Anda di halaman 1dari 17

RHINITIS ALERGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFINISI
Rinitis alergi didefinisikan sebagai gejala bersin, pruritus hidung,
obstruksi aliran udara, dan sebagian besar pengeluaran cairan hidung yang
disebabkan oleh reaksi yang dimediasi IgE melawan alergen yang dihirup dan
melibatkan peradangan mukosa yang didorong oleh sel T helper tipe 2 (Th2).
Penderita rinitis alergi mengalami gangguan mukosa hidung, inflamasi
dan edem yang dapat menganggu pergerakan silia sehingga mengganggu
transport mukosilliar (TMS) hidung secara lokal.1

2. 2 PREVALENSI
Pada populasi di dunia insiden rinitis alergi lebih dari 20% dengan
prevalensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. 2 Prevalensi rinitis alergi
memuncak pada dekade kedua hingga keempat kehidupan dan kemudian
berkurang secara bertahap.3 Frekuensi kepekaan terhadap alergen inhalan
1
Ballenger JJ. (2003) . Hidung Dan Sinus Paranasal. Dalam Staf Ahli Bagian THT RSCM FKUI (ed).
Penyaki t Telinga, Hidung,Tenggorok, Kepala Dan Leher. Edisi XIII.Jakarta : Biarupa Aksara
2
Khoury P, naclerio RM. Immunology and
allergy. In: Head and Neck surgeryOtolaryngology 4th eds. Bailey BJ, Johnson
JT, editors. Lippincot William and Wilkins
2006; p 336-49.
2. Bousquet J, Van Cauwenberge P, Khaltaev
N. Allergic rhinitis and its impact on asthma. J
Allergy Clin Immunol 2001; 108(Suppl.):
S183–S195
3
Salo PM, Calatroni A, Gergen PJ, et al.
Allergy-related outcomes in relation to
serum IgE: results from the National
Health and Nutrition Examination Survey
2005-2006. J Allergy Clin Immunol 2011;
127:1226-35.
4. Yonekura S, Okamoto Y, Horiguchi S,
et al. Effects of aging on the natural history of seasonal allergic rhinitis in middleaged subjects in
South Chiba, Japan. Int
Arch Allergy Immunol 2012;157:73-80.
meningkat dan terjadi pada lebih dari 40% populasi di Amerika Serikat dan
Eropa. Prevalensi rinitis alergi di Amerika Serikat sekitar 15% berdasarkan
diagnosa dokter7 dan sebesar 30% atas dasar pelaporan pasien sendiri yang
mengalami gejala pada hidung.3

2. 3 KLASIFIKASI
Rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat
berlangsungnya,yaitu:
1) Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Jenis ini
hanya ada di negara 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu
tepung sari (pollen) dan spora jamur.
2) Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini
timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, dan dapat
terjadi sepanjang tahun. Penyebab paling sering ialah alergen inhalan
dan alergen ingestan. Penyebab tersering pada orang dewasa adalah
alergen inhalan.(Soepardi, E.A.,2007)
Klasifikasi ARIA sering digunakan berdasarkan waktu terjadinya
rinitis alergi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, rinitis alergi
berselang(intermittent allergic rhinitis) dan rinitis alergi menetap (persistent
allergic rhinitis). Rinitis alergi berselang terjadi <4 hari per minggu atau <4
minggu. Sedangkan rinitis alergi menetap terjadi >4 hari per minggu dan
>4 minggu.
ARIA juga mengklasifikasikan rinitis alergi berdasarkan tingkat
keparahan yaitu sebagai berikut: rinitis alergi ringan (mild allergic rhinitis) dan
rinitis alergi sedang-berat (moderate-severe allergic rhinitis). Pada rinitis alergi
ringan, penderita dapat tidur dengan nyenyak, tidak terdapat gangguan aktivitas
sehari-hari maupun pekerjaan ataupun sekolah, serta tidak memiliki gejala yang
mengganggu. Sedangkan pada rinitis alergi sedang-berat penderita harus memiliki
salah satu atau lebih gejala sebagai berikut: tidur yang terganggu, gangguan
aktivitas sehari-hari, gangguan pekerjaan ataupun sekolah, serta memiliki gejala
yang mengganggu.

2. 4 FAKTOR RISIKO
Perempuan memiliki resiko alergi lebih besar daripada laki –laki akibat
faktor hormonal yaitu hormon estrogen. Hormon estrogen dapat merangsang
produksi dari Th2 sehingga menstimulus pengeluaran IgE dan terjadi reaksi dari
autoantigen yang menstimulus pengeluaran histamin sebagai respon dari reaksi
hipersensitivitas tipe 1.(RA8)

2. 5 PATOGENESIS
a. Reaksi alergi fase cepat
Reaksi alergi fase cepat terjadi dalam beberapa menit setelah terpapar
alergen. Pada fase cepat, histamin dilepaskan oleh sel mast sehingga
menimbulkan vasodilatasi, edema mukosa dan stimulasi saraf. Proses ini
menghasilkan gejala seperti bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal. 1,2,4
Paparan alergen pada kontak pertama menimbulkan sensitisasi, Antigen
Presenting Cell (APC) menangkap alergen di mukosa hidung. Komplek
peptida Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II terbentuk dan
dipresentasikan pada sel Thelper (Th0). Melalui IL-1, Th0 berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Berbagai sitokin akan dihasilkan oleh Th2 yang akan
mengaktifkan sel limfosit B sehingga dihasilkan imunoglobulin E (IgE). Di
jaringan mukosa hidung IgE berikatan pada reseptor di permukaaan sel mast
dan basofil. Sel mast dan basofil yang berikatan dengan IgE ini akan
tersensitisasi oleh alergen yang sama sehingga terjadi degranulasi.
Preformed mediator terutama Histamin dan mediator lain seperti
prostaglandin D2, leukotrien, bradikinin, platelet activating factor (PAF)
serta sitokin yang merupakan hasil degranulasi fase cepat akan menimbulkan
gejala-gejala dalam hitungan menit. Mediator-mediator ini merekrut sel-
sel inflamasi ke mukosa hidung untuk masuk ke tahap reaksi fase lambat.1-
5
b. Reaksi alergi fase lambat
Reaksi alergi fase lambat terjadi beberapa jam setelah terpapar
alergen. Mediator-mediator pada fase cepat melalui kejadian yang lebih
komplek merekrut sel inflamasi lain ke mukosa seperti netrofil, eosinofil,
limfosit dan makrofag. Mediator yang dihasilkan oleh sel mast
memfasilitasi leukosit dari sirkulasi untuk menempel pada sel endotel
melalui proses kemotaktik sehingga terjadi penumpukan sel inflamasi pada
mukosa hidung. Selain itu IL -5 memicu kemoatraktif eosinofil, netrofil,
basofil, limfosit dan makrofag bermigrasi ke mukosa hidung dan
mempertahankan reaksi inflamasi di hidung.1-5
Eosinofil sebagai sel yang predominan dalam proses inflamasi kronik
rinitis alergi, melepas sejumlah mediator proinflamatory seperti cationic
proteins, eosinophil peroksidase, major basic protein dan sistenil leukotrien.
Eosinofil juga melepas sitokin seperti IL-3, IL-5, IL13, granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor, platelet activating factor dan tumor
necrosis factor.1-5 Kaskade rinitis alergi ini cukup komplex dan gejala yang
ditimbulkan sesuai dengan jumlah sel inflamasi dan mediator yang
dikeluarkan. Rangkaian proses ini menghasilkan inflamasi kronik dan efek
primming.
Gambar 1. Mekanisme Sensitisasi Alergi

Sensitisasi melibatkan alergen penyerapan oleh sel penyaji antigen (sel


dendritik) di situs mukosa, yang mengarah ke aktivasi antigen-spesifik Sel T,
kemungkinan besar mengeringkan kelenjar getah bening. Aktivasi simultan
sel epitel oleh jalur nonantigenik (mis., protease) dapat menyebabkan
pelepasan sitokin epitel (limfopoietin stroma timus [TSLP], interleukin-25,
dan interleukin-33), yang bias mempolarisasi proses sensitisasi menjadi
respons sel T helper tipe 2 T (Th2). Polarisasi ini diarahkan sel dendritik dan
mungkin melibatkan partisipasi sel limfoid bawaan tipe 2 (ILC2) dan basofil,
yang melepaskan sitokin penggerak Th2 (interleukin-13 dan interleukin-4).
Hasil dari proses ini adalah generasi sel Th2, yang akan mendorong sel B
menjadi plasma penghasil IgE spesifik sel alergen. MHC menunjukkan
kompleks histokompatibilitas utama.
Gambar 2. Mekanisme Imunologi dari Reaksi Hidung terhadap Alergen

Antibodi IgE spesifik alergen menempel pada reseptor afinitas tinggi


pada permukaan sel mast residen jaringan dan basofil yang bersirkulasi.
Alergen berikatan dengan IgE pada permukaan sel-sel dan reseptor IgE cross-
link, menghasilkan aktivasi sel mast dan basofil dan pelepasan mediator
neuroaktif dan vasoaktif seperti histamin dan leukotrien sisteinil. Zat ini
menghasilkan gejala khas rinitis alergi.
Selain itu, aktivasi lokal limfosit Th2 oleh sel dendritik menghasilkan
pelepasan kemokin dan sitokin yang mengatur masuknya inflamasi sel
(eosinofil, basofil, neutrofil, sel T, dan Sel B) ke mukosa, memberikan lebih
banyak alergen target dan mengatur organ ujung hidung (saraf, pembuluh
darah, dan kelenjar). Th2 pada mukosa hidung yang meradang lebih sensitif
terhadap alergen tetapi juga terhadap iritasi lingkungan. Selain itu, paparan
alergen lebih lanjut merangsang produksi IgE.
Gamb
ar 3. Mekanisme Gejala pada Rhinitis Alergi.

Mediator yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil dapat secara
langsung mengaktifkan ujung saraf sensorik, pembuluh darah, dan kelenjar
melalui reseptor spesifik. Histamin tampaknya memiliki efek langsung pada
pembuluh darah (menyebabkan permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran
plasma) dan saraf sensorik, sedangkan leukotrien lebih banyak kemungkinan
menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi sensorik saraf menyebabkan pruritus dan
berbagai refleks sentral. Ini termasuk refleks motorik yang mengarah ke
bersin dan refleks parasimpatis yang merangsang sekresi kelenjar hidung dan
menghasilkan beberapa vasodilatasi. Selain itu, drive simpatik ke sinusoid
vena ereksi hidung ditekan, memungkinkan untuk pembengkakan pembuluh
darah dan obstruksi bagian hidung. Pada peradangan alergi, respon-respon
organ akhir ini menjadi teratur dan lebih jelas. Hiperresponsivitas saraf
sensoris adalah gambaran patofisiologis yang umum pada rinitis alergi.
2. 6 GEJALA KLINIS
Gejala klasik rinitis alergi yaitu obstruksi hidung, hidung terasa gatal,
rinore dan bersin. Konjungtivitis alergi (peradangan selaput menutupi bagian
putih mata) juga sering terkait dengan rinitis alergi dan gejala umumnya termasuk
kemerahan, robek dan gatal pada mata [1].

2. 7 DIAGNOSA
Rinitis alergi merupakan kondisi yang sudah berlangsung lama, sering kali
tidak terdeteksi pada perawatan primer. Pasien yang menderita kelainan sering
tidak dapat mengenali dampak gangguan pada kualitas hidup sehingga tidak
sering mencari perhatian medis[1, 14].
Anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh menjadi landasan
menegakkan diagnosis alergi rhinitis. Anamnesis harus mencakup pertanyaan
tentang riwayat keluarga dengan penyakit atopik, dampak gejala pada kualitas
hidup dan munculnya komorbiditas seperti asma, gangguan nafas, mendengkur,
sleep apnea, keluhan sinus, otitis media, atau polip hidung.
Tes alergi juga penting untuk memastikan bahwa alergi yang mendasari
menyebabkan rhinitis [1]. Rujukan ke ahli alergi harus dipertimbangkan jika
diagnosis rinitis alergi dipertanyakan.
Pengujian skin prick memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih dari
90% untuk aeroalergen. Tes ini aman, biaya relatif rendah, dan hasilnya kira-kira
15 menit. Oleh karena itu, ini adalah tes yang direkomendasikan untuk diagnosa
rutin alergi.
Provokasi konjungtiva atau hidung akan menghasilkan respon lokal dalam
beberapa menit pada individu yang peka. Ini telah terbukti berguna dalam
berbagai pemeriksaan. Namun, potensi ketidaknyamanan yang cukup besar dan
kurangnya ekstrak dan prosedur standar membatasi penerapannya.
IgE total, mayoritas pasien yang menderita rinitis alergi memiliki IgE total
dalam batas normal, umumnya tidak direkomendasikan sebagai doagnostik rinitis
alergi. Namun, kadar serum IgE yang lebih dari 100 UI/mL sebelum usia 6 tahun
dapat mengidentifikasikan kecenderungan alergi.
IgE spesifik, sensitivitas dan spesifisitas yang sebanding dengan tes skin
prick. Namun, biaya per alergen jauh lebih tinggi, dan hasil baru keluar setelah
beberapa hari.

2. 8 TATA LAKSANA
a. Menghindari alergen
Menghindari kontak dengan alergen merupakan hal yang tepat dilakukan
oleh pasien dengan gejala rinitis alergika dan pasien yang telah melakukan test
sensitisasi alergen dengan hasil positif pada skin prick tests atau pada hasil test
antibodi IgE diatas normal.
Seperti tungau, informasi ini berarti detail tentang bagaimana cara
memodifikasi lingkungan didalam rumah atau ruangan dengan cara mengurangi
tempat untuk berkembang biak ( yaitu, mengurangi sumber makanan bagi tungau,
membersihkan ruangan dan mengurangi suhu, kelembapan). Ini harus
menunjukkan bahwa efek dari tindakan tersebut dapat diperdebatkan.
(misalahnya, efek dari bahan kimia seperti benzil benzoat dan asam tanat dalam
mengendalikan tungau masih belum disetujui dan sebaiknya tidak
direkomdasikan)
Sehubungan dengan hewan peliharaan, individu dengan gejala dan hasil
test alergi positif terhadap beberapa hewan peliharaan, pencegahan yang harus di
ambil adalah menghindari hewan peliharaan tersebut. Pada prinsipnya,itu berarti
tidak dapat memelihara hewan peliharaan di dalam atau luar ruangan. Hewan
peliharaan tersebut tidak dapat diganti dengan hewan lain karena sensitisasi akan
kembali terulang. Umumnya alergi terjadi pada hewan peliharaan kecuali reptil.
Gejala mungkin dapat dikurangi dengan cara lebih sering membersihkan atau
memandikan hewan peliharaan tersebut dan lingkungan dimana hewan tersebut
tinggal.
Seperti halnya alergi terhadap serbuk sari dan jamur, umumnya sulit untuk
menghindari. Beberapa langkah untuk menghindari adalah sebagai berikut :
• Menghindari daerah dengan konsentrasi serbuk sari yang tinggi
• Mempertimbangkan untuk tetap didalam ruangan dengan pintu dan
jendela tertutup pada hari dimana konsetrasi serbuk sari tinggi diudara.
• Membilas mata dan hidung dengan cairan saline dan membersihkan
rambut bila paparan terhdapat serbuk sari tidak dapat dihindarkan.
• Memasang filter serbuk sari pada sistem ventilasi mobil
• Memakai kacamata pada daerah dengan konsentrasi serbuk sari tinggi
• Menghindari mengeringkan pakaian atau bahan tekstil diluar ruangan
• Menghindari iritasi dari asap rokok, polusi dan parfum.Terapi
medikamentosa pada rinitis alergi dapat menggunakan topikal maupun oral dari
steroid, antihistamin, dekongestan serta terapi cuci hidung untuk mengurangi
gejala pada pasien rinitis alergi serta memperbaiki transpor mukosilliar hidung.4

Antihistamin
Anti-histamin oral generasi kedua (mis., desloratadine [Aerius],
fexofenadine [Allegra], loratadine [Claritin], cetirizine [Reactine]) adalah
perawatan farmakologis frstline yang direkomendasikan untuk semua pasien
dengan rinitis alergi. Baru-baru ini, dua baru antihistamin generasi kedua —
Bilastine (Blexten) dan rupatadine (Rupall) - telah diperkenalkan di Kanada. Saat
ini, antihistamin ini tersedia hanya dengan resep dokter (lihat Tabel 3 untuk daftar
antihistamin generasi kedua dan direkomendasikan rejimen dosis).
Anti-histamin oral generasi kedua miliki telah ditemukan secara efektif
mengurangi bersin, gatal dan rhinorrhea bila diminum secara teratur pada saat
maksimal gejala atau sebelum terpapar alergen. Meskipun antihistamin penenang

4
Allergic Rhini t is and i ts Impact on
Asthma,2008.ARIAGuidelines.http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf .
yang lebih tua (generasi pertama) (mis., diphenhydramine, chlorpheniramine)
juga efektif dalam menghilangkan gejala, mereka telah terbukti negatif dampak
kognisi dan fungsi dan, karenanya, mereka tidak direkomendasikan secara rutin
untuk pengobatan alergi rhinitis [1, 14].

Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal juga merupakan terapi lini pertama pilihan untuk
pasien dengan persisten ringan atau sedang/gejala parah dan dapat digunakan
sendiri atau dalam kombinasi dengan antihistamin oral. Saat digunakan secara
teratur dan benar, kortikosteroid intranasal secara efektif mengurangi peradangan
pada mukosa hidung dan meningkatkan patologi mukosa. Studi dan meta-analisis
telah menunjukkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih unggul untuk
antihistamin dan antagonis reseptor leukotrien dalam mengendalikan gejala rinitis
alergi, termasuk hidung tersumbat, dan rinore [19-22]. Mereka juga punya telah
terbukti meningkatkan gejala mata dan mengurangi gejala saluran napas bawah
pada pasien bersamaan asma dan rinitis alergi [23-25]. Kortikosteroid intranasal
tersedia di Kanada ditunjukkan pada Tabel 3 dan termasuk futicasone furoate
(Avamys), beclomethasone (Beconase), futicasone propionate (Flonase),
triamcinolone acetonide (Nasacort), mometasone furoate (Nasonex), ciclesonide
(Omnaris) dan budesonide (Rhinocort). Sejak semestinya aplikasi semprotan
hidung diperlukan untuk optimal respon klinis, pasien harus dikonseling pada
penggunaan yang tepat dari perangkat intranasal ini. Idealnya, kortikosteroid
intranasal sebaiknya dimulai sesaat sebelum paparan alergen yang relevan dan,
karena puncaknya mungkin diperlukan beberapa hari untuk berkembang, mereka
harus digunakan secara teratur [4].
Efek samping intranasal yang paling umum kortikosteroid adalah iritasi
hidung dan menyengat. Namun, efek samping ini biasanya dapat dicegah dengan
membidik semprotan sedikit menjauh dari septum hidung [1]. Bukti menunjukkan
bahwa beclomethasone intranasal dan triamcinolone, tetapi tidak kortikosteroid
intranasal lainnya,dapat memperlambat pertumbuhan pada anak-anak
dibandingkan dengan plasebo.
Namun, studi jangka panjang meneliti dampak dosis beclomethasone
intranasal yang biasa pada pertumbuhan adalah kurang [26-29]. Penting untuk
dicatat bahwa sebagian besar pasien alergi rhinitis datang ke dokter perawatan
primer mereka memiliki gejala sedang hingga parah dan akan membutuhkan
kortikosteroid intranasal. Bousquet et al. [30] dicatat peningkatan hasil pada
pasien dengan sedang hingga parah gejala diobati dengan kombinasi agen ini.
Kombinasi kortikosteroid intranasal dan antihistamin semprotan hidung.
Jika kortikosteroid intranasal tidak efektif, a kombinasi kortikosteroid /
antihistamin bisa mencoba. Kombinasi futicasone propionate/azelastine
hidroklorida (Dymista) sekarang tersedia di Kanada. Ini semprotan kombinasi
telah terbukti lebih efektif dari komponen individu dengan profil keamanan mirip
dengan kortikosteroid intranasal [31-34]

Antagonis reseptor leukukrien (LTRA)


LTRA montelukast dan zafrlukast juga efektif dalam pengobatan rinitis
alergi; Namun, mereka tidak melakukannya tampaknya sama efektifnya dengan
kortikosteroid intranasal [35–37]. Meskipun satu studi jangka pendek menemukan
kombinasi LTRA dan antihistamin menjadi efektif sebagai kortikosteroid
intranasal [38], jangka panjang penelitian telah menemukan bahwa kortikosteroid
intranasal lebih banyak efektif daripada kombinasi untuk mengurangi malam hari
dan gejala hidung [20, 39]. Penting untuk dicatat itu di Kanada, montelukast
adalah satu-satunya LTRA yang diindikasikan untuk pengobatan rinitis alergi
pada orang dewasa.
LTRA harus dipertimbangkan ketika antihistamin oral, kortikosteroid
intranasal dan / atau kombinasi semprotan kortikosteroid / antihistamin tidak
dapat ditoleransi dengan baik atau tidak efektif dalam mengendalikan gejala
alergi rinitis. Jika kombinasi terapi farmakologis dengan antihistamin oral,
kortikosteroid intranasal, kombinasi kortikosteroid / antihistamin dan LTRA tidak
efektif atau tidak dapat ditoleransi, maka alergen imunoterapi harus
dipertimbangkan [1, 14].

Imunoterapi alergen
Imunoterapi alergen melibatkan subkutan administrasi jumlah secara
bertahap meningkat alergen yang relevan pasien sampai dosis tercapai efektif
dalam menginduksi toleransi imunologis terhadap alergen (lihat Allergen-specifc
Immunotherapyarticle di suplemen ini). Imunoterapi alergen efektif perawatan
untuk rinitis alergi, terutama untuk pasien dengan rinitis alergi intermiten
(musiman) oleh serbuk sari, termasuk serbuk sari pohon, rumput dan ragweed
[40–43]. Itu juga telah terbukti efektif untuk pengobatan rinitis alergi yang
disebabkan oleh tungau debu rumah, Alternaria, kecoa, dan bulu kucing dan
anjing (meskipun Perlu dicatat bahwa dosis terapi alergen anjing sulit diperoleh
dengan ekstrak alergen yang tersedia Di kanada).
Imunoterapi alergen harus dipesan untuk pasien yang tindakan
penghindaran optimal dan farmakoterapi tidak cukup untuk mengendalikan gejala
atau tidak ditoleransi dengan baik. Karena bentuk terapi ini membawa risiko
reaksi anafilaksis, seharusnya hanya demikian diresepkan oleh dokter yang
terlatih pengobatan alergi dan siapa yang diperlengkapi untuk mengelola
kemungkinan anafilaksis yang mengancam jiwa [1].
Bukti menunjukkan bahwa setidaknya 3 tahun imunoterapi penyebab
alergi memberikan efek menguntungkan pada pasien dengan rinitis alergi yang
dapat bertahan selama beberapa tahun setelah penghentian terapi [44, 45]. Di
kanada, kebanyakan ahli alergi mempertimbangkan untuk menghentikan
imunoterapi setelahnya 5 tahun perawatan yang memadai. Imunoterapi juga bisa
mengurangi risiko untuk pengembangan asma di masa depan anak-anak dengan
rinitis alergi [41].
Biasanya, imunoterapi alergen diberikan pada a dasar tahunan dengan
kenaikan bertahap mingguan dalam dosis selama 6-8 bulan, diikuti oleh suntikan
pemeliharaan dosis maksimum yang dapat ditoleransi setiap 3-4 minggu selama
3-5 tahun. Setelah periode ini, banyak pasien mengalami efek perlindungan yang
berkepanjangan dan, Oleh karena itu, pertimbangan dapat diberikan untuk
menghentikan terapi. Persiapan pra-musiman yang diberikan pada dasar tahunan
juga tersedia [1, 14].
Imunoterapi sublingual adalah cara desensitisasi pasien dan melibatkan
menempatkan tablet ekstrak alergen di bawah lidah sampai larut. Saat ini tersedia
untuk pengobatan alergi rumput dan ragweed, serta rinitis alergi yang disebabkan
oleh tungau debu rumah (dengan atau tanpa konjungtivitis). Rute imunoterapi
sublingual banyak manfaat potensial atas subkutan rute termasuk kenyamanan
menghindari suntikan, itu kenyamanan administrasi rumah, dan menguntungkan
keselamatan profle. Seperti subkutan imunoterapi,
imunoterapi sublingual diindikasikan untuk mereka yang rinitis alergi
yang belum merespons atau ditoleransi farmakoterapi konvensional, atau yang
merugikan penggunaan perawatan konvensional ini. Efek samping paling umum
dari sublingual imunoterapi adalah reaksi lokal seperti pruritus oral, iritasi
tenggorokan, dan pruritus telinga [42]. Gejala-gejala ini biasanya sembuh setelah
minggu pertama terapi. Ada a risiko yang sangat kecil dari reaksi alergi sistemik
yang lebih parah dengan jenis imunoterapi dan, karenanya, beberapa ahli alergi
dapat menawarkan pasien autoinjector epinefrin jika terjadi reaksi di rumah.
Risiko reaksi alergi sistemik jauh lebih rendah dengan sublingual imunoterapi
dibandingkan dengan injeksi tradisional [42].

2. 9 PROGNOSA
2. 10 NIGELLA SATIVA
a. Definisi
Nigella sativa banyak dikenal dengan berbagai nama,
diantaranya black seed, black caraway, natura seed, jintan hitam,
black cumin, kaluduru, dan lain-lain. Digunakan sebagai herbal
pengobatan sejak 2000-3000 tahun sebelum Masehi. Ahli pengobatan
Yunani kuno, Dioscoredes, pada abad pertama Masehi juga telah
mencatat manfaat Nigella sativa untuk mengobati sakit kepala dan
saluran pernapasan. Nigella sativa memiliki klasifikasi ilmiah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Genus : Nigella
Spesies : N. sativa

b. Farmakologi
Senyawa aktif yang terkandung didalam N. sativa diantaranya
adalah 36%-38% minyak lemak, alkaloid (nigellon dan nigellidin),
flavanoid glikosida, triterpen saponin dan 2,5%-0,4% minyak
atsiri. Minyak lemak sebagian besar terdiri delapan asam lemak,
yakni linoleic acid (55,6%). Oleic acid (3,4%), eicosaidienoic acid
(3,1%), lauric acid (0,6%), dan linoleic acid (0,4%). Minyak atsiri
terdiri dari beberapa komponen namun yang paling banyak adalah
thymoquinone (57,0%-27,8%), p-cymene (15,5%-7,1%), carvacrol
(11,6%-5,8%), 4-terpineol (6,6%-2,0%), carvone (4,0%),
transanethole (2,3%-0,25%), longifoline (8,0%-1,0%), thymol,
dithymoquinone, dan thimohidroquinone (Gad dan Hassan, 1963.,
Ata-urRehman et al., 1995., Kumara et al., 2001; dalam Randhawa
2008).
Nigella sativa mengandung berbagai jenis senyawa aktif yang
salah satunya thymoquinone (Ahmad et al., 2013). Aktivitas
thymoquinone dapat menghambat sitokin-sitokin dari sel Th2 (IL-4,
IL-13, dan IL-10) sehingga dapat menurunkan imunoglobulin E (IgE)
yang memperantai reaksi radang pada penyakit alergi, terutama
pada rhinitis alergi (El Gazzar et al., 2006; Subijanto dan
Diding, 2008;Deraz, 2010).
Penelitian in vitro dari Mezayen(2006) salah satu polimer
thymoquinonee yaitu nigellon mampu menurunkan kadar histamin
dalam darah yang diproduksi sel-sel mast dengan menurunkan kadar
Ca+ pada intrasel. Asam linoleat atau kandungan dari asam lemak
tidak jenuh Nigella sativa dapat menurunkan metabolisme asam
arakidonat. Selain itu asam linolenat juga dapat mencegah degranulasi
sel mast melalui penghambatan saluran Ca2+ (Subijanto, 2008).
Penelitian di Iraq telah berhasil membuktikan bahwa pemberian
Nigella sativa efektif menurunkan gejala klinis penderita rinitis alergi
(Abdulghani, 2012).
Minyak biji Nigella sativa lebih efektif sebagai antihistamin
dibandingkan terapi sistemik, hal ini menunjukkan adanya potensi
untuk menghambat pengeluaran leukotriene.5 Timokuinon dan
nigelone dalam Nigella sativa dapat mencegah pelepasan histamin
dari makrofag6 Wienkotter, 2008 menjelaskan bahwa kandungan
nigelon dalam minyak biji Nigella sativa dapat meningkatkan transpor

5
Kanter, M., Coskun, O., & Uysal, H. (2006).The antioxidative and ant ihistaminic effect of Nigella
sativa and its major constituent, thymoquinone on ethanol-induced gastri c mucosal damage.
Archives of toxicology, 80(4),217-224
6
Alsamarai, A., Abdulsatar, M. & Alobaidi, A.(2014) Evaluation of Topical Black Seed Oil in the
Treatment of Allergic Rhini t is. AntiInflammatory & Anti-Allergy Agents in Medicinal Chemistry. 13
(1), 75–82.
mukosilliar sedangkan timokuinone tidak memiliki efek yang sama. 7
Kim, 2005 menyatakan bahwa larutan salin isotonik diyakini sebagai
larutan yang paling fisiologis terhadap morfologi seluler epitel hidung
yang dapat meningkatkan availabilitas adenosine triphosphate pada
aksonema silia sehingga terjadi peningkatan ciliary beat frequency.8

7
Wienkotter N, Höpner D, SchütteU, BauerK, Begrow F, ElDakhakhny M, et al. (2008) The effect of
nigellone & thymoquinone on inhibiting trachea contraction and mucociliary clearance. Plant Med;
74(2): 105-108
8
Kim JC, et al . (2005) MKKS/BBS6, a divergent chaperonin-like protein linked to the obesity disorder
Bardet–Bi edl syndrome, is a novel centrosomal component required for cytokinesis. J Cell Sci
118:1007–1020.

Anda mungkin juga menyukai