Anda di halaman 1dari 33

EFEKTIVITAS PEMBERIAN LATIHAN BLADDER TERHADAP INKONTINESIA URIN PADA

LANSIA

Oleh :

Nevita Yuslia Putri 201610490311001

Al Muntazar Bin Saharudin 201610490311009

Rosani Indah 201610490311011

Pribayu Eka Aditya 201610490311015

Teti Setyawati 201610490311019

Fakhatorika Utami 201610490311020

S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


DAFTAR ISI

Cover

Daftar Isi ................................................................................................................................................ 1

Daftar Gambar ..................................................................................................................................... 2

Daftar Tabel.......................................................................................................................................... 3

Kata Pengantar.................................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 9

A. Lanjut Usia................................................................................................................................... 9

B. Kasus............................................................................................................................................ 12

C. Exercise (Latihan)................................................................................................................... 17

BAB III KEASLIAN PENELITIAN ................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 26

DATA PENULIS.................................................................................................................................. 27

{1}
DAFTAR GAMBAR
i. Gambar C.1
ii. Gambar C.2
iii. Gambar C.3
iv. Gambar C.4
v. Gambar C.5
vi. Gambar C.6
vii. Gambar C.7
viii. Gambar C.8
ix. Gambar C.9
x. Gambar C.10
xi. Gambar C.11
xii. Gambar C.12
xiii. Gambar C.13

{2}
DAFTAR TABEL
I. Tabel 3.1

{3}
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tulisan kami dalam mata kuliah

Manajemen Fisioterapi Geriatri yang berjudul “Efektivitas Pemberian Latihan Bladder

Terhadap Inkontinesia Urin Pada Lansia”

Tulisan ini membahas tentang bagaimana penatalaksanaan fisioterapi mengenai

Inkontinensia Urin pada lansia. Tidak lupa juga kami ucapkan terimaksih kepada seluruh

pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan tulisan ini.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari kata sempurna, sebab

terbatas oleh ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami sangat

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun untuk

menyempurnakan tulisan kami. Salam hormat kami, terimakasih.

Malang, 21 November 2019

Penulis

{4}
BAB I

PENDAHULUAN

Lansia adalah seseorang yang telah mengalami kematangan baik dalam ukuran

maupun fungsi tubuh. Seseorang dapat dikatakan lansia apabila ia telah mencapai usia

diatas 65 tahun (WHO, 2012). Sedangkan menurut Depkes RI (2013), usia lanjut atau

lansia yaitu orang yang berusia lebih dari 60 tahun ke atas. Lanjut usia merupakan tahap

akhir perkembangan manusia. Seseorang pada tahap perkembangan lansia mengalami

penurunan fisiologis pada berbagai system tubuh yang disebut dengan proses penuaan

( Nugrogo 2012)). Pada lansia terjadi perubahan anatomi dan fisiologis yang signifikan

yang disebabkan karena berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Hal ini

menyababkan banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lansia yang diantaranya

presbiopi, diabetes melitus, hipertensi, asma, osteoarthritis, osteoporosis, kanker,

gangguan keseimbangan, kecepatan berjalan, kognitif, gangguang psikologica (dimensia

dan depresi) dan inkontinensia urin (Nugroho 2012).

Inkontinensia urin merupakan gangguan dari fungsi kandung kemih, yang

memberikan masalah gangguan tidur, masalah pada kulit, masalah fisik, isolasi sosial dan

masalah psikologis. Sejumlah studi telah meneliti efek dari inkontinensia urin pada lanjut

usia. Dikomunitas wanita dan pria lanjut usia masalah inkontinensia urin ini berhubungan

dengan depresi, menurunnya aktivitas fisik, menjauh dari pergaulan sosial dan kualitas

hidup (Onat, Et al 2014). Menurut International Continence Society (ICS), inkontinensia

urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan secara obyektif

dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis. Inkontinensia urin

diyakini sebagai indikasi dari proses penuaan yang diindikasi karena terjadinya

perubahan pada sistem muskuloskeletal, sistem saraf dan sistem urinaria yang berdampak

penurunan kekuatan Core muscle utamanya otot dasar panggul yang menyebabkan

sfingter uretra menjadi tidak adekuat. Hal ini memberikan rasa tidak nyaman yang

{5}
berdampak pada hubungan sosial, psikologi, aktivitas seksual, pekerjaan serta

menurunkan hubungan interaksi sosial dan interpersonal. Inkontinensia urin

menyebabkan berbagai komplikasi. Pada lansia yang mengalami berbagai masalah

kesehatan karena penurunan fungsi organ tubuh yang salah satunya adalah disabilitas

atau kecacatan (Wandera et al, 2014).

Prevalensi inkontinensia urin pada wanita di dunia berkisar antara 10 - 58%,

sedang di Eropa dan Amerika berkisar antara 29,4%. Menurut Asia Pacific Continence

Advisor Board (APCAB) tahun 1998 menetapkan prevalensi inkontinensia urin di Asia

14,6% pada wanita dan 6,8% pada pria, sedangkan di Indonesia 5,8%. Secara umum,

prevalensi inkontinensia urin pada pria hanya separuh dari wanita, prevalensi di Asia

relatif rendah karena pandangan orang Asia bahwa inkontinensia urin merupakan hal

yang memalukan dan dianggap tabu oleh beberapa orang sehingga tidak dikeluhkan pada

dokter. Survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi FK Unair-RSU

Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 penderita, prevalensi inkontinensia urin pada pria

3,02% sedangkan pada wanita 6,79%. Di sini menunjukkan bahwa prevalensi

inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi dibanding pria. Prevalensi inkontinensia urin

cenderung meningkat seiring meningkatnya usia (Soetojo, 2009 dikutip dalam Galuh,

2012), usia 5-12 tahun 0,13%, sedangkan pada usia 70-80 tahun 1,64% dan inkontinensia

urin pada wanita lansia 35-45%. Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas

kandung kemih menurun. Sisa urin dalam kandung kemih cenderung meningkat dan

kontraksi otot kandung kemih yang tidak teratur semakin sering terjadi. Keadaan ini

sering membuat lansia mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin yaitu

Inkontinensia urin (Darmojo dan Martono dikutip dalam Nursalam 2009).

Perubahan masalah yang sering terjadi pada lansia yaitu lansia lebih cenderung

mengalami inkontinesia urin disebabkan oleh perubahan pada anatomi dan fungsi organ

kemih lansia, penurunan muskoloskeletal, obesitas, menopause, usia lanjut. penambahan


{6}
berat dan tekanan selama hamil dapat menyebakan melemahnya otot dasar panggul

karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot

dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan

lahir, sehinnga dapat meningkatkan resiko terjadinya inkontinensia urin. Faktor jenis

kelamin berperan terjadinya inkontinesia urin khususnya pada wanita karena

menurunnya kadar hormon estrogen pada usia menopause akan terjadi penurunan tonus

otot vagina dan otot pintu saluran kemih sehingga menyebabkan terjadinya inkontinesia

urin. Gejala inkontinensia yang biasanya terjadi adalah kencing sewaktu batuk, mengedan,

tertawa, bersin, berlari, serta perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang

kali, dan kencing di malam hari. itu sebabnya makin lanjut usia makin besar

kecenderungan untuk menderita inkontinensia urin (Setiati, 2009).

Salah satu cara non farmakologis untuk menangani inkontinensia urin pada lansia

adalah dengan latihan kandung kemih (Bladder Training). Bladder training merupakan

sebuah behavioural therapy untuk inkontinensia urin yang menggunakan jadwal berkemih

untuk membantu pasien belajar mengembalikan fungsi kandung kemih secara normal.

Tujuan bladder training yaitu meningkatkan jumlah waktu antara pengosongan kandung

kemih, meningkatkan jumlah cairan yang dapat ditahan dalam kandung kemih, dan

mengurangi sense of urgency dan/atau kebocoran yang berhubungan dengan masalah

berkemih (Luft, 1998 dalam Retno, S (2008). Bladder training juga bertujuan untuk

mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal, terdapat

3 macam metode bladder training, yaitu kegel exercise, delay urination, dan scheduled

bathroom trips. Kegel exercise adalah latihan pengencangan atau penguatan otot-otot

dasar panggul, delay urination adalah menunda berkemih sedangkan scheduled bathroom

trips yaitu menjadwalkan berkemih (Suharyanto dan Madjid, 2009). Jarak interval awal

harus disesuaikan dengan kebiasaan yang dialami pasien saat ini, kemudian ditingkatkan

dengan penambahan 15-30 menit, dengan tujuan akhir mencapai jarak pengosongan 3-4

{7}
jam. Proses dapat dilakukan dimanapun dalam waktu satu sampai beberapa minggu

(Stendardo, 2002 dalam Retno, S 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Wulandari (2012) yang berjudul Pegaruh

Latihan Bladder Training Terhadap Penurunan Inkontinensia Pada Lanjut Usia di Panti

Wreda Dharma Bakti Surakarta, hasil penelitian menunjukan, bahwa lanjut usia yang

mendapatkan latihan bladder training mengalami penurunan frekuensi berkemih dari

rata-rata 8,25 kali menjadi 4,92 kali per 12 jam. Pemberian bladder training melatih lanjut

usia dalam meningkatkan kemampuan menahan kandung kemih selama mugkin, sehingga

frekuensi berkemih dapat berkurang. Menurut Fantl et all (1991) dalam Retno, S (2008)

menyatakan bahwa dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa bladder training dapat

mengurangi atau menghilangkan gejala stress/urge incontinence, angka pengobatan

mencapai rentang 12% - 90% dan perbaikan secara subyektif yang diukur dan dicatat oleh

pasien secara mandiri yaitu 73% sampai 90%. inkontinensia urin dapat diatasi dengan

mengurangi konsumsi kafein. Howard (2008) juga menyatakan bahwa pasien dengan

urgency, frekuensi urin dan urge incontinence mengalami perbaikan setelah menerapkan

bladder training dan mengurangi konsumsi kafein (Arya, 2000, dalam Howard, et.al.

2008).

{8}
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi Lansia

Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahap akhir dari

fase kehidupan.kelompok yang dikategorikan lansia ini akan mengalami suatu

proses yang disebut aging process atau proses penuaan. Menua adalah suatu

keadaan yang terrjadi di dalam kehidupan manusia.proses menua merupakan

proses sepanjang hidup,tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu ,tetapi

dimulai sejak permulaan kehidupan.menjadi tua merupakan proses alamiah yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak,dewasa,dan tua

(Nugroho, 2006 dalam Kholifah, 2016).

2. Teori Lansia

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan.proses menjadi tua akan

dialami oleh setiap orang.masa tua merupakan masa hitup manusia yang

terakhir,dimana pada masa itu seseorang akan mengalamai kemunduran

fisik,mental dan social secara bertahap sehingga tidak dapat melakukan tugasnya

sehari hari.penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,

termasuk tubuh, jaringan,dan sel,yang mengalami penurunan kapasitas fungsional

(Kholifah, 2016).

Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Aziz (1994) (dalam

Linda, 2011) menjadi tiga kelompok yakni:

a) Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru memasuki

lansia.

b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas)

{9}
c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Beberapa pendapat ahli dalam Efendi (2009) (dalam Sunaryo, et.al, 2016)

tentang batasan-batasan umur pada lansia sebagai berikut:

a) Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi

“ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.

b) World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi 4 kriteria yaitu usia

pertengahan (middle ege) dari umur 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) dari

umur 60-74 tahun, lanjut usia (old) dari umur 75-90 tahun dan usia sangat tua

(very old) ialah umur diatas 90 tahun.

c) Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase invenstus dari umur

25-40 tahun, fase virilities dari umur 40-55 tahun, fase prasenium dari umur

55-65 tahun dan fase senium dari 65 tahun sampai kematian.

d) Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age) dibagi

menjadi 3 kriteria, yaitu young old dari umur 75-75 tahun, old dari umur 75-

80 tahun dan very old 80 tahun keatas.

3. Proses Menua

Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah dan

mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi organ juga

mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi terjadinya

penuaan yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor genetik yang

melibatkan perbaikan DNA, respon terhadap stres dan pertahanan terhadap

antioksidan. Selanjutnya faktor lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai

macam penyakit dan stres dari luar, misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi.

Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang

menyebabkan stres oksidasi sehingga terjadinya kerusakan sel dan terjadinya

proses penuaan (Sunaryo, et.al, 2016).


{10}
Menurut Maryam, dkk. (2008) (dalam Sunaryo, et.al, 2016) terdapat

beberapa teori penuaan (aging process) yaitu:

a) Teori Biologis

Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan

seseorang dari lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi pada

tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi. Proses menua

merupakan terjadinya perubahan struktur dan fungsi tubuh selama fase

kehidupan. Teori biologis lebih menekan pada perubahan struktural sel atau

organ tubuh termasuk pengaruh agen patologis.

b) Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)

Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon

perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan walaupun

seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri dari teori hierarki

kebutuhan manusia maslow (maslow’s hierarchy of human needs), yaitu

tentang kebutuhan dasar manusia dari tingkat yang paling rendah (kebutuhan

biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih saying dan harga diri) sampai tingkat

paling tinggi (aktualisasi diri). Teori individualisme jung (jung’s theory of

individualisme), yaitu sifat manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstrover dan

introver. Pada lansia akan cenderung introver, lebih suka menyendiri. Teori

delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s eight stages of life), yaitu

tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai seseoran adalah ego integrity

vs disappear. Apabila seseorang mampu mencapai tugas ini maka dia akan

berkembang menjadi orang yang bijaksana (menerima dirinya apa adanya,

merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan

kehidupannya berhasil).

c) Teori Kultural

{11}
Tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang

dianutnya. Budaya merupakan sikap, perasaan, nilai dan kepercayaan yang

terdapat pada suatu daerah dan dianut oleh kaum orang tua. Budaya yang

dimiliki sejak ia lahir akan selalu dipertahankan sampai tua.

d) Teori Sosial

Yang meliputi teori aktivitas (lansia yang aktif dan memiliki banyak

kegiatan sosial), teori pembebasan (perubahan usia seseorang mengakibatkan

seseorang menarik diri dari kehidupan sosialnya) dan teori kesinambungan

(adanya kesinambungan pada siklus kehidupan lansia, lansia tidak

diperbolehkan meninggalkan peran dalam proses penuaan).

e) Teori Genetika

Teori ini mengatakan bahwa proses penuaan memiliki komponen

genetilk. Dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang cenderung

hidup pada umur yang sama dan mereka mempunyai umur yang rata-rata

sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan atau penyakit.

4. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan

a) Hereditas atau ketuaan genetic

b) Nutrisi atau makanan

c) Status kesehatan

d) Pengalamn hidup

e) Lingkungan f.Stress

5. Perubahan yang terjadi pada lansia

a) Perubahan fisik

b) Perubahan kognitif

c) Perubahan mental

d) Perubahan spiritual

{12}
e) Perubahan psikososial

B. KASUS

1. Definisi

Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam

jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan

kesehatan dan atau sosial.

Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes

urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai

inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).

2. SIGN AND SYMPTOM OVERACTIVE BLADDER

a) Mengalami “kebelet” yng berlebihan / kuat.

b) Urinari Urgency  tiba2 ingin BAK yang kuat dan tidak tertahankan

c) Sering pergi ke kamar mandi

d) Harus ke kamar mandi, “nyetor” tiap malam

e) Urinary Frequency  8 atau lebih per hari, 2 atau lebih per malam

f) Kehilangan control untuk menahan BAK

g) Incontinensia Urine  tidak bisa menahan BAK, (tiba2 terasa basah)

3. PATOFISIOLOGI

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

a) Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila

batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah

saluran kencing.

b) Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung

kemih.

c) Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih,

urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.

{13}
4. PEMBAGIAN INCONTINENSIA

a) Tipe Luapan  Tipe ini ditandai dengan kebocoran/keluarnya urin, biasanya

dalam jumlah sedikit karena desakan mekanik akibat kandung kemih sudah

sangat tegang.

b) Tipe Fungsional  Tipe fungsional ditandai dengan keluarnya urin secar dini

akibat ketidakmampuan mencapai tempat berkemih karena gangguan fisik

atau kognitif maupun gangguan lingkungan lainnya.

5. ETIOLOGI

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada

anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul

akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis.

Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya

kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun

kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.

Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di

saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau

adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih

bagian bawah bisa karena infeksi

6. PEMERIKSAAN

a) Pemeriksaan Neurologis

b) Pemeriksaan alat kelamin dan otot dasar panggul

c) Pemeriksaan Rectal

d) General Examination

6.1. INSPEKSI

 Statis

{14}
Perhatikan posture serta ekspresi pasien.Perhatikan regio lumbal abdominal

musc, gluteus musc, garis bokong, dll)

 Dinamis

Dapat dilihat ketika pasien berjalan (tdk terlalu memberikan informasi).

6.2. PEMERIKSAAN FUNGSI

 Orientasi Test Suruhlah pasien untuk batuk, kemudian tanyakan apakah

saat itu terjadi BAK.

 Pemeriksaan Aktif Pasien disuruh untuk menahan BAK & BAB, apakah

pasien mampu melakukan?.

 Pemeriksaan Pasif & TIMT sulit dilakuka kecemasan tampak pada

wajahnya.

6.3. PALPASI

6.4. TES UJI NGEDAN

Pasien duduk dibangku, pahanya dibuka, kemudian mengedan atau

batuk. vesika diisi dengan cairan berwarna biru melalui kateter, kemudian

pasien diberi handuk untuk mengalas pada bagian kelaminnya, selanjutnya

disuruh berjalan, batuk atau mengedan.

6.5. MUSCLE ENDURENCE

 The perfect scheme Merupakan anonim dari :

P : Power

E : Endurance

R : Repetition

F : Fast

ECT : Every Contraction time

 POWER

{15}
DIGAMBARKAN DENGAN NILAI 0 – 5

0 : Tidak ada kontrol

1 : Ada denyutan di jari

2 : Dirasa ada peningkatan tegangan tanpa terangkat .

3 : Ketegangan meningkat dengan pengangkatan dinding posterior vagina

4 : Peningkatan tegangan dengan kontraksi yang baik serta mampu

mengangkat dinding posterior vagina dengan tahanan.

5 : Tahanan kuat dapat dilakukan dan jari penguji terjepit

 ENDURANCE

a) Untuk mengukur daya tahan yang menggambarkan lamanyatahanan satu

kontraksi dari 0–10

b) Repetition mengukur pengulangan gerakan otot dasar panggul dengan nila

pengulangan 1–10 kali ulangan, istirahat 4 detik sebelum kontraksi

berikutnya lebih dari 4 detik tanda kelelahan.

c) Fast mengukur kecepatan otot dengan nilai 1 – 10 kali kontraksi

(kontraksi cepat)

d) Prosedur pengukuran higienis :

 Perhatikan kebersihan tangan untuk mencegah transmisi infeksi.

 Cuci bersih jari dan tangan penguji atau gunakan sarung tangan. -

Perhatikan untuk tidak menyentuh bagian atau benda lain selama

pemeriksaan dengan jari yang digunakan untuk memeriksa.

 Bersihkan tangan sebelum memeriksa satu pasien.

e) Posisi pasien :

 Tidur terlentang dengan kepala tersanggah bantal.

 Hip fleksi, abduksi dan lutut fleksi.

 Pasien relaks/tidak tegang

{16}
f) Penguji :

 Memberikan informed consen untuk persetujuan pemeriksaan.

 Masukkan jari je vagina sedalam 4 – 6 cm

 Posisi jari ada di jam 4 dan 8.

7. PRINSIP DASAR BLADEER TRAINING

Bladder Training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk

mengembangkan tonus otot dan otot sfingter kandung kemih agar bertujuan

maksimal. Bladder Training biasanya digunakan untuk stress inkontinensia,

desakan inkontinensia, atau kombinasi keduanya. Pelatihan kandung kemih

yang mengharuskan klien menunda berkemih, melawan atau menghambat

sensasi urgensi dan berkemih sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan

bukan sesuai dengan desakan untuk berkemih. Tujuan Bladder Training adalah

untuk memperpanjang interval antara urinasi klien, menstabilkan kandung

kemih dan menghilangkan urgensi (Suharyanto, 2008).

C. EXERCISE (LATIHAN)

1. Biomekanika sendi panggul

Macam-macam gerakan tulang pada sendi panggul dapat terjadi pada tiga

bidang yaitu flexi dan extensi pada bidang sagital adduksi dan abduksi bidang

frontal,serta rotasi internal dan external pada bidang horizontal.

a) Gerakan femur pada bidang sagital (flexi-extensi)

Knee dalam keadaan flexi,normal nya ROM flexi femur 120 ˚

{17}
b) Gerakan femur pada bidang frontal (adduksi-abduksi)

ROM adduksi panggul rata-rata sekitar 45 ˚ , sedangkan abbduksi panggul rata-

rata 30 ˚.

Besarnya jarak dari rotasi internal dan external femur sangat

bervariasi antar subyek. Rata-rata ROM rotasi inernal femu sekitar 35 dan

untuk rotasi external sekitar 45. Bebrapa keadaan yang dapat membatasi

gerakan rotasi external antara lain tegangan yang sangat besar pada fasciculus

lateralis dari ligamnetum iliofemorale dan pada otot-otot rotator internal.

{18}
2. Gerakan-gerakan pada Pelvic Floor Muscle

a) Posisi pasien terlentang dengan kaki di buka selebar bahu , rileksasi otot-otot

abdominal dan extermitas.lalu lakukan gerakan kontraksi otot dasar panggul

selama 5 detik.

b) Gerakan Kegel exercise : Posisi pasien telentang , tangan lurus dengan

rileks ,kemudian flexi knee dan angkat bagian pelvic dengan menarik nafas

lalu kontraksikan otot panggul selama 5 detik. Setelah kontraksi lalu rileksasi

kembali.

{19}
c) Gerakan Cat & Camel : Posisi awal pasien menungging dengan punggung di

dorong ke atas dan kepala nunduk ke bawah sembari menarik napas selama,

lalu lakukan gerakan sebaliknya dengan mendorong punggung ke bawah di

sertai dengan kepala mendongak dan menghembuskan nafas. Lakukan gerakan

tersebut selama 10 detik.

{20}
d) Posisi pasien duduk dengan kedua kaki di luruskan dan kedua tangan di

belakang menyangga badan lalu kontraksikan otot bagian abdominal dan

gluteus. gerakan pertama yaitu dengan gerakan memutar kaki ke arah luar dan

lakukan gerakan selanjutnya dengan memutar kedua kaki ke arah dalam,

lakukan secara bergantian selama 10 detik.

{21}
e) Posisi pasien duduk dengan kaki bersilang dan tangan tetap menyangga dari

arah belakang lalu kontraksikan otot-otot dasar panggul, dan otot-otot

sekitarnya secara perlahan setelah kontraksikan kembali rilekskan otot-

ototnya. lakukan selama 10 detik gerakan tersebut.

{22}
f) Pasien berdiri dengan tangan memgang kursi untuk penyangga agar posisi

tubuh tetap seimbang. Buka ekstermitas bawah selebar bahu kemudian

lakukan gerakan menjinjit selama 10 detik.

g) Posisi pasien berdiri tegak dengan kedua tangan berada di hip anterior dan

buka ekstermitas bawah selebar bahu, lalu gunakan bola atau benda

sejenisnya untuk menyangga di antara bagian knee agar tetap

mempertahankan posisi knee yang terbuka

{23}
h) Posisi pasien seperti gerakan di awal yaitu gerakan gerakan tetapi di antara

knee gunakan penyangga bola atau sejenisnya untuk mempertahankan posisi

tersebut.

{24}
i) Posisi tetap seperti gerakan kegel tetapi satu kaki nya di angkat lalu luruskan

dan tahan posisi ini selama 10 detik dan rasakan kontraksi pada bagian

abdominal, gluteus dan bagian hip.

j) Pasien tidur telentang dengan kaki menggantung di dinding lalu angkat atau

dorong ke atas bagian gluteus dan abdominal. Lakukan gerakan ini selama

hitungan 10 detik.

3. Pengaruh latihan bladder training pada pasien incontinensia urin

Latihan ini sangat efektif bagi lansia yang menderita inkontinensia urin tipe

urgensi. Bladder Training di lakukan dengan cara memberikan anjuran kepada

penderita untuk menahan urin selama waktu yang di tentukan.

Menurut penelitian yang di lakukan oleh Sri Wulandari (2012) yang

berjudul Pengaruh Latihan Bladder Training terhadap penurunan inkontinensia

urin, menyatakan pemberian latihan Bladder Training sangat efektif dalam

meningkatkan kemampuan menahan kemih (urge incontinence), dengan

menunjukkan hasil bahwa mereka yang mendapatkan latihan bladder training

mengalami penurunan frekuensi berkemih dari rata-rata 8,25 kali menjadi 4,92

kali per 12 jam.

{25}
{26}
BAB III

KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 3.1

N Nama Judul Instrumen, Hasil penelitian Perbedaan


o Peneliti penelitian variabel, dengan
dan tahun sampel, penelitian yang
penelitian penelitian akan di
dan analisa lakukan
data
1 Dian Pengaruh Instrumen Hasil uji Korelasi Perbedaan
Kurniasar Antara kosioner Spearman penelitian yang
i, Retno Inkontinen terhadap data akan dilakukan
Soesilowa sia Urin penelitian yakni,
ti, 2016 Terhadap Variabel didapatkan nilai r
Penelitian ini
independen sebesar 0.615.
Tingkat membahas
inkontenensi
Depresi Nilai r tentang
a urin
Wanita menunjukkan pengaruh
Lanjut seberapa kuat inkontenensia
Usia Di keterikatan suatu urin terhadap
Variabel
Panti variabel yang ada tingkat
dependent
dalam penelitian. depresi.
Wredha tingkat
Dan
Catur depresi Sedangkan
Nugroho didapatkan nilai penelitian
Kaliori Z dan diperoleh kami
Banyumas Sampel nilai Z lebih besar membahas
penelitian dari Z0,975 tentang
ada 73 orang (5,218 > 1,96) keefektifan
maka H0 lader training
ditolak. Dengan
Desain demikian
penelitian disimpulkan
cross bahwa ada
sectional pengaruh yang
signifikan antara

Hasil Inkontinensia
penelitian uji urin terhadap
korelasi tingkat depresi.
spearmen

{27}
DAFTAR PUSTAKA

Pamungkas, M. R., Nurhayati, n., & Musiana, M. (2017). PENGARUH LATIHAN

KANDUNG KEMIH (BLADDER TRAINING) TERHADAP INTERVAL BERKEMIH WANITA

LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN INKONTINENSIA URIN. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai

Betik, 9(2), 214-219

Nurhasanah, T., & Hamzah, A. (2017). BLADDER TRAINING BERPENGARUH

TEHADAP PENURUNAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST OPERASI

BPH DI RUANG RAWAT INAP RSUD SOREANG, Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, 5(1),

79-91.

Depkes RI. (2003). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas

Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: direktorat bina kesehatan usia lanjut

Galuh Inggi M, Putri. 2012. KTI: Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan

Inkontinensia Urine Pada Wanita Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi

Lampung.Lampung : Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang Jurusan Keperawatan

Nugrogo, W. keperawatan Gerontik dan Geriatrik. (edisi 3) Jakarta: EGC, 2012.

Onat, dkk. 2014. Relationship Between Urinary Incontinence and Quality of Life in Elderly

Retno, Setyawati. (2008). Efek kombinasi kegel’s exercise dan blandder training

dalam menurunkan episode inkontinensia urine pada lansia di panti wredha wilayah

semarang.

Suharyanto dan Madjid (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan

Sistem Perkemihan.Jakarta : Trans Info Media

ursalam, M.Nurs,dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika

{28}
Nurillah, Retno. HUBUNGAN GAYA HIDUP TERHADAP TERJADINYA RISIKO

HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH PUSKESMAS UNIT II KECAMATAN SUMBAWA. Diss.

University of Muhammadiyah Malang, 2018.

Wulandari. 2012. Pengaruh Bladder Training Terhadap Penurunan Inkontinensia

Pada Lansia. Skripsi Strata Satu. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

{29}
DATA PENULIS

A. PENULIS 1

 NAMA : Rosani Indah

 TTL : penyaring 3 Januari 1998

 NO TLP : 082341976773

 ALAMAT EMAIL : Indahrosani108@gmail.com

 ALAMAT KTP : Dusun Penyaring A RT/RW 002/002 Desa penyaring

kec. Moyo utara kabupaten Sumbawa Besar NTB

B. PENULIS 2

 NAMA : Nevita Yuslia Putri

 TTL : Nunukan, 12 Juli 1998

 NO TLP : 081357005122

 ALAMAT EMAIL : Nevitaysp@gmail.com

 ALAMAT KTP : Jln. Fatahillah Rt 10 No 119 kelurahan Nunukan

tengah Kabupaten Nunukan Kalimantan utara

C. PENULIS 3

 NAMA : Al Muntazar Bin Saharudin

 TTL : Palu, 04 Mei 1999

 NO TLP : 085299623914

 ALAMAT EMAIL : almuntazar99@gmail.com

 ALAMAT KTP : Kel. Kulango, Kec. Biau, Kab. Buol, Sulawesi Tengah

D. PENULIS 4

{30}
 NAMA : Pribayu Eka Aditya

 TTL : Palu, 05 April 1999

 NO TLP : 082293334167

 ALAMAT EMAIL : bayumalantung@gmail.com

 ALAMAT KTP : Kel. Kulango, Kec. Biau, Kab. Buol, Sulawesi Tengah

{31}
E. PENULIS 5

 NAMA : Fakhatorika Utami

 TTL : Sampang, 09 Juni 1998

 NO TLP : 082339517077

 ALAMAT EMAIL :-

 ALAMAT KTP : Bima, Nusa Tenggara Barat

F. PENULIS 6

 NAMA : Teti Setyawati

 TTL : Dompu, 04 April 1998

 NO TLP : 082141481244

 ALAMAT EMAIL :-

 ALAMAT KTP : Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB)

{32}

Anda mungkin juga menyukai