Disusun oleh :
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah
dan inayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat kan menyelesaikan makalah yang
berjudul “Benign Prostatic Hyperplasia” Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas
kelompok pada Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan khususnya sebagai bahan
inspirasi bagi mahasiswa dan atau mahasiswi dengan harapan dapat mempelajari tentang
Benign Prostatic Hyperplasia. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnanan dan banyak kekurangannya, untuk itu kami mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Contents
A. Latar Belakang....................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................4
1. Tujuan Umum.....................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................5
1. Manfaat Teoretis.................................................................................................5
2 Manfaat Praktis.....................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
A. Benign Prostatic Hyperplasia.............................................................................6
B. Etiologi..................................................................................................................6
C. Manifestasi Klinis................................................................................................7
D. Derajat Benigna Prostat Hyperplasia...............................................................8
E. Patofisiologi..........................................................................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................8
G. Penatalaksanaan..................................................................................................9
H. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)..........................................12
I. Faktor Resiko........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
testosteron dan estrogen karena produksi testoteron menurun dan akan terjadi konversi
autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat dittemukan pada umur 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomik. Pada laki-laki umur 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50% dan
pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan
menyebabkan gejala dan tanda klinis. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara
Di wilayah Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada jenis
kelamin laki-laki berusia 60-70 tahun yang mengalami gejala-gejala Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90% mengalami gejala-gejala
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH). Hasil riset mengatakan bahwa laki-laki yang hidup di
daerah pedesaan sangat rendah terkenan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) dibandingkan
dengan laki-laki yang hidup di daerah perkotaan. Ini terkait dengan gaya hidup seseorang.
Laki-laki yang bergaya hidup modern cenderung lebih besar terkena Benigna Prostat
1
2
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) terjadi pada usia yang semakin tua (>45 tahun) dimana saat
keadaan fungsi testis menurun. Penurunan yang diakibatkan oleh fungsi testis ini menyebabkan
ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memicu pertumbuhan
atau pembesaran prostat. (Rendi, M. Clevo, 2012).
Penyebab terjadinya kasus BPH sampai saat ini belum diketahui pasti, namun
beberapa hipotesis mengatakan bahwa BPH erat berkaitan dengan peningkatan kadar
maka dari itu vesika sering berkontraksi walaupun belum penuh. Meskipun vesika
menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir dari miksi akan
dietmukan sisa urin di dalam kandung kemih. Karena sering terdapat sisa urin, akibatnya
& Jong, 2004). Jika sumbatan urin parah, maka akan dilakukan pembedahan
Prostatectomy (TURP) merupakan prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan
(TURP) merupakan suatu pembedahan yang dilakukan pada BPH dan mempunyai tingkat
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Peters, dkk (2010) Angka kejadian nyeri
setelah operasi dalam sampel 1490 klien rawat inap bedah, didapatkan hasil nyeri sedang
atau berat, dilaporkan 41% klien pada hari 0, 30% pada hari 1 dan 19%, 16% dan 14%
pada hari 2,3 dan 4. Nyeri adalah salah satu keluhan yang terjadi pada pasien setelah
terhadap tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan nyeri (Potter & Perry, 2006).
Nyeri adalah kondisi tidak menyenangkan yang bersifat sangat subjektif karena
perasaaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya.(Hidayat, A. A, A, 2014).
Nyeri akut biasanya mempunyai penyebab yang jelas, misalkan trauma operasi,
intensitas nyeri dapat diukur melalui skala numerik dari angka 0-10, dengan kriteria 0
4
tidak nyeri, kriteria 1-3 nyeri ringan, kriteria 4-6 nyeri sedang, kriteria 7-9 nyeri berat dan
kriteria 10 nyeri sudah tidak dapat ditoleransi. Nyeri akut biasanya berkurang
Dampak dan nyeri terhadap hal-hal yang lebih spesifik seperti pola tidur
sesame manusia lebih mudah tersinggung, atau bahkan terhadap mood (sering menangis
dan marah), kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau pembicaraan dan sebagainya
B. Rumusan Masalah
ini pada pasien post operasi benigna prostat hiperplasia yaitu nyeri akut. Nyeri Akut
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI, 2017).
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah mahasiswa dapat memahami asuhan
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Manfaat yang ingin dicapai peneliti ialah agar karya tulis ilmiah ini dapat
berkontribusi di dalam dunia keperawatan dan berguna sebagai salah satu sumber data
Medikal Bedah.
2. Manfaat Praktis
Manfaat yang ingin dicapai dalam perkembangan iptek Keperawatan adalah untuk
b. Bagi Peneliti
Manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk menmbah pengetahuan dan
informasi bagi peneliti tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien post
dengan nyeri akut. Selain daripada itu penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu
PEMBAHASAN
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari benigne prostat hyperplasia sampai sekarang belum
diketahui secara pasti, namun ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya benigne prostat
hyperplasia yaitu usia dan hormonal menjadi prediposisi terjadinya BPH. usia lanjut.
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa benigna prostat hiperplasia sangat erat
kaitannya dengan:
1. Peningkatan Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan estroge–testoteron
6
7
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan,
pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormon testosteron.
Hal ini memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal gorwth factor atau fibroblas gorwth factor dan
penurunan transforming gorwth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadinya BPH . (Prabowo dan Andi, 2014)
C. Manifestasi Klinis
Tingkat keparahan gejala pembesaran prostat jinak bisa berbeda pada tiap
penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Gejala utama penderita benign
prostatic hyperplasia (BPH) adalah gangguan saat buang air kecil, yang bisa berupa:
Urine sulit keluar di awal buang air kecil.
Perlu mengejan saat buang air kecil.
Aliran urine lemah atau tersendat-sendat.
Urine menetes di akhir buang air kecil.
Buang air kecil terasa tidak tuntas.
Buang air kecil di malam hari menjadi lebih sering.
Beser atau inkontinensia urine.
Gejala BPH terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif. Gejala obstruksi berupa
hesistansi, penurunan pancaran urin, rasa tidak tuntas saat berkemih, double voiding,
mengejan saat berkemih dan urin menetes setelah berkemih. Gejala iritatif berupa
urgensi, frekuensi dan nokturia. Gejala-gejala tersebut disebut sebagai gejala saluran
kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symtomps (LUTS). (Cooperberg, 2013)
8
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian bawah,
beberapa ahli dan organisasi urologi membuat sistem penilaian yang secara subjektif
dapat diisi dan dihitung sendiri. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh organisasi
kesehatan dunia (WHO) adalah International Prostatic Symptoms Score
(IPSS) (Purnomo, 2012).
E. Patofisiologi
Keluhan dari BPH diakibatkan oleh adanya obstruksi dan sekunder akibat dari
respon kandung kemih. Komponen obstruksi dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan
dinamik. Pada hiperplasi prostat, obstruksi mekanik terjadi akibat penekanan terhadap
lumen uretra atau leher buli, yang mengakibatkan resistensi bladder outlet. Komponen
obstruksi dinamik menjelaskan berbagai jenis keluhan penderita. Stroma prostat terdiri
dari otot polos dan kolagen, yang dipersyarafi oleh saraf adrenergik. Tonus uretra pars
prostatika diatur secara autonom, sehingga penggunaan α-blocker menurunkan tonus ini
dan menimbulkan disobstruksi (Purnomo,)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
9
a) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
b) Pemeriksaan urine lengkap.
c) PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan (Padila, 2012 dalam Annisa, 2017).
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urine. Secara obyektif
pancaran urine dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a) Flow rate maksimal >15 ml/detik : non obstruktif
b) Flow rate maksimal 10-15 ml/detik : border line
c) Flow rate maksimal <10 ml/detik : obstruksi (Padila, 2012 dalam Annisa,
2017).
3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a) BOF (Buik Overzich) : untuk menilai adanya batu dan metastase pada
tulang.
b) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi volume
dan besar prostate juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transurethral, dan supra
pubik.
c) IVP (Pyelografi Inravena), digunakan untuk melihat exkresi ginjal dan
adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan panendoskop : untuk mengetahui keadaan uretra dan buli-
buli
G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien,
maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya
(Cooperberg, 2013).
Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan
operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untuk pembedahan berupa
10
retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang rekuren, gross hematuria
rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi renal dan divertikel buli (Cooperberg, 2013).
1. Watchful Waiting
Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu mengalami progresi
keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan. Watchful waiting merupakan
penatalaksanaan terbaik untuk penderita BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita
dengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak pasien.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat sebagai
komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah (Lepor dan Lowe , 2002) :
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a) preparat non selektif: fenoksibenzamin,
b) preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan
indoramin,
c) preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin
2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride,
3. Fitofarmaka
4. Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila pasien BPH mengalami retensi urin yang
menetap atau berulang, inkontinensia overflow, ISK berulang, adanya batu buli atau
divertikel, hematuria yang menetap setelah medikamentosa, atau dilatasi saluran
kemih bagian atas akibat obstruksi dengan atau tanpa insufisiensi ginjal (indikasi
operasi absolut). Selain itu adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang menetap
setelah terapi konservatif atau medikamentosa merupakan indikasi operasi relative
(Oelke , et al, 2013).
I. Faktor Resiko
1. Laki-laki yang memiliki umur lebih dari 50 tahun memiliki risiko lebih besar
dibanding dengan laki-laki berumur kurang dari 50 tahun
2. Laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah menderita BPH
3. Laki-laki dengan frekuensi yang rendah dalam mengonsumsi makanan tinggi
serat
4. Kebiasaan merokok
5. Laki-laki yang jarang olahraga memiliki risiko tinggi mengalami gangguan ini,
karena kurang olahraga dapat menyebabkan obesitas yang secara tidak langsung
akan mempengaruhi kesehatan reproduksi.
13
6. Riwayat penyakit. Orang dengan riwayat penyakit tertentu disebut lebih berisiko
mengalamiBPH
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atau hiperolasia fibromuskuler, Namun orang sering menyebutnya
dengan hiperteofi prostat namun secara histoligi yang dominan adalah hyoerplasia
(Long,2006). Definisi BPH secara Histopatologis, di karakteristikan dengan
peningkatan jumlah sel stroma dan epitel prostat di area prurethra yang merupakan
suatu hiperplasia dan bukan hipertroofi, secara etiologi pada BPH terjadi peningkatan
jumlah sel akibat dari poliferasi sel sel prostat yang terprogram (Roegrborn CG, 2012).
Kondisi ini biasanya terjadi pada pria berumur 50 tahun keatas. Penyabab BPH
ini masih belum diketahui pasti tetapi pembesaran kelenjar prostat ini diduga karena
perubahan keseimbangan hormone seks pria seiring bertambahnya usia. Beberapa
factor resiko terkait dengan BPH diantaranya proses penuaan, riwayat keluarga,
penyakit jantung, diabetes dan obesitas. Adapun gejala yang muncul ketika terjadi
pembesaran kelenjar prostat jinak biasanya terjadi gangguan perkemihan dan jika tidak
segera ditangani dapat terjadi kerusakan pada kandung kemih dan ginjal.
B. Saran
1. Agar mahasiswa dapat lebih baik lagi dalam memahami penyakit benigna prostat
hyperplasia (BPH)
2. Agar mahasiswa dpat menggali kemampuanya dalam penatalaksanaan keperawatan
yang lebih baik
3. Agar mahasiswa lebih banyak timbul rasa penasaran mengenai penyakit benigna
prostat hyperplasia (BPH)
4. Setelah mempelajari kasus pemicu mengenai BPH, diharapkan mahasiswa dapat
memahaminya dengan baik , dan dapat mengimplementasikan ilmunya pada
kehidupan yang sebenarnya
14
15
5. sebagai seoarang calon perawat seoarang mahasiswa harus menjadi pribadi yang
kritis atas hal hal yang terjadi di sekitarnya . tidak terkecuali dengan kasus kasus
yang akan diberikan pada mahasiswa diskusi .
16
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Budaya , T.H., Besut Daryanto. 2019. A TO Z BPH. Universitar Brawijaya Press
Sumber : http://eprints.umpo.ac.id/6154/3/BAB%202.pdf
Sumber : https://www.alodokter.com/bph-benign-prostatic-hyperplasia
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/7718df053f858d1807dc1fa2b63446a8.pdf
Sumber : http://eprints.umpo.ac.id/6154/3/BAB%202.pdf
Sumber : http://eprints.umpo.ac.id/6154/3/BAB%202.pdf
Sumber : https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/b6eadef5e1abf48c34fb5ea6b9b78cec.pdf
Sumber :
Azia Putri Al Jamil, Dian Pertiwi, Dwitya Elvira. "Gambaran Hasil Pemeriksaan Urine pada
Pasien dengan Pembesaran Prostat Jinak di RSUP DR. M. Djamil Padang." Jurnal Kesehatan
Andalas. 2018; 7(1)
Rizki Amalia, Suharyo Hadisaputro, Rifki Muslim. "Faktor-Faktor Risiko terjadinya Pembesaran
Prostat Jinak (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi, RSI Sultan Agung, RS Roemani Semarang)". 2008