ERLINA (1821018)
DOSEN PEMBIMBING :
PEKANBARU
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kehadirat-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas Keperawatan Maternitas II yang berjudul “GANGGUAN MENSTRUASI (AMENOREA
HIPOGONADOTROPIK, DESMONIRE DAN ENDOMETRIOSIS)”.
Dalam proses penyusunan makalah ini tentunya penulis mengalami berbagai masalah.
Namun berkat arahan dosen mata kuliah akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
perkuliahan, yaitu Ibu Ns ANITA SYAFIRAH, M. Kep, yang telah membimbing kami dalam
proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
3.1 Kesimpulan.................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................37
BAB I
PENDAHULUA
1.3 RUMUSANMASALAH
Berdasarkan uraian yang ditunjukkan pada latar belakang maka makalah ini disusun
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi amenorea ?.
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi amenorea ?.
3. Apa saja klasifikasi amenorea ?.
4. Apa saja etiologi amenorea ?.
5. Bagaimana saja manifestasi klinis amenorea ?.
6. Bagaimana patofisiologi amenorea ?.
7. Apa saja komplikasi amenorea ?.
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang amenorea ?.
9. Bagaimana terapi penanganan amenorea ?.
10. Apa definisi dismenore ?.
11. Apa saja klasifikasi dismenore ?.
12. Bagaimana etiologi dismenore ?.
13. Bagaimana patofisiologi dismenore ?.
14. Bagaimana gambaran klinis dismenore ?.
15. Apa saja perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan
pemeriksaan fisik ?.
16. Bagaimana pemeriksaan penunjang dismenore ?.
17. Apa saja penatalaksanaan dismenore ?.
18. Apa definisi endometriosis ?.
19. Apa saja gejala endometriosis ?.
20. Dimana saja tempat-tempat ditemukannya endometriosis ?.
21. Bagaimana penanganan endometriosis ?.
BAB II
PEMBAHASA
2.1.1 DEFENISI
Haid (Menstruasi) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus Menstruasi ialah jarak antara
tanggal mulainya Menstruasi yang lalu dan mulainya Menstruasi berikutnya. Hari
mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus Menstruasi yang
normal atau dianggap sebagai siklusMenstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang
sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusMenstruasi tidak terlalu
sama. Dari pengamatan Hartman yang dikutip dari Wiknjosastro (2012), panjang siklus
yang biasa dijumpai ialah 25 – 32 hari.Lama Menstruasi biasanya antara 3 – 5 hari, ada
yang 1 – 2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, ada yang sampai 7 – 8 hari. Pada
setiap wanita biasanya lama Menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata ± 16
cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Jumlah darah
Menstruasi yang lebih dari 80 cc di anggap patologik (Wiknjosastro, 2012).
Amenorrhea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-
turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder.
Kita berbicara tentang amenorrhea primer apabila seorang wanita berumur 18 tahun
keatas tidak pernah mendapat haid, sedang pada amenorrhea sekunder penderita pernah
mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi (Wiknjosastro,2008).
Amenorrhea adalah tidak ada atau berhentinya menstruasi secara abnormal yang
diiringi penurunan berat badan akibat diet penurunan berat badan dan nafsu makan tidak
sehebat pada anoreksianervosa dan tidak disertai problem psikologik (Kumala, 2005).
2.1.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AMENOREA
1. Faktor Internal
a. Organ Reproduksi
Faktor yang mempengaruhi amenorrhea adalah vagina tidak tumbuh dan
berkembang dengan baru, rahim yang tidak tumbuh, indung telur yang tumbuh.
Tidak jarang ditemukan kelainan lebih kompleks pada rahim atau rahim tidak
tumbuh dengan sempurna. Kelainan ini disebut ogenesis genitalis bersifat
permanen artinya wanita tersebut tidak akan mendapatkan haid selama-lamanya.
(Pardede,2002).
b. Hormonal
Alat reproduksi wanita merupakan alat akhir (endogen) yang dipengaruhi oleh
sistem hormonal yang komplek. Rangsangan yang datang dari luar masuk dipusat
panca indra diteruskan melalui Striaeterminalis menuju pusat yang disebut
“Puberitas Inhibitor” dengan hambatan tersebut tidak terjadi rangsangan terhadap
hypotalamus, yang akan memberikan rangsangan pada “Hipofise Pars Posterior”
sebagai “Mother of Glad” (Pusat kelenjar-kelenjar). Rangsangan yang terus
menerus datang di tangkap panca indra, dengan makin selektif dapat lolos menuju
hypotalamus dan selanjutnya terus menuju hipofise anterior (depan)
mengeluarkan hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan
hormon yang dapat merangsang kelenjar untuk mengeluarkan hormon spesifiknya
yaitu kelenjar tyroid memproduksi hormon tiroksin, kelenjar indung telur
memproduksi hormon estrogen dan progesteron, sedangkan kelenjar adrenal
menghasilkan hormon adrenalin. Pengeluaran hormon spesifik sangat penting
untuk tumbuh kembang mental dan fisik (Pardede,2002).
c. Penyakit
Beberapa penyakit kronis yang menjadi penyebab terganggunya siklus haid,
Kanker payudara dan lain-lain. Kelainan ini menimbulkan berat badan yang
sangat rendah sehingga datangnya haid akan terganggu (Suhaemi, 2006).
2. Faktor Eksternal
a. Status Gizi
Kecukupan pangan yang esensial baik kualitas maupun kuantitas sangat penting
untuk siklus menstruasi. Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan
dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung zat gizi. Zat gizi
mempunyai nilai yang sangat penting yaitu untuk memelihara proses tubuh dalam
pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih,2004).
b. Gaya Hidup
Gaya hidup terutama perilaku makan dengan porsi yang cukup dan sesuai jadwal
serta mengandung gizi seimbang ( 4 sehat 5 sempurna) dapat menyebabkan
kondisi tubuh terasa fit dan terhindar dari kekurangan gizi sehingga siklus
menstruasi berjalan normal (Soetjiningsih, 2002).
2.1.4 ETIOLOGI
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata : Selaput darah tidak berlubang sehingga darah menstruasi
terhambat untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori : Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi
untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya
sedikit.
Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan
Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
Endometrium tidak bereaksi
3. Penyakit lain : penyakit metabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar
dan ginjal.
2.1.6 PATOFISIOLOGI
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa
tumor yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat menjadi
terganggu. Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan
oleh gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan
neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat pelepasan gonadrotropin.
Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer maupun sekuder.
Amenorrhea primer mengalami kelainan perkembangan ovarium (gonadal
disgenesis). Kegagalan ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan
peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel
dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan amenorrhea dimana
dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk
pembentukan hormone steroid seksual (estrogen dan progesteron) tidak tercukupi.
Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi
kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesteron yang memicu
terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih banyak dihasilkan endorphin yang
merupakan derifat morfin. Endorphin menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen
dan progesterone menurun. Pada keadaan tress berlebih cortikotropin realizinghormone
dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan pembentukan
GnRH.
2.1.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi lainnya adalah
tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu kompartemen IV dan
terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea.Komplikasi lainnya muncul gejala-gejala
lain akibat hormon seperti osteoporosis.
2.2.2 KLASIFIKASI
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :
1. Desminore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6
sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia
25thn atau setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat
mempengaruhi gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak
terjadi saat ovulasi disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya,
prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi. Pelepasan PGF2α yang berlebihan
meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus dan menyebabkan vesospasme
arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia dan kram abdomen bawah yang
bersifak siklik. Respon sistemik terhadap PGF2α meliputi nyeri punggung ,
kelemahan, mengeluarkan keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah,
diare) dan gejala system saraf pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi
buruk) (Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin yang berlebihan
belum diketahui.
2. Desminore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti endometriosis,
penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus dan polip
uterus. IUD juga dapat menyebabkan desminore sekunder. Desminore sekunder dapat
disalah artikan sebagai desminore primer aatau dapat rancu dengan komplikasi
kehamilan dini. Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi
selanjutnya untuk menentukan diagnosis. Desminore dapat timbul pada perempuan
dengan menometroragia yang meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus dilakukan
untuk mencari kelainan dalam kavum uteri atau pelvis yang dapat menimbulkan
kedua gejala tersebut. Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram
transvaginal (TSV), dan laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi.
Pengobatak ditujukan untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.
2.2.3 Etiologi
1. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di
perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenore Primer :
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut Novak
dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas
uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis, mioma
submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh,
konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya
dismenorea.
e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada asosiasi
antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
2. Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut :
a. Endometriosis
b. Polip atau fibroid uterus
c. Penyakit radang panggul
d. Perdarahan uterus disfungsional
e. Prolaps uterus
f. Maladaptasi pemakaian AKDR
g. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus terauputik,
atau ,melahirkan.
h. Kanker ovarium atau uterus.
2.2.4 Pathofisiologi
1. Dismenorea primer
Dismenore primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan
pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular
ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang
terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi.
Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual
fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini
memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga
memiliki peran yang sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea
primer adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium
yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di
endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin
pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan bahwa dismenorea
diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat
menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang (prolonged
uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin
yang meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita dengan
dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama
menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di
endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal
menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan
(Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene
yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan
dismenorea primer yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan antagonis
prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam,
1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada
penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium
dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.
2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah
menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an,
setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles).
Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara
pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic
pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis,
leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic
inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine
device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat
dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat
memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
a. Dismenore Primer
1) Deskripsi perjalanan penyakit :
a) Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah,
bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian
dalam.
b) Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun
nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada
hari kedua.
c) Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :
Muntah
Diare
Sakit kepala
Sinkop
Nyeri kaki
2) Karakteristik dan faktor yang berkaitan :
a) Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b) Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27
tahun, lalu mulai mereda.
c) Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun
signifikasi setelah kelahiran anak.
d) Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e) Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f) Jarang terjadi pada atlet.
g) Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak
teratur.
h) Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i) Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
b. Dismenore sekunder
1) Indikasi
a) Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
b) Nyeri berdifat unilateral.
2) Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
a) PRP
Awitan akut
Dispraurenia
Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak
Massa adneksia yang dapat teraba
b) Endometriosis
Dispsreunia siklik
Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak terjadi
sebelum menstruasi dan tidak berakhior dalam beberapa jam, seperti
pada kasus dismenore primer).
Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik pada sisi
lesi.
Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan.
c) Fibriliomioma dan polip uterus
Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari
pada dismenore primer.
Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.
Nyeri kram
Fibroleimioma yang dapat teraba
Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.
d) Prolaps uterus
Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu reproduktif
dari pada dismenore primer.
Lebih umum terjadi pada pasian multipara.
Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan menetap
sepanjang menstruasi.
Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan
posisi terlentang, atau lutut-dada.
Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Dismenore primer
1. Latihan
a) Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
b) Latihan menggoyangkan panggul
c) Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang atau
miring.
2. Panas
a) Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau
abdomen bagian bawah
b) Mandi air hangat atau sauna
3. Orgasme yang mampu menegakkan kongesti
panggul.(peringatan : hubungan seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan
kongesti panggul.
4. Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan
prostaglandin
5. Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
6. Istirahat
7. Obat-obatan
Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap 4-12 jam,
tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam 24jam.
Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap 6 jam.
8. Terapi Komplementer
Biofeedback
Akupuntur
Meditasi
Black cohos
b. Dismenore sekunder
1. PRP
a) PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau peritonitis
panggul.
b) Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria Gonnorrhoea
dan C. thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob, kelompok B
streptokokus, dan mikoplasmata genital. Lakukan kultur dengan benar.
c) Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di
tegakkan untuk mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas).
Rekomendasi dari center for disease control and prevention (CDC) adalah
sebagai berikut :
Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14 hahri, di
tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.
Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g probenesid
peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2 kali/ hari selama 14
hari.
Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter spesialis
mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan
antibiotic pe IV.
d) Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi masih
belum di ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.
2. Endometriosis
a) Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
b) Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain sesuai
anjuran dokter.
3. Fibroid dan polip uterus
a) Polip serviks harus di angkat
b) Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di rujuk ke
dokter.
4. Prolaps uterus
a) Terapi definitive termasuk histerektomi
b) Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat di
ringankan dengan beberapa cara berikut :
Latihan kegel
Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat kandung
kemih.
2.3 ENDOMETRIOSIS
2.3.1 DEFINISI
Endometriosis adalah adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar uterus, paling
sering mengenai ovarium atau permukaan peritoneum viseralis yang mengantung.
Meskipun jinak, endometriosis bersifat progresif, cenderung kambuh dan dapat
mengivansi secara lokal, dapat memiliki banyak fokus yang tersebar luas (jarang), dan
dapat terjadi dalam nodus limfe pelvis (30%). (Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, 2009,
Hal 666).
Endometriosis adalah satu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar dan
stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. (Prawihardjo, Ilmu
Kandungan, 2010, Hal 314).
Endometriosis adalah radang yang terkait dengan hormon estrogen berupa
pertumbuhan jaringan endometrium yang disertai perambatan pembuluh darah, hingga
menonjol keluar rahim dan menyebabkan pelvic pain.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Endometriosis)
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Amenorrhea adalah istilah medis untuk tidak adanya periode menstruasi, baik secara
permanen atau sementara. Amenorrhea dapat diklasifikasikan sebagai primer atau
sekunder. Dalam amenorrhea primer, periode menstruasi tidak pernah dimulai
(berdasarkan umur 16), sedangkan amenorrhea sekunder didefinisikan sebagai tidak
adanya menstruasi selama tiga siklus berturut-turut atau jangka waktu lebih dari enam
bulan pada wanita yang sebelumnya menstruasi. Siklus menstruasi dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor internal seperti perubahan sementara di tingkat hormonal, stres, dan
penyakit, serta faktor eksternal atau lingkungan.
Siklus menstruasi normal terjadi karena perubahan kadar hormon dibuat dan
dikeluarkan oleh indung telur. Ovarium merespon sinyal hormon dari kelenjar pituitari
yang terletak di dasar otak, yang, pada gilirannya, dikendalikan oleh hormon yang
diproduksi di hipotalamus otak. Pengobatannya dapat berupa pemeriksaan USG,
Histerosalpingografi, Histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Dismenore adalah rasa sakit yang saat menstruasi sehingga dapat menimbulkan
gangguan pekerjaan sehari-hari. Dismenorea dibagi menjadi 2 :
a. Dismenore primer : Nyeri mendahului menstruasi dan meningkat pada hari
pertama atau kedua menstruasi.
b. Dismenore sekunder : Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul , nyeri
dimulai dari menstruasi dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah.
Gejala Dismenore :
a. Sakit kepala
b. Sepresi dan menangis
c. Payudara nyeri dan bengkak
d. Rasa sakit datang secara tidak teratur
Untuk mengatasi nyeri perut saat menstruasi yaitu dengan ‘ Relaksasi nafas dalam ‘
dan ‘ Kompres hangat ‘ .
a. Relaksasi nafas dalam : Untuk memlihara pertukaran gas , mengurangi stress bsik
fisik maupun emosional yaitu menurunkaan rasa nyeri.
b. Kompres hangat : untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas
dapat meredakan iskemia ( penyempitan pembuluh darah ) dengan menurunkan
kontraksi uterus dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri
dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan tenang, meningkatkan
aliran menstruasi .
DAFTAR PUSTAKA
Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.
Baraero, Mary, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Reproduksi &
Seksualitas. Jakarta: EGC
Bobak. Lowdermik. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Bunner and Suddart . 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid kedua . Media
Aesculapius : Jakarta
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta.