PENYAKIT INFEKSI
DOSEN PENGAMPU :
Ns. Rahmi Ramadhan, M.Kep
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
1. Bella Widya
2. Elsi Defrianti
3. Pinta Yulia
4. Listi Aulia
5. Maharani Aprilnel Kadri
6. Sari Rama Yanti
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan
salam kami curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari jalan
yang gelap menuju jalan yang terang benderang.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ilmu Kesehatan Anak. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai “Penyakit
Infeksi”. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.6. Patofisiologi.............................................................................................13
3.1. Kesimpulan..............................................................................................17
3.2. Saran........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
alergi. Jumlah ini terdiri atas 17 juta rinitis alergik, 7 sampai 20 juta asma,
dan sisanya menderita alergi jenis lain (Rudolph, 2007). Angka kejadian
rinitis alergik berdasarkan hasil penelitian di Colombia ditemukan sebanyak
32% pasien dari 5.978 pasien (Salazar, 2014). Insiden asma yang terjadi
pada anak-anak terdapat sekitar 1,4%-11,4% dengan kejadian yang lebih
sering terjadi pada anak laki-laki (Schafer and Ring, 1997; Santosa, 2010).
Kejadian alergi di Indonesia bervariasi diberbagai daerah mulai dari 3%
hingga 60% (Sumadiono et al, 2015). The International Study of Asthma
and Allergies in Childhood (ISAAC) pernah melakukan penelitian
mengenai prevalensi penyakit atopi di Bandung, di dapatkan bahwa
penderita rinitis alergik 41,5%, dermatitis atopik 7,5%, dan asma 12,4%
(ISAAC steering committe, 2002).
2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan alergi ?
2. Bagaimanakah pembagian alergi ?
3. Bagaimanakah tanda-tanda dan gejala alergi ?
4. Factor-faktor apa saja yang mendukung terjadinya alergi ?
5. Jelaskan manifestasi alergi ?
6. Bagaimanakah pencegahan alergi ?
1.3. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelakan apa yang dimaksud dengan alergi.
2. Mahasiswa mampu menjelakan bagaimana pembagian alergi.
3. Mahasiswa mampu menjelakan bagaimana tanda-tanda dan gejala alergi.
4. Mahasiswa mampu menjelakan factor-faktor apa saja yang mendukung
terjadinya alergi.
5. Mahasiswa mampu menjelakan manifestasi alergi.
6. Mahasiswa mampu menjelakan bagaimanakah pencegahan alergi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada
suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan
antibodi.Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah
alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan
penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada
berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik,
kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya
infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-
supresor dan defisensi IgA.
4
2.2. Klasifikasi Alergi
Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan,
yaitu:
1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik
menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara
berlebihan.
2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap
obat tertentu.
3. Dermatitiskontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat
kimia, atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.
Klasifikasi Menurut Waktu Timbulnya Reaksi Hipersensitifitas
1. Reaksi cepat Terjadi dalam hitungan detik, serta hilang dalam waktu 2
jam. Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast menginduksi
pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasinya dapat berupa anafilaksis
sistemik atau anafilaksis lokal seperti pilek, bersin, asma, urtikaria, dan
eksema.
2. Reaksi intermediet Terjadi setelah beberapa jam dan hilang dalam 24
jam. Reakis ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan
kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen. Reaksi intermediet
diawali oleh IgG yang disertai kerusakan jaringan pejamu oleh sel
netrofil atau sel NK. 4 Manifestasinya berupa reaksi transfusi darah,
eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun dan reaksi arthus
lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis,
glomerulonefritis, artritis reumatoid, dan LES.
3. Reaksi lambat Terlihat sampai sekitar 48 jam setelah pajanan dengan
antigen. Terjadi akibat aktivasi sel Th. Pada delayed type of
hypersensitivity yang berperan adalah sitokin yang dilepas sel T yang
mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Manifestasi klinisnya yaitu dermatitis kontak, reaksi mikobakterium
tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.
5
Klasifikasi Menurut Gell dan Coombs alergi dibagi menjadi 4 macam,
macam I s/d IV berhubungan dengan antibodi humoral, sedangkan macam ke
IVmencakup reaksi alergi lambat oleh antibodi seluler.
1. Macam/Type I (reaksi anafilaktis dini)
Setelah kontak pertama dengan antigen/alergen, di tubuh akan
dibentuk antibodi jenis IgE (proses sensibilisasi). Pada kontak selanjutnya,
akan terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dalam proses ini zat-zat
mediator (histamin, serotonin, brdikinin, SRS= slow reacting substances of
anaphylaxis) akan dilepaskan (released) ke sirkulasi tubuh. Jaringan yang
terutama bereaksi terhadap zat-zat tersebut ialah otot-otot polos (smooth
muscles) yang akan mengerut (berkontraksi). Juga terjadi peningkatan
permeabilitas (ketembusan) dari kapiler endotelial, sehingga cairan plasma
darah akan meresap keluar dari pembuluh ke jaringan. Hal ini
mengakibatkan pengentalan darah dengan efek klinisnya hipovolemia
berat. Gejala-gejala atau tanda-tanda dari reaksi dini anafilaktis ialah: -
shok anafilaktis - urtikaria, edema Quincke - kambuhnya/eksaserbasi
asthma bronchiale - rinitis vasomotorica
2. Macam/type II (reaksi imun sitotoksis)
Reaksi ini terjadi antara antibodi dari kelas IgG dan IgM dengan
bagian-bagian membran sel yang bersifat antigen, sehingga
mengakibatkan terbentuknya senyawa komplementer. Contoh: reaksi
setelah transfusi darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia hemolitis,
leukopeni, trombopeni dan penyakit-penyakit autoimun.
3. Macam/Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun = immune
complex = precipitate):
Reaksi ini merupakan reaksi inflamasi atau peradangan
lokal/setempat (Type Arthus) setelah penyuntikan intrakutan atau
subkutan ke dua dari sebuah alergen. Proses ini berlangsung di dinding
pembuluh darah. Dalam reaksi ini terbentuk komplemen-komplemen
intravasal yang mengakibatkan terjadinya kematian atau nekrosis jaringan.
Contoh: fenomena Arthus, serum sickness, lupus eritematodes,
periarteriitis nodosa, artritis rematoida.
6
4. Macam/Type IV (Reaksi lambat type tuberkulin)
Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari
setelah terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t-limfosit yang telah
tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamatoris atau peradangan
seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid pembuluh-
pembuluh yang bersangkutan. Contoh: reaksi tuberkulin (pada tes kulit
tuberkulosa), contact eczema, contact dermatitis, penyakit autoimun
(poliarthritis, colitis ulcerosa) dll.).
a. Kram perut
b. Rasa sakit atau sesak di dada
c. Diare
d. Kesulitan menelan
e. Ketakutan atau kecemasan
f. Wajah memerah
g. Mual atau muntah
h. Palpitasi jantung
i. Pembengkakan wajah,mata,bibir atau lidah
7
proses alergi dalam tubuh seorang anak yang dapat menggganggu semua
sistem tubuh.(Widodo judarwanto,2007)
1. Kulit: rasa kesemutan, panas di kulit diikuti dengan kemerahan pada kulit,
pruritus, urtikaria dengan atau tanpa angioedema.
2. Saluran napas: keluarnya cairan dalam rongga hidung, hidung buntu,
bersin-bersin, rasa gatal pada hidung. Keterlibatan saluran napas bagian
bawah umumnya berupa bronkospasm, dan edema saluran napas yang
menimbulkan sesak napas, mengi, dan perasaan dada terhimpit.
3. Kardiovaskular: aritmia berupa gangguan irama atrium maupun ventrikel.
Dapat dijumpai iskemia miokard, palpitasi, dizziness, atau nyeri dada.
Hipotensi merupakan gejala yang paling mengkhawatirkan
4. Gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasm
otot polos, berupa nyeri perut, mual muntah atau diare.
5. Susunan saraf pusat: disorientasi, pingsan, kejang, dan penurunan
kesadaran.
8
Beberapa gejala yang sering timbul pada masing – masing tipe
hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs adalah:
1. Hipersensitivitas tipe I: anafilaksis, urtikaria, angioedem, mengi,
hipotensim nausea, muntah, sakit abdomen dan diare.
2. Hipersensitivitas tipe II: agranulositosis, anemia hemolitik dan
trombositopenia.
3. Hipersensitivitas tipe III: panas, urtikaria, atralgia, limfadenopato dan
serum sickness.
4. Hipersensitivitas tipe IV: eksema, eritema, lepuh, pruritus, fotoalergi,
fixed drug eruption, lesi makulopapular.
9
4 Kulit Erthema toksikum, dermatitis atopik,
diapers dermatitis,
urticaria, insect bite, keringat berlebihan.
10
sariawan, mulut berbau.
11
shiner (kulit di bawah mata tampak ke
hitaman).
12
d. Alur pemberian obat. Pemberian obat secara parenteral lebih cenderung
menimbulkan reaksi hipersensitivitas dibandingkan pemberian peroral,
namun reaksi hipersensitivitas dapat terjadi melalui berbagai jalur
pemberian.
e. Kesinambungan (constancy) paparan allergen. Pemakaian obat yang sering
terputus dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas.
f. Pemberian imunoterapi berupa injeksi ekstrak alergen pada penderita yang
penyakit alerginya sedang tidak terkendali (misalnya injeksi ekstrak
alergen pada penderita asma yang belum terkendali akan meningkatkan
risiko terjadinya anafilaksis).
2.6. Patofisiologi
Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut:
reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen
Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul
HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel Th-2 .
Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4 dan IL-
13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi
sel mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang merupakan
sel inflamasi utama dalam reaksi alergi. Antibodi IgE (antibody tersensitisasi)
melekat pada sel mast dan basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka
akan terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut
menyebabkan masuknya ion Ca++ ke dalam sel mast dan terjadi perubahan
pada membran sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi degranulasi sel mast
yang kemudian menimbulkan pelepasan histamin serta mediator peradangan
lainnya. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga
menimbulkan gejala alergi.
13
saluran pencernaan pengeluaran histamin pada fundus lambung mengaktifkan
sel parietas yang meningkatkan produksi asam lambung dan menyebabkan
mual muntah dan diare. Reseptor histamin juga terdapat di ujung saraf sensori
yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan gatal, sedangkan pada mata
menyebabkan mata gatal dan kemerahan.
14
1. Pengobatan alergi dilakukan dengan farmakoterapi yang memperhitungkan
keamanan, efektifitas dan kemudahan dalam pemberiannya ; imunoterapi
serta edukasi pasien.
2. Salah satu farmakoterapi yang dianjurkan dalam pengobatan alergi adalah
dengan obat anti histamin dari generasi terbaru seperti cetirizin. Berbeda
dengan antihistamin klasik / generasi pertama (misalnya chlorpheniramine,
cyproheptadine, dexclorpheniramine, dll), antihistamin generasi kedua /
terbaru umumnya memiliki efek sedatif yang rendah (efek mengantuk
rendah), efektif dan sebagian bersifat anti - inflamasi ringan.
3. Saat ini salah satu obat anti histamin, yaitu cetirizin telah masuk ke dalam
kategori obat wajib apotek dari Badan POM sehingga dapat dibeli di
apotek dalam jumlah tertentu dengan melalui resep dokter.
Sebelum memberikan obat kepada pasien, dokter harus mencatat
secara teliti adanya riwayat atopi, riwayat alergi sebelumnya, jenis obat yang
menimbulkan reaksi alergi, manifestasi alergi yang terjadi, jenis obat yang
sedang digunakan saat ini. Pada pasien denga riwayat alergi, pemberian obat
harus dberikan secara hati-hati, jika memungkinkan lebih baik diberikan obat
secara oral.
Hindari uji paparan alergen yang mengandung makanan dan obat-
obatan atau pemberian vaksin imunoterapi. Tes diagnostic atau pengobatan
semacam itu sebaiknya dilakukan oleh dokter ahli bidang alergi-imunologi.
Pada penderita yang sensitif terhadap media kontras radiografis diperlukan
langkah-langkah profilaksis dan pemilihan media kontras radiografis dengan
osmolalitas rendah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
alergi:
1. Jagalah kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun di luar rumah. Hal
ini termasuk tidak menumpuk banyak barang di dalam rumah ataupun
kamar tidur yang dapat menjadi sarang bertumpuknya debu sebagai
rangsangan timbulnya reaksi alergi. Usahakan jangan memelihara binatang
di dalam rumah ataupun meletakkan kandang hewan peliharaan di sekitar
rumah anda.
15
2. Kebersihan diri juga harus diperhatikan, untuk menghindari tertumpuknya
daki yang dapat pula menjadi sumber rangsangan terjadinya reaksi alergi.
Untuk mandi, haruslah menggunakan air hangat seumur hidup, dan
usahakan mandi sore sebelum PK.17.00'. Sabun dan shampoo yang
digunakan sebaiknya adalah sabun dan shampoo untuk bayi. Dilarang
menggunakan cat rambut.
3. Jangan menggunakan pewangi ruangan ataupun parfum, obat-obat anti
nyamuk. Jika di rumah terdapat banyak nyamuk, gunakanlah raket anti
nyamuk.
4. Gunakan kasur atau bantal dari bahan busa, bukan kapuk.
5. Gunakan sprei dari bahan katun dan cucilah minimal seminggu sekali
dengan air hangat akan efektif.
6. Hindari menggunakan pakaian dari bahan wool, gunakanlah pakaian dari
bahan katun.
7. Pendingin udara (AC) dapat digunakan, tetapi tidak boleh terlalu dingin
dan tidak boleh lebih dari PK.24.00'
8. Awasi setiap makanan atau minuman maupun obat yang menimbulkan
reaksi alergi. Hindari bahan makanan, minuman, maupun obat-obatan
tersebut. Harus mematuhi aturan diet alergi.
9. Konsultasikan dengan spesialis. Alergi yang muncul membutuhkan
perawatan yang berbeda-beda pada masing-masing penderita alergi.
Mintalah dokter anda untuk melakukan imunoterapi untuk menurunkan
kepekaan anda terhadap bahan-bahan pemicu reaksi alergi, misalnya:
dengan melakukan suntikan menggunakan ekstrak debu rumah atau
dengan melakukan imunisasi Baccillus Calmette Guirine (BCG) minimal
sebanyak 3 kali (1 kali sebulan) berturut-turut, dan diulang setiap 6 bulan
sekali.
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Alergi adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi secara
tidak normal terhadap zat asing atau lebih dikenal sebagai zat alergen.
Beberapa contoh alergen adalah debu, kulit mati hewan peliharaan,
kacang, gigitan serangga, obat-obatan, tanaman (misalnya tanaman
beracun) dan bahan lateks.
2. Tanda-Tanda dan Gejala alergi, gejala alergi ringan : Ruam(bercak
bintik-bintik merah pada kulit yang terasa gatal), Kulit lecet atau
terkelupas, Hidung gatal, tersumbat atau berair, Mata merah, bengkak,
berair atau gatal ; Gejala alergi berat : Kram perut, Rasa sakit atau sesak
di dada, Diare, Kesulitan menelan, Ketakutan atau kecemasan, Wajah
memerah, Mual atau muntah, Palpitasi jantung, Pembengkakan
wajah,mata,bibir atau lidah.
3. Klasifikasi Menurut Gell dan Coombs alergi dibagi menjadi 4 macam,
macam I s/d IV berhubungan dengan antibodi humoral, sedangkan
macam ke IVmencakup reaksi alergi lambat oleh antibodi seluler :
macam/type I (reaksi anafilaktis dini), macam/type II (reaksi imun
sitotoksis), macam/type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun =
immune complex = precipitate), macam/type IV (reaksi lambat type
tuberkulin).
4. Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas bervariasi dalam hal awal
mula timbulnya gejala maupun perjalanan klinisnya ; kulit, saluran
napas, kardiovaskular, gastrointestinal, ssunan saraf pusat.
17
5. Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya
reaksi hipersensitivitas adalah: riwayat keluarga, riwayat atopi, sifat
alergen, alur pemberian obat, kesinambungan (constancy) paparan
allergen, pemberian imunoterapi
3.2. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa agar memahami
masalah penyakit infeksi.
Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk dapat terus meningkatkan
pendidikan kesehatan berupa penyuluhan kepada masyarakat dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan khususnya mengenai alergi.
Bagi masyarakat khususnya penderita alergi dapat dengan rutin dan
rajin mengikuti terapi pengobatan yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan
dengan harapan dapat segera menanggulangi alergi yang terjadi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Halim Ago. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Alergi Kulit. FK
UKI. Jakarta
19