BAB I
PENDAHULUAN
2. 1 Dengue
2.1.1 Definisi
Virus dengue (DENV) merupakan genus Flavivirus, family Flaviviridae,
dengan empat serotipe yang berbeda secara serologis dan genetik. 8 DENV adalah
virus terselubung dengan genom RNA untai positif tunggal, dengan tiga kode
struktural (capsid [C], pra-membran [prM], dan amplop [E]) dan tujuh protein non-
struktural (NS1, NS2A,NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Protein C melingkupi
genom yang dikelilingi oleh membran bilayer lipid, terdapat protein E dan M. Protein
E mengikat reseptor seluler yang memungkinkan masuknya virus ke dalam sel yang
rentan, dan dengan demikian mengandung epitop yang penting untuk netralisasi oleh
antibodi yang berkembang setelah infeksi. NS1 hingga NS5 membentuk kompleks
replikasi yang memperkuat genom virus dan berinteraksi dengan protein host yang
diperlukan untuk replikasi virus.9
Dengue merupakan virus RNA positif genome sebanyak 11 kilobase terdiri
dari prekursor 300 asam amino yang memproses kotranslasi dan posttranslasi oleh
virus dan protease host. Penyebab Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Shock
Dengue yang belum diketahui secara pasti. Diperkirakan adanya antibodi yang
heterolog dari serotipe yang berbeda namun tidak dapat dinetralisasi sehingga
menimbulkan infeksi dengue yang berat. 9
Virus dengue memiliki 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi protektif seumur hidup
untuk serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Keempat
serotipe virus tersebut ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan ada hubungannya dengan kasus-
kasus berat pada saat terjadi kejadian luar biasa. 9
2.1.2 Sejarah
Virus Dengue pertama kali di isolasi oleh Hotta dkk selama perang dunia
kedua yang berhasil mengisolasi virus type 1 dan 2. Pada saat terjadi wabah dengue
di Manila ditemukan DEN 3 dan DEN 4 oleh Hammon dkk.10
Keempat tipe serotipe tersebut secara epidemiologi sama namun terdapat
perbedaan secara genetik dan antigen, serta diklasifikasikan berdasarkan perbedaan
genotipe berdasarkan variasi sekuens nukleotidanya.11 Virus dengue dapat
menyebabkan dua tipe infeksi yaitu primer dan sekunder. Infeksi primer terjadi
jika demam akut yang dikenal sebagai demam dengue (dengue fever) yang
akan hilang setelah kira-kira tujuh hari setelah terbentuk respon immun komplek.
Infeksi sekunder lebih berat dan menyebabkan demam berdarah dengue (DBD)
atau sindrom syok dengue (DSS).12
2.1.3 Epidemiologi
Penyakit demam berdarah ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes,
ditemukan terutama di daerah tropis dan subtropis, dengan lebih dari 3 miliar orang
tinggal di daerah yang dihinggapi Aedes.11 Kejadian infeksi dengue diperkirakan
sekitar 400 juta per tahun, sekitar 25% tidak khas secara klinis1 dan menyumbang 1 ·
1 juta disabilitas life-years (DALYs) secara global.13 Asia menyumbang 75% dari
total beban penyakit dengue, diikuti oleh Amerika Latin dan Afrika.2
Di daerah yang sangat endemis, sekitar 10% dari semua episode demam
disebabkan oleh demam berdarah, dengan 4 · 6 episode per 100 orang-tahun yang
terjadi di Asia dan 2 · 9 episode per 100 orang-tahun di Amerika Latin.14
Persentase episode demam yang disebabkan oleh demam berdarah yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit adalah 19% di Asia dan 11% di Amerika
Latin. Insiden terjadinya Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue meningkat
di dunia selama beberapa dekade terakhir, lebih dari 2,5 milyar jiwa atau lebih dari
40 % populasi dunia yang mempunyai resiko terserang demam dengue.14
Vektor utama Aedes aegypti adalah nyamuk peridomisiliar diurnal, yang
mampu menyengat beberapa orang dalam jangka waktu pendek dan mampu
berkembang biak dalam berbagai jenis wadah buatan manusia yang mengumpulkan
air. Aedes albopictus, meskipun merupakan vektor yang kurang efisien, melanjutkan
ekspansi geografisnya di daerah tropis dan iklim sedang. Pemanasan global
memfasilitasi geografis distribusi Aedesmosquitoes yang lebih luas, dengan demikian
meningkatkan potensi epidemi Dengue di daerah beriklim sedang.15
2.1.4 Patofisiologi
Genome virus dengue terdiri dari large open reading frame encodes,
sebuah prekursor polyprotein terdiri 300 asam amino yang memproses kotranslasi
dan post tranlasi oleh virus dan protease host.
Peningkatan antibodi-dependent
Serotipe DENV 1-4 memiliki proporsi yang cukup besar terhadap antigen
struktural, setelah infeksi DENV satu, menginduksi antibodi yang spesifik untuk tipe
serta reaktif silang dengan DENV lain. Setelah infeksi dengan DENV apa pun,
respons imun adaptif memberikan kekebalan jangka panjang terhadap virus homolog,
tetapi perlindungan terhadap DENV heterolog yang singkat. Studi yang dilakukan
oleh Albert Sabin menunjukkan bahwa perlindungan silang ini berlangsung sekitar 3
bulan.18
Sebaliknya, pengamatan epidemiologis menunjukkan perlindungan silang
bertahan hingga 2 tahun.19,20 Namun, priming dengan satu serotipe DENV
meningkatkan risiko dengue yang parah pada infeksi sekunder dengan virus
heterolog.21 Infeksi DENV pada bayi sekaligus ketika antibodi materal berkurang
menjadi konsentrasi sub-netralisasi juga tampaknya meningkatkan risiko dengue yang
parah.22-24 Mekanisme yang mendasari meningkatnya keparahan penyakit dijelaskan
oleh peningkatan antibodi-dependen (ADE).
Pertama kali oleh Halstead dkk,25,26 menyatakan bahwa reaktif silang antibodi
atau konsentrasi sub-netralisasi antibodi mengikat DENV heterolog untuk
memfasilitasi masuknya virus melalui reseptor Fc yang diekspresikan pada sel target,
seperti monosit, makrofag, dan sel dendritik.
ADE menyebabkan infeksi yang lebih besar sehingga pro-inflamasi yang
tidak seimbang dan respon anti-inflamasi,27 yang dianggap menginduksi patologi
endotel kapiler dan kebocoran vaskular, berpotensi menyebabkan syok hipovolemik
— yaitu, sindrom syok dengue.28 ADE telah banyak digunakan untuk menjelaskan
patogenesis dengue, berdasarkan hubungan antara viraemia yang lebih tinggi dan
antigenaemia protein NS pada pasien dengan infeksi sekunder.29
Rentang titer antibodi yang terbatas mampu meningkatkan infeksi konsisten
dengan reseptor biologi Fc, sebagian besar diaktifkan ketika dua atau lebih reseptor
Fc dikoordinasikan oleh virus yang terikat antibodi agregat. Di satu sisi, konsentrasi
antibody yang rendah, DENV yang terikat antibodi akan co-ligate yang lebih banyak
diekspresikan dengan mengaktifkan reseptor Fc. Konsentrasi antibodi tinggi
membentuk agregat virus yang lebih besar untuk menggabungkan reseptor Fcγ
penghambat yang banyak diekspresikan, FcγIB.30 Sinyal FcRIIB menghambat
fagositosis sehingga mengurangi virus masuk ke sel target.31
Penelitian terbaru mengidentifikasi pasien dengan demam berdarah yang
berat, merespons infeksi dengan memproduksi IgG1s istimewa dengan afcosylated Fc
glycans, yang meningkatkan afinitas untuk mengaktifkan reseptor FcRIIIA.32
Antibodi ini menyebabkan jumlah trombosit berkurang secara in vivo, dan ter-
afososilasi glycans sebagai faktor risiko signifikan untuk trombositopenia.
Determinasi virus
Peran faktor non-struktural virus yang dikodekan dalam genom DENV kurang
dipahami. DENV berkembang secara konstan karena kesalahan RNA polimerase
tergantung RNA, meskipun mungkin tidak secepat virus RNA lainnya. Faktor virus
yang baru-baru ini terbukti memainkan peran penting dalam patogenesis dengue
adalah Protein NS1. NS1 merupakan bagian dari kompleks replikasi genom DENV
dan terletak di endoplasma retikulum sebagai dimer, berinteraksi dengan segudang
protein host.33 Bentuk hexameric dari NS1 dikeluarkan dari sel yang terinfeksi dan
tampaknya mengerahkan banyak fungsi,34 termasuk melindungi virus dari
komplemen dan netralisasi yang dimediasi lektin.35,36
Studi independen juga menunjukkan bahwa NS1 mungkin memiliki sifat
beracun yang mengganggu endotel glikokaliks melalui ketergantungan-inflamasi atau
jalur inflamasi-independen.15,37-39 Gangguan pada glikokaliks endotel meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah dan berkontribusi pada vaskular terkait kebocoran
akibat dengue. NS1 yang dilepaskan juga bisa berperan menambah infeksi flaviviral
pada vektor nyamuk; NS1 dalam darah viraemic bisa berfungsi menghambat respon
spesies oksigen reaktif dalam midgut nyamuk.40
NS1 primer antigenaemia bertahan lebih lama daripada infeksi DENV sekunder,
berbeda dengan risiko penyakit parah yang lebih besar sekunder dibandingkan
dengue primer.41,42 NS1 telah menjadi acuan untuk terapi antivirus65dan vaksinasi.38
Faktor host
Selain ADE dan faktor virus, faktor host juga berkontribusi klinis infeksi DENV.
Beberapa penelitian mengidentifikasi polimorfisme genetik yang terkait dengan
penyakit yang lebih parah. Polimorfisme ini termasuk reseptor gamma pengaktif
FcγRIIA,42,43 sitokin inflamasi dan antiinflamasi,44,45 human leucocyte antigen
(HLA),46,47 serta gen dalam lipid dan jalur metabolisme steroid.48
Polimorfisme gen yang mengikat protein seperti oxysterol 10 (OSBPL10) dan
retinoid x receptor alpha (RXRA), mengkodekan protein yang berfungsi
menghubungkan metabolisme lipid dengan respon imun, bisa menjelaskan
berkurangnya kerentanan orang dari keturunan Afrika mengalami demam berdarah
yang parah.48
Dalam studi asosiasi genome-wide membandingkan lebih dari 3500 kasus
sindrom syok dengue pada penduduk Vietnam dengan hampir 5.000 kontrol, lokus
kerentanan diidentifikasi sebagai MHC kelas I terkait protein B (MICB) dan
fosfolipase C gen epsilon 1 (PLCE1).49
Studi lanjutan di Thailand memiliki kesimpulan yang sama, nukleotida tunggal
polimorfisme pada gen MICB dan PLCE1 masing-masing dikaitkan dengan
peningkatan dan penurunan risiko DSS.50
Gambar 2.
B. Teori Imunopatologi
1. Teori klasik aktivasi komplemen
Virus merupakan antigen. Tubuh membentuk antibodi yaitu IgA, Ig G,
dan IgM. Komplek antigen antibodi mengaktivasi komplemen. Aktivasi
komplemen akan mengeluarkan C3a dan C5a, yang akan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Kenaikan permeabilitas kapiler akan menyebabkan
bocornya plasma sehingga menimbulkan hipovolemia, hemokonsentrasi dan
syok.9
2.1.5 Diagnosa12
Diagnostik molekular virus dengue diperlukan karena diagnostik ini dapat
menentukan jenis serotipe virus sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih
berat. Tehnik yang sedang dikembangkan adalah RT-PCR dan Realtime RT-
PCR. Kedua tehnik ini dapat mendiagnosis dengan cepat, pada stadium infeksi dini
dengan mengetahui jenis serotipe pada virus dengue.
Pada umumnya diagnosis penyakit dengue sulit ditegakkan pada beberapa
hari pertama sakit karena gejala yang muncul tidak spesifik dan sulit dibedakan
dengan penyakit lainnya.8 Saat ini telah dikembangkan metode diagnostik yang
lebih kompleks yaitu tehnik molekular dan metode serologi yang digunakan pada
sebagian besar laboratorium dengan mendeteksi adanya virus dengue. Setelah
terjadinya onset penyakit, virus dapat dideteksi selama minggu pertama pada
serum, plasma, sirkulasi sel darah merah, dan oragan lainnya.
Pemeriksaan antibodi anti-Virus dengue paling sering dilakukan selama 7
hari pertama. Kekurangan dari pemeriksaan serologi adalah ketidakmampuan
untuk membedakan serotipe virus dengue yang menginfeksi dan antibodi yang
potensial untuk terjadinya reaksi silang dengan flavivirus.4
Pemeriksaan laboratorium infeksi dengue meliputi isolasi virus, deteksi
genom virus, deteksi antigen virus, dan pemeriksaan serologi.
1. Isolasi virus
Masa viremia virus dengue berlangsung singkat, biasanya terdeteksi
dua atau tiga hari sebelum onset demam sampai lima hari setelah demam.
Diagnosis spesifik infeksi dengue dibuat dengan isolasi virus dari darah pasien.
Sampel serum akut diinokulasikan ke dalam kultur jaringan sel nyamuk atau
secara langsung ke dalam nyamuk toxorhynchites, aedes aegypti atau aedes
albopictus hidup. Serotipe dengue diidentifikasi dengan indirect fluorecent
antibody test, dengan teknik immunofluoresensi menggunakan antibodi
monoklonal spesifik serotipe
2. Deteksi antigen virus
Pemeriksaan antigen virus dengue dapat dilakukan dengan ELISA
streptavidin biotin system. Antigen virus dengue lebih sering terdeteksi pada sel
monosit darah perifer dibandingkan pada serum. Teknik pemeriksaan yang lain
adalah dengan teknik imunohistokimia.
3. Deteksi genom virus
Polymerase chain reaction (PCR) memainkan peranan penting untuk
diagnosa infeksi dengue, surveilans epidemiologi, penelitian vaksin dengue dan
obat- obat antiviral.
4. Pemeriksaan NS1 virus dengue.
Pemeriksaan dengan capture ELISA dapat mendeteksi antigen NS1 baik
pada infeksi primer maupun sekunder. NS1 terdeteksi pada hampir semua
infeksi dengue antara hari 0-9 post infeksi. Hal ini disebabkan karena antigen
NS1 disekresikan dengan kadar yang lebih tinggi selama infeksi, sehingga NS1
dapat tetap terdeteksi meskipun partikel virus dengue telah dimusnahkan oleh
sistem imun. Kadar antigen NS1 yang tinggi pada hari ke 5 disebabkan karena
lebih banyak pasien yang terinfeksi virus dengue serotipe 1 dan 2 yang
diketahui lebih banyak memproduksi NS1. Sedangkan penurunan NS1 setelah
hari ke 5 disebabkan oleh pembentukan kompleks imun antara antigen NS1 dan
antibodi spesifik NS1.
Pemeriksaan serologi9
Uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan infeksi virus dengue, yaitu:
a. Uji hambatan hemaglutinasi
Uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
dipergunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Uji HI ini
sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan di dalam
tubuh cukup lama (>48 tahun), maka uji ini baik dipergunakan pada studi
seroepidemiologi.Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvaselen empat
kali lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut
atau konvaselen dianggap sebagai presumptive positif, atau diduga keras
positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).
b. Uji komplemen fiksasi
Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik
secara rutin, oleh karena selain rumit juga memerlukan tenaga pemeriksa
yang berpengalaman.
c. Uji netralisasi
Uji netralisasi rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak dipakai secara rutin.
1) IgM Elisa (IgM captured Elisa / Mac Elisa)
Infeksi virus dengue pertama kali menyebabkan terjadinya respon
primer dengan ciri kenaikan titer antibodi yang lambat. Pada infeksi primer
IgM antidengue muncul pada hari ke 5 setelah timbulnya gejala sampai 30-90
hari. IgG muncul kemudian dan bertahan seumur hidup.Pada infeksi sekunder,
kadar IgM lebih rendah dan pada sebagian kasus tidak terdeteksi adanya IgM.
Sebaliknya kadar IgG naik dengan cepat, dengan kadar yang jauh lebih tinggi
dibanding pada infeksi primer.
Pada perjalanan penyakit infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat
dapat ditentukan diagnosis yang tepat. Terkadang hasil uji IgM masih negatif,
maka perlu diulang. Imunoglobulin M dapat bertahan didalam darah sampai
2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelas hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut diatas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus. Uji Mac Elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja. Saat ini
tersedia uji cepat (rapid test) dalam bentuk kit yang mudah penggunaannya.
Klasifikasi yang lain adalah berdasarkan rasio IgM/IgG. Bila rasio
IgM/IgG lebih besar dari 1,78 disimpulkan sebagai infeksi primer,
sedangkan bila kurang dari 1,78 disimpulkan sebagai infeksi sekunder.