Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

KISTA OVARIUM

DOSEN PENGAMPU :
Ns.Helman Pelani, M.Kep

DISUSUN OLEH :
Hafifah Fadilatul Hayati (2010120201582)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam kami
curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari jalan yang gelap
menuju jalan yang terang benderang.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Menjelang Anjal. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai “KISTA
OVARIUM”. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan  pemahaman
siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Lubuk Alung, 13 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAH...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................3
2.1. Konsep Dasar Penyakit.........................................................................................3
A. Definisi..................................................................................................................3
B. Penyebab/ faktor predisposisi...............................................................................3
C. WOC.....................................................................................................................4
D. Patofisiologis.........................................................................................................4
E. Klasifikasi.............................................................................................................5
F. Tanda dan gejala...................................................................................................7
G. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang......................................................................7
H. Penatalaksanaan medis..........................................................................................8
I. Komplikasi............................................................................................................9
2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...................................................................11
A. Pengkajian keperawatan......................................................................................11
B. Diagnosa keperawatan........................................................................................13
BAB III..............................................................................................................................31
PENUTUP......................................................................................................................................................31
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................................31
3.2. Saran.............................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAH
1.1 Latar Belakang
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang pula
upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin membaik.
Sarana dan prasarana di pelayanan kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit
wanita yang bermacam-macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam
penyakit sistem reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan
wanita dan keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti
menarche yang lebih awal, periode menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus
menstruasi yang pendek, paritas yang rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner &
Danny, 2008).
Gangguan menstruasi yang umum pada wanita biasanya terjadi dismenore
atau nyeri saat haid. Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan
salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai usia.
Selain itu periode menstruasi yang tidak teratur dengan volume pengeluaran darah
yang berlebih dapat mengakibatkan anemia. Anemia menyebabkan penurunan
kapasitas darah untuk membawa oksigen (Wiliams, 2005).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa
pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk gangguan adanya
pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal. Pertumbuhan otot polos abnormal
yang terjadi pada ovarium disebut kista ovarium. Kista ovarium secara fungsional
adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi
(Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).
Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista ovarium
fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi pada tuba fallopii
(Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker
ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker
ginekologi. Di Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita
kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan angka kematian sebesar 13.900 orang.
Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa
menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60% - 70% penderita
datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent killer. Angka
kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan
dan pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di RSU, kanker
1
Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus setiap tahun.
Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor resiko nullipara, melahirkan pertama
kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat
kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil kontrasepsi
dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak 30–60%
(Dharmais,2007).
Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah dilakukan dengan
prosedur yang benar namun hasil pengobatannya sampai saat ini belum begitu ada
manfaatnya termasuk pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia
sekalipun. Angka kelangsungan hidup 5 tahun penderita kanker ovarium pada
stadium lanjut berkisar 20-30 %, oleh karena itu sebagai perawat dalam menangani
masalah klien dengan kista ovarium atau kanker ovarium maka perlu memperhatikan
aspek biopsikososialspiritual dalam pemberian asuhan keperawatannya, sehingga hal
ini yang menarik penulis untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan
kista ovarium.

1.2 Rumusan Masalah


1.Pengertian kista ovarium?
2.Apa penyebab/faktor presdiposisi kista ovarium?
3.Jelaskan Woc kista ovarium?
4.Apa patofisiologi kista ovarium?
5.Apa klasifikasi kista ovarium?
6.Apa tanda dan gejala kista ovarium?
7.jelaskanPenatalaksanaan medis kista?
8.jelaskan komplikasi kista ovarium?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi
Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk
seperti kantung yang bisa tumbuh didalam tubuh. Kantung ini berisi zat gas,
cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul
(Andang, 2013). Kista ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat
kanker yang berisi material cairan atau setengah cair (Nugroho,2014).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam
selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly, 2008). Kista
ovarium (atau kista indung telur) merupakan kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama
masa kehamilan (Bilotta. K,2012).

B. Penyebab/ faktor predisposisi


Menurut Nugroho (2010), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi
dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista
granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus luteum indung telur yang
fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi.
Kista theka-lutein biasanya bersifat bilateral dan berisi cairan bening, berwarna
seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium,
korpus luteum, sel telur.

3
C. WOC

D. Patofisiologis
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 –
2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit,
korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun
bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-
kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin
yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes,
HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi
infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH)
4
atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi
ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini
adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat
terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex
cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari
tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional;
ektodermal, endodermal, da mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi
darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium
biasanya terdiri folikel- folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm,
seperti terlihat dalam sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi
problem utama dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.

E. Klasifikasi

Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium


adalah:
a. Tipe kista normal

Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang


paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum,
terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal. Kista
fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur,
untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh
sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan
akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan
kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan
gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6–8 minggu.

5
Gambar : Kista Ovarium Fungsional
b. Tipe kista abnormal
1) Kistadenoma

Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri.
2) Kista coklat (endometrioma)

Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut


kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat
kehitaman.
3) Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti
kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua
bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan
gejala.
4) Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium
yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan
tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan
nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
5) Kista hemorhage

Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga


menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
6) Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein
yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.

Gambar : Kista Corpus Luteum


7) Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan.
6
Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik
ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan
untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan
gangguan dan rasa sakit.

Gambar : Kista Polikistik Ovarium

F. Tanda dan gejala


Menurut Nugroho (2010), kebanyakan wanita yang memiliki kista
ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang
dapat mengalami gejala ini:
a. Nyeri saat menstruasi.
b. Nyeri di perut bagian bawah.
c. Nyeri saat berhubungan seksual.
d. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah
yang keluar banyak.

G. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang


Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat
diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang
cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat
membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang
dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012).
1. Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-
sifat tumor itu
2. Ultrasografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah

7
tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga
perut yang bebas dan tidak.
3. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi
dalam tumor.
4. Parasintesis
Fungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
5. Pap smear
Untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya
kanker atau kista.

H. Penatalaksanaan medis
Berdasarkan Hamylton (2005); Bobak, Lowdermilk, & Jensen (2004);
Winkjosastro (2005) bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien
dengan kista ovarium sebagai berikut:
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui
tindakan bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi
salpingooforektomi. Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang
tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada
bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar
atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai
dengan pengangkatan tuba (Salpingo- oovorektomi).
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan
abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang
diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada
distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita
abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik atau tindakan

8
kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi
napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda-
tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
5. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi.
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan
keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik
biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,
perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan
emosional Ibu.
6. Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-
tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus
mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak
boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat
benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti
darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah
operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.

I. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat
terjadi pada kista ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh
besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung
kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih
besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan
rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
1. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
2. Akibat komplikasi kista ovarium
a) Perdarahan ke dalam kista
9
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan
gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi
dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang
menimbukan nyeri di perut.
b) Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau
ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat
berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya
unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak
melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini
paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya
meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan
muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah
terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji,
adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara
histologis.
c) Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d) Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat
bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut,
maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-
tanda abdomen akut.
e) Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya
asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang
setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah
menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan
pelvik menjadi penting.

10
2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian keperawatan
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama
dan alamat, serta data penanggung jawab.
b) Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa
di daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen
bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak
berhenti, rasa mual dan muntah.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
4) Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap
timbulnya kista ovarium.
d) Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak
mempengaruhi untuk tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
e) Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea
dan bahkan sampai amenorhea.
f) Pemeriksaan fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah
secara sistematis.
1) Kepala
- Hygiene rambut
- Keadaan rambut

11
2) Mata
- Sklera : ikterik/tidak b)
- Konjungtiva : anemis/tidak c)
- Mata : simetris/tidak
3) Leher
- Pembengkakan kelenjer tyroid
- Tekanan vena jugolaris.
4) Dada
5) Pernapasan
- Jenis pernapasan
- Bunyi napas
- Penarikan sela iga
6) Abdomen
- Nyeri tekan pada abdomen.
- Teraba massa pada abdomen.
7) Ekstremitas
- Nyeri panggul saat beraktivitas.
- Tidak ada kelemahan.
8) Eliminasi, urinasi
- Adanya konstipasi
- Susah BAK
g) Data sosial ekonomi

Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan


berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause.
h) Data spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya.
i) Data psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana
ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut
sementara pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya diangkat
maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya
keturunan.
j) Pola kebiasaan sehari-hari

12
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
k) Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium
1) Pemeriksaan Hb
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
2) Ultrasonografi Untuk mengetahui letak batas kista.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, agen
pencedera fisik
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan faktor risiko efek prosedur invasive
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

13
3. Rencana asuhan keperawatan
No Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
. Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi: keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional yang menit diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik,
berkaitan dengan kerusakan jarigan actual atau menurun dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas , intensitas
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat  Keluhan nyeri (5) nyeri
dan berintensitas ringan hingga berat yang
 Meringis (5)  Identifikasi skala nyeri
berlangsung kurang dari 3 bulan
 Sikap protektif (5)  Identifikasi respons nyeri non verbal
Penyebab:
 Gelisah (5)  Identifikasi faktor yang memperberat
 Agen pencedera fisiologis (mis.
nyeri dan memperingan nyeri
Inflamai,iskemia, neoplasma  Kesulitan tidur (5)
 Identifikasi pengetahuan dan
 Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar,  Menarik diri (5)
keyakinan tentang nyeri
bahan kimia iritan)  Berfokus pada diri sendiri (5)
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
 Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi,  Diaforesis (5)
respon nyeri
terbakar, terpotong, mengangkat berat,
 Perasaan depresi (tertekan)
prosedur operasi, trauma, latihan fisik  Identifikasi pengaruh nyeri pada

14
berlebih) (5) kualitas hidup

 Perasan takut mengalami  Monitor keberhasilan terapi


Gejala dan Tanda Mayor
cedera berulang (5) komplementer yan sudah diberikan
Subjektif
 Mengeluh nyeri  Anoreksia (5)  Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Objektif  Perineum terasa tertekan (5)

 Tampak meringis Terapeutik


 Uterus teraba membulat (5)
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi  Ketegangan otot (5) mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
menghindari nyeri) hypnosis, akupresur, terapi music,
 Pupil dilatasi (5)
 Gelisah biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
 Muntah (5)
teknik imajinasi terbimbing, kompres
 Frekuensi nadi meningkat
 Mual (5) hangat/dingin, terapi bermain)
 Sulit tidur
 Frekuensi nadi (5)  Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
 Pola napas (5)
Gejala dan Tanda Minor pencahayaan, kebisingan)
Subjektif  Tekanan darah (5)
 Fasilitas istirahat dan tidur
-  Proses berpikir (5)

15
Objektif  Fokus (5)  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
 Tekanan darah meningkat dalam pemilihan strategi meredakan
 Fungsi kemih (5)
nyeri
 Pola napas berubah
 Perilaku (5)
 Nafsu makan berubah
 Nafsu makan (5)
 Proses berpikir terganggu Edukasi
 Pola tidur (5)
 Jelaskan penyebab, periode, dan
 Menarik diri
pemicu
 Berfokus pada diri sendiri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Diaforesis
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kondisi klinis terkait
 Anjurkan menggunakan analgetik
 Kondisi pembedahan
secara tepat
 Cedera traumatis
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Infeksi mengurangi rasa nyeri

 Sindrom koroner akut Kolaborasi

16
 Glaukoma  Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)

 Identifikasi riwayat alergi obat

 Identifikasi kesesuaian jenis analgesic


(mis. Narkotika, non narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri

 Monitor tanda tanda vital sebelum dan


sesudah pemberian analgesik

 Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik

17
 Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu

 Pertimbangkan penggunaan infus


kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum

 Tetapkan target efektifitas analgesik


untuk mengoptimalkan respon pasien

 Dokumentasikan respons terhadap


efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan efek samping
obat

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis

18
analgesik, sesuai indikasi
2. Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi : keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Berisiko mengalami peningkatan terserang menit diharapkan tingkat  Monitor tanda dan gejela infeksi local
organisme patogenik infeksi menurun dengan kriteria dan sitemik
hasil:
Terapeutik
Faktor Risiko :
 Kebersihan tangan (5)
 Batasi jumlah pengunjung
 Penyakit kronis (mis. diabetes militus)
 Kebersihan badan (5)
 Berikan perawatan kulit pada area
 Efek prosedur invasif
 Nafsu makan (5) edema
 Malnutrisi
 Demam (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Peningkatan paparan organisme pathogen kontak dengan pasien dan lingkungan
lingkungan  Kemerahan (5)
pasien

 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer  Nyeri (5)


 Pertahankan kondisi aseptik pada
 Bengkak (5) pasien beresiko tinggi
 Gangguan peristaltik

 Vesikel menurun (5) Edukasi


 Kerusakan integritas kulit
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Perubahan sekresi pH  Cairan berbau busuk (5)

19
 Penurunan kerja silialis  Sputum berwarna hijau (5)  Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
 Ketuban pecah lama  Drainase purulen (5)
 Ajarkan etika batuk
 Ketuban pecah sebelum waktunya  Pluria (5)
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Merokok  Periode malaise (5)
atau luka oprasi
 Status cairan tubuh  Periode menggigil (5)
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder  Letargi (5)
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Penurunan hemoglobin  Gangguan kognitif (5)
Kolaborasi
 Imununosupresi  Kadar sel darah putih (5)  Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
 Leukopenia  Kultur darah (5)

 Supresi respon inflamasi  Kultur urine (5)

 Faksinasi tidak adekuat  Kultur sputum (5)

 Kultur area luka (5)


Kondisi klinis terkait :
 AIDS  Kultur feses (5)

20
 Luka bakar  Nafsu makan (5)

 Penyakit paru obstruktif kronis

 Diabetes militus

 Tindakan infasif

 Kondisi penggunaan terapi steroid

 Penyalahgunaan obat

 Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

 Kanker

 Gagal ginjal

 Imunosupresi

 Lymphedema

 Leukositopenia

 Gangguan fungsi hati

21
3. Konstipasi (D.049) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
Definisi : keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Penurunan defekasi normal yang disertai menit diharapkan eliminasi  Identifikasi masalah usus dan
pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta fekal membaik dengan kriteria penggunaan obat pencahar
feses kering dan banyak. hasil:
 Identifikasi pengobatan yang berefek
 Kontrol pengeluaran feses
Penyebab : pada kondisi gastrointestinal
(5)
Fisiologis  Monitor buang air besar (mis. warna,
 Penurunan motilitas gastrointestinal  Keluhan defekasi lama dan
frekuensi, konsistensi, volume)
sulit (5)
 Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi  Monitor tanda dan gejala diare,
 Mengejan saat defekasi (5)
konstipasi, atau impaksi
 Ketidakcukupan diet
 Distensi abdomen (5) Terapeutik
 Ketidakcukupan asupan serat
 Teraba massa pada rektal (5)  Berikan air hangat setelah makan
 Ketidakcukupan asupan cairan
 Jadwalkan waktu defekasi bersama

22
 Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)  Urgency (5) pasien

 Kelemahan otot abdomen  Nyeri abdomen (5)  Sediakan makanan tinggi serat

Psikologis  Kram abdomen (5)


 Konfusi
 Konsistensi feses (5)
 Depresi
 Frekuensi BAB (5) Edukasi
 Gangguan emosional  Jelaskan jenis makanan yang
 Peristaltik usus (5)
membantu meningkatkan keteraturan
Situasional
peristaltik usus
 Perubahan kebiasaan makan (mis. jenis
makanan, jadwal makan)  Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
 Ketidakadekuatan toileting
 Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik,
 Aktivitas fisik harian kurang dari yang
sesuai toleransi
dianjurkan
 Anjurkan mengurangi asupan makanan
 Penyalahgunaan laksatif
yang meningkatkan pembentukan gas
 Efek agen farmakologis
 Anjurkan mengkonsumsi makanan

23
 Ketidakteraturan kebiasaan defekasi yang mengandung tinggi serat

 Kebiasaan menahan dorongan defekasi  Anjurkan meningkatkan asupan cairan,


jika tidak ada kontraindikasi
 Perubahan lingkungan
Kolaborasi

Gejala dan Tanda Mayor:  Kolaborasi pemberian obat supositoria


subjektif anal, jika perlu

 Defekasi kurang dari 2 kali seminggu

 Pengeluaran feses lama dan sulit Manajemen Konstipasi (I.04155)


Observasi
Objektif
 Periksa tanda dan gejala konstipasi
 Feses keras
 Periksa pergerakan usus, karakteristik,
 Peristaltik usus menurun feses (konsistensi, bentuk, volume dan
warna)
Gejala dan Tanda Minor :
 Identifikasi faktor risiko konstipasi
Subjektif
(mis. obat-obatan, tirah baring, dan
 Mengejan saat defekasi
diet rendah serat)
Objektif

24
 Distensi abdomen  Monitor tanda dan gejala ruptur usus
dan/atau peritonitis
 Kelemahan umum
Terapeutik
 Teraba massa pada rektal
 Anjurkan diet tinggi serat

Kondisi Klinis Terkait :  Lakukan masase abdomen, jika perlu

 Lesi/cedera pada medulla spinalis  Lakukan evakuasi feses secara manual,


 Spina bifida jika perlu

 Stroke  Berikan enema atau irigasi, jika perlu

 Sclerosis multipel
Edukasi
 Penyakit Parkinson
 Jelaskan etiologi masalah dan alasan
 Demensia tindakan

 Hiperparatiroidisme  Anjurkan peningkatan asupan cairan,


jika tidak ada kontraindikasi
 Hipoparatiroidisme
 Latih buang air besar secara teratur
 Ketidakseimbangan elektrolit

25
 Hemoroid  Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
 Obesitas
Kolaborasi
 Pasca operasi obstruksi bowel
 Konsultasi dengan tim medis tentang
 Kehamilan penurunan/peningkatan frekuensi suara
usus
 Pembesaran prostat
 Kolaborasi penggunaan obat pencahar,
 Abses rektal
jika perlu
 Fisura anorectal

 Prolaps rektal

 Ulkus rektal

 Rektokel

 Tumor

 Penyakit hircsprung

 Impaksi feses

26
4. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi : keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau menit diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
lebih ekstremitas secara mandiri meningkat dengan kriteria hasil: fisik lainnya
Penyebab :  Pergerakan ekstemitas (5)
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Kekuatan otot (5) ambulasi
 Perubahan metabolisme
 Rentang gerak (ROM) (5)  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
 Ketidakbugaran fisik darah sebelum memulai ambulasi
 Nyeri (5)
 Penuruna kendali otot  Monitor kondisi umum selama
 Kecemasan (5)
melakukan ambulasi
 Penurunan kekuatan otot
 Kaku sendi (5) Terapeutik
 Keterlambatan perkembangan
 Gerakan tidak terkoordinasi  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
 Kekuatan sendi (5) alat bantu (mis. tongkat, kruk)

 Kontraktur  Gerakan terbatas (5)  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,


jika perlu
 Malnutrisi  Kelemahan fisik (5)
 Libatkan keluarga untuk membantu

27
 Gangguan muskuloskeletal pasien dalam meningkatkan ambulasi

 Gangguan neuromuskular Edukasi


 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75
sesuai usia  Anjurkan melakukan ambulasi dini

 Efek agen farmakologis  Ajarkan ambulasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. berjalan dari
 Program pembatasan gerak
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
 Nyeri dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
 Kurang terpapar informasi tentang aktivitas
fisik
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
 Kecemasan
Observasi
 Gangguan kognitif  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
 Keengganan melakukan pergerakan
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Gangguan sensoripersepsi
pergerakan

 Monitor frekuensi jantung dan tekanan

28
Gejala dan Tanda Mayor darah sebelum memulai mobilisasi
Subjektif
 Monitor kondisi umum selama
 Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
melakukan mobilisasi
Objektif
Terapeutik
 Kekuatan otot menurun
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
 Rentang gerak (ROM) menurun alat bantu (mis. pagar tempat tidur)

 Fasilitasi melakukan mobilisasi dini


Gejala dan Tanda Minor
 Libatkan keluarga untuk membantu
Subjektif
pasien dalam meningkatkan
 Nyeri saat bergerak
pergerakan
 Enggan melakukan pergerakan
Edukasi
 Merasa cemas saat bergerak  Jelaskan tujuan dan prosedur

Objektif mobilisasi

 Sendi kaku  Anjurkan melakukan mobilisasi dini

 Gerakan tidak terkoordinasi  Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. duduk di tempat

29
 Gerakan terbatas tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
 Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke

 Cedera medulla spinalis

 Trauma

 Fraktur

 Osteoarthritis

 Ostemalasia

 Keganasan

30
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Gangguan menstruasi yang umum pada wanita biasanya terjadi dismenore


atau nyeri saat haid. Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan
salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai usia.
Selain itu periode menstruasi yang tidak teratur dengan volume pengeluaran darah
yang berlebih dapat mengakibatkan anemia. Anemia menyebabkan penurunan
kapasitas darah untuk membawa oksigen.
Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti
kantung yang bisa tumbuh didalam tubuh. Kantung ini berisi zat gas, cair, atau
setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul (Andang, 2013).
Kista ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi
material cairan atau setengah cair (Nugroho,2014).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam
selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly, 2008). Kista
ovarium (atau kista indung telur) merupakan kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa
kehamilan (Bilotta. K,2012).

3.2. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa perawat memahami
masalah kista ovarium tentunya bisa dilakukan penerapan yang baik untuk dapat
melakukan pemeriksaan yang spesifik pada penderita kista ovariun sehingga dapat
menetapkan diagnosis yang benar agar dapat dilakukan perawatan yang lebih intensif
jika ditemukan adanya masalah. Semua tenaga kesehatan dapat bekerja sama untuk
dapat memberikan perawatan yang benar terkait dengan kista ovarium.

31
DAFTAR PUSTAKA

Andang, T.,Mumpuni, Y.2013. 45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan.


Yogyakarta: Rapha Publishing
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika
Nugroho, Taufan, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (askeb 3).
Yogyakarta: Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Kota
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer
Obor
.

32

Anda mungkin juga menyukai