Anda di halaman 1dari 38

REFERAT KEDOKTERAN FORENSIK

STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT


UNTUK KAMAR JENAZAH

Disusun Oleh:

1. Betti Merdian Putri (FK TRISAKTI)


2. Fia Widya Fitri (FK TRISAKTI)
3. Fiareza Dilaga (FK TRISAKTI)
4. Nenny Yuliawati (FK TRISAKTI)
5. Setephany (FK TRISAKTI)
6. Wilson Saputra Wijaya (FK TRISAKTI)
7. Yoki Oktavani (FK TRISAKTI)

Penguji: dr. Wian Pisia Anggreliana, MH, Sp.KF


Residen Pembimbing : dr. Yuditya Meglan Haryanto

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT KEDOKTERAN FORENSIK

STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT


UNTUK KAMAR JENAZAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Kedokteran Forensik di RSUP dr. Kariadi Semarang periode Januari 2019

Disusun oleh :
Betti Merdian Putri (FK TRISAKTI)
Fia Widya Fitri (FK TRISAKTI)
Fiareza Dilaga (FK TRISAKTI)
Nenny Yuliawati (FK TRISAKTI)
Setephany (FK TRISAKTI)
Wilson Saputra Wijaya (FK TRISAKTI)
Yoki Oktavani (FK TRISAKTI)

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Yudhitya Meglan Haryanto


selaku dokter pembimbing Kedokteran Forensik di RSUP dr. Kariadi Semarang

Semarang, Januari 2019


Mengetahui,

dr. Yudhitya Meglan Haryanto

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Untuk Kamar Jenazah”. Referat ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kedokteran Forensik di RSUP dr. Kariadi Semarang periode Januari 2019.
Selama penulisan referat ini, penulis memperoleh banyak dukungan,
bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Wian Pisia Anggreliana, MH, Sp.KF selaku penguji yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Stase Forensik di RSUP dr. Kariadi Semarang
2. dr. Yudhitya Meglan selaku residen pembimbing yang telah bersedia untuk
berbagi ilmu kepada penulis
3. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUP dr. Kariadi Semarang
4. Serta rekan-rekan kepaniteraan klinik penulis selama di RSUP dr. Kariadi
Semarang.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Semarang, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................1
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
1.4 Manfaat .......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................2
2.1 Kebijakan Pemerintah Terkait Kesehatan ...................................................3
2.2 Akreditasi Rumah Sakit ..............................................................................4
2.3 Standar Nasional Kamar Jenazah..............................................................13
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari tubuh, jiwa, serta sosial yang
memungkinkan setiap individu hidup produktif dengan cara sosial serta ekonomi.
Untuk mewujudkan kondisi sehat tersebut, disamping kesadaran individu
masyarakat untuk menjaganya, juga menjadi kewajiban pemerintah untuk
memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan suatu
kebutuhan masyrakat dan sering kali menjadi ukuran dalam keberhasilan
pembangunan. Menyadari bahwa pelayanan kesehatan menjadi kebutuhan
masyarakat dan sering kali menjadi ukuran dalam keberhasilan pembangunan maka
pemerintah berupaya dari waktu ke waktu untuk menghasilkan program-program
yang dapat meningkatkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.(1)
Sejak diberlakukannya Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) oleh Pemerintah, rumah sakit bekerja sama dengan BPJS dalam melayani
pelayanan kesehatan pasien. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, disebutkan bahwa jaminan
kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang
menjalin kerjasama dengan BPJS.(2) Maka dari itu, akreditasi diperlukan untuk
menjaga mutu rumah sakit agar selalu memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik untuk masyarakat seperti yang tercantum dalam Permenkes No.12 tahun
2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit.(3)
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dipahami akreditasi rumah
sakit terhadap standar kamar jenazah agar tetap menjaga mutu dari RSUP Kariadi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka muncul rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah permasalahan akreditasi rumah sakit di Indonesia?
2. Bagaimanakah hukum yang ada mempengaruhi standar nasional akreditasi
rumah sakit?

1
3. Bagaimanakah standar nasional akreditasi rumah sakit mengenai kamar
jenazah yang diterapkan di Indonesia?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka dapat ditentukan tujuan yang hendak dicapai
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memahami masalah dan pentingnya akreditasi rumah sakit di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui hukum – hukum yang mempengaruhi standar nasional
akreditas rumah sakit serta penerapannya.
3. Untuk mengetahui standar nasional akreditasi rumah sakit mengenai kamar
jenazah yang diterapkan di Indonesia.

1.4 Manfaat
Dari uraian diatas, maka dapat ditentukan manfaat yang hendak dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pengetahuan bagi masyarakat
mendapatkan informasi mengenai fasilitas kamar jenazah.
2. Bagi Profesi
Penelitian ini diharapkan akan menjadi salah satu rekomendasi untuk
meningkatkan dan menjaga mutu dari sarana dan prasarana, serta prosedur
kamar jenazah berdasarkan standar nasional.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam peningkatan
pengetahuan tentang standar nasional akreditasi rumah sakit, sehingga
pengetahuan tentang standar nasional ini dapat menjadi bekal bagi siswa
sebelum terjun ke klinik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Pemerintah Terkait Kesehatan


Pelayanan kesehatan yang baik merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan
sering kali menjadi ukuran dalam keberhasilan pembangunan. Perbandingan
populasi penduduk di Indonesia dengan jumlah kamar rumah sakit dan tenaga
medis yang tersedia tidak sebanding. Situasinya saat ini di Indonesia, perbandingan
tempat tidur rumah sakit yang tersedia per penduduk adalah 0,9 : 1000. Artinya,
setiap 1000 orang penduduk, rumah sakit hanya bisa menampung tidak sampai
0.1%. Angka ini lebih buruk daripada di negara berkembang lain seperti Brasil dan
Vietnam. Sementara itu, angka tenaga medis per penduduk di Indonesia juga sangat
rendah, 0.2% tenaga medis untuk setiap 1000 penduduk. Kendala ini juga dibuat
makin buruk dengan terbatasnya teknologi rumah sakit yang tersedia untuk
merawat pasien. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2011 tercatat
baru ada 9212 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa kecamatan
memiliki lebih dari 1 Puskesmas, tapi sebagian besar kecamatan masih belum
memiliki satu pun pusat kesehatan masyarakat pemerintah ini. Angka statistik
tertinggi yang mencerminkan kurangnya ketersediaan fasilitas ini terdapat di Papua,
yang mencapai 40%.(4)
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, negara telah menjamin kesehatan masyarakat dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang dijaminkan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
JKN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS
ditinjau dari pendirinya, didirikan oleh negara atau pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Kemudian ditinjau dari lingkup
kerjanya, BPJS megatur hubungan negara dengan warga negara di bidang
pelayanan umum, yang dalam hal ini adalah menyelenggarakan program jaminan
sosial demi tercapainya kesejahteraan sosial.(1,5)
Sejak diberlakukannya Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) oleh Pemerintah, rumah sakit bekerja sama dengan BPJS dalam melayani

3
pelayanan kesehatan pasien. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, disebutkan bahwa jaminan
kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang
menjalin kerjasama dengan BPJS. Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter
praktik, klinik, laboratorium, apotek, dan fasilitas kesehatan lainnya. Jalinan
kerjasama antara BPJS dengan fasilitas kesehatan dilakukan dengan basis kontrak,
yaitu perjanjian tertulis antara BPJS kesehatan dengan fasilitas kesehatan yang
terlibat. Salah satu yang harus dirumuskan secara jelas dalam kontrak adalah pokok
transaksi, seperti pelayanan yang telah diberikan oleh fasilitas kesehatan untuk
peserta program jaminan kesehatan, hak dan kewajiban dari masing-masing pihak,
tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban, masa berlakunya kontrak dan
perpanjangannya, serta wanprestasi dan klausul lain yang umum terdapat dalam
suatu kontrak.(2)

2.2 Akreditasi Rumah Sakit


Akreditasi rumah sakit, yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah
pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian
bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi.(6) Akreditasi wajib bagi
semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit
privat/swasta/BUMN. Data dari KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada
tahun 2015 tercatat baru 284 rumah sakit yang terakreditasi secara nasional dari
2.415 rumah sakit yang terdaftar di Indonesia. Jumlah rumah sakit yang belum
terakreditasi yaitu 2.131 rumah sakit sehingga secara proporsi baru 11,75% rumah
sakit yang terakreditasi di Indonesia. Oleh karena itu, komitmen dari pimpinan dan
dukungan dari seluruh SDM yang ada di rumah sakit juga memiliki peran penting
dalam mencapai keberhasilan.(7)
Saat ini masyarakat semakin sadar untuk memilih layanan kesehatan yang
baik. Untuk menghadapinya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
mewajibkan dilaksanakannya akreditasi rumah sakit dengan tujuan untuk
meningkatkan pelayanan rumah sakit di Indonesia. Dasar hukum pelaksanaan
akreditasi di rumah sakit adalah UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No.

4
44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan Permenkes 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010
tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan. Akreditasi mengandung
arti suatu pengakuan yang diberikan pemerintah kepada rumah sakit karena telah
memenuhi standar yang ditetapkan. Rumah sakit yang telah terakreditasi, mendapat
pengakuan dari pemerintah bahwa semua hal yang ada di dalamnya sudah sesuai
dengan standar. Sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit, sudah sesuai
standar. Prosedur yang dilakukan kepada pasien juga sudah sesuai dengan
standar.(8)
Selain diakreditasi dengan standar nasional, beberapa rumah sakit di
Indonesia, khususnya rumah sakit pemerintah, juga akan diakreditasi menggunakan
standar internasional. Sebenarnya telah banyak rumah sakit di Indonesia yang
terakreditasi secara internasional, namun kebanyakan rumah sakit swasta. Kondisi
ini semakin menanamkan kesan bahwa rumah sakit pemerintah memang kurang
layak dipercaya dan kurang mampu memberikan pelayanan terbaik baik
masyarakat. Rencananya, tujuh rumah sakit besar pemerintah akan dipersiapkan
untuk akreditasi internasional pada tahun 2013. Untuk mewujudkan hal ini,
pemerintah bekerjasama dengan lembaga akreditasi internasional yaitu Joint
Commission International (JCI) dari Amerika Serikat. Akreditasi internasional ini
bertujuan untuk "menyetarakan" mutu pelayanan rumah sakit pemerintah dengan
rumah sakit internasional. Kedepannya, tidak hanya rumah sakit swasta atau
pemerintah yang akan mendapat akreditasi tetapi juga Rumah Sakit TNI atau Polri
dan Rumah Sakit pendidikan. Terutama rumah sakit pendidikan, penting untuk
mendapatkan akreditasi untuk membuktikan bahwa pelayanan yang diberikan
rumah sakit ini memang benar-benar merupakan layanan bermutu.(8)

2.2.1 Problema Akreditasi Rumah Sakit terhadap Pelayanan Kesehatan di


Indonesia
Tugas Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna,
Rumah Sakit harus menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Salah
satu upaya untuk menjaga sekaligus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

5
adalah melalui pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit.(9) Sertifikat akreditasi
merupakan persyaratan wajib yang harus dipenuhi oleh setiap rumah sakit yang
melayani Program JKN-KIS.(10) Selama mendapat rekomendasi dari Kementerian
Kesehatan, rumah sakit tersebut tetap dapat bekerja sama. Ada RS yang tidak lagi
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Meski demikian, pasien yang sudah terdaftar
dan sedang menjalani pengobatan akan tetap dilayani dengan cara dipindahkan ke
RS yang lain. Adapun persayaratan yang harus dilakukan RS untuk mendapatkan
akreditasi dari Kemenkes antara lain kepemilikan izin operasional. Artinya, RS
harus dipimpin oleh seorang dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin
praktek (SIP). Selain itu, juga komitmen untuk menyelesaikan izin pengelolaan air
limbah (IPAL).(11)
Akreditasi ini sesuai dengan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan di pasal 67 untuk fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan
dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dalam Permenkes No 99
Tahun 2015, seluruh rumah sakit swasta yang bekerjasama dengan BPJS harus
memenuhi sertifikasi akreditasi dalam jangka waktu 5 tahun.(12)
Awal tahun 2019 diwarnai dengan kabar putus kontrak kerjasama BPJS
Kesehatan dengan puluhan Rumah Sakit (RS) swasta di beberapa wilayah.1
Sejumlah rumah sakit (RS) di berbagai daerah ramai-ramai menghentikan layanan
terhadap pasien BPJS Kesehatan.2 Hal ini dikarenakan puluhan RS tersebut belum
mampu memenuhi persyaratan akreditasi yang telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 99 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut, mitra
BPJS Kesehatan harus telah memiliki akreditasi sampai tahun 2019. Artinya,
sebenarnya BPJS Kesehatan sudah memberikan kelonggaran waktu sampai 2019
bagi RS untuk memenuhi persyaratan akreditasi.(13)
Ramainya pemberitaan polemik putus kontrak ini membuat Kementerian
Kesehatan mengeluarkan surat rekomendasi kepada BPJS Kesehatan. Surat
rekomendasi ini sementara dapat menggantikan surat akreditasi bagi RS agar dapat
kembali melayani pasien BPJS Kesehatan. Kebijakan silih berganti dalam jangka
waktu yang relatif cepat menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi di level atas
pemangku kebijakan. Aturan akreditasi bagi RS sebenarnya harus terus dipegang

6
demi menjaga kualitas layanan kepada pasien. Selain itu, akreditasi mampu
melindungi tenaga kesehatan dan RS dari kasus tuntutan pidana dan perdata karena
telah memenuhi syarat sarana prasarana serta prosedur klinis yang baku.(13)
BPJS Kesehatan dikabarkan memutus kerja sama dengan 92 rumah sakit
pada 2019 karena tidak memenuhi sejumlah syarat akreditasi dan izin beroperasi.
Pemberhentian kerja sama telah mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No 71
Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Di
luar masalah akreditasi, BPJS Kesehatan juga memutus kerja sama dengan 27
rumah sakit disebabkan surat izin operasional yang tidak berlaku lagi dan penilaian
atas kelengkapan atau credentialing yang tidak terpenuhi.(14)
Akreditasi dan kredensialing adalah syarat mutlak untuk kerja sama antara
BPJS dan rumah sakit yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No 71 Tahun
2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.6 Untuk
memenuhi syarat kredensialing, rumah sakit harus memiliki Surat Izin Operasional,
Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit, Surat Izin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang
berpraktik, NPWP badan, perjanjian kerja sana dengan jejaring (jika diperlukan),
sertifikat akreditasi dan surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang
terkait dengan JKN.6 BPJS Kesehatan melakukan seleksi dan kredensialing
melibatkan Dinas Kesehatan kabupaten/kota setempat. Kriteria teknis yang menjadi
pertimbangan antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten),
kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.(14)

2.2.2 Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit


Tujuan akreditasi adalah menentukan apakah rumah sakit tersebut
memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu
pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan yang optimal dan
dapat dicapai, guna mengurangi risiko bagi para pasien dan staf rumah sakit.

7
Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan
budaya kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu
dan keamanan pelayanannya. Melalui proses akreditasi rumah sakit dapat :(15)
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik
beratkan sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan
- Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa
puas
- Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka,
dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan
- Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien
- Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama.
Kepemimpinan ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya
kepemimpinan yang berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan
pasien pada semua tingkatan

Standar adalah suatu pernyataan yang mendefinisikan harapan terhadap


kinerja, struktur, proses yang harus dimiliki RS untuk memberikan pelayanan dan
asuhan yang bermutu dan aman. Pada setiap standar disusun Elemen Penilaian,
yaitu adalah persyaratan untuk memenuhi standar terkait. Undang-undang no. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa "Dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3
(tiga) tahun sekali".(1) Khusus bagi RS yang baru memulai operasional, ada aturan
sesuai Permenkes 12/2012 tentang Akreditasi RS bahwa "Rumah sakit baru yang
telah mendapatkan ijin operasional dan beroperasi sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun, wajib mengajukan permohonan akreditasi".(3)
Standar akreditasi rumah sakit merupakan upaya Kementerian Kesehatan
menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa
meningkatkan mutu dan keamanan pelayanan. Standar ini yang menitikberatkan
pada pasien dengan mengacu pada sumber – sumber :(15)

8
- International Principles for Healthcare Standards, A Framework of
requirement for standards, 3rd Edition December 2007, International
Society for Quality in Health Care ( ISQua )
- Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th
Edition, 2011
- Instrumen Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2007, Komisi Akreditasi Rumah
Sakit ( KARS )
- Standar-standar spesifik lainnya untuk rumah sakit.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 memiliki elemen penilaian
dengan :(16)
- Regulasi (R), dokumen pengaturan yang disusun oleh rumah sakit yang
dapat berupa kebijakan, prosedur (SPO), pedoman, panduan, peraturan
Direktur rumah sakit, keputusan Direktur rumah sakit dan atau program.
- Dokumen (D), bukti proses kegiatan atau pelayanan yang dapat berbentuk
berkas rekam medis, laporan dan atau notulen rapat dan atau hasil audit dan
atau ijazah dan bukti dokumen pelaksanaan kegiatan lainnya.
- Observasi (O), bukti kegiatan yang didapatkan berdasarkan hasil
penglihatan/observasi yang dilakukan oleh surveior.
- Simulasi (S), peragaaan kegiatan yang dilakukan oleh staf rumah sakit yang
diminta oleh surveyor.
- Wawancara (W), kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh surveior yang
ditujukan kepada pemilik/representasi pemilik, direktur rumah sakit,
pimpinan rumah sakit, profesional pemberi asuhan (PPA), staf klinis, staf
non klinis, pasien, keluarga, tenaga kontrak dan lain-lain.

2.2.3 Kebijakan umum akreditasi rumah sakit


Dalam pelaksanaan akreditasi, terdapat persyaratan – persyaratan yang
harus dimiliki oleh Rumah Sakit di Indonesia untuk mengikuti akreditasi rumah
sakit. Untuk rumah sakit yang akan melakukan akreditasi pertama kalinya,
kesesuaian dengan seluruh Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit (PARS) dinilai
selama survei awal. Untuk rumah sakit yang sudah terakreditasi, kesesuaian dengan

9
persyaratan akreditasi rumah sakit dinilai sepanjang siklus akreditasi, melalui
survei lokasi langsung. Berikut ini adalah persyaratan – persyaratannya :(16)
1. Rumah sakit memenuhi semua persyaratan informasi dan data kepada
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
2. Rumah sakit menyediakan informasi yang lengkap dan akurat pada KARS
selama keseluruhan fase dari proses akreditasi
3. Rumah sakit melaporkan bila ada perubahan dari profil rumah sakit (data
elektronik) atau informasi yang diberikan kepada KARS saat mengajukan
aplikasi survei dalam jangka waktu maksimal 10 hari sebelum waktu survei.
4. Rumah sakit mengizinkan memberikan akses kepada KARS untuk
melakukan monitoring terhadap kepatuhan standar, melakukan verifikasi
mutu dan keselamatan atau terhadap laporan dari pihak yang berwenang.
5. Rumah sakit bersedia menyerahkan data hasil monitoring dari Kementerian
Kesehatan/Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota berupa berkas asli
atau fotokopi legalisir kepada KARS.
6. Rumah sakit mengizinkan pejabat KARS atau surveior senior yang
ditugaskan oleh KARS untuk mengamati proses survei secara langsung.
Pejabat KARS atau surveyor senior yang ditugaskan wajib menggunakan
tanda pengenal resmi sebagai identitas dan surat tugas dari KARS, termasuk
ketika melakukan kunjungan tanpa pemberitahuan kepada rumah sakit
sebelumnya.
7. Rumah sakit bersedia bergabung dalam sistem penilaian perkembangan
mutu dengan memberikan hasil pengukuran indikator mutu. Dengan
demikian direktur rumah sakit dapat membandingkan capaian indikator area
klinis, area manajemen dan sasaran keselamatan pasien dengan rumah sakit
lain melalui Sismadak KARS.
8. Rumah sakit wajib menampilkan status akreditasi dengan tepat, program
dan pelayanan sesuai dengan tingkatan status akreditasi yang diberikan oleh
KARS melalui website atau promosi lainnya.

10
9. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan pasien dalam lingkungan yang
tidak memiliki risiko atau mengancam keselamatan pasien, kesehatan
masyarakat atau keselamatan staf.

2.2.4 Kelulusan akreditasi rumah sakit


Standar akreditasi yang dipergunakan mulai 1 Januari 2018 adalah Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yang terdiri dari 16 bab yaitu :(16)
1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
2. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
3. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4. Asesmen Pasien (AP)
5. Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
6. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
7. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
8. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
9. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
11. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
12. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
13. Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS)
14. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
15. Program Nasional
16. Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Ketentuan penggunaan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I dipakai
sebanyak 16 bab pada Rumah Sakit Pendidikan, sementara Rumah Sakit non-
Pendidikan sebanyak 15 bab (bab ke-16 tidak termasuk).(16)
Keputusan akreditasi KARS berdasarkan capaian rumah sakit terhadap
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Ketika suatu rumah sakit berhasil
memenuhi persyaratan akreditasi KARS, rumah sakit tersebut akan menerima
penghargaan Status Akreditasi Sebagai berikut :(16)

11
A. Rumah Sakit non Pendidikan
1. Tidak lulus akreditasi
Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei, semua
mendapat nilai kurang dari 60%. Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi
dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari surveyor.
2. Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15 bab
yang di survei hanya 4 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 12
bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %.
3. Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 15
bab yang di survei ada 8 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 7
bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
4. Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 15
bab yang di survei ada 12 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 3
bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %
5. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari
15 bab yang di survei semua bab mendapat nilai minimal 80 %

B. Rumah Sakit Pendidikan


1. Tidak lulus akreditasi
Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang di survei
mendapat nilai kurang dari 60 %. Bila rumah sakit tidak lulus akreditasi
dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari surveior
dilaksanakan.
2. Akreditasi tingkat dasar
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 16 bab
yang di survei hanya 4 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi

12
pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal 80 % dan 12
bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %.
3. Akreditasi tingkat madya
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 16
bab yang di survei ada 8 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal 80 % dan 8
bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %.
4. Akreditasi tingkat utama
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 16
bab yang di survei ada 12 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan mendapat nilai minimal 80 % dan 4 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai dibawah 20 %.
5. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari 16
bab yang di survei semua bab mendapat nilai minimal 80 %.
Bila Rumah Sakit tidak mendapat status akreditasi paripurna dan ada bab nilainya
dibawah 80 % tetapi diatas 60 %, maka Rumah Sakit dapat mengajukan survei
remedial untuk bab tersebut.

2.3 Standar Nasional Kamar Jenazah


2.3.1 Prinsip pelayanan jenazah
Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia,
perawatan kebersihan sebagaimana kepercayaan/adatnya, perlakuan sopan dan
tidak merusak badan wadagnya tanpa indikasi atau kepentingan kemanusiaan.
Karena itu kamar jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi, serta petugas
bebas risiko penularan jenazah terinfeksi akibat penyakit mematikan.(17)

2.3.2 Ciri khusus pelayanan jenazah


Situasi khusus peristiwa kematian seseoran dan sikap sosial budaya
keluarga orang tersebut menghadapi kematian akan mewarnai saran dan prasarana
pelayanan. Dikaitkan dengan kasus forensik yang memerlukan pengamanan

13
jenazah sebagai barang bukti, hal-hal berkaitan chain of custody. Kamar jenazah
harus dikelola secara integratif dan dipimpin oleh pelayanan penuh 24 jam dalam
sehari. (17)

2.3.3 Jenis pelayanan terkait kamar jenazah(17)


o Pelayanan jenazah purna-pasien/”mayat dalam”
o Pelayanan kedokteran forensik terhadap korban-mati atau “mayat luar”
o Pelayanan social kemanusiaan (untuk orang hilang, rumah duka,
penitipan jenazah)
o Pelayanan bencana/peristiwa dengan korban mati massal
o Pelayanan untuk kepentingan keilmuan/pendidikan-penelitian

2.3.4 Penegakan hukum


Dalam segi hukum, disesuaikan dengan peraturan yaitu Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), setiap dokter baik dokter umum, dokter ahli
Kedokteran Kehakiman (Dokter Spesialis Forensik), maupun dokter spesialis klinik
wajib memberi bantuan kepada pihak yang berwajib untuk kepentingan peradilan
bila diminta oleh petugas kepolisian/pihak penyidik yang berwenang. (17)

2.3.5 Pencegahan penularan penyakit


Apabila kamar jenazah menerima korban meninggal karena penyakit
menular misalnya HIV/AIDS, maka perlu mempertimbangkan kewaspadaan
universal. Prinsip dalam pemulasaraan jenazah ODHA :(18)
1) Selalu menerapkan Kewaspadaan Universal (memperlakukan setiap cairan
tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang infeksius)
2) Pastikan jenazah sudah didiamkan selama kurang lebih 4 (empat) jam
sebelum dilakukan perawatan jenazah. Ini perlu dilakukan untuk
memastikan kematian seluler (matinya seluruh sel dalam tubuh)
3) Tidak mengabaikan budaya dan agama yang dianut keluarga
4) Tindakan petugas mampu mencegah penularan
Kewaspadaan universal petugas/keluarga secara umum meliputi : (18)

14
1) Pengelolaan alat kesehatan habis pakai.
2) Cuci tangan dengan sabun guna mencegah infeksi silang.
3) Pemakaian alat pelindung diri, misalnya pemakaian sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.
4) Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5) Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
6) Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang.
7) Pengelolaan linen.
Penanganan alat-alat yang sudah terkontaminasi dengan cairan tubuh
ODHA memerlukan dekontaminasi dengan merendamnya kedalam larutan
desinfektan yaitu klorin 0,5% selama 10-30 menit, sementara yang tidak dapat
direndam akan dibersihkan dengan lap yang dibasahi desinfektan. Pencucian dan
pembilasan dapat dilakukan untuk menghilangkan darah, cairan tubuh atau benda-
benda asing (debu atau kotoran). Setelah dicuci dengan deterjen, alat kesehatan
dibilas dengan air bersih. Sterilisasi dapat dilakukan dengan memakai cara fisik
atau kimiawi : (18)
1) Sterilisasi fisik
o Pemanasan basah, untuk koagulasi dan denaturasi protein. Dilakukan
pada suhu 121 derajat Celcius selama 20 – 30 menit.
o Pemanasan kering, yaitu melalui oven, pembakar, sinar infra merah.
Digunakan untuk membunuh spora. Pemanasan dilakukan pada suhu
150 – 170 derajat Celcius selama 30 menit.
o Radiasi sinar gamma. Biaya sangat mahal dan hanya digunakan pada
industri besar misalnya jarum suntik, spuit disposable dan alat infuse.
2) Sterilisasi kimiawi
o Glutaraldehyde 2% untuk merendam alat kesehatan 8 – 10 jam dan
formaldehyde 8%. Kedua zat ini tidak dianjurkan karena dapat
mengiritasi kulit, mata dan saluran nafas.
o Gas etiline oxide, merupakan gas beracun. Digunakan untuk alat yang
tidak tahan panas (misal karet, plastik, kabel, dll)

15
Prosedur Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah : (18)
1) Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki petugas yang
akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok pada
tangan atau kaki, petugas tidak boleh memandikan jenazah.
2) Kenakan (1) gaun pelindung, (2) sepatu boot dari karet, (3) celemek plastic,
(4) masker pelindung mulut dan hidung, (5) kacamata pelindung, (6) sarung
tangan karet.
3) Setelah jenazah selesai dimandikan, siram meja tempat memandikan
jenazah dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan air mengalir.
4) Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet dalam larutan
klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air mengalir.
5) Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin 0,5%.
6) Lepaskan masker pelindung, buang ke tempat sampah medis.
7) Lepaskan celemek plastik, buang ke tempat sampah medis.
8) Lepaskan gaun pelindung, rendam pada larutan klorin 0,5%.
9) Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan air bersih
lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.
10) Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah medis.
Perawatan jenazah di sarana kesehatan meliputi perawatan jenazah di ruang
perawatan dan pemindahan jenazah ke kamar jenazah, perawatan/pengelolaan
jenazah di kamar jenazah, dan persiapan pemakaman/ke rumah duka.

2.3.6 Penatalaksanaan jenazah di rumah sakit


Pasien datang ke rumah sakit pada prinsipnya dibagi menjadi 2 yaitu :(17)
1) Pasien yang tidak mengalami kekerasan. Bila meninggal dunia, langsung
diberi surat kematian. Kemudian dibawa ke kamar jenazah hanya untuk
dicatat dalam buku register
2) Pasien yang mengalami kekerasan, misalnya percobaan bunuh diri,
kecelakaan, dan pembunuhan. Untuk pasien overdosis narkoba disamping
dokter menolong pasien, dokter melapor polisi atau menyuruh keluarga
pasien untuk melapor polisi. Apabila pasien meninggal, dokter tidak

16
memberikan surat kematian tetapi korban dikirim ke kamar jenazah dengan
disertai surat pengantar yang ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan.
Apabila kamar jenazah menerima korban dari Instalasi Rawat Darurat tetapi belum
ada Surat Permohonan Visum et Repertum (SPVeR), maka petugas menyuruh
keluarga korban untuk melapor ke Polisi dimana peristiwa tersebut terjadi. Apabila
keluarga menolak melapor ke polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah, maka
diberikan surat pernyataan dan tidak diberikan surat kematian. Namun bila sudah
dilengkapi dengan SPVeR, maka keluarga korban diminta membuat surat
pernyataan tidak keberatan dilakukan otopsi. Setelah selesai otopsi dibuatkan surat
kematian.(17)
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun
2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, pelayanan
jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan terbatas hanya bagi
Peserta meninggal dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak
termasuk peti mati.(17)

2.3.7 Embalming dan pengiriman jenazah


Embalming / pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin. Pengiriman
jenazah harus dilakukan embalming (pengiriman tidak boleh disertai dengan barang
ilegal). Harus dibuat berita acara pemetian kalau perlu dilibatkan polisi.(17)

2.3.8 Sumber daya manusia


Sumber daya manusia yang diperlukan pada kamar jenazah terdiri dari: (17)
- Dokter spesialis forensik
- Dokter umum
- Dokter gigi khususnya forensik gigi
- Teknisi forensik
- Teknisi laboratorium forensik
- Tenaga administrasi
- Tenaga pemulasaran jenazah

17
- Supir kereta jenazah
- Pekarya

2.3.9 Sarana
1) Divisi otopsi(17)
o Ruang jenazah yang belum membusuk : luas 14x6m = 84m2 (dapat
menampung 12 jenazah), serta kamar pendingin 3,5x6m = 21m2
o Ruang jenazah yang sudah membusuk : luas 6x6m = 36m2, serta
kamar pendingin 3,5x6m = 21m2.
2) Divisi toksikologi(17)
Luas 12x6m = 72m2, hanya untuk pemeriksaan narkoba.
3) Divisi patologi(17)
Luas 6x2,5m = 15m2, untuk pemeriksaan histopatologi pada korban yang
diotopsi atau memeriksa histopatologi kiriman dari daerah lain.
4) Divisi antropologi(17)
Luas 3,5x6m = 21m2, untuk pemeriksaan tulang dewasa
5) Divisi serologi/biomolekuler(17)
Luas 6x6m = 36m2, untuk memeriksa golongan darah
6) Divisi odontologi(17)
Luas 2x6m = 12m2, untuk pemeriksaan odontogram.
7) Divisi lainnya(17)
o Ruang satuan pengamana
o Kamar pegawai penerima jenazah
o Ruang persemayaman jenazah
o Ruang tunggu keluarga
o Ruang kuliah mahasiswa
o Ruang sekretariat
o Ruang tata usaha
o Ruang arsip
o Ruang rapat
o Ruang staf

18
o Ruang komputer
o Ruang informasi
o Ruang musholla dan penyolatan jenazah
o Garasi kereta jenazah
o Laundry

Tabel 1. Standar Sumber Daya Manusia dan Sub Instalasi(17)

2.3.10 Prasarana
Kriteria bangunan pada kamar jenazah terdiri dari :(17)
1) Area tertutup harus tidak dapat diakses oleh orang yang tidak
berkepentingan, basemen dapat digunakan untuk akses keluar Rumah Sakit
2) Jalur jenazah : berdinding keramik, berlantai yang tidak berpori, memiiki
sistem pembuangan limbah, sistem sirkulasi udara, sistem pendingin

19
3) Hubungan antar jalur jenazah dengan petugas:
o Ruang otopsi berhubungan langsung dengan ruang ganti pakaian,
dipisahkan dengan antiseptic footbath
o Melalui jalur keluar-masuk jenazah, pintu dalam
4) Hubungan antara area tertutup dengan area terbuka
o Jalur masuk-keluar jenazah menggunakan pintu ganda
o Jalur petugas melalui ruang administrasi forensik atau kamar ganti
pakaian dengan koridor dari ruang pendidikan/RS
5) Ruang otopsi : minimalis, dalam arti tidak ada meja periksa yang fixed,
mempunyai sistem pendingin udara dan sistem aliran yang baik.
o Tersedia lemari alat, lemari barang bukti, air bersih, saluran
pembuangan air limbah, kulkas dengan freezer, timbangan organ,
meja periksa organ dan lainnya.
o Ruang otopsi infeksius memiliki sistem penghisap udara ke bawah,
dengan lantai non-porous.
o Ruang otopsi viewing theatre memiliki pembatas transparan antar
meja dengan kursi penonton.
6) Ruang ganti pakaian dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, terpisah
laki-laki dan perempuan. Serta dilengkapi antiseptic footbath, dan tempat
cuci tangan dengan antiseptic.
Berikut adalah kriteria bangunan dan prasarana berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.(19)

20
Tabel 2. Persyaratan Ruangan Kamar Jenazah(19)

21
22
23
24
2.3.11 Peralatan
Peralatan yangdisediakan untuk mendukung kegiatan kamar jenazah adalah :(17)
- Mobile
1) Brankar jenazah dari aluminium atau stainless steel, hanya sedikit
memiliki cekungan, memiliki saluran pembuangan air, dapat merangkap
sebagai meja otopsi, mudah dibersihkan (brankar roda dan brankar
angkat).
2) Ambulans jenazah
- Non mobile
1) Pada kondisi normal/sehari – hari
o Peralatan otopsi
o Peralatan embalming
o Peralatan radiologi portable
o Peralatan antropometri
o Sistem komunikasi internal dan eksternal
o Komputer: database, office dan fasilitas internet
o Kantong mayat
o Sarung tangan panjang karet
o Apron plastic
o Masker
o Tutup kepala
o Formulir surat kematian
o Formulir victim identifiikasi Missing Person
o Formulir victim identifiikasi Dead body
o Label jenazah
2) Pada kondisi bencana
Pada saat terjadi bencana kemungkinan akan jatuh korban dalam jumlah
yang banyak dan Tim Identifikasi dituntut untuk bekerja di
lapangan/lokasi kejadian bencana. Maka diperlukan peralatan yang
mudah dan cepat dibawa berupa:
o Kit identifikasi bencana massal lapangan

25
o Perlengkapan laboratorium
o Viewer (lampu baca foto)
Kebutuhan perlengkapan berdasarkan kelas Rumah Sakit tercantum di Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit.(20)

Tabel 3. Persyaratan Peralatan Kamar Jenazah(20)

Untuk prosedur dari kegiatan di dalam kamar jenazah untuk menghadapi berbagai
kondisi, dapat dikonsepkan seperti bagan dibawah ini:

26
Gambar 1. Konsep Alur Pelayanan Jenazah di Rumah Sakit dalam Kondisi Sehari
– hari(17)

27
Gambar 2. Konsep Alur Pelayanan Jenazah di Rumah Sakit dalam Kondisi
Bencana(17)

28
2.3.12 Standar Pelayanan Kamar Jenazah di Rumah Sakit Lain

Tabel 4. Perbandingan Pelayanan Kamar Jenazah antar Rumah Sakit

No Komponen RSUD H.Andi Sulthan Daeng Radja RS Dr Hasan Sadikin RSUD Muntilan
Bulukumba (kelas B)(21) Bandung (kelas A) (22) Kabupaten Magelang (kelas C)(23)
1 Sistem, 1. Keluarga atau penanggung jawab Disesuaikan dengan pelayanan 1. Jenazah datang baik dari Luar
Mekanisme dan mengisi dan menandatangani surat yang dimintakan oleh keluarga, RS/Dalam RS/IGD.
Prosedur permohonan yang telah di sediakan pengirim, atau institusi 2. Jenazah menuju ke ruang
2. Keluarga atau penanggung jawab pemulasaraan jenazah untuk
menyelesaikan administrasi/ diurus sesuai permintaan keluarga
pembayaran jenazah pasien/pengirim jenazah.
3. Keluarga atau penanggung jawab 3. Jenazah dikembalikan ke keluarga
menyerahkan bukti penyelesaian pasien/ pengirim/ diurus RS.
administrasi kepada petugas kamar
jenazah
4. Keluarga menunggu di ruang
tunggu kamar jenazah selama
proses pemulasaraan jenazah
5. Jenazah di bawa Pulang
2 Waktu Pelayanan Setiap hari 24 jam Setiap hari 24 jam Setiap hari 24 Jam
3 Jangka Waktu 1. Dewasa tanpa penyulit : 30 Menit 1. Penerimaan Jenazah dengan Tidak dijelaskan
Penyelesaian durasi waktu : 20-30 menit
2. Anak -anak tanpa penyulit : 30
2. Transit Jenazah dengan durasi
Menit
waktu : 120 menit

29
3. Bayi tanpa penyulit : 30 Menit 3. Penyimpanan jenazah pada
lemari pendingin dengan
4. Pemeriksaan Visum et Repertum :
durasi waktu : per 60 menit
90 menit
4. Pengurusan jenazah tanpa
5. Evakuasi dari kamar jenazah ke identitas dengan waktu 5-7
Mobil Jenazah : 30 menit hari
5. Pemulasaraan Jenazah dengan
durasi waktu :
a. Dewasa tanpa penyulit
durasi waktu : 60 menit
b. Anak tanpa penyulit durasi
waktu : 45 menit
c. Bayi tanpa penyulit durasi
waktu : 30 menit
4 Sarana, prasarana, 1. Ruang Visum 1. Ruang Visum 1. Refrigerator Jenazah
dana atau fasilitas 2. Ruang tunggu 2. Ruang tunggu 2. Keranda Jenazah
3. Ruang administrasi 3. Ruang administrasi
4. Ruang Pendingin 4. Ruang Pendingin
5 Produk Pelayanan 1. Pelayanan kamar jenazah 1. Pemeriksaan pasien dead on 1. Perawatan jenazah
arrival 2. Pemandian jenazah
2. Pemeriksaan jenazah/otopsi 3. Pendo’a jenazah
3. Pemulasaraan jenazah 4. Penitipan jenazah
4. Pengawetan jenazah 5. Pengawetan jenazah
5. Penggalian jenazah
6. Penitipan jenazah (luar RS)
7. Permintaan cadaver

30
8. Visum klinik (VeR Forensik
klinik)
9. Patternity test (DNA)
6 Jumlah Pelaksana 1. Dokter umum :1 orang Tidak dijelaskan Pelaksana Teknis : 5
2. Perawat Pelaksana : 13 orang
3. Administrasi : 1 orang

31
BAB III
KESIMPULAN

Kebutuhan akan fasilitas kesehatan di masyarakat terus meningkat sehingga


menyebabkan pemerintah membuat kebijakan, salah satunya adalah BPJS. Dengan
berkembangnya BPJS serta perlunya masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
bermutu, maka akreditasi rumah sakit diperlukan. Akreditasi rumah sakit menjadi
suatu pengakuan terhadap mutu pelayanan kesehatan rumah sakit yang
berlandaskan standar – standar yang telah diatur dalam pedoman serta Peraturan
Kementerian Kesehatan. Maka keberhasilan dalam akreditasi menjadi tanda bahwa
rumah sakit tersebut sudah diakui mutunya secara nasional, sesuai dengan peraturan
yang ada.
Kamar jenazah, sebagai bagian dari fasilitas penunjang nonklinik, maka
memerlukan standar nasional untuk menjaga mutunya. Penilaian standar yang
dilihat mulai dari prinsip, prosedur, hingga sarana dan prasarana, agar dapat
menjaga mutu pelayanan. Serta dengan adanya perbandingan standar kamar
jenazah setiap rumah sakit, maka dapat dipertimbangkan prosedur maupun sarana
dan prasarana guna meningkatkan mutu pelayanan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit.
2012.
4. Depkes RI. Riset kesehatan dasar tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2013.
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit.
2017.
7. Santoso A. “Akreditasi rumah sakit: kepentingan rumah sakit atau
masyarakat?”. Dipublikasikan tanggal 9 Juni 2016;
https://www.kompasiana.com/agungsantoso/574480f4d57e619909f83848/a
kreditasi-rumah-sakit-kepentingan-rumah-sakit-atau-masyarakat.
8. Rahma PA. “Akreditasi rumah sakit, pengakuan atas kualitas layanan”.
Yogyakarta: Majalah Dental&Dental; September-Oktober 2012.
9. Bianti H. Machroes, Arif R. Sadad, RP. Uva Utomo. Kelengkapan
administrasi staf medis kedokteran forensik RSUP Dr. Kariadi Semarang
menghadapi akreditasi rumah sakit. In: Afandi D, Purwadianto A,
Sammpurna B. Prosiding pertemuan ilmiah tahunan 2017 perhimpunan
dokter forensic Indonesia. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau; Juli
2017. hal.50-4.
10. Anwar MC. “Putus kontrak dengan banyak RS, ini penjelasan BPJS
kesehatan”. Dipublikasikan tanggal 4 Januari 2019;
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190104084204-4-49054/putus-
kontrak-dengan-banyak-rs-ini-penjelasan-bpjs-kesehatan.
11. Kuswandi, Dinta Y. “Sejumlah RS putus kerja sama dengan bpjs kesehatan,
begini kata Menkes”. Dipublikasikan tanggal 7 Januari 2019,
https://www.jawapos.com/kesehatan/07/01/2019/sejumlah-rs-putus-kerja-
sama-dengan-bpjs-kesehatan-begini-kata-menkes.
12. Humas BPJS Kesehatan. “Akreditasi rumah sakit jadi syarat wajib kerjasama
dengan BPJS kesehatan”. Dipublikasikan tanggal 4 Januari 2019, https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/post/read/2019/1019/Akreditasi-Rumah-Sakit-Jadi-
Syarat-Wajib-Kerjasama-dengan-BPJS-Kesehatan.
13. Lutfiah U. “Kebijakan soal putus kerjasama RS oleh BPJS kesehatan”.
Dipublikasikan tanggal 14 Januari 2019,
https://www.theindonesianinstitute.com/kebijakan-soal-putus-kerjasama-rs-
oleh-bpjs-kesehatan/.
14. Jatmiko LD. “BPJS kesehatan memutus kerja sama dengan 92 rumah sakit”.
Dipublikasikan tanggal 6 Januari 2019,

33
https://finansial.bisnis.com/read/20190106/215/875781/bpjs-kesehatan-
memutus-kerja-sama-dengan-92-rumah-sakit-.
15. Kementerian Kesehatan RI. Standar akreditasi rumah sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2011.
16. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Standar nasional akreditasi rumah sakit
Ed.1. Jakarta: Komisi Akreditasi Rumah Sakit; 2017.
17. Departemen Kesehatan RI. Standar kamar jenazah. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 2004.
18. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah. Tata cara pemulasaran
jenazah orang dengan HIV dan AIDS. Semarang: Komisi Penanggulangan
AIDS Provinsi Jawa Tengah; 2012.
19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. 2016.
20. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit. 2014.
21. RSUD H.Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Instalasi Pemulasaraan
Jenazah. Diakses pada tanggal 22 Januari 2019,
https://rsud.bulukumbakab.go.id/standar-pelayanan/
22. Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. Instalasi Pemulasaraan Jenazah.
Diakses pada tanggal 22 Januari 2019, http://web.rshs.or.id/jadwal-
pelayanan/alur-pelayanan/instalasi-pemulasaraan-jenazah/
23. RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. Standar Pelayanan Instalasi
Pemulasaraan Jenazah. Diakses pada tanggal 22 Januari 2019,
http://rsud.magelangkab.go.id/download/file/12.%20Standar%20Pelayanan
%20Instalasi%20Pemulasaraan%20Jenazah.pdf.

34

Anda mungkin juga menyukai