Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI

GANGGUAN MENSTRUASI : AMENOREA, DISMENOREA, ENDOMETRIOSIS

Dosen Pembimbing :
Ns. Dilgu Meri, M.Kep

Oleh :
Kelompok II

Eva Kurnia Ulansari (210101230)


Sherina Fatika Sari C (210101225)
Siti Violara Fitri (210101235)
Mayudhi Hizri (210101233)
Adinda Wisaprilia (210101226)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI AL INSYIRAH
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada
kami, sehingga makalah kelompok dengan judul “Gangguan Menstruasi : Amenorea,
Dismenorea, Endometriosis” telah berhasil diselesaikan. Makalah kelompok ini sebagai salah
satu syarat untuk memenuhi Tugas Keperawatan kesehatan reproduksi.
Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik moral
maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam kesempurnaan dalam penulisan makalah
ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan membalas segala budi
baik semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Pekanbaru, 5 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1.Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1.Amenore...................................................................................................................5
2.2.Dismenore.................................................................................................................13
2.3.Endometriosis............................................................................................................34
BAB III PENUTUP.............................................................................................................51
3.1.Kesimpulan...............................................................................................................51
3.2.Saran.........................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................53

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Wanita normal akan mengalami siklus Menstruasi normal secara periodik sehingga
perubahan siklus mentsruasi yang tidak normal akan menggangu seorang wanita
terutama pada kondisi dimana haid atau dating bulang dating lebih sering, tidak teratur,
terjadi dalam siklus yang lebih lama, lebih pendek dan pada kondisi tertentu wanita
bahkan tidak haid sama sekali. Pada beberapa kondisi, gangguan haid bahkan dapat
mengakibatkan nyeri pada bagian perut dengan durasi panjang dan juga pendek.
Gangguan ini akan dialami alami seluruh wanita selam ahidup terutama pada masa
Reproduksi, Remaja, Sisi Peralihan dan Klimakterium.
Menurut Bobak, (2004) masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau 
masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang di tandai dengan
perkembangan dan perubahan fisik, mental, emosional, termasuk perubahan hormonal
yang berpengaruh pada proses terjadinya menarche (pertama kali mendapat
Menstruasi). Usia gadis remaja pada saat menarche bervariasi, yaitu antara 10 – 16
tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche
dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum. Dikatakan
menacrhe dini (menarche prekoks) apabila menarche terjadi sebelum usia 10 tahun
disertai dengan munculnya tanda-tanda seks sekunder sebelum usia 8 tahun. Dalam hal
ini hipofisis oleh sebab yang belum diketahui memproduksi hormon gonadotropin 
sebelum waktunya (Wiknjosastro, 2012).
Saat umur wanita di atas umur 16 tahun belum mengalami menstruasi ataupun
pada wanita yang sudah mengalami menstruasi tetapi setelah itu tidak mengalami
menstruasi kembali, maka kemungkinan wanita tersebut mengalami Amenorrhea.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai apa yang dimaksud 
Amenorrhea, yang merupakan salah satu gangguan siklus menstruasi, klasifikasinya,
bagaimana gejala klinisnya, apa penyebabnya, sampai kepada pengobatan. Kesehatan
reproduksi adalah suatu keadaan sejaktera fisik, mental dan social secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan
dengan system reproduksi. ( Azwar,2001).

1
Indonesia diperkirakan 55% perem[uan usia produktif yang tersiksa oleh nyeri
selama haid. (Anomim,2008). Angka kejadian Dismenore tipe primer di Indonesia
adalah sekitar 54,89% sedangkan sisanya adalah penderita dengan tipe sekunder.
Setiap bulan, secara periodic, seseorang wanita normal mengalami mentruasi. Di
dalam mentruasi, terkadang disertai nyeri haid (Disminore). Disminore adalah nyeri
haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit tumbul akibat kontraksi
disritmik miomentrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari ringan 
sampai berat pada perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spamodik pada sisi medial
paha. (Nurmasitoh, 2008).
Beberapa tahun yang lalu, nyeri haid hanya dianggap sebagai penyakit
psikosomatik. Akan tetapi, karena keterbukaan informasi dan pesatnya ilmu
pengatahuan berkembang, nyeri haid mulai banyak di bahas. Banyak ahli  yang telah
menyumbangkan pikiran dan temuannya untuk mengatasi nyeri haid.
Dahulu, wanita yang menderita nyeri haid hanya bias menyembunyikan rasa
sakitnya tanpa mengetahui apa yang harus dilakukannya dan kemana ia harus mengadu.
Keadaan itu diperburuk oleh orang di sekitar mereka yang menganggap bahwa nyeri
haid adalah rasa sakit yang dibuat-buat oleh wanita bahkan beberapa orang
menganggap bahwa wanita yang menderita nyeri haid hanyalah wanita yang mencari
perhatian atau kurang diperhatikan. Anggapan seperti ini sudah mulai hilang beberapa
tahun yang lalu. Sekarang baru di ketahui bahwa nyeri haid adalah  konisi medis yang
nyata yang diderita wanita. Banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli
dibidangnya yang bertujuan untuk mengatasi nyeri haid.
Endometriosis disebabkan oleh jaringan endometrium atau selaput lendir rahim
bagian dalam yang setiap bulan luruh menjadi darah haid. Darah yang luruh ini
seharusnya hanya keluar lewat vagina dan sebagian kecil darah “tumpah“ melalui
saluran telur ke dalam rongga abdomen atau rongga perut.Seharusnya tubuh bisa
menyerap darah yang luruh ini. Namun beberapa hal seperti faktor genetik dan faktor
lingkungan menyebabkan turunnya kemampuan sistem pertahanan tubuh. Sehingga
darah tidak diserap secara maksimal.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan antara semua
operasi pelvic. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang Negro, dan lebih
sering didapatkan pada wanita-wanita dari golongan social-ekonomi yang kuat. Yang
menarik perhatian ialah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang

2
tidak kawin pada umur muda dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi
ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memengang
peranan dalam terjadinya endometriosis. (Prawihardjo, Ilmu Kandungan, 2010, Hal
317)
Endometriosis terjadi pada dua pertiga remaja yang mengalami nyeri yang
bermakna saat menstruasi. Remaja merupakan 8% wanita yang menderita
endometriosis. Dari remaja-remaja yang menderita endometriosis, 10% nya mengalami
obstruksi congenital aliran keluar menstruasi. Gejala-gejala yang paling mengarah ke
endometriosis pada kelompok umur ini adalah peningkatan dismenorea yang didapat,
nyeri panggul kronis, perubahan usus saat menstruasi dan perdarahan vagina abnormal.
Karena itu, pemeriksaan laparoskopi untuk diagnostic harus dipertimbangkan pada
remaja yang benar-benar menunjukkan gejala. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi
endometriosis pascamenopause yang disebabkan oelh penggunaanestrogen eksogen
yang tidak teratur.  (Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, 2009, Hal  670)
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan pertama
(ibu anak perempuan, saudara perempuan). Endometriosis yang berat bisa
menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari ovarium ke
Rahim.

1.2 RUMUSANMASALAH
Berdasarkan uraian yang ditunjukkan pada latar belakang maka makalah ini
disusun dengan rumusan masalah sebagai berikut: 
1. Apa definisi amenorea ?.
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi amenorea ?.
3. Apa saja klasifikasi amenorea ?.
4. Apa saja etiologi amenorea ?.
5. Bagaimana saja manifestasi klinis amenorea ?.
6. Bagaimana patofisiologi amenorea ?.
7. Apa saja komplikasi amenorea ?.
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang amenorea ?.
9. Bagaimana terapi penanganan amenorea ?.
10. Apa definisi dismenore ?.
11. Apa saja klasifikasi dismenore ?.
12. Bagaimana etiologi dismenore ?.

3
13. Bagaimana patofisiologi dismenore ?.
14. Bagaimana gambaran klinis dismenore ?.
15. Apa saja perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan
pemeriksaan fisik ?.
16. Bagaimana pemeriksaan penunjang dismenore ?.
17. Apa saja penatalaksanaan dismenore ?.
18. Apa definisi endometriosis ?.
19. Apa saja gejala endometriosis ?.
20. Dimana saja tempat-tempat ditemukannya endometriosis ?.
21. Bagaimana penanganan endometriosis ?.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 AMONOREA
2.1.1 DEFINISI
Haid (Menstruasi) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus  Menstruasi ialah jarak
antara tanggal mulainya Menstruasi yang lalu dan mulainya Menstruasi berikutnya.
Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus Menstruasi
yang normal atau dianggap sebagai siklusMenstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang
sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusMenstruasi tidak terlalu
sama. Dari pengamatan Hartman yang dikutip dari  Wiknjosastro (2012), panjang
siklus yang biasa dijumpai ialah 25 – 32 hari.Lama Menstruasi biasanya antara 3 – 5
hari, ada yang 1 – 2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, ada yang sampai 7 – 8
hari. Pada setiap wanita biasanya lama Menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar
rata-rata ± 16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak.
Jumlah darah Menstruasi yang lebih dari 80 cc di anggap patologik (Wiknjosastro,
2012).
Amenorrhea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-
turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorrhea primer dan amenorrhea
sekunder. Kita berbicara tentang amenorrhea primer apabila seorang wanita berumur
18 tahun keatas tidak pernah mendapat haid, sedang pada amenorrhea sekunder
penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak  dapat lagi
(Wiknjosastro,2008).
Amenorrhea adalah tidak ada atau berhentinya menstruasi secara abnormal yang
diiringi penurunan berat badan akibat diet penurunan berat badan dan nafsu makan
tidak sehebat pada anoreksianervosa dan tidak disertai problem psikologik (Kumala,
2005).

2.1.2  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AMENOREA


1. Faktor Internal
a. Organ Reproduksi
Faktor yang mempengaruhi amenorrhea adalah vagina tidak tumbuh dan
berkembang dengan baru, rahim yang tidak tumbuh, indung telur yang

5
tumbuh. Tidak jarang ditemukan kelainan lebih kompleks pada rahim atau
rahim tidak tumbuh dengan sempurna. Kelainan ini disebut ogenesis genitalis
bersifat permanen artinya wanita tersebut tidak akan mendapatkan haid
selama-lamanya. (Pardede,2002).
b. Hormonal
Alat reproduksi wanita merupakan alat akhir (endogen) yang dipengaruhi oleh
sistem hormonal yang komplek. Rangsangan yang datang dari luar masuk
dipusat panca indra diteruskan melalui Striaeterminalis menuju pusat yang
disebut “Puberitas Inhibitor” dengan hambatan tersebut tidak terjadi
rangsangan terhadap hypotalamus, yang akan memberikan rangsangan pada
“Hipofise Pars Posterior” sebagai “Mother of Glad” (Pusat kelenjar-kelenjar).
Rangsangan yang terus menerus datang di tangkap panca indra, dengan makin
selektif dapat lolos menuju hypotalamus dan selanjutnya terus menuju hipofise
anterior (depan) mengeluarkan hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk
mengeluarkan hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan
hormon spesifiknya yaitu kelenjar tyroid memproduksi hormon tiroksin,
kelenjar indung telur memproduksi hormon estrogen dan progesteron,
sedangkan kelenjar adrenal menghasilkan hormon adrenalin. Pengeluaran
hormon spesifik sangat penting untuk tumbuh kembang mental dan fisik
(Pardede,2002).
c. Penyakit
Beberapa penyakit kronis yang menjadi penyebab terganggunya siklus haid,
Kanker payudara dan lain-lain. Kelainan ini menimbulkan berat badan yang
sangat rendah sehingga datangnya haid akan terganggu (Suhaemi, 2006).
2. Faktor Eksternal
a. Status Gizi
Kecukupan pangan yang esensial baik kualitas maupun kuantitas sangat
penting untuk siklus menstruasi. Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu
membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung
zat gizi. Zat gizi mempunyai nilai yang sangat penting yaitu untuk memelihara
proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih,2004).
b. Gaya Hidup
Gaya hidup terutama perilaku makan dengan porsi yang cukup dan sesuai
jadwal serta mengandung gizi seimbang ( 4 sehat 5 sempurna) dapat

6
menyebabkan kondisi tubuh terasa fit dan terhindar dari kekurangan gizi
sehingga siklus menstruasi berjalan normal (Soetjiningsih, 2002).

2.1.3 KLASIFIKASI AMENORRHEA


Klasifikasi amenorrhea adalah sebagai berikut :
1. Amenorrhea primer
Amenorrhea primer mengacu  pada masalah ketika wanita muda yang berusia
lebih dari 16 tahun belum mengalami menstruasi tetapi telah menunjukkan
maturasi seksual, atau menstruasi mungkin tidak terjadi sampai usia 14 tahun
tanpa disertai adanya karakteristik seks sekunder.
2. Amenorrhea sekunder 
Amenorrhea sekunder adalah tidak adanya haid selama 3 siklus atau 6 bulan
setelah menstruasi normal pada masa remaja, biasanya disebabkan oleh gangguan
emosional minor yang berhubungan dengan berada jauh dari rumah, masuk ke
perguruan tinggi, ketegangan akibat tugas-tugas. Penyebab kedua yang paling
umum adalah kehamilan, sehingga pemeriksaan kehamilan harus dilakukan.

2.1.4 ETIOLOGI
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata : Selaput darah tidak berlubang sehingga darah menstruasi
terhambat untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori : Rangsangan hormone – hormone yang tidak
mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid
atau hanya sedikit.
 Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat
badan
 Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
 Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
 Endometrium tidak bereaksi
3. Penyakit lain : penyakit metabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar
dan ginjal.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS

7
1. Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
 Tidak terjadi haid
 Produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.
 Nyeri kepala
 Badan lemah
2. Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya :
 Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan
ditemukan tanda – tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan
rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh.
 Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan
pembesaran perut.
 Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya
adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab.
 Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit, dan
lengan serta tungkai yang lurus.
3. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore :
 Sakit kepala
 Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak
sedang menyusui )
 Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
 Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
 Vagina yang kering
 Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria ),
perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.

2.1.6 PATOFISIOLOGI
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa
tumor yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat
menjadi terganggu. Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini
disebabkan oleh gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan
terjadinya pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat
pelepasan gonadrotropin. Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer
maupun sekuder.

8
Amenorrhea primer mengalami kelainan perkembangan ovarium (gonadal
disgenesis). Kegagalan ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan
peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel
dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan amenorrhea
dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan
bahan untuk pembentukan hormone steroid seksual (estrogen dan progesteron) tidak
tercukupi.
Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk
mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesteron
yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih banyak dihasilkan
endorphin yang merupakan derifat morfin. Endorphin menyebabkan penurunan GnRH
sehingga estrogen dan progesterone menurun. Pada keadaan tress berlebih
cortikotropin realizinghormone dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang
dapat menekan pembentukan GnRH.

9
2.1.7 WOC

10
2.1.8 KOMPLIKASI

11
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi lainnya adalah
tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu kompartemen IV dan
terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea.Komplikasi lainnya muncul gejala-
gejala lain akibat hormon seperti osteoporosis.

2.1.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada amenorrhea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual
sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam  reproduksi (indung telur, rahim,
perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan :
 USG
 Histerosalpingografi
 Histeroskopi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka
diperlukan pemeriksan kadar hormon FSH dan LH.
 Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder, maka
dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar
hormon prolaktin dalam tubuh.
 Selain itu, kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila
kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progesterone
Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap
lapisan endometrium alam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

2.1.10 TERAPI PENANGANAN AMENORRHEA


Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorrhea yang
dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah
terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih
juga dapat membantu. Terapi amenorrhea diklasifikasikan berdasarkan penyebab
saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan
saraf pusat.
1. Saluran Reproduksi
a. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim
estrogen.

12
b. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki
lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi
dengan insisi atau eksisi (operasi kecil).
c. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser,- Sindrom ini terjadi pada wanita
yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina
atau memiliki keduanya namunkecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI
atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang
dilakukan berupa terapi non-bedah dengan membuat vagina baru
menggunakan skin graft.
d. Sindrom feminisasi testis,- Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY
kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan
dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa
organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi
dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan
seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
e. Parut pada rahim,- Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan
intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat
terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan
mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan
histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto rontgen dengan
kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan
parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk
optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim.
2. Gangguan Indung Telur
a. Disgenesis Gonadal,- Adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur
yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi
penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual.
b. Kegagalan Ovari Prematur,- Kelainan ini merupakan kegagalan dari fungsi
indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel
telur akibat infeksi atau proses autoimun.
c. Tumor Ovarium,- Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur
normal.

13
3. Gangguan Susunan Saraf Pusat
a. Gangguan Hipofisis,- Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat
mengakibatkan amenorrhea. Hiperprolaktinemia (Hormone prolaktin berlebih)
akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan
pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis
dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan
adalah tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian
hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor.
b. Gangguan Hipotalamus,- Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan
sindrom cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan
hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya.
c. Hipogonadotropik,- Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan
fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan
fungsional membutuhkan bantuan psikeater.

2.2 DISMENORE
2.2.1 DEFINISI
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot
uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar
Michaelis . Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat  bersifat kolik atau
terus menerus.
Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah
dismenorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita
mengobati sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari
untuk beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih
belum jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan
bahwa pada keadaan dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan
ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga
dismenore. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada
beberapa wanita, hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih,
dimana beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas

14
sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab
yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang
menyebabkannya.  Wanita yang tidak berovulasi cenderung untuk tidak menderita
kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka yang baru saja mulai menstruasi
atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi sering merubah gejala-gejala
menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik. 
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian
hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan
pekerjaannya untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis
dismenorea, yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pembagian
dismenorea menurut Sunaryo (1989) adalah sebagai berikut : pertama dismenorea
primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan atau
didapati adanya kelainan ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder
atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah
pelvis, misalnya endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau
adanya IUD.
Menurut Huffman (1968) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja
hampir semuanya disebabkan dismenorea primer.  Dismenorea primer disebabkan
karena gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis,
sedangkan dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang
terjadi pada masa remaja.

2.2.2 KLASIFIKASI
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :
1. Desminore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6
sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia
25thn atau setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik
dapat mempengaruhi gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan
tidak terjadi saat ovulasi disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi
berikutnya, prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi. Pelepasan PGF2α yang
berlebihan meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus dan menyebabkan
vesospasme arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia dan kram abdomen
bawah yang bersifak siklik. Respon sistemik terhadap PGF2α meliputi nyeri
punggung , kelemahan, mengeluarkan keringat, gejala saluran cerna (anoreksia,

15
mual, muntah, diare) dan gejala system saraf pusat  (pusing, sinkop, nyeri kepala,
dan konsentrasi buruk) (Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin
yang berlebihan belum diketahui.
2. Desminore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti
endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau
uterus dan polip uterus. IUD juga dapat menyebabkan desminore sekunder.
Desminore sekunder dapat disalah artikan sebagai desminore primer aatau dapat
rancu dengan komplikasi kehamilan dini. Pada kasus pemeriksaan pelvis
abnormal dibutuhkan evaluasi selanjutnya untuk menentukan diagnosis.
Desminore dapat timbul pada perempuan dengan menometroragia yang
meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus dilakukan untuk mencari kelainan dalam
kavum uteri atau pelvis yang dapat menimbulkan kedua gejala tersebut.
Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal (TSV), dan
laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi. Pengobatak ditujukan
untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.

2.2.3 Etiologi
1. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di
perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha. 
Penyebab Dismenore Primer :
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak
dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas
uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis,
mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat
berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi

16
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya
dismenorea.
e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada
asosiasi         antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
2. Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut :
a. Endometriosis
b. Polip atau fibroid uterus
c. Penyakit radang panggul
d. Perdarahan uterus disfungsional
e. Prolaps uterus
f. Maladaptasi pemakaian AKDR
g. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus terauputik,
atau ,melahirkan.
h. Kanker ovarium atau uterus.

2.2.4 Patofisiologi
1. Dismenorea primer
Dismenore primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan
pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur
(regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel
endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan
prostaglandin, yang menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium
dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan
pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe
dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama
menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru
menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin
F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent myometrial
stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori (Willman,
1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea
mendukung pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin
(prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan
kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan

17
aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di
cairan endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan
berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama
menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di
endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal
menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang
berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk
mempertinggi sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992).
Jumlah leukotriene yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di
endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon terhadap
pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini,
1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin,
terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah
uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979).
Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan
pelepasan prostaglandin.
2.  Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja
setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau
30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles).
Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun,
secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant
pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis,
leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic
inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD
(intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor
yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis
berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal

18
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome

19
2.2.5 WOC

20
2.2.6 GAMBARAN KLINIS
Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
1. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
2. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
3. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
4. Merokok (smoking)
5. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)

a. Dismenore Primer
1) Deskripsi perjalanan penyakit :
a) Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah,
bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian
dalam.
b) Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun
nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda
pada hari kedua.
c) Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :
 Muntah
 Diare
 Sakit kepala
 Sinkop
 Nyeri kaki
2) Karakteristik dan faktor yang  berkaitan :
a) Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b) Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27
tahun, lalu mulai mereda.
c) Umumnya terjadi pada wanita nulipara  , kasus ini kerap menuntun
signifikasi setelah kelahiran anak.
d) Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e) Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f) Jarang terjadi pada atlet.

21
g) Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak
teratur.
h) Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i) Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
b. Dismenore sekunder
1) Indikasi
a) Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
b) Nyeri berdifat unilateral.
2) Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
a) PRP
 Awitan akut
 Dispraurenia
 Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak
 Massa adneksia yang dapat teraba
b) Endometriosis
 Dispsreunia siklik
 Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak
terjadi sebelum menstruasi dan tidak berakhior dalam beberapa jam,
seperti pada kasus dismenore primer).
 Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik pada sisi
lesi.
 Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan.
c) Fibriliomioma dan polip uterus
 Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari
pada dismenore primer.
 Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.
 Nyeri kram
 Fibroleimioma yang dapat teraba
 Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.
d) Prolaps uterus
 Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu reproduktif
dari pada dismenore primer.
 Lebih umum terjadi pada pasian multipara.

22
 Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan menetap
sepanjang menstruasi.
 Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan
posisi terlentang, atau lutut-dada.
 Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.
Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :
 Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai area
lumbrosacral.
 Sering disertai nausea, muntah
 Diare
 Kelelahan
 Nyeri kepala
 Emosi labil

Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :


1. Dismenore Primer
 usia lebih muda
 timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
 sering pada nulipara
 nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
 nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat bersamaan hari
pertama dan kemudian dengan keluarnya darah haid
 sering memberikan respons - sering memerlukan tindakan terhadap
pengobatan medika dakan operatif mentosa
 sering disertai mual, muntah, - tidak diare, kelelahan dan nyeri kepala
2. Dismenore Sekunder
 usia lebih tua
 tidak tentu
 tidak berhubungan dengan paritas
 nyeri terus-menerus
 nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan keluarnya
darah haid.

23
2.2.7. PERBEDAAN ANTARA DISMENORE PRIMER DAN SEKUNDER
MENURUT RIWAYAT DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Riwayat
a. Riwayat menstruasi
 Awitan menarke
 Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
 Frekuensi dan keteraturan siklus
 Lama dan jumlah aliran menstruasi
 Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
b. Deskripsi nyeri
 Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
 Rasa kram spasmodic atau menetap
 Lokasi menyeluruh atau spesifik
 Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
 Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
 Memburuk saat palpasi atau bergerak
c. Gejala yang berkaitan
 Gejala ekstragenetalia
 Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus
menstruasi.
d. Riwayat obstetri-paritas
e. Pemasangan AKDR
f. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
 Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
 Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan
pemeriksaan sediaan basah.
 Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu,
berdasarkan riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual

24
 Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
 Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
 Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
 Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

2.2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
menunjang penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala
yang timbul. Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam
mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang
relatif rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi
11. Endomentrium

2.2.9 PENATALAKSANAAN
a. Dismenore primer
1. Latihan
a) Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
b) Latihan menggoyangkan panggul
c) Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang atau
miring.
2. Panas

25
a) Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau
abdomen bagian bawah
b) Mandi air hangat atau sauna
3. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan  :
hubungan seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan kongesti panggul.
4. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
5. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
6. Istirahat
7. Obat-obatan
 Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
 Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
 Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap 4-12
jam, tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam 24jam.
 Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap 6
jam.
8. Terapi Komplementer
 Biofeedback
 Akupuntur
 Meditasi
 Black cohos
b. Dismenore sekunder
1. PRP
a) PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau
peritonitis panggul.
b) Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria
Gonnorrhoea dan C. thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob,
kelompok B streptokokus, dan mikoplasmata genital. Lakukan kultur
dengan benar.
c) Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di
tegakkan untuk mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas).
Rekomendasi dari center for disease control and prevention (CDC)
adalah sebagai berikut :

26
 Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14 hahri, di
tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.
 Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g
probenesid peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2 kali/
hari selama 14 hari.
 Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter spesialis
mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan
antibiotic pe IV.
d) Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi
masih belum di ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.
2. Endometriosis
a) Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
b) Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain
sesuai anjuran dokter.
3. Fibroid dan polip uterus
a) Polip serviks harus di angkat
b) Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di rujuk
ke dokter.
4. Prolaps uterus
a) Terapi definitive termasuk histerektomi
b) Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat di
ringankan dengan beberapa cara berikut :
 Latihan kegel
 Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat kandung
kemih.

2.2.10 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Proses Keperawatan
1. Identitas
Identitas nama pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, alamat
2. Keluhan Utama : Keluhan umum yang sering muncul pada pasien dismenore,
pasien mengeluh nyeri dibagian abdomen dan daerah sekitar abdomen

27
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Biasanya pasien mengeluhkan merasakan nyeri
pada abdomen ketika haid dan sampai menjalar pada pinggang bawah,
mengalami sakit kepala/pusing kepala, badan lemas/rasa letih, mual, muntah,
sakit daerah bawah pinggang
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Tanyakan atau perlu dikaji apakah pasien mempunyai
riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan dismenore, dan kaji riwayat
nyeri yang serupa timbul pada saat setiap siklus haid. Disminore primer biasanya
mulai saat setelah menarche. Riwayat gejala neurologis seperti kelelahan yang
berlebihan ketika siklus haid
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan atau perlu dikaji apakah ada keluarga yang
memiliki gejala penyakit gangguan mestruasi sama seperti pasien, atau adakah
penyakit keturunan dari keluarga
6. Riwayat Menstruasi
Menarche : Umur 12 tahun Siklus : Teratur 28 hari
Banyaknya : Normal Lamanya : 7 hari
Keluhan : Disminore
7. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi : Status nutrisi pasien
b. Tidur / Istirahat : Kecukupan pola istirahat pasien
c. Aktivitas : Aktivitas atau latihan pasien
d. Konsep Diri : Keadaan psikososial pasien terhadap disminore yang dialaminya,
seperti pengetahuan klien mengenai penyakitnya
8. Pemeriksaan Fisik Dilakukan secara Head to Toe
a. Kepala : Bentuk normal, tidak ada pembengkakan dan tidak ada
keluhan
b. Mata : Kulit kelopak mata normal, gerakan mata deviasi normal dan
mistagmus, konjungtiva normal, sklera normal, reflek cahaya normal
c. Hidung : Tidak ada reaksi alergi, tidak ada nyeri tekan sinus
d. Mulut dan Tenggorokan : Gigi geligi normal, tidak ada kesulitan
menelan
e. Dada dan Aksila
Mammae : Membesar ( ) ya (√) tidak
Areolla mammae : Normal
Papila mammae : Normal

28
f. Pernapasan : Jalan nafas normal, Suara nafas normal, tidak
menggunakan otot-otot bantu pernafasan
g. Sirkulasi Jantung
Kecepatan denyut apikal : Takikardi
Irama : Normal teratur
Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
h. Abdomen
Mengecil :-
Linea dan Striae : - Luka bekas
Operasi : -
Kontraksi :-
Lainnya : Nyeri pada abdomen bawah
i. Genitourinari :
Perineum : Normal
Vesika Urinaria : Oliguri
j. Ekstermitas (Integumen/Muskuloskletal) : Turgor kulit normal, warna kulit
normal, kontraktur pada persendian ekstremitas tidak ada, kesulitan dalam
pergerakan tidak ada kesulitan
k. Pemeriksaan Abdomen : Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan peritoneum
atau suatu keadaan patologik yang terlokalisir. Bising usus normal
l. Pemerkisaan Pelvis : Pada kasus disminore primer, pemeriksaan pelvis adalah
normal
3.1.2 Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
keperawatan
1 DS : Menstruasi
1. Klien mengeluh pucat
Nyeri haid
DO : Ansietas
1. Klien terlihat nampak Kurang pengetahuan

gelisah
Ansietas

2 DS : Menstruasi Nyeri Akut

29
1. Klien mengeluh nyeri pada
abdomen bawah hingga Korpus luteum regresi
menjalar ke bawah
pinggang dan punggung Penurunan kadar progestron

DO : Labilisasi membram lisosom

1. Klien mengeluarkan (mudah pecah)

keringat banyak, dan sikap


Enzim fosfolipase A2 meningkat
tubuh menekuk memegang
bagian tubuh yang sakit
Hidrolisis senyawa fosfolipid
2. Wajah tampak menahan
nyeri
Terbentuk asam arakhidonat
3. TD menjadi rendah 90/60

30
mmHg
Prostaglandin meningkat
P – Penyebab timbulnya nyeri:
disminore karena adanya Myometrium terangsang

kontraksi distritmik lapisan


miometrium Meningkatkan kontraksi dan

Q – Nyeri dirasakan meningkat distrimi uterus

saat aktivitas, nyeri seperti


ditusuk-tusuk Menurunkan aliran darah ke
R – Nyeri terjadi pada daerah uterus
sekitar abdomen bawah hingga
menjalar ke daerah bawah Iskemia
pinggang dan punggung
S – Skala nyeri 4 – 6. Nyeri Nyeri

sampai menangis, merintih dan


menekan-nekan bagian yang
nyeri
T – Nyeri timbul sebelumnya atau
bersama-sama ketika haid,
nyeri sering dan terusmenerus

3 DS : Menstruasi
1. Klien mengeluh pusing,
lemas Anemia
2. Klien mengatakan tidak
mampu melakukan Nyeri haid Intoleransi Aktivitas
aktivitas
Kelemahan

DO :
Intolerensi Aktivitas
1. Klien terlihat lemas, pucat

31
B. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas (00146) berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri
abdomen ketika haid
2) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai
dengan iskemia dengan meningkatnya kontraksi uterus
3) Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri abdomen
ketika haid
C. Intervensi Keperawatan
1) Ansietas (00146) berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri
abdomen ketika haid
Domain 9 : Koping / Toleransi Stres
Class 2 : Respons Koping

NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Pengurangan Kecemasan (5820)


keperawatan selama 1x24 jam, klien 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
dapat menunjukkan tingkat kecemasan meyakinkan
dengan kriteria hasil : 2. Berada disisi klien untuk meningkatkan
rasa aman dan mengurangi ketakutan
Tingkat Kecemasan (1211) 3. Lakukan usapan pada punggung dengan
1. (121105) Klien dapat cara yang tepat
menunjukkan perasaan gelisah 4. Dukung penggunaan mekanisme koping
(4) yang sesuai
2. (121106) Klien dengan tidak 5. Identifikasi pada saat terjadi perubahan
merasakan otot tegang (4) tingkat kecemasan
3. (121112) Klien dapat mengatasi 6. Instruksikan klien untuk menggunakan
dalam kesulitan berkonsentrasi teknik relaksasi
(4)
4. (121117) Klien dapat
menunjukkan rasa cemas yang
disampaikan secara lisan (4)

2) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai
dengan iskemia dengan meningkatnya kontraksi uterus

32
Domain 12 : Kenyamanan
Class 1 : Kenyamanan Fisik

NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (1400)


keperawatan selama 1x24 jam, rasa nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
klien dapat berkurang dan teratasi yang meliputi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil : onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri
Tingkat Nyeri (2102) 2. Gunakan strategi komunikasi terpeutik
1. (210201) Klien dapat melaporkan untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
dari tingkat nyeri (4) sampaikan penerimaan pasien terhadap
2. (210206) Klien dapat nyeri
mengekspresikan nyeri wajah (4) 3. Gali bersama pasien faktor-faktor yang
3. (210209) Ketegangan otot (4) dapat menurunkan atau memperberat
4. (210210) Klien dengan frekuensi nyeri
nafas (RR) normal (4) 4. Berikan informasi mengenai nyeri,
5. (210211) Klien dengan detak seperti penyebab nyeri disminore,
jantung (HR) normal (4) berapa lama nyeri akan dirasakan
6. (210220) Klien dengan Nadi 5. Kendalikan faktor lingkungan yang
normal (4) dapat mempengaruhi respons pasien
7. (210212) Klien dengan TD terhadap ketidaknyamanan
normal (4) 6. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
a. Berikan diuresis natural (vitamin),
tidur dan istirahat
b. Lakukan latihan ringan
c. Lakukan teknik relaksasi
d. Hangatkan bagian perut
7. Dukung istirahat atau tidur yang
adekuat untuk membantu penurunan

nyeri
8. Beri tahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau jika keluhan pasien saat ini

33
berubah signifikan dari pengalaman nyeri
sebelumnya

3) Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri abdomen


ketika haid
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Class 4 : Respons kardiovaskular / Pulmonal

NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Terapi Aktivitas (4310)


keperawatan selama 1x24 jam, klien 1. Bantu klien untuk mengeksplorasi
dapat beraktivitas seperti semula dengan tujuan personal dari aktivitas-aktivitas
kriteria hasil : yang bisa dilakukan
2. Ciptakan lingkungan yang aman untuk
Daya Tahan (0001) periode istirahat tanpa gangguan,
1. (000101) Klien dapat melakukan dorong istirahat sebelum makan
aktivitas rutin (4) 3. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
2. (000102) Klien dapat melakukan 4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
aktivitas fisik (4) 5. Bantu klien untuk meningkatkan
3. (000104) Klien dapat motivasi diri dan penguatan
berkonsentrasi (4)
4. (000106) Klien dapat menjaga
daya tahan otot (4)
5. (000112) Oksigen darah ketika
beraktivitas (4)
6. (000118) Klien tidak terasa
kelelahan (4)

2.3 ENDOMETRIOSIS
2.3.1 DEFINISI

34
Endometriosis adalah kasus jaringan endometrium (lapisan dinding Rahim)
yang tumbuh di luar rahim (implant endometrium). Kata endometrium sendiri berasal
dari Bahasa Latin (Yunani) endo (di dalam) dan metra ( Rahim).
Endometriosis paling sering ditemukan di ovarium. Endometriosis juga dapat
terjadi di luar uterus, pada ligamen sakro-uterinum dan ligamen latum, serta
peritoneum. Area lain yang lebih jarang terjadi endometriosis antara lain adalah
dinding usus, kandung kemih, serviks, vagina, vulva, dan umbilicus serta jaringan
parut. Endometriosis terkadang terjadi di paru. (Andrews, 2009).
Endometriosis merupakan jaringan mirip selaput lendir yang menutupi
permukaan rongga rahim (endometrium) yang berada di luar rongga rahim pada
tempat yang tidak semestinya (Center for Young Women’s Health, 2006 dalam
Oepomo, 2007).
Endometriosis adalah kondisi abnormal dimana jaringan endometrium
ditemukan pada lokasi internal selain uterus. Lokasi relokasi jaringan yang paling
umum adalah rongga pelvis, terutama ovarium dan bagian peritoneum pelvis yang
menggantung. Jaringan jarang ditemukan di luar pelvis, seperti pada parut bedah dan
paru-paru. Dalam siklus haid, endometrium menebal dengan tumbuhnya pembuluh
darah dan jaringan untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan
dilepaskan oleh indung telur. Rahim (uterus) dan indung telur (ovarium)
terhubungkan dengan saluran telur, yang juga disebut sebagai tuba falopii (fallopian
tube). Apabila telur yang sudah matang itu tidak dibuahi oleh sperma, maka lapisan
dinding rahim tadi akan mengelupas pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding
rahim itulah yang disebut peristiwa haid. Keseluruhan proses itu diatur hormon
reproduksi, dan biasanya memerlukan waktu antara 28 sampai 30 hari, dan kembali
lagi ke awal proses.

2.3.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO ENDOMETRIOSIS


Penyebab endometriosis tidak diketahui, walaupun telah dikemukakan
beberapa teori. Mestruasi retrogad, teori yang paling diterima menyatakan bahwa
sekresi menstruasi mengalir balik melalui tuba fallopi dan mengendapkan partikel
jaringan endometrium hidup di luar rongga uterus yang menyebabkan fragmen-
fragmen kecil endometrium normal tertanam di rongga peritoneum bawah.
Wanita dengan periode menstruasi lebih lama (lebih dari 8 hari) dan siklus
menstruasi yang lebih pendek (kurang dari 27 hari) beresiko tinggi mengalami

35
endometriosis. Kondisi ini tergantung estrogen, terjadi pada wanita berusia 15 sampai
44 tahun, dan jarang terjadi pada wanita sebelum masa puber atau setelah menopause.
Sering melakukan olahraga aerobik terbukti memberi perlindungan terhadap
endometriosis karena dapat menurunkan tingkat produksi estrogen. (Barbieri, 1990
dalam Reeder, 2011).
Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang menunda kehamilan
sampai usia tiga puluhan, walaupun keadaan ini dapat pula timbul pada usia remaja.
Terdapat peningkatan prevalensi sebanyak 7% pada saudara kandung dan anak dari
ibu yang mendapat gangguan ini.

2.3.3 PATOFISIOLOGI ENDOMETRIOSIS


Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau
saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena
penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam
tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat
mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa
gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium
biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar
estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan
menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang
menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan
peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometrium yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen
endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba
falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu,
ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel
endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan
menuju ke bagian tubuh lainnya.

36
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka
pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga
mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan
progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi
nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvis.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan
darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan
pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah
permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan
hubungan seks. Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii.
Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi
di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa
ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya
infertil pada endometriosis.

2.3.4 KLASIFIKASI ENDOMETRIOSIS


Menurut letaknya endometriosis dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu
1. Endometriosis genetalia interna, yaitu endometriosis yang letaknya di dalam uterus
2. Endometriosis eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di dinding belakang
uterus, di bagian luar tuba dan di ovarium
3. Endometriosis genetalia eksterne, yaitu endometriosis yang letaknya di pelvio
peritoneum dan di kavum douglas, rekto sigmoid, kandung kencing

2.3.5 TINGKATAN ENDOMETRIOSIS


Secara garis besar endometriosis ini dibagi menjadi empat tingkatan berdasarkan
beratnya penyakit(American Fertility Society):
1. Stage 1 (minimal) : lesi bersifat superficial, ada perlengketan di permukaan saja
2. Stage 2 (ringan) : adanya pelengketan
sampai di daerah cul-de-sac
3. Stage 3 (sedang) : sama seperti stage 2, namun disertai endometrioma yang kecil
pada ovarium da nada perlengketan juga yang lebih banyak

37
4. Stage 4 (berat) : sama seperti stage 3, namun disertai endometrioma yang besar
dan perlengketan yang sangat luas
Pada endometriosis berat, ovarium, tuba fallopi, uterus, dan usus menyatu dan
dapat terfiksasi adhesi yang padat. Satu ovarium dapat berubah posisi di belakang
uterus atau kavum Douglas. Kondisi ini menimbulkan dyspareunia dalam dengan
nyeri menetap selama beberapa jam. Pasangan wanita yang menderita endometriosis
ikut terganggu akibat kenyataan bahwa mereka yang memicu nyeri tersebut sehingga
kondisi ini seringkali berpengaruh buruk pada kondisi mereka, terutama dalam segi
seksual. Pelepasan ovum dan perjalanan ovum selanjutnya melalui tuba pada situasi
tersebut dapat sangat sulit sehingga wanita dapat mengalami masalah konsepsi.

2.3.6 MANIFESTASI KLINIS ENDOMETRIOSIS


Manifestasi klinis endometriosis berkaitan lebih kepada lokasi dibandingkan
terhadap beratnya penyakit. Gejala endometriosis meliputi :
1. Nyeri, adalah manifestasi yang paling khas. Nyeri secara khas dimulai sebelum
periode menstruasi mencapai puncaknya tepat sebelum onset atau selama 1 atau 2
hari pertama menstruasi. Nyeri dapat berlangsung selama durasi menstruasi dan
kadang-kadang hingga beberapa hari setelahnya. Nyeri dapat berlokasi di berbagai
tempat, menyebabkan diagnosis lebih sulit dikonfirmasi.
2. Disparaunia, adalah menstruasi tidak teratur
3. Menoragi. Pasien yang menderita endometriosis sering mengalami menstruasi yang
diawali dengan perdarahan bercak berwarna gelap selama dua atau tiga hari. Selain
itu menstruasi pasien tersebut sangat banyak
4. Infertilitas, sekitar sepertiga pasien endometriosis mengalami infertilitas.
5. Infertilitas mungkin merupakan satu-satunya gejala yang muncul.

2.3.7 PENATALAKSANAAN ENDOMETRIOSIS


1. Pengobatan medis
Endometriosis jarang terjadi setelah menopause sehingga hanya terjadi pada
wanita yang menjalani terapi sulih hormone. Kehamilan memiliki efek yang
terbatas, bahkan sering kali berefek kuratif pada penyakit ini, tetapi infertilitas
merupakan salah satu gejala penyakit ini, andaipun wanita menginginkan seorang
bayi. Dengan demikian, pengobatan medis dilakukan dengan menekan fungsi
ovarium.

38
a. Danol (Danazol). Danol dapat digunakan hingga 9 bulan dan jika efek samping
dapat ditoleransi, obat ini meringankan endometriosis. Endometriosis dapat
kambuh jika siklus menstruasi normal kembali terjadi meski beberapa wanita
mengalami perbaikan gejala
b. Pil kontrasepsi kombinasi. Pil kontrasepsi ini dapat bekerja efektif untuk
pengobatan kasus ringan, terutama jika kontrasepsi juga diperlukan. Perdarahan
lepas obat dan perdarahan bercak dapat terjadi, tetapi tidak terlalu bermasalah
jika dibandingkan dengan endometriosis yang terjadi
c. Progesterone, noretisteron, didrogesteron, atau medroksiprogesteron asetat
yang diberikan dalam dosis tinggi memiliki efek hormonal yang sama seperti
kehamilan. Efek samping progesterone hampir sama dengan gejala sindrom
pramenstruasi, serta dapat terjadi perdarahan lepas obat yang mengganggu.
d. Analog GnRH. Obat ini efektif dalam menekan endometriosis, tetapi hanya
dapat diberikan dalam jangka pendek karena beresiko menimbulkan
osteoporosis
e. Terapi pelengkap dan terapi alternatif. Banyak wanita melaporkan perbaikan
gejala dengan mengonsumsi vitamin, unsur renik mineral, atau ramuan herbal.
Terapi pelengkap dan terapi alternatif merupakan area yang belum “dilirik”
untuk diteliti, tetapi manfaat terapi ini dalam pengobatan sindrom
pramenstruasi mendorong penderita endometriosis untuk mencobanya.
Perubahan alam perasaan, vagina kering yang nyeri, dan nyeri menyerupai
kram, dilaporkan berkurang dengan penggunaan minyak evening primrose.
Vitamin B (terutama B6) serta unsur renik, seperti zink dan magnesium juga
terbukti efektif. Tanpa dukungan penelitian ilmiah ternama, peran efek placebo
dalam pengobatan ini tidak diketahui.
2. Pengobatan melalui pembedahan
Teknik yang menggunakan pengobatan ablative local, dengan diaterni atau
laparoskop laser, dikembangkan di beberapa klinik ginekologis dengan laporan
keberhasilan bervariasi. Ooforektomi atau sistektomi ovarium dapat
direkomendasikan. Waktu pemulihan yang diperlukan setelah dilakukan teknik
pembedahan mikro lebih singkat, tetapi peralatan yang diperlukan sangat mahal
dan ketersediaannya terbatas. Akibatnya banyak wanita harus menjalani
pembedahan mayor. Masalah kekambuhan masih tetap ada walaupun terapi
supresif sebelum pembedahan dapat membantu mengurangi masalah tersebut.

39
Histeroktomi dan salpingo-ooforektomi bilateral dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan terakhir bagi wanita yang mengeluh nyei dan konsekuensi nyeri
tersebut selama beberapa tahun. Keputusan untuk menjalani pembedahan mungkin
membuat pasien lebih tenang, tetapi akan lebih bijaksana jika sebelumnya petugas
kesehatan membantu pasien mengkaji perasaannya terhadap fertilitasnya.
3. Laparoscopy
Laparoscopy adalah prosedur operasi yang paling umum untuk diagnosis dari
endometriosis. Laparoscopy adalah prosedur operasi minor (kecil) yang dilakukan
dibawah pembiusan total, atau pada beberapa kasus-kasus dibawah pembiusan
lokal. Ia biasanya dilakukan sebagai suatu prosedur pasien rawat jalan.
Laparoscopy dilakukan dengan pertama memompa perut dengan karbondioksida
melalui sayatan kecil pada pusar. Sebuah alat penglihat (laparoscope) yang
panjang dan tips kemudian dimasukan kedalam rongga perut yang sudah dipompa
untuk memeriksa perut dan pelvis. Endometrial implants kemudian dapat dilihat
secara langsung. Selama laparoscopy, biopsi-biopsi (pengeluaran dari
contohcontoh jaringan kecil untuk pemeriksaan dibawah mikroskop) dapat juga
dilakukan untuk diagnosis. Adakalanya biopsi-biopsi yang diperoleh selama
laparoscopy menunjukan endometriosis meskipun tidak ada endometrial implants
yang terlihat selama laparoscopy.
4. Ovarektomi (pengangkatan ovarium)
Tindakan ini hanya dilakukan jika nyeri perut atau panggul tidak dapat
dihilangkan dengan obat-obatan dan penderita tidak ada rencana untuk hamil lagi.
Setelah pembedahan, diberikan terapi sulih estrogen. Terapi bisa dimulai segera
setelah pembedahan atau jika jaringan endometrium yang tersisa masih banyak,
maka terapi baru dilakukan 4-6 bulan setelah pembedahan.

2.3.8 PROGNOSIS ENDOMETRIOSIS


Endometriosis pada umumnya terjadi pada usia reproduksi, walaupun
demikian telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pasca menopause.
Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita subur yang berusia 25-44
tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa juga terjadi pada usia remaja. Endometriosis
yang berat bisa menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari
ovarium ke rahim.

40
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan
pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan). Faktor lain yang meningkatkan
resiko terjadinya endometriosis adalah memiliki rahim yang abnormal, melahirkan
pertama kali pada usia diatas 30 tahun.

41
2.3.9 WOC

42
2.3.10 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1) Data Demografi
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga negara,
bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan
hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daerah
pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah
medis dan sampah perkotaan
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Dysmenore primer ataupun sekunder
b. Nyeri saat latihan fisik
c. Dispareun
d. Nyeri ovulasi
e. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada
bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
f. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
g. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
h. Hipermenorea
i. Menoragia
j. Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
k. Konstipasi, diare, kolik
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita
endometriosis.
5) Riwayat Obstetri dan Menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi
yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau akhir menstruasi.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Pada pemeriksaan fisik umum
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada
daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab
nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut

43
pembedahan dapat berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat
menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom.
2) Pada pemeriksaan fisik ginekologik
Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak ada kelainan. Lesi
endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada
pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada keterkaitan antara
stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum,
tanda positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.16 Hasil
pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis,
pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis
dapat dipakai pada endometrioma ovarium. Status Ginekologis
a. Abdomen:
Inspeksi: perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-)
Palpasi: teraba massa di regio suprapubis sebesar telur ayam, dengan
konsistensi kistik, permukaan licin, batas tegas, terfiksir, nyeri tekan
(-), nyeri lepas (-)
Perkusi: pekak daerah massa, shifting dullness (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
b. Genitalia:
Inspeksi: vulva dan uretra tenang
Inspekulo: vulva dan vagina tenang, portio kenyal, permukaan licin, OUE
tertutup, fluksus (-), erosi (-), laserasi (-), polip (-), massa (-), fluor albus (-)
c. Pemeriksaan dalam/ bimanual:
- Vagina tenang
- Portio kenyal, permukaan licin, OUE tertutup
- Korpus uteri tidak teraba
- Teraba massa kistik di parametrium sinistra
- Kavum Douglass: menonjol
3) Review of system
a. Breath : Tachikardi
b. Blood : Anemia
c. Brain : -
d. Bladder : Oliguri
e. Bowel : Konstipasi

44
f. Bone : Nyeri
g. Reproduction system : Nyeri saat menstruasi dan koitus.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas (00146) berhubungan dengan ancaman status infertile.
2. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan dengan agen cedera biologi, ditandai
dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
3. Risk for bleeding (00206) berhubungan dengan iritasi peritonium
D. Analisa Data

Data Pathway Masalah Keperawatan


Data Subjectif : Endometriosis Ansietas
 Klien mengatakan
takut karena ada
perdarahan dan rasa Adhesi di tuba fallopii
nyeri yang hilang
timbul dan tidak
seperti
sebelumsebelumnya. Gerakan spontan
ujungujung fimbriae
Data Objektif :
Klien terlihat gelisah
Gerakan ovum ke uterus
Klien tampak pucat
lambat

Ovum tertahan di
saluran ekstra uterine

Infertil

Ansietas

45
Data Subjektif : Endometriosis Nyeri Akut

Adanya keluhan nyeri

saat menstruasi.
Peningkatan respon thd
FH
Data Objektif : dan LSH

Terlihat klien sedang


memegangi perut
Kontraksi otot-otot
bagian kiri bawahnya
rahim
sambil menunjukan
ekspresi kesakitan

Nyeri saat menstruasi


P : Menstruasi Q : (dysminorea)
Nyeri seperti tertusuk
dan terbakar R : Perut
bagian bawah hingga Nyeri akut
ke punggung
S :6

T : Sebelum-saat-sesudah
menstruasi
(fluktuatif)
Data Subjektif : Endometriosis Risk for bleeding

Klien mengatakan

gejala anemia (lelah,


lemah, letih, lesu, Iritasi peritoneum
lunglai).

Data Objektif :
Perdarahan di pelvic
Hb : <11

Klien tampak pucat

Klien terlihat lemas


Risk for bleeding

46
E. Intervensi Keperawatan
1) Ansietas (00146) berhubungan dengan ancaman status infertile.
Domain 9 : Koping / Toleransi Stres
Class 2 : Respons Koping

NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan asuhan Pengurangan Kecemasan (5820)


keperawatan selama 1x24 jam, klien
7. Gunakan pendekatan yang tenang dan
dapat menunjukkan tingkat kecemasan
meyakinkan
dengan kriteria hasil :
8. Berada disisi klien untuk meningkatkan
rasa aman dan mengurangi ketakutan
Tingkat Kecemasan (1211)
9. Lakukan usapan pada punggung dengan
5. (121105) Klien dapat cara yang tepat
menunjukkan perasaan gelisah (4) 10. Dukung penggunaan mekanisme koping
6. (121106) Klien dengan tidak yang sesuai
merasakan otot tegang (4) 11. Identifikasi pada saat terjadi perubahan
7. (121112) Klien dapat mengatasi tingkat kecemasan
dalam kesulitan berkonsentrasi 12. Instruksikan klien untuk menggunakan
(4) teknik relaksasi

8. (121117) Klien dapat Manajemen teknologi reproduksi (7886)


menunjukkan rasa cemas yang 1. Berikan pendidikan tentang
disampaikan secara lisan (4) macammacam terapi modalitas
reproduksi

2. Membantu pasien untuk fokus pada


bidang kehidupan yang sukses tidak
terkait dengan status kesuburan
3. Rujuk klien untuk melakukan konseling
terkait dengan proses reproduksi
4. Beritahu keluarga untuk tetap memberi
semangat kepada klien ketika terjadi

47
2) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan dengan agen cedera biologi, ditandai
dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat
menstruasi.
Domain 12 : Comfort
Class 1 : Physical Comfort

NOC NIC
Tujuan: Pemberian analgesik (2210)
Setelah diberikan asuhan 1) Periksa kembali instruksi dokter,
keperawatan 1x24 jam, nyeri klien berikan obar dengan prinsip 5S
akan berkurang dengan kriteria 2) Evalusi respon klien terhadap
hasil: analgesik yang diberikan
Level Nyeri (2102) : 3) Cek riwayat alergi

1) Ekspresi wajah menahan nyeri 4) Monitor TTV sebelum dan sesudah


berkurang (210206) (3-5) pemberian analgesik
2) Lama waktu episode Manajemen Lingkungan :
nyeri Kenyamanan (6482)
(210204) (4) 1) Berikan lingkungan yang bersih dan
3) Tidak mengerang dan menangis aman bagi klien
(210217) (3-5) 2) Jelaskan sumber-sumber
4) Ketegangan otot kenyamanan bagi klien
berkurang
3) Hindari pencahayaan yang
(210209) (3-4)
berlebihan
Kontrol Nyeri (1605) :
4) Posisikan klien senyaman mungkin
1) Mengenali timbulnya nyeri
Manajemen Nyeri (1400)
(160502) (4-5)
1) Berikan informasi tentang nyeri,
2) Laporkan gejala yang tidak penyebab, berapa lama, dan cara
terkontrol kepada perawat/dokter
(160507) (3-4)
3) Menggunakan langkah-langkah mengantisipasinya
pencegahan (160503) (3-4)
2) Dampingi klien dan keluarga untuk
4) Menggunakan analgesik sesuai bisa memberikan semangat ketika
yang dianjurkan (160505) (3-5) nyeri timbul
3) Tanyakan kepada klien, hal-hal apa
saja yang bisa meningkatkan da
memperburuk nyeri

48
4) Ajarkan teknik-teknik distraksi
nyeri, seperti mendengarkan musik.
5) Dorong klien untuk bisa memonitor
nyerinya sendiri dan
mengintervensi sebisanya.

4. Risk for bleeding (00206) berhubungan dengan iritasi peritonium


Domain 11 : Safety/ Protection
Class 2 : Physical Injury

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Penurunan pendarahan (4020)
keperawatan selama 1x24 jam,
a. Mengidentifikasi penyebab
perdarahan klien dapat teratasi dan
pendarahan
jumlah darah klien kembali normal
dengan kriteria hasil : b. Memonitor jumlah dan sifat
Keparahan Kehilangan Darah (0413) kehilangan darah
c. Perhatikan hemoglobin hematokrit
1. Kehilangan darah terlihat (4)
tingkat sebelum dan setelah
2. Perdarahan vagina (4) kehilangan darah
d. Mempertahankan kepatenan akses IV
3. Kecemasan (4)
e. Mengelola produk darah (misalnya,
4. Penurunan hemoglobin (Hb) (4)
trombosit dan plasma beku segar),
5. Penurunan hematokrit (Ht) (4) sesuai
f. Hematest semua ekskresi dan
mengamati darah di emesis, dahak,
tinja, urine, drainase NG, dan

49
drainase luka, yang sesuai

g. Mengevaluasi psikologis pasien


dalam menanggapi perdarahan dan
persepsi peristiwa
h. Mengajar pasien dan keluarga
tindakan pada tanda-tanda
pendarahan dan tepat (i.e.,
memberitahu perawat), harus lebih
lanjut perdarahan terjadi
i. Menginstruksikan pasien pada
pembatasan aktivitas
j. Mengajar pasien dan keluarga pada
keparahan kehilangan darah dan
tindakan yang tepat yang dilakukan
2. Pengajaran: Prosedur / Pengobatan
(5618)

a. Menginformasikan pasien tentang


kapan dan di mana prosedur /
pengobatan akan berlangsung, yang
sesuai
b. Menginformasikan pasien tentang
berapa lama prosedur / perawatan
diperkirakan berlangsung
c. Menginformasikan pasien tentang
siapa yang akan melakukan prosedur
/ pengobatan

d. Memperkuat kepercayaan pasien


dalam staf yang terlibat, yang sesuai
e. Menentukan pengalaman pasien
sebelumnya dan tingkat pengetahuan
yang berkaitan dengan prosedur /
perawatan

f. Menjelaskan tujuan prosedur /


perawatan

50
g. Menggambarkan kegiatan
preprocedure / pengobatan
h. Menjelaskan prosedur / perawatan

i. Mendapatkan saksi / informed consent


pasien untuk prosedur / pengobatan
sesuai dengan kebijakan lembaga, yang
sesuai
j. Anjurkan pasien tentang cara untuk
bekerja sama / berpartisipasi selama
prosedur / perawatan, yang sesuai
k. Anjurkan pasien untuk menggunakan
teknik diarahkan untuk
mengendalikan aspek-aspek tertentu
dari pengalaman (misalnya, relaksasi
dan mengatasi citra), yang sesuai

51
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien merupakan langkah awal penulis dalam memperoleh
data yang dibutuhkan supaya dapat melakukan asuhan keperawatan dengan akurat.
Hasil pengkajian yang muncul pasien pada pasien dengan risiko perdarahan post
partum tidak selalu sama dengan konsep teori BAB II. Pasien Ny. R dengan
diagnosa Risiko perdarahan post partum di ruang bersalin di Klinik Pratama Mutiara
Agma Kota Bengkulu.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada teori dan kasus Ny. R terdapat 2
diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu risiko perdarahan post partum b.d komplikasi
pasca pastum, risiko hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif sesuai dengan tanda
dan gejala yang terdapat pada teori dan kasus Ny. R tersebut.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan yang baik harus disusun secara spesifik terukur dapat dicapai
sehingga memudahkan dalam melaksanakan implementasi kepada pasien.
Perencanaan pada kasus ini telah dibuat sesuai teori yang ada, hanya saja beberapa
Intervensi penulis hilangkan, dan ada beberapa intervensi yang tidak sesuai dengan
keadaan dan kondisi di klinik.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan harus mengacu pada rencana yang dilakukan sesuai
dengan standar asuhan keperawatan secara berkualitas. Implementasi keperawatan
yang dilakukan sudah efektif dan sudah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Hal ini dikarenakan adanya kerja sama yang baik antara perawat, klien
dan keluarga klien.
5. Evaluasi keperawatan
Semua tujuan dari intervensi yang telah dibuat tercapai pada kelima diagnosa
yang telah ditegakkan karena didukung dengan keinginan klien untuk cepat pulih
dan karena pasien kooperatif selama dalam perawatan.

52
3.2. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat memahami tahap dan tindakan manajemen ibu postpartum
untuk mencegah timbulnya risiko perdarahan pada ibu postpartum
2. Bagi Akademik
Senantiasa membekali mahasiswa dengan pengalaman praktik untuk
mengenali dan melakukan manajemen persalinan yang terstandar.

53
DAFTAR PUSTAKA

Ambounda. (2021). Perdarahan postpartum primer pada Pusat Rumah Sakit Universitas
Libreville : Profil epidemiologi wanita. September, 1–12.
Dharmadi, 2017. (2017). Hubungan Kejadian Perdarahan Postpartum di RB Harapan Kita
Buntoro Indra Dharmadi Rumah Bersalin Harapan Kita Bandung. Jurnal Bimtas, 3,
10–19.
Wulandari (2020) Journal Wellnes, 2(February), pp. 309–313. Available at:
https://wellnes.journalpress.id/wellnes.
Leo. (2020). PERDARAHAN POSTPARTUM (PERDARAHAN PASKASALIN).
Jurnal Visi Eksakta, 1(1), 1–10. https://doi.org/10.51622/eksakta.v1i1.51
Lindquist, 2021. (2021). Risiko komplikasi utama terkait persalinan untuk kehamilan yang
berlanjut hingga 42 minggu atau lebih. 1–9.
Lovandia, 2022. (2022). Analisis Faktor Risiko Terjadinya Perdarahan Post
Partum Pada Ibu Bersalin. Jurnal Ilmiah PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition,
Midwivery, Environment, Dentist), 17(1), 131–136.
https://doi.org/10.36911/pannmed.v17i1.1286
Puteri, 2021. (2021). Karakteristik Penyebab Perdarahan Post Partum Primer Pada Ibu
Bersalin. Jurnal Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi, 3(1), 30–36.
https://doi.org/10.52674/jkikt.v3i1.44
Simanjuntak, 2020. (2020). Perdarahan Postpartum (Perdarahan Paskasalin). Jurnal Visi
Eksakta, 1(1), 1–10. https://doi.org/10.51622/eksakta.v1i1.51.
Siti Mardhatillah Musa, 2019Angka Kematian ibu Kemenkes RI, 2018. Jurnal ilmiah
STIKES citradelima.
Sulistyoningtyas, S. and Cahyawati, F. E. (2020) ‘Karakteristik Dan Penanganan
Perdarahan Pada Ibu Postpartum’, Jurnal Keperawatan, 12(1), pp. 141–146.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).
Jakarta: Dewan pengurus pusat.
Wahyuningsih, S. (2019).Buku ajar asuhan keperawatan post partum.
http://books.google.co.id/books?hl=id&id=cBKfDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5
&dq=asuhan+keperawatan+postpartum&ots=vKhhFotwZ-
&sig=ImN6U17mGyGTN0dkUGag6VtBcUQ&redir_esc=y#v=onepage&q=asuh an

54
Wardani, P. K. (2017) ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perdarahan Pasca
Persalinan’, Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1), pp. 51–60. doi:
10.30604/jika.v2i1.32.
Wiyati, Nining, . (2018) Setiadi, 2017. perawatan ibu bersalin. Yogyakarta : Penerbit
Fitramaya.
Yulianti, Devi, dkk (2018). Buku saku Manajemen Komplikasi Kehamilan & Persalinan.
Jakarta: penerbit buku kedokteran

55

Anda mungkin juga menyukai