x1
1 Jenis Variasi variasi
Jumlah 1 porsi 1 Porsi
Masalah kep Tidak ada masalah Tidak ada masalah
Minum/cairan tubuh
Frekuensi 4x1 4x1
2 Jenis Air putih Air putih
Jumlah 1 Liter 1 liter
Masalah Kep Tidak ada masalah Tidak ada Masalah
Eliminasi :
BAB
Frekuensi 1x1 1x1
Konsentrasi Padat Padat
Warna Kuning Kuning
Masalah Kep Tidak ada Masalah Tidak ada Masalah
3
BAK
Frekuensi 2x1 2X1
Konsentrasi Cair Cair
Warna Kuning Kuning
Masalah Kep Tidak dapat BAK Tidak dapat BAK
4 Personal Hyegine
Mandi 2x1 2x1
Keramas 2x1 2x1
Gosok Gigi 2x1 2x1
Potong Kuku 1 x seminggu 1 x Seminggu
Ganti pakaian 2x1 2x1
Masalah Kep Tidak ada Masalah Tidak ada Maslah
6. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,1 g/dl 12-17 10-16
Leukosit 7.700 /mm2 5000-6000
Hematokrit 37,8 vol % 40-54
Trombosit 239.000/mm2 140.000- 500.000
Eritrosit 6,13 /mm2 4,5 - 5,5
Gula darah 104 mg/dl <200
HBsAG Non Reaktif Non Reaktif
HIV Non Reaktif Non Reaktif
B. ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. Ds:
Klien mengatakan BAK Peningkatan spasme vesika Nyeri akut
tidak lancar urinaria
Klien mengatakan nyeri
didaerah simpisis
Do :
Klien tampak meringis
Skala nyeri 8 (nyeri berat)
2 Ds:
Klien mengatakan BAK Pembesaran prostat Retensi urin
tidak lancar
Klien mengatakan perut
sebelah bawah membesar
Do:
Klien tampak bolak balik ke
kamar mandi
Klien tampak gelisah
3
Ds:
Klien selalu bertanya tentang Kurangnya pengetahuan tentang Cemas
penyakitnya penyakitnya dan proses dan
Do: penyembuhannya
Klien tampak gelisah
Klien tampak tegang
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d peningkatan spasme vesika urinaria
Ds : Klien mengatakan BAK tidak lancar
Klien mengatakan nyeri didaerah simpisis, nyeri dirasakan ±2 menit, nyeri
dirasa seperti diremas-remas/iris-iris, nyeri berkurang setelah BAK, skala nyeri
8 (nyeri berat), simpisis teraba keras.
Do : Klien tampak meringis
Skala nyeri 8 ( nyeri berat)
Teraba keras didaerah simpisis