Anda di halaman 1dari 24

PERBANDINGAN HLA (HUMAN LEUKOSIT ANTIGEN) DAN RNA

SEROTIP ANTIDENGUE PADA PASIEN DEMAM DENGUE DENGAN NS-1


POSITIF

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang menjadi perhatian besar karena morbiditasnya yang
tinggi, penyebarannya yang luas, dan pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini
yang masih rendah. DBD.1
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2015 bahwa 3,9
milyar penduduk dunia di 128 negara tropis dan subtropis berisiko terinfeksi virus
dengue dengan 96 juta kasus.2 Angka kesakitan (IR/Incidence Rate) DBD di
Indonesia pada tahun 2012 hingga 2016 berfluktuasi, antara lain tahun 2012
dengan IR 37,27 per 100.000 penduduk (90.245 kasus), tahun 2013 IR 45,85%
(112.511 kasus), tahun 2014 IR 39,80% ( 100.347 kasus), tahun 2015 IR 50,75%
(129.650 kasus), dan tahun 2016 IR 78,85% (204.171 kasus). Angka kematian
(CFR/Case Fatality Rate) DBD di Indonesia tahun 2012 0,90% ( 816 jiwa), tahun
2013 CFR 0,77% (871 jiwa), tahun 2014 CFR 0,9% (907 jiwa), tahun 2015 CFR
0,83% (1071 jiwa), tahun 2016 CFR 0,78% (1598 jiwa).3
Virus dengue (DENV) merupakan genus Flavivirus, family Flaviviridae,
dengan empat serotipe yang berbeda secara serologis dan genetik. Demam berdarah
adalah infeksi virus yang ditularkan melalui artropoda akut, banyak ditemukan di
daerah tropis dan subtropis, dan merupakan penyakit arboviral terbanyak yang sering
terjadi secara global.4 Virus dengue memiliki 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4.5 Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi protektif
seumur hidup untuk serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe yang lain.
Keempat serotipe virus tersebut ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan ada hubungannya dengan
kasus-kasus berat pada saat terjadi kejadian luar biasa.6
Manifestasi klinis demam dengue adalah demam, nyeri otot/sendi disertai
leukopenia, ruam, limfodenopati, trombositopenia.2
Selama beberapa dekade peningkatan antibodi telah digunakan untuk
menjelaskan patogenesis demam berdarah. Penatalaksanaan simptomatik pada
sebagian besar pasien dengue dan terapi hidrasi intravena bagi pasien dengan
kebocoran vaskular yang substansial.
Beberapa masalah klinis yang timbul pada pasien rawat jalan oleh karena
sulitnya memprediksi apakah akan menjadi dengue klasik, DBD atau DBD dengan
syok. Keterbatasan pemeriksaan untuk menentukan adanya kebocoran plasma terkait
keterbatasan biaya menyulitkan untuk menegakkan diagnosis. Demam berdarah
berpotensi menimbulkan dampak sosial karena perjalanan penyakitnya yang cepat
dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, serta dampak ekonomi berupa
meningkatnya anggaran belanja negara untuk pengobatan penyakit demam berdarah.5
Selama fase awal dilakukan pemeriksaan penunjang dengan cara isolasi virus,
deteksi asam nukleat virus, dan deteksi antigen viral. Pemeriksaan antibodi anti-
Virus dengue paling sering dilakukan selama 7 hari pertama. Kekurangan dari
pemeriksaan serologi adalah ketidakmampuan untuk membedakan serotipe virus
dengue yang menginfeksi dan antibodi yang potensial untuk terjadinya reaksi silang
dengan flavivirus.7

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah gambaran kadar HLA pada pasien demam dengue dengan NS-
1 positif?
2. Bagaimanakah gambaran kadar RNA serotip antidengue pada pasien demam
dengue dengan NS-1 positif?
3. Bagaimanakah perbandingan kadar HLA dan RNA serotip antidengue pada
pasien demam dengue dengan NS-1 positif?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan kadar HLA dan RNA serotip antidengue pada
pasien demam dengue dengan NS-1 positif

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui kadar HLA pada pasien demam dengue dengan NS-1 positif
2. Mengetahui kadar RNA serotip antidengue pada pasien demam dengue
dengan NS-1 positif

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat untuk praktisi
Manfaat penelitian ini bagi praktisi adalah sebagai sumber informasi
bagi para praktisi kesehatan mengenai dengue haemorrhagic
fever,sehingga meningkatkan kewaspadaan dalam menuntaskan
permasalahan penyakit ini di masa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat untuk pengetahuan


Menambah pengetahuan dan informasi di bidang kedokteran terutama
bidang penyakit infeksi tropikal pada pasien demam dengue.

1.4.2 Manfaat untuk masyarakat


Memberikan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
pasien demam dengue, upaya pencegahan dan edukasi yang bias diberikan
pada masyarakat.

1.4.3 Manfaat untuk penelitian


Memberikan informasi dan menjadi landasan bagi penelitian
selanjutnya agar penelitian dapat berkembang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Dengue
2.1.1 Definisi
Virus dengue (DENV) merupakan genus Flavivirus, family Flaviviridae,
dengan empat serotipe yang berbeda secara serologis dan genetik. 8 DENV adalah
virus terselubung dengan genom RNA untai positif tunggal, dengan tiga kode
struktural (capsid [C], pra-membran [prM], dan amplop [E]) dan tujuh protein non-
struktural (NS1, NS2A,NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Protein C melingkupi
genom yang dikelilingi oleh membran bilayer lipid, terdapat protein E dan M. Protein
E mengikat reseptor seluler yang memungkinkan masuknya virus ke dalam sel yang
rentan, dan dengan demikian mengandung epitop yang penting untuk netralisasi oleh
antibodi yang berkembang setelah infeksi. NS1 hingga NS5 membentuk kompleks
replikasi yang memperkuat genom virus dan berinteraksi dengan protein host yang
diperlukan untuk replikasi virus.9
Dengue merupakan virus RNA positif genome sebanyak 11 kilobase terdiri
dari prekursor 300 asam amino yang memproses kotranslasi dan posttranslasi oleh
virus dan protease host. Penyebab Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Shock
Dengue yang belum diketahui secara pasti. Diperkirakan adanya antibodi yang
heterolog dari serotipe yang berbeda namun tidak dapat dinetralisasi sehingga
menimbulkan infeksi dengue yang berat. 9
Virus dengue memiliki 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi protektif seumur hidup
untuk serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Keempat
serotipe virus tersebut ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan ada hubungannya dengan kasus-
kasus berat pada saat terjadi kejadian luar biasa. 9
2.1.2 Sejarah
Virus Dengue pertama kali di isolasi oleh Hotta dkk selama perang dunia
kedua yang berhasil mengisolasi virus type 1 dan 2. Pada saat terjadi wabah dengue
di Manila ditemukan DEN 3 dan DEN 4 oleh Hammon dkk.10
Keempat tipe serotipe tersebut secara epidemiologi sama namun terdapat
perbedaan secara genetik dan antigen, serta diklasifikasikan berdasarkan perbedaan
genotipe berdasarkan variasi sekuens nukleotidanya.11 Virus dengue dapat
menyebabkan dua tipe infeksi yaitu primer dan sekunder. Infeksi primer terjadi
jika demam akut yang dikenal sebagai demam dengue (dengue fever) yang
akan hilang setelah kira-kira tujuh hari setelah terbentuk respon immun komplek.
Infeksi sekunder lebih berat dan menyebabkan demam berdarah dengue (DBD)
atau sindrom syok dengue (DSS).12

2.1.3 Epidemiologi
Penyakit demam berdarah ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes,
ditemukan terutama di daerah tropis dan subtropis, dengan lebih dari 3 miliar orang
tinggal di daerah yang dihinggapi Aedes.11 Kejadian infeksi dengue diperkirakan
sekitar 400 juta per tahun, sekitar 25% tidak khas secara klinis1 dan menyumbang 1 ·
1 juta disabilitas life-years (DALYs) secara global.13 Asia menyumbang 75% dari
total beban penyakit dengue, diikuti oleh Amerika Latin dan Afrika.2
Di daerah yang sangat endemis, sekitar 10% dari semua episode demam
disebabkan oleh demam berdarah, dengan 4 · 6 episode per 100 orang-tahun yang
terjadi di Asia dan 2 · 9 episode per 100 orang-tahun di Amerika Latin.14
Persentase episode demam yang disebabkan oleh demam berdarah yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit adalah 19% di Asia dan 11% di Amerika
Latin. Insiden terjadinya Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue meningkat
di dunia selama beberapa dekade terakhir, lebih dari 2,5 milyar jiwa atau lebih dari
40 % populasi dunia yang mempunyai resiko terserang demam dengue.14
Vektor utama Aedes aegypti adalah nyamuk peridomisiliar diurnal, yang
mampu menyengat beberapa orang dalam jangka waktu pendek dan mampu
berkembang biak dalam berbagai jenis wadah buatan manusia yang mengumpulkan
air. Aedes albopictus, meskipun merupakan vektor yang kurang efisien, melanjutkan
ekspansi geografisnya di daerah tropis dan iklim sedang. Pemanasan global
memfasilitasi geografis distribusi Aedesmosquitoes yang lebih luas, dengan demikian
meningkatkan potensi epidemi Dengue di daerah beriklim sedang.15

Gambar Siklus intraseluler virus dengue

Penyebab utama proliferasi dan peningkatan kejadian demam berdarah adalah


pertumbuhan populasi dan kepadatan penduduk yang tinggi, migrasi dari desa ke
kota, lingkungan perkotaan menurun, tidak adanya pipa saluran air yang andal, dan
pengendalian nyamuk yang tidak terorganisir dan tidak cukup dana bagi program
pemberantasan nyamuk.16
Demam berdarah kini menjadi penyebab utama demam pada pelancong yang
kembali ke negaranya, disamping malaria yang terjadi di Asia Tenggara.17

2.1.4 Patofisiologi
Genome virus dengue terdiri dari large open reading frame encodes,
sebuah prekursor polyprotein terdiri 300 asam amino yang memproses kotranslasi
dan post tranlasi oleh virus dan protease host.
Peningkatan antibodi-dependent
Serotipe DENV 1-4 memiliki proporsi yang cukup besar terhadap antigen
struktural, setelah infeksi DENV satu, menginduksi antibodi yang spesifik untuk tipe
serta reaktif silang dengan DENV lain. Setelah infeksi dengan DENV apa pun,
respons imun adaptif memberikan kekebalan jangka panjang terhadap virus homolog,
tetapi perlindungan terhadap DENV heterolog yang singkat. Studi yang dilakukan
oleh Albert Sabin menunjukkan bahwa perlindungan silang ini berlangsung sekitar 3
bulan.18
Sebaliknya, pengamatan epidemiologis menunjukkan perlindungan silang
bertahan hingga 2 tahun.19,20 Namun, priming dengan satu serotipe DENV
meningkatkan risiko dengue yang parah pada infeksi sekunder dengan virus
heterolog.21 Infeksi DENV pada bayi sekaligus ketika antibodi materal berkurang
menjadi konsentrasi sub-netralisasi juga tampaknya meningkatkan risiko dengue yang
parah.22-24 Mekanisme yang mendasari meningkatnya keparahan penyakit dijelaskan
oleh peningkatan antibodi-dependen (ADE).
Pertama kali oleh Halstead dkk,25,26 menyatakan bahwa reaktif silang antibodi
atau konsentrasi sub-netralisasi antibodi mengikat DENV heterolog untuk
memfasilitasi masuknya virus melalui reseptor Fc yang diekspresikan pada sel target,
seperti monosit, makrofag, dan sel dendritik.
ADE menyebabkan infeksi yang lebih besar sehingga pro-inflamasi yang
tidak seimbang dan respon anti-inflamasi,27 yang dianggap menginduksi patologi
endotel kapiler dan kebocoran vaskular, berpotensi menyebabkan syok hipovolemik
— yaitu, sindrom syok dengue.28 ADE telah banyak digunakan untuk menjelaskan
patogenesis dengue, berdasarkan hubungan antara viraemia yang lebih tinggi dan
antigenaemia protein NS pada pasien dengan infeksi sekunder.29
Rentang titer antibodi yang terbatas mampu meningkatkan infeksi konsisten
dengan reseptor biologi Fc, sebagian besar diaktifkan ketika dua atau lebih reseptor
Fc dikoordinasikan oleh virus yang terikat antibodi agregat. Di satu sisi, konsentrasi
antibody yang rendah, DENV yang terikat antibodi akan co-ligate yang lebih banyak
diekspresikan dengan mengaktifkan reseptor Fc. Konsentrasi antibodi tinggi
membentuk agregat virus yang lebih besar untuk menggabungkan reseptor Fcγ
penghambat yang banyak diekspresikan, FcγIB.30 Sinyal FcRIIB menghambat
fagositosis sehingga mengurangi virus masuk ke sel target.31
Penelitian terbaru mengidentifikasi pasien dengan demam berdarah yang
berat, merespons infeksi dengan memproduksi IgG1s istimewa dengan afcosylated Fc
glycans, yang meningkatkan afinitas untuk mengaktifkan reseptor FcRIIIA.32
Antibodi ini menyebabkan jumlah trombosit berkurang secara in vivo, dan ter-
afososilasi glycans sebagai faktor risiko signifikan untuk trombositopenia.

Determinasi virus
Peran faktor non-struktural virus yang dikodekan dalam genom DENV kurang
dipahami. DENV berkembang secara konstan karena kesalahan RNA polimerase
tergantung RNA, meskipun mungkin tidak secepat virus RNA lainnya. Faktor virus
yang baru-baru ini terbukti memainkan peran penting dalam patogenesis dengue
adalah Protein NS1. NS1 merupakan bagian dari kompleks replikasi genom DENV
dan terletak di endoplasma retikulum sebagai dimer, berinteraksi dengan segudang
protein host.33 Bentuk hexameric dari NS1 dikeluarkan dari sel yang terinfeksi dan
tampaknya mengerahkan banyak fungsi,34 termasuk melindungi virus dari
komplemen dan netralisasi yang dimediasi lektin.35,36
Studi independen juga menunjukkan bahwa NS1 mungkin memiliki sifat
beracun yang mengganggu endotel glikokaliks melalui ketergantungan-inflamasi atau
jalur inflamasi-independen.15,37-39 Gangguan pada glikokaliks endotel meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah dan berkontribusi pada vaskular terkait kebocoran
akibat dengue. NS1 yang dilepaskan juga bisa berperan menambah infeksi flaviviral
pada vektor nyamuk; NS1 dalam darah viraemic bisa berfungsi menghambat respon
spesies oksigen reaktif dalam midgut nyamuk.40
NS1 primer antigenaemia bertahan lebih lama daripada infeksi DENV sekunder,
berbeda dengan risiko penyakit parah yang lebih besar sekunder dibandingkan
dengue primer.41,42 NS1 telah menjadi acuan untuk terapi antivirus65dan vaksinasi.38

Faktor host
Selain ADE dan faktor virus, faktor host juga berkontribusi klinis infeksi DENV.
Beberapa penelitian mengidentifikasi polimorfisme genetik yang terkait dengan
penyakit yang lebih parah. Polimorfisme ini termasuk reseptor gamma pengaktif
FcγRIIA,42,43 sitokin inflamasi dan antiinflamasi,44,45 human leucocyte antigen
(HLA),46,47 serta gen dalam lipid dan jalur metabolisme steroid.48
Polimorfisme gen yang mengikat protein seperti oxysterol 10 (OSBPL10) dan
retinoid x receptor alpha (RXRA), mengkodekan protein yang berfungsi
menghubungkan metabolisme lipid dengan respon imun, bisa menjelaskan
berkurangnya kerentanan orang dari keturunan Afrika mengalami demam berdarah
yang parah.48
Dalam studi asosiasi genome-wide membandingkan lebih dari 3500 kasus
sindrom syok dengue pada penduduk Vietnam dengan hampir 5.000 kontrol, lokus
kerentanan diidentifikasi sebagai MHC kelas I terkait protein B (MICB) dan
fosfolipase C gen epsilon 1 (PLCE1).49
Studi lanjutan di Thailand memiliki kesimpulan yang sama, nukleotida tunggal
polimorfisme pada gen MICB dan PLCE1 masing-masing dikaitkan dengan
peningkatan dan penurunan risiko DSS.50
Gambar 2.

Patogenesis infeksi dengue dibagi menjadi empat teori, yaitu teori


genetika, imunopatologi, virologi dan hematopatologi.9
A. Teori Genetika
HLA lokus B-35, AW-33, CW4 dan DR-7 banyak dijumpai pada
kasus syok, sedang BW51, BW62, dan DRA banyak dijumpai pada
kasus DHF 13tanpa syok. Hal itu menimbulkan dugaan bahwa faktor genetik
memegang peranan untuk timbulnya kasus syok.9

B. Teori Imunopatologi
1. Teori klasik aktivasi komplemen
Virus merupakan antigen. Tubuh membentuk antibodi yaitu IgA, Ig G,
dan IgM. Komplek antigen antibodi mengaktivasi komplemen. Aktivasi
komplemen akan mengeluarkan C3a dan C5a, yang akan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Kenaikan permeabilitas kapiler akan menyebabkan
bocornya plasma sehingga menimbulkan hipovolemia, hemokonsentrasi dan
syok.9

2. Hipotesis infeksi sekunder dengan serotipe lain yang berurutan


Dengue mempunyai empat serotipe yaitu Den-1, 2, 3, dan 4. Infeksi
pertama berupa reaksi antibodi yang terbentuk bersifat monotipik, pada
infeksi kedua reaksi antibodi yang terbentuk bersifat heterotipik. 9 Infeksi
dengue primer pada umumnya menyebabkan penyakit yang ringan. Infeksi
sekunder pada individu yang telah mempunyai antibodi heterolog merupakan
kondisi kritis untuk terjadinya DHF atau DSS.9

3. Peranan Antibody Dependent Enhancement (ADE)14


Semua peningkatan replikasi virus karena pengaruh keberadaan
antibodi sebelumnya disebut antibody dependent enhancement (ADE). Pada
ADE antibodi antiviral yang terbentuk tidak menetralisasi virus. Antibodi
spesifik pada kadar subnetralisasi mempertinggi perkembangbiakan virus.9
Pada saat infeksi primer, antibodi mula-mula meningkat kemudian selang
beberapa waktu menurun, sampai mencapai kadar subnetralisasi. Pada saat
infeksi sekunder, antigen virus dan antibodi subnetralisasi membentuk
ikatan mirip kompleks imun. Kompleks imun akan berikatan dengan reseptor
Fc terutama pada monosit dan makrofag sehingga memudahkan virus
menginfeksi sel. Semakin banyak virus masuk semakin banyak jumlah
yang bereplikasi didalam makrofag, Virus keluar dari sel, sehingga terjadi
viremia.3,9

4. Teori peran IgM


Kadar IgM yang spesifik pada waktu awal dengue masuk tubuh
akan berperan untuk eliminasi virus. Bila IgM spesifik tersebut cukup
banyak, eliminasi virus berhasil baik, maka penyakit akan berjalan
ringan. Bila IgM spesifik sangat rendah, eliminasi virus tidak mencukupi,
infeksi akan berjalan lebih berat.9

5. Teori sitokin atau mediator


Sitokin atau mediator adalah semua produk sel yang meliputi produk
dari monosit, limfosit atau sel lain, yang lebih dikenal dengan interleukin,
limfokin, monokin, tumor necrosisi factor (TNF).9 Makrofag atau limfosit
atau sel tubuh lain akan bereaksi apabila ada infeksi. Salah satu bentuk reaksi
tersebut adalah mengeluarkan bermacam-macam bentuk mediator yaitu
limfokin, sitokin, dan sebagainya.9 Monosit yang terinfeksi virus dengue
akan melepaskan beberapa sitokin yaitu INF-α, TNF-α, IL-1β dan IL-10.
Produksi TNF-α dan IL-1β yang dikenal untuk mengaktifkan sel endotel
pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran vaskuler. Sedangkan TNF-α
dan IL-10 terlibat dalam trombositopenia dan manifestasi hemoragik.
Peningkatan IL-10 berhubungan dengan kerusakan trombosit dan
penurunan regulasi fungsi limfosit dan trombosit.22 Limfosit B (sel B)
berkontribusi patogenesis dengan memproduksi titer tinggi antiplatelet dan
anti-endotel autoantibodi sel, terutama pada pasien DBD dan DSS, yang bisa
menyebabkan koagulopati dan vaskulopati.

2.1.5 Diagnosa12
Diagnostik molekular virus dengue diperlukan karena diagnostik ini dapat
menentukan jenis serotipe virus sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih
berat. Tehnik yang sedang dikembangkan adalah RT-PCR dan Realtime RT-
PCR. Kedua tehnik ini dapat mendiagnosis dengan cepat, pada stadium infeksi dini
dengan mengetahui jenis serotipe pada virus dengue.
Pada umumnya diagnosis penyakit dengue sulit ditegakkan pada beberapa
hari pertama sakit karena gejala yang muncul tidak spesifik dan sulit dibedakan
dengan penyakit lainnya.8 Saat ini telah dikembangkan metode diagnostik yang
lebih kompleks yaitu tehnik molekular dan metode serologi yang digunakan pada
sebagian besar laboratorium dengan mendeteksi adanya virus dengue. Setelah
terjadinya onset penyakit, virus dapat dideteksi selama minggu pertama pada
serum, plasma, sirkulasi sel darah merah, dan oragan lainnya.
Pemeriksaan antibodi anti-Virus dengue paling sering dilakukan selama 7
hari pertama. Kekurangan dari pemeriksaan serologi adalah ketidakmampuan
untuk membedakan serotipe virus dengue yang menginfeksi dan antibodi yang
potensial untuk terjadinya reaksi silang dengan flavivirus.4
Pemeriksaan laboratorium infeksi dengue meliputi isolasi virus, deteksi
genom virus, deteksi antigen virus, dan pemeriksaan serologi.
1. Isolasi virus
Masa viremia virus dengue berlangsung singkat, biasanya terdeteksi
dua atau tiga hari sebelum onset demam sampai lima hari setelah demam.
Diagnosis spesifik infeksi dengue dibuat dengan isolasi virus dari darah pasien.
Sampel serum akut diinokulasikan ke dalam kultur jaringan sel nyamuk atau
secara langsung ke dalam nyamuk toxorhynchites, aedes aegypti atau aedes
albopictus hidup. Serotipe dengue diidentifikasi dengan indirect fluorecent
antibody test, dengan teknik immunofluoresensi menggunakan antibodi
monoklonal spesifik serotipe
2. Deteksi antigen virus
Pemeriksaan antigen virus dengue dapat dilakukan dengan ELISA
streptavidin biotin system. Antigen virus dengue lebih sering terdeteksi pada sel
monosit darah perifer dibandingkan pada serum. Teknik pemeriksaan yang lain
adalah dengan teknik imunohistokimia.
3. Deteksi genom virus
Polymerase chain reaction (PCR) memainkan peranan penting untuk
diagnosa infeksi dengue, surveilans epidemiologi, penelitian vaksin dengue dan
obat- obat antiviral.
4. Pemeriksaan NS1 virus dengue.
Pemeriksaan dengan capture ELISA dapat mendeteksi antigen NS1 baik
pada infeksi primer maupun sekunder. NS1 terdeteksi pada hampir semua
infeksi dengue antara hari 0-9 post infeksi. Hal ini disebabkan karena antigen
NS1 disekresikan dengan kadar yang lebih tinggi selama infeksi, sehingga NS1
dapat tetap terdeteksi meskipun partikel virus dengue telah dimusnahkan oleh
sistem imun. Kadar antigen NS1 yang tinggi pada hari ke 5 disebabkan karena
lebih banyak pasien yang terinfeksi virus dengue serotipe 1 dan 2 yang
diketahui lebih banyak memproduksi NS1. Sedangkan penurunan NS1 setelah
hari ke 5 disebabkan oleh pembentukan kompleks imun antara antigen NS1 dan
antibodi spesifik NS1.

Pemeriksaan serologi9
Uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan infeksi virus dengue, yaitu:
a. Uji hambatan hemaglutinasi
Uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
dipergunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Uji HI ini
sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan di dalam
tubuh cukup lama (>48 tahun), maka uji ini baik dipergunakan pada studi
seroepidemiologi.Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvaselen empat
kali lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut
atau konvaselen dianggap sebagai presumptive positif, atau diduga keras
positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).
b. Uji komplemen fiksasi
Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik
secara rutin, oleh karena selain rumit juga memerlukan tenaga pemeriksa
yang berpengalaman.
c. Uji netralisasi
Uji netralisasi rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak dipakai secara rutin.
1) IgM Elisa (IgM captured Elisa / Mac Elisa)
Infeksi virus dengue pertama kali menyebabkan terjadinya respon
primer dengan ciri kenaikan titer antibodi yang lambat. Pada infeksi primer
IgM antidengue muncul pada hari ke 5 setelah timbulnya gejala sampai 30-90
hari. IgG muncul kemudian dan bertahan seumur hidup.Pada infeksi sekunder,
kadar IgM lebih rendah dan pada sebagian kasus tidak terdeteksi adanya IgM.
Sebaliknya kadar IgG naik dengan cepat, dengan kadar yang jauh lebih tinggi
dibanding pada infeksi primer.
Pada perjalanan penyakit infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat
dapat ditentukan diagnosis yang tepat. Terkadang hasil uji IgM masih negatif,
maka perlu diulang. Imunoglobulin M dapat bertahan didalam darah sampai
2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelas hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut diatas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus. Uji Mac Elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja. Saat ini
tersedia uji cepat (rapid test) dalam bentuk kit yang mudah penggunaannya.
Klasifikasi yang lain adalah berdasarkan rasio IgM/IgG. Bila rasio
IgM/IgG lebih besar dari 1,78 disimpulkan sebagai infeksi primer,
sedangkan bila kurang dari 1,78 disimpulkan sebagai infeksi sekunder.

Pemeriksaan Penunjang Lain


Pada pemeriksaan radiologi bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen thorax sebaiknya pada
posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Demam Dengue (DD)51
Diagnosis demam dengue dapat ditegakkan apabila terdapat demam akut yang
disertai dua atau lebih gejala berupa sakit kepala, nyeri retro-orbital, atralgia/nyeri
tulang, ruam kulit, tanda perdarahan, leukopenia (sel darah putih ≤ 5000 sel/mm3,
trombositopenia (jumlah platelet < 150.000 sel/mm3), peningkatan hematokrit (5-
10%). Juga terdapat paling tidak salah satu dari : tes serologi pendukung dari satu
sampel (serum titer ≥ 1280 dengan menggunakan tes haemagglutination inhibition,
sebanding dengan titer IgG dengan tes ELISA, atau terduga positif dengan tes
antibodi IgM). Atau ditemukan kasus DBD yang telah dikonfirmasi pada tempat dan
waktu yang sama.23
Diagnosis pasti ditegakkan apabila terdapat kasus probable yang paling
tidak disertai dengan salah satu dari :
- Isolasi virus dengue dari serum, CSF atau sampel otopsi
- Peningkatan serum IgG empat kali lipat atau lebih atau peningkatan
antibody IgM spesifik terhadap virus dengue.
- Deteksi virus dengue atau antigen di jaringan, serum, atau cairan
serebrospinal.
- Deteksi dengue virus genomic sequences dengen RT-PCR.

Demam Berdarah Dengue (DBD)51


Diagnosis DBD ditegakkan apabila semua kriteria berikut dipenuhi:
- Demam akut selama dua sampai tujuh hari.
- Manifestasi perdarahan berupa: tes torniquet positif, petechiae, ekimosis
atau purpura, atau perdarahan dari mukosa, traktus gastrointestinal, atau
lokasi lain.
- Jumlah trombosit ≤ 100.000 sel/mm3.
- Bukti objektif kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas vaskular
berupa peningkatan hematokrit ≥ 20%, efusi pleura, hipoproteinemia,
albuminemia.
2.1.6 Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana utama pada pasien demam dengue adalah terapi
suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi adalah tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga terutana cairan oral untuk menghindari dehidrasi dan hemokonsentrasi
secara bermakna. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan
maka dibutuhkan cairan suplemen melalui intravena. Angka kematian demam
dengue dapat diturunkan hingga kurang dari 1% dengan terapi suportif dan
adekuat.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan berupa tirah baring serta
pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak, dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang dapat mengakibatkan saluran cerna
mengalami iritasi. Penatalaksanaan DHF pada pasien dewasa dibagi
menjadi lima protokol yang dibagi berdasarkan kriteria :
a. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang
dibuat atas indikasi.
b. Praktis dalam pelaksanaan nya.
c. Memperhitungkan cost effectiveness.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue.


Jakarta:Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi; 2010
2. WHO. 2016. Dengue Situation Update 498. Geneva WHO west pasific reg.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016
4. Halstead SB. 2008. Dengue. Tropical Medicine Science and Practice. Imeperial
college press; volume 5
5. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Direktorat PP dan PL
6. Amorim, J. H. et al. Protective immunity to DENV2 after immunization with a
recombinant NS1 protein using a genetically detoxified heat-labile toxin as an
adjuvant.Vaccine30, 837–845 (2012).
7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. 2014. Demam berdarah
dengue. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, dkk,
penyunting. Buku ajar penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing.
hlm. 539-48.
8. Wijewickrama A. F. S., et al. InAnnual Conference of the Sri Lanka Medical
Association (SLMA, Colombo, 2017).
9. Muller, D. A. & Young, P. R. The flavivirus NS1 protein: molecular and
structural biology, immunology, role in pathogenesis and application as a
diagnostic biomarker.Antivir. Res.98, 192–208 (2013).
10. Rouvinski, A. et al. Recognition determinants of broadly neutralizing human
antibodies against dengue viruses.Nature520, 109–113 (2015).
11. Malavige, G. N. & Ogg, G. S. Pathogenesis of vascular leak in dengue virus
infection. Immunology 151, 261–269 (2017).
12. Muller, D. A. & Young, P. R. The flavivirus NS1 protein: molecular and
structural biology, immunology, role in pathogenesis and application as a
diagnostic biomarker.Antivir. Res.98, 192–208 (2013).
13. Paranavitane, S. A. et al. Dengue NS1 antigen as a marker of severe clinical
disease.Bmc. Infect. Dis.14, 570 (2014).
14. WHO. 2014. Estimates of The Global Burden of Diseases.WHO;46(3).pp.1–
15.
15. Modhiran, N. et al. Dengue virus NS1 protein activates cells via Toll-like receptor
4 and disrupts endothelial cell monolayer integrity.Sci. Transl. Med.7, 304ra142
(2015).
16. Glasner, D. R. et al. Dengue virus NS1 cytokine-independent vascular leak is
dependent on endothelial glycocalyx components.PLoS Pathog.13, e1006673
(2017).
17. Malavige, G. N. et al. Suppression of virus specific immune responses by IL-10
in acute dengue infection. PLoS. Negl. Trop. Dis.7, e2409 (2013).
18. Fernando, S. et al. Patterns and causes of liver involvement in acute dengue
infection. Bmc. Infect. Dis.16, 319 (2016).
19. Sievers, F. et al. Fast, scalable generation of high-quality protein multiple
sequence alignments using Clustal Omega.Mol. Syst. Biol.7, 539 (2011).
20. Amorim, J. H. et al. Protective immunity to DENV2 after immunization with a
recombinant NS1 protein using a genetically detoxified heat-labile toxin as an
adjuvant.Vaccine30, 837–845 (2012).
21. Schroeder, H. W. Jr. & Cavacini, L. Structure and function of immunoglobulins.
J. Allergy Clin. Immunol. 125, S41–S52 (2010).
22. Gillis, C. M. et al. Mechanisms of anaphylaxis in human low-affinity IgG
receptor locus knock-in mice.J. Allergy Clin. Immunol. 139, 1253–1265(2017).
e1214.
23. Santegoets, K. C., Wenink, M. H., van den Berg, W. B. & Radstake, T. R. Fc
gamma receptor IIb on GM-CSF macrophages controls immune complex
mediated inhibition of inflammatory signals.PLoS One9, e110966 (2014).
24. Vidarsson, G., Dekkers, G. & Rispens, T. IgG subclasses and allotypes: from
structure to effector functions.Front. Immunol.5, 520 (2014).
25. Lohitharajah, J. et al. Viral aetiologies of acute encephalitis in a hospital-based
South Asian population.Bmc. Infect. Dis.17, 303 (2017).
26. Hertz, T. et al. Antibody epitopes identified in critical regions of dengue virus
nonstructural 1 protein in mouse vaccination and natural human
infections.J.Immunol.198, 4025–4035 (2017).
27. Cheng, H. J. et al. Proteomic analysis of endothelial cell autoantigens recognized
by anti-dengue virus nonstructural protein 1 antibodies.Exp. Biol.Med.
(Maywood).234,63–73 (2009).
28. Chuang, Y. C. et al. Dengue virus-induced autoantibodies bind to plasminogen
and enhance its activation.J. Immunol. 187, 6483–6490 (2011).
29. Wan, S. W. et al. Therapeutic effects of monoclonal antibody against dengue
virus NS1 in a STAT1 knockout mouse model of dengue
infection.J.Immunol.199, 2834–2844 (2017).
30. Chan KR, Zhang SL, Tan HC, et al. Ligation of Fc gamma receptor IIB inhibits
antibody-dependent enhancement of dengue virus infection. Proc Natl Acad Sci
USA2011; 108:12479–84.
31. Boonnak K, Slike BM, Donofrio GC, Marovich MA. Human FcgammaRII
cytoplasmic domains differentially influence antibody-mediated dengue virus
infection. J Immunol2013; 190:5659–65.
32. Wang TT, Sewatanon J, Memoli MJ, et al. IgG antibodies to dengue enhanced for
FcgammaRIIIA binding determine disease severity. Science2017; 355:395–98
33. Hafirassou ML, Meertens L, Umana-Diaz C, et al. A global interactome map of
the virus NS1 identifies virus restriction and dependency host factors. Cell
Rep2018; 22:1364.
34. Watterson D, Modhiran N, Young PR. The many faces of the flavivirus NS1
protein offer a multitude of options for inhibitor design. Antiviral Res2016;
130:7–18.
35. Avirutnan P, Hauhart RE, Somnuke P, Blom AM, Diamond MS, Atkinson JP.
Binding of flavivirus nonstructural protein NS1 to C4b binding protein modulates
complement activation. J Immunol 2011; 187:424–33.
36. Thiemmeca S, Tamdet C, Punyadee N, et al. Secreted NS1 protects dengue virus
from mannose-binding lectin-mediated neutralization. J Immunol2016;
197:4053–65
37. Beatty PR, Puerta-Guardo H, Killingbeck SS, Glasner DR, Hopkins K, Harris E.
Dengue virus NS1 triggers endothelial permeability and vascular leak that is
prevented by NS1 vaccination. Sci Transl Med2015; 7:304ra141.
38. Glasner DR, Ratnasiri K, Puerta-Guardo H, Espinosa DA, Beatty PR, Harris E.
Dengue virus NS1 cytokine-independent vascular leak is dependent on
endothelial glycocalyx components. PLoS Pathog2017; 13:e1006673.
39. Puerta-Guardo H, Glasner DR, Harris E. Dengue virus NS1 disrupts the
endothelial glycocalyx, leading to hyperpermeability. PLoS Pathog2016;
12:e1005738
40. Liu J, Liu Y, Nie K, et al. Flavivirus NS1 protein in infected host sera enhances
viral acquisition by mosquitoes. Nat Microbiol2016; 1:16087.
41. Tricou V, Minh NN, Farrar J, Tran HT, Simmons CP. Kinetics of viremia and
NS1 antigenemia are shaped by immune status and virus serotype in adults with
dengue. PLoS Negl Trop Dis2011; 5:e1309.
42. Duyen HT, Ngoc TV, Ha DT, et al. Kinetics of plasma viremia and soluble
nonstructural protein 1 concentrations in dengue: differential effects according to
serotype and immune status. J Infect Dis2011; 203:1292–300.
43. Garcia G, Sierra B, Perez AB, et al. Asymptomatic dengue infection in a Cuban
population confirms the protective role of the RR variant of the FcgammaRIIa
polymorphism. Am J Trop Med Hyg2010; 82:1153–56.
44. Cansancao IF, Carmo AP, Leite RD, Rabenhorst SH. Association of
polymorphisms in IL1beta -511C>T, IL1RN 86 bp VNTR, and IL6 -174G>C
genes with clinical dengue signs and symptoms in Brazilian dengue patients.
Viral Immunol 2016; 29:372–76.
45. Cansancao IF, do Carmo AP, Leite RD, et al. Association of genetic
polymorphisms of IL1beta -511 C>T, IL1RN VNTR 86 bp, IL6 -174 G>C, IL10
-819 C>T and TNFalpha -308 G>A, involved in symptomatic patients with
dengue in Brazil. Inflamm Res2016; 65:925–32.
46. Sierra B, Alegre R, Perez AB, et al. HLA-A, -B, -C, and -DRB1 allele frequencies
in Cuban individuals with antecedents of dengue 2 disease: advantages of the
Cuban population for HLA studies of dengue virus infection. Hum Immunol2007;
68:531–40.
47. Vejbaesya S, Luangtrakool P, Luangtrakool K, et al. TNF and LTA gene, allele,
and extended HLA haplotype associations with severe dengue virus infection in
ethnic Thais. J Infect Dis2009; 199:1442–48.
48. Sierra B, Triska P, Soares P, et al. OSBPL10, RXRA and lipid metabolism confer
African-ancestry protection against dengue haemorrhagic fever in admixed
Cubans. PLoS Pathog2017; 13:e1006220.
49. Khor CC, Chau TN, Pang J, et al. Genome-wide association study identifies
susceptibility loci for dengue shock syndrome at MICB and PLCE1. Nat
Genet2011; 43:1139–41.
50. Dang TN, Naka I, Sa-Ngasang A, et al. A replication study confirms the
association of GWAS-identified SNPs at MICB and PLCE1 in Thai patients with
dengue shock syndrome. BMC Med Genet2014; 15:58
51. WHO. 2009. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
France: WHO press.

Anda mungkin juga menyukai