Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGKAJIAN PADA ANAK DENGAN KEKERASAN FISIK,


METAL DAN SEKSUAL

Dosen Pembimbing:
Ns. Rahmi Ramadhan M.Kep
Oleh Kelopok 2:
Annisa Nabila Furty Nanda Ardila
Cendani Ul Putri Nola Anggraini Putri
Desirwan Saputra Novela Gusti Anggraini
Fiki Alfrio Nandes Norva Oslin
Habibul Azmi Putri Rindi Ani
Hafifah Fadilatul Hayati Rema Hayati
Melda Juliani Silvy Tri Febri Yenti
Mutia Fadillah Sintia Ayulia

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat,serta penyertaan-Nya, sehingga tugas makalah kami yang berjudul ”
PENGKAJIAN PADA ANAK DENGAN KEKERASAN FISIK, METAL DAN
SEKSUAL” ini dapat kami selesaikan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa
yang sederhana,singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.Kami
menyadari bahwa tugas ini jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat kekurangan
dan kekeliruan dalam penulisan tugas makalah ini. Maka kami berharap adanya
masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.Akhir
kata, semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan
dengan sebagaimana mestinya.

Lubuk Alung,18 Juni 2022

penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………..i
DAFTAR ISI…….………………………………………….……………..ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….…1
1.1 Latar belakang………………..…………………………………………1
1.2 Rumusan masalah…………..…………………………………………...1
1.3 Tujuan...…………………………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………..2
2.1 Laporan Pendahuluan Kekerasan Pada Anak……………..…………....2
2.2 Dasar Hukum Pelindungan Anak………………………………………7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….8
3.2 Saran…………………………..……………………………………….8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Kata Pengantar

Sebelum tahun 1946, perlakuan salah dengan kekerasan dan menelantarkan


anak belum mendapat perhatian masyarakat, khususnya tentang dampak yang
buruk pada tumbuh kembang akan menuju kedewasaan yang optimal. Diketahui
bahwa sebanyak 40.000 anak mati di dunia setiap harinya karena penyakit yang
mudah dapat dicegah. Sebanyak 7 juta anak tidak memiliki rumah dan tinggal di
tempat pengungsian dan 8 juta anak tidak dapat bermain dan bersekolah akan
tetapi terpaksa harus bekerja di pabrik. Seorang anak tidak mempunyai dosa,
sangat peka terhadap lingkungannya dan masih sangat tergantung pada orang
lain. Demikian pula bahwa anak memiliki ciri selalu ingin tahu tentang yang
terjadi disekitarnya dan tampak selalu bergerak aktif dengan leluasa penuh
harapan dimasa depan. Memang, anak memerlukan masa hidup yang penuh ceria
dalam suasana tentram dan aman untuk dapat bermain dan belajar menuju
kedewaaannya yang optimal. Namun sesungguhnya, setiap saat seorang anak
terancam bahaya yang dapat menggangu tumbuh kembangnya. Seringkali anak
bahkan menjadi korban kekerasan seperti halnya apabila terjadi perang, dalam
situasi bentok antar kelompok karena adanya diskriminasi ras, karena agresi
bangsa lain atau diduduki orang asing yang mengeksploitir mereka untuk bekerja
dan bahkan seringkali anak terpaksa dipisah dari orang tuanya atau pengasuhnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Laporan Pendahuluan Kekerasan Pada Anak?


2. Bagaimana Dasar Hukum Pelindungan Anak ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Kekerasan Fisik, Mental,
dan Seksual?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan tentang laporan pendahuluan kekerasan pada anak


2. Menjelaskan tentang dasar hukum pelindungan anak
3. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan kekerasan fisik,
mental, dan seksual

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Laporan Pendahuluan Kekerasan Pada Anak


A. Definisi Menurut Sutanto (2006)
kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua
dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya
yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat
penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat
sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada
tubuh sang anak. Kekerasan pada anak meliputi “ABUSE”, yaitu suatu
tindakan dengan sengaja atau tidak melakukan sesuatu sehingga berakibat
sakit / cedera tertentu bahkan kematian seorang anak. Abuse dapat dilakukan
secara fisik maupun psikologik yang mengakibatkan berbagai macam cidera
tergantung dari macam tindakan kekerasan. Penganiayaan anak mencakup
spectrum tindakan kasar atau tindakan pengawasan , dan kekurangan
tindakan, atau tindakan melalaikan yang berakibat mordinitas atau kematian.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau
orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu
mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak
secara umum.

B. Macam-Macam Kekerasan Pada Anak


Dari berbagai ragam kekerasan di atas, cara, bentuk tindakan dan
dampak di kemudian hari dapat dikumpulkan sebagai berikut :
 Kekerasan fisik
Bentuk kekerasan fisik, seperti memukul anak, mencambuk, tidak
diberikan makanan, dimasukkan ke dalam kamar gelap, membersihkan WC
sekolah, berlari keliling sekolah, dan sebagainya.Penyiksaan fisik dapat
didefinisikan secara sempit sebagai luka yang disengaja pada anak oleh
pengasuh yang berakibat memar, luka bakar, patah tulang, luka robek, luka
tusuk, dan kerusakan organ. Definisi yang lebih luas termasuk akibat
emosional jangka pendek dan jangka panjang, yang dapat lebih
melemahkan daripada pengaruh fisiknya.
 Kekerasan psikologis
Bentuk ini merupakan kekerasan yang tidak tampak dan seringkali bukan
di anggap suatu “abuse”. Dampak jangka panjang pada anak sampai usia

2
remaja yang sangat mendalam seperti merasa rendah diri, tidak memiliki
percaya diri, suka menyendiri, tidak punya teman, tidak lancar dalam
sekolah, dan sebagainya
 Kekerasan seksual
Merupakan kekerasan yang paling berat pada anak. Kekerasan ini
seringkali terkait dengan turisme dan pelacuran, komersial maupun non-
komersial. Sexual abuse atau melibatkan anak pada setiap tindakan yang
dimaksudkan untuk kepuasan sexual orang dewasa. Sexual abuse mungkin
dilakukan oleh anggota keluarga (incest), kenalan atau setidak-tidaknya
orang asing

C. Etiologi Penyiksaan fisik

paling mungkin terjadi pada orang tua beresiko tinggi yang


bertanggung jawab pada perawatan anak beresiko tinggi. Anak-anak beresiko
tinggi adalah bayi premature, bayi dengan keadaan medic kronik, bayi yang
menderita kolik dan anak anak dengan masalah perilaku. Anak mungkin
normal tetapi disalah artikan oleh orang tua yang bersahaja sebagai sukar,
tidak biasa atau abnormal. Perilaku normal seperti menangis, kencing malam
(ngompol) , mengotori, menumpahkan , dapat menyebabkan orang tua
kehilangan kendali dan melukai anak. Peluang yang mempercepat penyiksaan
mungkin akibat krisis keluarga, seperti kehilangan pekerjaan atau rumah,
percecokan perkawinan, kematian saudara kandung, kelelahan fisik, atau
menderita sakit fisik atau mental akut atau kronik pada orang tua atau anak.
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan
child abuse, yaitu:
1) Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak.
2) Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain.
3) Adanya kejadian khusus

D. Manifestasi Klinik

Penyiksaan fisik dicurigai bila luka tidak terjelaskan, tidak dapat


dijelaskan, atau tidak masuk akal. Jika luka tidak cocok dengan riwayat yang
diberikan atau perkembangan anak, penyiksaan yang dicurigai harus
dilaporkan. Diharapkan bila anak merasa sakit, orang tua akan membawanya
segera untuk pemeriksaan. Pada anak yang disiksa, sering ada penundaan
dalam mecari bantuan medik. Penundaan mungkin karena tidak adanya
transportasi atau kurang pengetahuan mengenai arti luka.

3
 Memar. Memar adalah manifestasi penyiksaan anak yang paling sering dan
mungkin terdapat pada setiap permukaan tubuh. Memar kecelakaan dari
dampak trauma, paling mungkin ditemukan pada permukaan utama yang
melapisi tepi permukaan tulang , seperti tulang betis, lengan bawh, pinggul
dan kening.
 Fraktur Fraktur paling sering diakibatkan karena luka renggutan atau
tarikan yang mencederai metafisis. Tanda klasik pada penyiksaan anak
adalah fraktur retak dimana sudut metafisis tulang panjang terpecah sampai
epifisis dan periosteum.
 Rambut yang ditarik Rambut yang ditarik menyebabkan alopesia dimana
rambut putus dengan panjang yang tidak sama. Bayi yang tersia-sia ,
dibiarkan berbaring terlentang, mungin mempunyai daerah kehilangan
rambut dibagian belakang kepala. Adanya memar, jaringan parut dan
fraktur pada berbagai stadium penyembuhan sangat member kesan
penyiksaan.
 Luka bakar Sekitar 10 % kasus penyiksaan fisik mencakup luka bakar.
Bentuk dan gambaran luka bakar dapat didiagnostik bila menggambarkan
pola geometrik suatu objek atau metode jejas.
 Trauma kepala Penyebab kematian paling sering dari peyiksaan fisik
adalah trauma kepala. Kepala, muka, atau isi cranium terjejas pada 29%
laporan penyiksaan anak dari rumah sakit anak. Lebih dari 95% luka
intrakranial yang serius selama usia 1 tahun pertama adalah akibat
penyiksaan.
 Jejas intra-abdomen Jejas intra-abdomen menyebabkan penyebab kematian
yang paling lazim kedua pada anak-anak yang dipukul berulang.-ulang.
Anak yang terkena mungkin datang dengan muntah berulang, kembung
perut, tidak ada suara usus, nyeri setempat atau syok.
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:

Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:


 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret
vagina, dan perdarahan anus.

 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,


enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.

 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan
umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan memperhatikan

4
vulva, himen, dan anus anak. Perilaku nonspesifik adalah langkah bunuh
diri, rasa takut pada suatu individu atau tempat, mimpi buruk, gangguan
tidur, regresi, agresi, perilaku pendiam, gangguan stres pasca-trauma, harga
diri rendah, depresi, kinerja sekolah jelek, melarikan diri, pengrusakan diri,
kecemasan, penyebab kebakaran, kepribadian ganda, somatisasi, fobia,
trauma, prostitusi, penyalahgunaan obat, gangguan makan, dismonorrea,
dan dispareunia.

E. Dampak Kekerasan Pada Anak

Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan


terhadap anak (child abuse), antara lain:
1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang
tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anakanaknya.
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering
dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung
meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa
(memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia
(takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan
bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut
menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski
kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah.
4. Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam
mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak
dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam
mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal
menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga
sehingga anak terpaksa putus sekolah.

F. Pengobatan dan Pencegahan


Pengobatan Terapi medik,bedah dan psikatrik yang tepat untuk luka
harus segera dimulai. Pemasukan ke rumah sakit dianjurkan untuk anak: yang
keadaan medik atau bedah memerlukan pengelolaan rawat inap, dignosis tidak
jelas, bila tidak ada tempat aman untuk perawatan.
Perawatan rumah sakit untuk anak ini harus menunjuk tim profesional yang
dilatih dan diberi ketrampilan dalam mengenali penyiksaan anak dan

5
pelaporan serta tanggap terhadap kebutuhan anak tersiksa atau terabaikan dan
keluarganya. Tim ini harus termasuk dokter ahli anak,pekerja rumah
sakit,perawat anak,psikolog atau psikiater dan koordinator. Evaluasi dan
penatalaksanaan sexual abuse adalah serupa, tetapi lebih kompleks
daripada,evaluasi dan penatalaksanaan kejahatan (penyiksaan) fisik.
Kejahatan seksual dipandang suatu pelanggaran kriminal dan diperiksa oleh
polisi. Semua korban sexual abuse memerlukan dukungan psikologis. Orang
tua, keluarga, dan saudara kandung mungkin menyangkal tuduhan anak dan
memarahi atau menghukum anak karena melaporkan kejadian. Pencegahan
Pencegahan primer penyiksaan adalah mengidentifikasi orang tua risiko tinggi
yang tidak mampu menerimam,cinta,dan merawat secara tepat anaknya.
Riwayat yang diambil dari semua orang tua harus meliputi informasi
mengenai perencanaan kehamilan dan sikap mengenai anak dan tehnik
perawatan anak. Pencegahan primer sexual abuse mulai dengan mengajari
anak nama-nama semua bagian badan yang tepat, termasuk nama, fungsi dan
arti “bagian privat” (puting susu, genitalia, dan rektum). Anak harus dididik
mengatakan “tidak” untuk disentuh oleh seseorang pada daerah-daerah ini dan
melaporkan semua tindakan yang membuatnya tidak menyenangkan pada
orang dewasa yang dipercaya

2.2 Dasar Hukum Pelindungan Anak


A. Konvensi Hak Anak atau KHA
Konvensi hak anak atau KHA (“Convention on the Right of the
Child”, CRC) yang dideklarasikan oleh PBB pada tahun 1989 dan telah
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1990 sampai sekarang
belum tampak gerak langkahnya di Indonesia. Dasar penyelesaian masalah
CAN adalah KAH tersebut yang intinya terdiri atas 4 pokok bahasan, yaitu :
1) Hak untuk bertahan hidup (“survival”), yaitu untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, hidup yang layak, mendapatkan makanan, tempat untuk istirahat
dan berteduh, mendapatkan air bersih, memiliki nama dan kebangsaan.
2) Hak untuk tumbuh kembang : yaitu mendapatkan pendidikan, rekreasi dan
mengembangkan seni.
3) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap segala bentuk kekerasan
dan menelantarkan (“child abuse & neglect”), eksploitasi sosial maupun
seksual, termasuk terhadap anak cacat, anak yatim, korban peperangan
maupun anak yang mendapatkan kesulitan hukum.

6
4) Hak untuk berpartisipasi dalam mengembangkan seni-budaya, bebas untuk
bersuara, medapat segala macam informasi dan hak untuk didengar.
Di Indonesia pada tahun 1998 dibentuk sebuah Lembaga Perlindungan
Anak (LPA) dibeberapa kota besar yang pada saat ini masih di dalam tahap
konsolidasi bentuk organisasi. Demikian pula sebuah Pusat Data & Informasi
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Pusdatin KOMNAS PA) dibentuk untuk
memonitor kejadian tentang perlakuan salah dengan kekerasan maupun
penelantaran anak, merangkum artikel kliping yang masuk ke dalam BERITA
ANAK, sebuah mingguan untuk kemudian melakukan investigasi setempat
(on site) apabila diperlukan. Peran media inilah diharapkan akan berperan
untuk memberikan dukungan uang positif dan cepat bagi LPA untuk bertindak
cepat menangani masalah yang timbul di masyarakat.Berbagai kasus yang
direkam di masukkan ke beberapa kategori, antara lain : penelantaran,
perlakuan, salah secara seksual, perdagangan anak, penculikan anak,
kekerasan terhadap anak, tawuran pelajar, kecelakaan pada anak, peradilan
anak, overdosis, narkoba, anak rawan gizi, anak pengungsi, dikelompokkan
melalui kliping dengan rangkaian media cetak yang siap memberikan
informasi luas terjadinya perlakuan salah dengan kekerasan pada anak dengan
harapan segera mendapatkan perhatian khalayak amai untuk dapat
diselesaikan. Telah terbit pula sejak awal tahun 2000 sebuah majalah dengan
nama “ANALISIS” tentang KOMNAS PA telah menerbitkan pula sebuah
majalah.

BAB III
PENUTUP

7
3.1. Kesimpulan

kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan
menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang
seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan,
kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk
penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Kekerasan pada anak meliputi “ABUSE”, yaitu suatu tindakan dengan sengaja atau
tidak melakukan sesuatu sehingga berakibat sakit / cedera tertentu bahkan kematian
seorang anak.
Fenomena kekerasan pada anak bagaikan lapisan gunung es di laut. Hanya
sedikit yang dilaporkan. Hal ini terjadi karena pelaku tindak kekerasan pada anak
sebagian besar adalah orang atau keluarga terdekat, bahkan tidak sedikit yang
dilakukan oleh orang tua. Bagaikan simalakama bila pelaku orangtuanya, dilaporkan
masalah karena orang tua yang mencari nafkah, tidak dilaporkan menjadi rumit,
karena telah melanggar aturan dan merugikan dan membahayakan anak.
Menjadi tugas bagi para daiyah untuk menyadarkan kepada masyarakat,
khususnya orang tua dampak terjadinya kekerasan pada anak. Trauma yang dialami
akan mempengaruhi tumbuh kembang dan kehidupannya kelak. Upaya strategis
yang harus dilakukan adalah pencegahan. Meskipun demikian, upaya solutif dan
terapi serta rehabilitatif bagi korban kekerasan penting pula untuk dilakukan oleh
para daiyah. Inilah ladang amal yang pahalanya akan terus mengalir.

3.2. Saran

Hendaknya para mahasiswa giat belajar agar bisa tahu pengkajian pada
anak dengan kekerasan fisik, metal dan seksual dan diharapkan pembaca
dapat memahami isi makalah penulis dan memperluas wawasan dari berbagai sumber
lain. Karena makalah ini jauh dari kesempurnaan, penulis harapkan saran dari
pembaca untuk kemajuan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

8
Alfath, Anshari (2015). Kekerasan pada anak meningkat setiap tahunnya
Anggraeni, S. (2010). Gambaran Harga diri pada Pelaku Redivisme: Studi pada
Redivisme di Lembaga Permasyarakatan Klas I Cipinang. Indigenous, II(2).
Arsih, F.Y, 2010. Studi Fenomenologi kekerasan kata-kata (verbal abuse) pada
remaja. Skripsi.
Armalis, (2008). Hubungan kekerasan fisik dan kekerasan emosional terhadap
kesehatan jiwa anak usia sekolah di sekolah dasar negeri 09 berok kecamatan
padang barat kota padang. Padang. Fakultas Keperawatan Universitas
Andalas.Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai