Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI RHINI


TIS ALERGI

Dosen Pengampu : Ns.Eddy Rosfiati S.Kep M.Kep.Sp.Kep.MB ,Sp.KKV

Disusun Oleh :

Adriansyah ( 202111001 )

Alya Febriyanti Sukmana (202111004)

Anggraini Khairunnisa Wakano (202111024)

Fadia renita (202111011)

Syaiful Almunawar (202111021)

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI PKP DKI JAKARTA FAKU


LTAS KESEHATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan me
diasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat terjadi kar
ena sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap alergen. Menurut
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma). Rhinitis alergi adalah kelaina
n pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinorrhea, rasa gatal dan tersumbat se
telah mukosa hidung terpapar alergen karena reaksi hipersensitivitas tipe I yang di
perantarai oleh IgE (Cantani, 2008; ARIA, 2008).

Rhinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang menyerang 5-5
0% penduduk di dunia. Prevalensi rhinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-12,4%
dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan rhinitis alerg
i di masyarakat menjadi masalah baru yang harus ditangani secara serius karena b
erdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya seperti, terjadi penurunan p
roduktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial serta dapat menyebabkan gan
gguan psikologi. (Girish. 2004; Nurcahyo & Eko, 2009; Mabry, 2001).

Rhinitis alergi dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan yang
sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetik kuat, bila salah s atu dari
orang tua menderita alergi maka kemungkinan 30% bakat alergi diwariskan pada
keturunannya, dan bila kedua orang tua menderita akan diperkirakan mengenai se
kitar 50% keturunannya. Rhinitis alergi dapat terjadi kepada siapa saja baik anak,
remaja maupun dewasa, namun gejala rhinitis alergi biasa tampak pada usia rema
ja ataupun dewasa muda. Gejala rhinitis alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-tu
rut), rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorok, dan palatum), hidung berai
r, mata berair, hidung tersumbat, post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lela
h. (Girish, 2004; Nuty, 2007; Goerge, 2013)
B. Tujuan
Tujuan Umum datrim penuloxan makalah ini adalah untuk memahami, asuhan ke
perawatan Pasien yang mengalami Rhenitsi Allergi

1. Tujuan Khusus.

Tujuan Khusus penulisan makalah ini adalah untuk mendiskusikan pemahaman te


ntang Asuhan Kepetrawatan pasien yang mengalami Rhenitis Allergi, yang melip
uti:

1. Pengkajian Pasien yang mengalami Rhenitis Allergi

2. Penetapan Diagnosis Keperawatan pasien yang mengalami Rhenitis Allergi

3. Intervensi Keperawatan Pasien yang mengalami Rhenitis Allergi

4. Kriteria Evaluasi Keperawatan Pasien yang mengalami Rhenitis Allergi

C. Manfaat Makalah
Dapat digunakan untuk menentukan kebijakan serta meningkatkan pelayana
n Kesehatan pada masyarakat terhadap rhinitis alergi
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pada bab sebelumnya, kami telah membahas latar belakang, tujuan dan
manfaat pada pembahasan Rhinitis Alergi. Di bab ini kami akan menguraik
an definisi, patofiologi, etiologi, epidimologi, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik dan asuhan Keperawatan Rhinitis Alergi.

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Rhinitis Alergi


Rhinitis Alergi/Allergic rhinitis (AR) atau Hay Fever adalah gangguan infl
amasi kronis pada mukosa hidung yang diperantarai oleh IgE pada fase awal dan p
ada fase akhir oleh respons hipersensitivitas (Scadding, 2015). Kejadian Rhinitis
Alergi dapat dipicu dengan kontak terhadap alergen, alergen dapat berupa alergen
domestik seperti tungau, hewan peliharaan, serangga, dan tanaman; alergen pada r
uang terbuka seperti serbuk sari dan jamur (Varshney & Varshney, 2015). Gejala-
gejala rhinitis alergi dapat berupa bersin, hidung gatal, anterior atau posterior rhin
orrhea, hidung tersumbat, dan post-nasal drip yang reversible. Anosmia, allodynia
dan mendengkur yang disebabkan hidung tersumbat juga dapat terjadi (Roger et a
l., 2016).

Faktor risiko rhinitis alergi dapat berupa paparan debu yang terus menerus,
riwayat atopi keluarga, kepemilikan atas hewan peliharaan, dan tingginya paparan
rokok ataupun asap. Selain itu riwayat kembang anak dan penyakit pada masa kan
ak-kanak juga merupakan faktor risiko terjadinya rhinitis alergi seperti penyakit sa
luran pernafasan pada masa kanak-kanak, dan kekurangan vitamin D (An et al., 20
15).

Rinitis alergi (RA) adalah reaksi inflamasi pada mukosa hidung yang dipera
ntarai oleh IgE2 . Gejala khas rinitis alergi ditandai dengan hidung tersumbat, bers
in-bersin dan ingus yang encer. Rinitis alergi merupakan penyakit multifaktorial y
ang diinduksi interaksi gen lingkungan untuk menimbulkan reaksi alergi harus dip
enuhi 2 faktor, yaitu adanya sensitivitas terhadap suatu alergn (atopi) yang biasan
ya bersifat herediter dan adanya kontak ulang dengan alergen tersebut.

Rhinitis alergi adalah kelainan yang merupakan manifestasi klinis reaksi


hipersensitifitas tipel ( Gel 1&Coombs ) dengan mukosa hidung sebagai organ
sasaran. Berdasarkan sifat berlangsungnya, rhinitis alergi dibagi menjadi 2:

1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis ). hanya di negara


dengan 4 musim

2. Rhinitis alergi sepanjang tahun

Gejala rhinitis alergi sepanjang tahun berlangsung terus menerus atau


intermitten meskipun lebih ringan dari rhinitis alergi musiman, tapi karena lebih
presisten, komplikasinya lebih sering ditemukan. Dapat timbul pada semua
golongan umur, terutama anak dan dewasa muda, namun berkurang seiring
bertambahnya umur. Faktor herediter berperan, sedangkan jenis kelamin,
golongan etnis dan ras tidak berpengaruh.

Patofisiologi
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction at
au Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alerg
en sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi
Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hipe
r-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam14 .

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan m
enangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul
HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II ( Major Histocompatibil
ity Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian
sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifk
an Th0 utuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbaga
i sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh resep
tornya dipemukaan sel limfosit B, sehingga limfosit B menjadi aktif dan akan me
mproduksi imunoglobulin E (IgE).

IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan di ikat oleh reseptor Ig
E di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini me
njadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang ters
ensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sa
ma, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator ki
mia yang sudah terbentuk (Preformed Mediator) tertama histamin.

Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain pro
staglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT D4), bradikini
n, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, G
M-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor). Inilah yang disebu
t sebagai reaksi alergi fase cepat9 . Histamin akan merangsang reseptor H1 pada u
jung syaraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-ber
sin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningakt sehingga terjadi rinore. Gejala in
i adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsan
g ujung syaraf vidianus, juga mnyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehin
gga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1)

2. Etiologi
Rhinitis alergi disebabkan oleh alergen yaitu zat yang dapat menimbulkan
alergi. Zat tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun pada orang yang tidak alergi,
namun pada orang yang alergi, ceritanya bisa berbeda. Misalnya saja debu. Pada
orang yang tidak alergi debu, paparan terhadap debu tidak menimbulkan reaksi. N
amun paparan debu pada orang yang alergi debu dapat memicu reaksi antibodi. A
ntibodi ini menyebabkan sel mengeluarkan zat kimia yang menyebabkan gejala se
perti hidung berair, gatal, hidung tersumbat, bersin-bersin, bahkan sesak napas. Or
ang yang sedang terkena rhinitis alergi menjadi lebih sensitif terhadap zat iritan lai
nnya seperti asap rokok, udara dingin, dan polusi. 
Rhinitis juga dapat menjadi faktor pemberat pada asma, sinusitis, infeksi te
linga, dan menyebabkan gangguan tidur. Berbeda dengan rhinitis alergi, rhinitis
jenis ini dapat timbul akibat infeksi virus, infeksi bakteri, dipicu oleh makanan
dan alkohol, polutan udara, perubahan hormonal, dan picu oleh beberapa jenis
obat.

3. Gejala Klinis
Gejala rinitis dapat dimulai pada waktu yang berbeda sepanjang tahun, itu
tergantung pada substansi apa alergi pasien. Jika seseorang alergi terhadap serbuk
sari yang umum, maka ketika jumlah serbuk sari lebih tinggi gejalanya akan maki
n parah.
1) Gejala umum rinitis diantaranya :
a. Bersin
b. Mata berair
c. Tenggorokan gatal
d. Hidung gatal
e. Diblokir/ pilek
2) Gejala rinitis yang parah mungkin termasuk :
a. Berkeringat
b. Sakit kepala
c. Kehilangan bau dan rasa
d. Muka terasa sakit yang disebabkan oleh sinus diblokir/pilek
e. Gatal menyebar dari tenggorokan, ke hidung dan telinga
3) Kadang-kadang gejala rinitis dapat menyebabkan :
a. Kelelahan (fatigue)
b. Sifat lekas marah
c. Insomnia

4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemerik
saan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.
a. Wajah
 Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan va
sodilatasi atau obstruksi hidung
 Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setenga
h bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan ta
ngan.
b. Hidung
 Pada pemeriksaan hidung digunakan  nasal speculum atau bagi spesialis dapat
menggunakan rhinolaringoskopi
 Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai a
danya sekret encer yang banyak.
 Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus
encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusiti
s. Namun,  mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada riniti
s alergi.
 Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang
dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.
 Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. P
olip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongest
ant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan meny
usut.
c.  Telinga, mata dan orofaring
Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-fluid le
vel, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan
menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis al
ergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.

d. Pada pemeriksaan mata


Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebralyang di
sertai dengan produksi air mata.
e.  Leher
Perhatikan adanya limfadenopati
f.  Paru-paru
Perhatikan adanya tanda-tanda asma
g. Kulit.
Kemungkinaan  adanya dermatitis atopi.(Brunner&syddarth,2013)

5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan sitologi hidung : ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin
alergi makanan, sedangkan sel PMN menunjukkan infeksi bakteri.
b) Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya de
ngan Ig E total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini bergun
a untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu kelu
arga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna
yaitu Ig E spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (En
zym-linked immunosorbent assay test).
c) Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab.
Ada beberapa cara yitu : uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau ber
seri (skin end-point titration-SET), uji cukit (prick test), uji gores (scratch tes
t). (Brunner&syddarth,2013).

B. Asuhan Keperawatan Pasien Yang Mengalami Rhinitis Alergi


1. Pengkajian Keperawatan
Perawat harus mencoba mengidentifikasi variasi musiman, elemen provok
atif di lingkungan, dan waktu kejadian yang menimbulkan gejala; misalnya, jika p
asien hanya mengalami masalah selama seminggu, hal ini dapat mengarah pada pe
nyelidikan lingkungan ruang kelas anak atau tempat penitipan anak untuk alergen
seperti hewan peliharaan atau jamur.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian , diagnosa keperawatan utama adalah:

a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi atau adanya


sekret yang menebal.
b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sumbatan pada hidung.
c) Gangguan konsep diri berhubungan dengan kondisi tersebut.
d) Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur tindakan medis.

3. Perencaan dan Tujuan Asuhan Keperawatan


Tujuan utama untuk anak dengan rinitis alergi adalah:

 Anak tidak akan lagi bernapas melalui mulut .


 Jalan napas akan kembali normal, terutama hidung.
 Anak akan tidur 6-8 jam sehari.
 Anak dan orang tua akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola koping.
 Anak dan orang tua akan mengetahui dan memahami tentang penyakit dan pe
ngobatannya.

4. Intervensi Keperawatan
 Identifikasi alergen. Identifikasi dan eliminasi paling mudah untuk alergen t
ungau debu; serbuk sari lebih sulit dihindari karena aktivitas sehari-hari harus
diubah untuk melakukannya; intervensi yang mudah adalah menutup jendela,
yang mudah dilakukan di rumah ber-AC dan harus dilakukan sepanjang tahun.
 Penggunaan semprotan hidung. Ajari pasien dan orang tua cara menggunak
an semprotan hidung dengan meniup hidung terlebih dahulu baru memberika
n obat.
 Dorong pembersihan rumah secara menyeluruh. Dorong pembersihan ruti
n rumah, furnitur, dan peralatan yang mungkin menampung debu dan serbuk
sari lainnya.
 Dorong kepatuhan minum obat. Berikan pengobatan farmakologis seperti y
ang diperintahkan oleh dokter.

5. Evaluasi Keperawatan
Tujuan tercapai yang dibuktikan dengan:

 Anak tidak lagi bernapas melalui mulut.


 Jalan napas sudah kembali normal, terutama hidung.
 Anak tidur 6-8 jam sehari.
 Anak dan orang tua menggambarkan tingkat kecemasan dan pola koping.
 Anak dan orang tua mengetahui dan memahami tentang penyakit dan pengob
atannya.
BAB III
KASUS
A. Kasus
Seorang pasien perempuan berusia 48 tahun datang ke poliklinik THT-K
L Subbagian Rinologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 12 Maret
2021 dengan keluhan utama hidung tersumbat yang semakin memberat sejak 3 bu
lan lalu. Keluhan hidung tersumbat sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu na
mun dirasakan hilang timbul. Pasien selama ini berobat ke dokter umum untuk
meredakan keluhannya namun tidak ada perbaikan, sampai akhirnya keluhan hi
dung tersumbat dirasakan semakin memberat dan pasien pun disarankan untu
k berobat ke dokter THT. Kemudian pasien berobat ke dokter THT di salah satu
RS swasta di Padang dan di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Pasien juga mengeluhkan keluar ingus kental dari hidung dan rasa ing
us mengalir ke tenggorok ada sejak 2 tahun lalu. Rasa nyeri di wajah atau
pipi terutama saat pasien menunduk dan keluhan nyeri kepala hilang timbul p
un dirasakan sejak 1,5 tahun terakhir. Keluhan penurunan penciuman ada seja
k 1 tahun laluTidak ada riwayat keluar darah dan nanah dari hidung atau mulut.
Gangguan penglihatan tidak ada. Tidak ada keluhan bersin-bersin lebih dari lima
kali jika pasien terpapar debu atau dingin. Riwayat sakit kepala hebat, penurun
an kesadaran dan kejang tidak ada. Pembengkakan pada leher, ketiak atau lipa
tan paha tidak ada. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 20 tahun lalu se
banyak 1 bungkus/hari.
Riwayat trauma pada hidung tidak ada. Riwayat asma dan darah tinggi tidak ad
a.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik dan komposmentis. Pemeriksaan
tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 78 x/menit, respirat
ory rate 22 x/menit, suhu
37°C dan saturasi oksigen 100 %. Pada pemeriksaan status lokalis THT, pe
meriksaan telinga kanan dan kiri didapatkan tidak ada kelainan. Dari pemerik
saan tenggorok juga tidak ditemukan kelainan

Gambar 3. Nasoendoskopi hidung kanan sebelum operasi tampak massa putih


keabuan menutupi meatus media dekstra (tanda panah), KM: konka media, S:
Septum.
Pada pemeriksaan kavum nasal didapatkan kavum nasal kanan sempit,
konka inferior eutrofi, konka media eutrofi, tampak massa putih keabuan menut
upi meatus media, dengan permukaan licin, terdapat sekret mukoid dan septu
m deviasi (krista), sedangkan pada kavum nasal kiri didapatkan kavum nasal se
mpit, konka inferior hipertrofi, konka media hipertrofi, terdapat sekret mukoi
d dimeatus media dan tidak ada septum deviasi.
Dilakukan pemeriksaan peak nasal inspiratory flow (PNIF) dengan hasi
l 100/90/80 dan pemeriksaan cottle sign (+/+). Pada pemeriksaan oral cavity, ti
dak ditemukan gigi molar 3 kanan dan kiri atas. Pada pemeriksaan regio maksila
dekstra dan sinistra terdapat nyeri ketok di regio tersebut. Pasien lalu direncan
akan untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas serta pemeriksaan CT scan Sinu
s paranasal.
Pada kontrol ke-2 pada tanggal 9 April 2021 pasien membawa hasil
kultur dan sensitivitas adalah organisme Pantoea sp serta hasil pemeriksaan CT
scan Sinus paranasal (Gambar 4) menunjukkan perselubungan dan penebalan
mukosa pada sinus maksilaris dan ethmoid
bilateral, serta penebalan pada sinus.

Gambar 4. CT Scan sinus paranasal menunjukkan adanya sel haller (tanda p


anah) pada sinus maksila kiri, perselubungan dan penebalan mukosa pada sin
us maksilaris dan ethmoid bilateral, serta penebalan pada sinus sphenoid kana
n.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian Dasar
Identitas Pasien
Nama : Ny.F
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 Tahun
Bangsa : Indonesia
b. Riwayat Keperawatan
c. Keluhan Utama
Hidung tersumbat yang semakin memberat sejak 3 bulan lalu
d. Riwayat keluhan Dahulu
Keluhan hidung tersumbat sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu na
mun dirasakan hilang timbul , Pasien juga mengeluhkan keluar ingus kental da
ri hidung dan rasa ingus mengalir ke tenggorok ada sejak 2 tahun lalu, nyeri
kepala hilang timbul pun dirasakan sejak 1,5 tahun terakhir. Keluhan penurun
an penciuman ada sejak 1 tahun

e. Pemeriksaan Fisik Umum


Kesadaran : Compos mentis
TTV
tekanan darah : 110/80 mmHg,
nadi : 78 x/menit,
respiratory rate : 22 x/menit,
suhu : 37°C dan
saturasi oksigen : 100 %
f. Data Penunjang Diagnostik

a) Pemeriksaan status lokalis THT


pemeriksaan telinga kanan dan kiri didapatkan : tidak ada kelainan.
Dari pemeriksaan tenggorok : juga tidak ditemukan kelainan
b) Pada pemeriksaan kavum nasal
kavum nasal kanan : sempit, konka inferior eutrofi, konka media eutrofi, tamp
ak massa putih keabuan menutupi meatus media, dengan permukaan licin, ter
dapat sekret mukoid dan septum deviasi (krista)
kavum nasal kiri : didapatkan kavum nasal sempit, konka inferior hipertrofi, k
onka media hipertrofi, terdapat sekret mukoid dimeatus media dan tidak ada
septum deviasi
c) pemeriksaan peak nasal
inspiratory flow (PNIF) dengan hasil 100/90/80 dan pemeriksaan cottle sign
(+/+).
d) Pada pemeriksaan oral cavity
tidak ditemukan gigi molar 3 kanan dan kiri atas.
e) Pemeriksaan regio maksila dekstra dan ssinistra
terdapat nyeri ketok di regio tersebut. Pasien lalu direncanakan untuk pemeriksa
an kultur dan sensitivitas serta pemeriksaan CT scan Sinus paranasal.

f) Resume Hasil kultur dan sensitivitas adalah organisme Pantoea sp serta


hasil pemeriksaan CT scan Sinus paranasal
Menunjukkan perselubungan dan penebalan mukosa pada sinus maksilaris dan
ethmoid bilateral, serta penebalan pada sinus.

C. Asuhan Keperawatan

1. Analisa Data

Data Subjektif/objektif Masalah Etiologi

DS : Bersihan jalan nafas tida Sekresi Tertahan


1. Pasien mengeluh hidu k efektif ( D.0001 )
ng tersumbat yang sema
kin memberat sejak 3 bu
lan lalu. Keluhan hidun
g tersumbat sudah diras
akan sejak 3 tahun yan
g lalu namun dirasakan
hilang timbul.
2. Pasien juga mengeluh
kan keluar ingus kental
dari hidung dan rasa in
gus mengalir ke tenggo
rok ada sejak 2 tahun
lalu.
3. Pasien juga mengeluh
penurunan penciuman ad
a sejak 1 tahun lalu Tida
k ada riwayat keluar dar
ah dan nanah dari hidun
g atau mulut.
4. keluhan hidung tersu
mbat dirasakan semaki
n memberat

DO :
1. Gangguan penglihata
n tidak ada. Tidak ada
keluhan bersin-bersin le
bih dari lima kali jika pa
sien terpapar debu atau
dingin.
2. Pasien memiliki kebi
asaan merokok sejak 20
tahun lalu sebanyak 1
bungkus/hari.
3. Hasil TTV
TD: 110/80 mmHg
N: 78x/mnt
RR: 22x/mnt
S: 37°C
SPo2: 100 %.
4. Pada pemeriksaan sta
tus lokalis THT, pemer
iksaan telinga kanan d
an kiri didapatkan tidak
ada kelainan. Dari pem
eriksaan tenggorok jug
a tidak ditemukan kelai
nan
5. Pada pemeriksaan ka
vum nasal didapatkan k
avum nasal kanan sem
pit, konka inferior eutrof
i, konka media eutrofi, t
ampak massa putih ke
abuan menutupi meatus
media, dengan permuk
aan licin, terdapat sekre
t mukoid dan septum d
eviasi (krista), sedangk
an pada kavum nasal ki
ri didapatkan kavum nas
al sempit, konka inferio
r hipertrofi, konka me
dia hipertrofi, terdapat
sekret mukoid dimeatus
media dan tidak ada s
eptum deviasi.
6. Pada kontrol ke-2 pa
da tanggal 9 April 202
1 pasien membawa has
il kultur dan sensitivitas
adalah organisme Pantoe
a sp serta hasil pemerik
saan CT scan Sinus par
anasal (Gambar 4) me
nunjukkan perselubunga
n dan penebalan muko
sa pada sinus maksilari
s dan ethmoid
bilateral, serta penebala
n pada sinus.
DS : Nyeri Kronis ( D.0078 ) Agen pencedera fisiologi
1. Pasien mengeluh ny s
eri kepala hilang ti
mbul pun dirasaka (penebalan mukosa pad
n sejak 1,5 tahun t a sinus maksilaris dan
erakhir ethmoid bilateral, serta
2. Pasien mengatakan penebalan pada sinus ).
P : keluar ingus kental
dari hidung dan rasa in
gus mengalir ke tenggo
rok
Q : Nyeri seperti panas d
i area hidung dan pipi
R : Nyeri dihidung dan p
ipi
S : Skala 7
T : Nyeri hilang timbul

DO :
- Rasa nyeri di wajah a
tau pipi terutama saat p
asien menunduk
- Riwayat sakit kepala h
ebat, penurunan kesada
ran dan kejatidak ada.
Pembengkakan pada leh
er, ketiak atau lipatan pa
ha tidak ada.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Sekresi Tertahan

b. Nyeri kronis b.d agen pencedera fisiologis ( sinusitis )

3. Intervensi keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Sekresi Tertahan

1) Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan ja


lan nafas meningkat dengan kriteria hasil ( L.01001 ) :
a) Produksi sputum menurun
b) Dispneu menurun
c) Gelisah menurun
d) Frekuensi nafas membaik
e) Pola nafas membaik

2) Intervensi Keperawatan
a. Manajemen Jalan Napas ( I. 01011 )
Observasi :
- monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas )
- monitor sputum ( jumlah, warna, aroma )
Terapeutik
-pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift ( jaw-thrust jika
curiga trauma servikal )
- posisikan semi-fowler atau fowler
- lakukan fisioterapi dada
- lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
-berikan oksigen, jika perlu
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian brokodilator, ekspektoran mukolitik, jika perlu

b. Aromaterapi ( I. 08233 )
Observasi
-identifikasi pilihan aroma yang disukai dan tidak disukai
- identifikasi tingkat nyeri, stres, kecemasan
- monitor masalah yang terjadi saat pemberian aromaterapi
- monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aromaterapi
Terapeutik
- pilih minyak esensial yang tepat sesuai dengan indikasi
- berikan minyak esensial dengan metode yang tepat ( mis, inhalasi, pemijatan,
mandi uap)
Edukasi
- ajarkan cara menyimpan minyak ensesial dengan tepat
- anjurkan menggunakan minyak ensesial secara bervariasi
Kolaborasi
- konsultasikan jenis dan dosis minyak ensesial yang tepat dan aman

b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (


1) Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Tingkat ny
eri menurun dengan kriteria hasil ( L.08066 ) :
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Gelisah menurun
d. Perasaan depresi tertekan menurun

2) Intervensi Keperawatan
a. Manajemen Nyeri ( I. 08238 )
Observasi
- identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi nyeri
- identifikasi skala nyeri
- identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Terapeutik
-berikan teknik nonfarmakalogis unutk mengurangi rasa nyeri
- fasiltas istirahat dan tidur
Edukasi
- jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
BAB IV
PEMBAHASAN ( JURNAL )
Pada bagian ini menurut jurnal Ilmiah Kedokteran dan kesehatan
keperawatan STUDI KASUS PADA PASIEN RHINOSINUSITIS DENGA
N PENERAPAN CUCI HIDUNG DENGAN NACL 0,9% dengan kasus ya
ng terjadi pada pasien Seorang pasien perempuan berusia 48 tahun dengan
Rhinitis Alergi yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan ,Intervensi
keperawatan.

A. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang relevan dan konti
nyu tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah klien. Tujua
n dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan
klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan kes
ehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya (Dermawan, 2012). Hasil pengkajian yang terjadi pada sesuai dengan t
eori yang menyebutkan Rhinosinusitis adalah pembengkakan mukosa hidung yan
g terisi cairan interseluler dan terdorong dalam rongga hidung oleh gaya berat (Iri
anto, 2015). Hasil pengkajian Seorang pasien perempuan berusia 48 tahun didap
atkan Keadaan umumnya baik, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital: Suhu:
37ºC, Nadi: 78x/I, TD:110/80 mmHg, RR: 22x/I, Spo2: 100%. Pasien mengatakan
utama hidung tersumbat yang semakin memberat sejak 3 bulan lalu. Keluhan hid
ung tersumbat sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu namun dirasakan hilan
g timbul.Pasien juga mengeluhkan keluar ingus kental dari hidung dan rasa i
ngus mengalir ke tenggorok ada sejak 2 tahun lalu. Rasa nyeri di wajah ata
u pipi terutama saat pasien menunduk dan keluhan nyeri kepala hilang timbul
pun dirasakan sejak 1,5 tahun terakhir. Keluhan penurunan penciuman ada sej
ak 1 tahun laluTidak ada riwayat keluar darah dan nanah dari hidung atau mulut.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang di prioritaskan bisa ditegakkan adalah Bersihan jalan


nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan ditandai dengan ada
nya sumbatan pada jalan nafas (sinusitis). Diagnosa keperawatan mengenai bersih
an jalan napas tidak efektif mempunyai penyebab secara fisiologis yaitu, hipersekr
esi jalan napas dan sekresi yang tertahan. Untuk penyebab situasional yaitu, mero
kok aktif. Gejala dan tanda mayor objektif yaitu, batuk tidak efektif, tidak mampu
batuk, sputum berlebih, suara napas mengi dan ronkhi. Gejala dan tanda minor su
kjektif yaitu, dispnea dan ortopnea. Gejala dan tanda minor subjektif yaitu, sianosi
s, bunyi napas turun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah. (Tim Pokja S
DKI DPP PPNI, 2017).

C. Intervensi

Berdasarkan prioritas diagnose keperawatan utama yaitu nyeri akut berhubungan


dengan Agen Pecendera fisiologis Tujuan keperawatan adalah setelah dilakukan a
suhan keperawatan selama 3xdalam 24jam diharapkan nyeri berkurang dengan kri
teria hasil mampu mnegontrol nyeri (tahu penyebab nyeri) mampu menggunakan t
ekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri atau mencari bantuan, ekspresi w
ajah dan tubuh relax, skala nyeru berkurang dari skala 6 menjadi 4, tanda-tanda vit
al dalam batas normal, pasien mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. I
ntervensi yang akan dilakukan pada prioritas diagnose nyeri berhubungan dengan
peradangan pada hidung adalah kaji skala nyeri dengan menggunakan teknik PQR
ST dengan rasional untuk mengetahui factor predisposisi nyeri, kualitas nyeri, tem
pat nyeri, skala nyeri, waktu timbulnya nyeri dan frekuensi nyeri. Diagnosa keper
awatan yang kedua adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan. Tujuan keperawatannya setelah dilakukan asuhan keperawa
tan selama 3x dalam 24 jam diharapkan suara nafas bersih, mampu mengeluarkan
secret, mampu bernafas dengan mudah, menunjukkan jalan nafas yg paten, tandat
anda vital dalam batas normal, pasien mengatakan sesak berkurang dan lega untuk
bernafas.Intervensi yang akan dilakukan pada diagnose bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan penumpukan secret (sumbatan nafas akibat sinus) ber
ikan oksigen, ajarkan tekhnik relaksasi (tarik nafas dari hidung buang perlahan dar
i mulut), keluarkan secret dengan menggunakan nacl 0,9%.

BAB V
EVALUASI

A. Kesimpulan
Rinitis alergi memengaruhi banyak orang diseluruh dunia, berdasarkan data konse
rvatif terdapat 500 juta orang di dunia yang menderita rinitis alergi. Patofisiologi r
intis alergi melibatkan berbagai macam sel dan mediator inflamasi yang dapat diju
mpai disetiap fase dimulai sejak paparan pertama terhadap alergen sampai timbuln
ya gejala alergi yang dibagi menjadi fase awal dan fase akhir. Terdapat pengaruh
antara kebiasaan merokok terhadap perjalanan penyakit rinitis alergi. Merokok tid
ak menyebabkan rinitis alergi, tetapi rinitis alergi berpengaruh terhadap tingakat k
eparahan pada pasien yang didiagnosis rinitis alergi. Merokok berpengaruh terhad
ap gejala pada rinitis alergi yang kronis, merokok dapat memperparah gejala pada
rinitis alergi.
REFERENSI

Adams G., Boies L., Higler P.1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi ke-6. EGC.Jak
arta

ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on  ast
hma. J allergy clinical immunology : S147-S276.

Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT. Dalam : Kumpulan


Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT.Bukit Tinggi.

ARTERI : Jurnal Ilmu Kesehatan

Vol. 4, No. 2, Februari 2023, hlm. 113-117

Standar diagnosis keoerawatan Indonesia ( PPNI ) Edisi cetakan 3

JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Anda mungkin juga menyukai