HOARSENESS
Pembimbing :
Penyusun :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Hoarseness” tepat pada
waktunya. Penyusunan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu THT.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak
lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu bimbingan
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan.
Penulis
2
LEMBAR PENGESAHAN
“HOARSENESS”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
Mengetahui
3
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 5
1.1 Latar belakang .................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 6
2.1 Definisi .................................................................................................................................. 6
2.2 Epidemiologi ......................................................................................................................... 6
2.3 Etiologi dan patofisiologi ...................................................................................................... 7
2.4 Diagnosis............................................................................................................................. 11
2.4.1 Anamnesis .................................................................................................................... 12
2.4.2 Gejala klinis ................................................................................................................. 12
2.4.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................ 15
2.4.4 Pemeriksaan penunjang ............................................................................................... 20
2.5 Diagnosis Banding .............................................................................................................. 21
2.6 Penatalaksanaan .................................................................................................................. 21
2.7 Prognosis ............................................................................................................................. 23
BAB III......................................................................................................................................... 24
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 25
4
BAB I
PENDAHULUAN
Hoarseness atau suara serak merupakan istilah umum untuk gejala perubahan
suara menjadi lebih kasar yang dihasilkan dari variasi perubahan periode atau intensitas
gelombang suara. Suara serak merupakan suatu gejala bukan diagnosis suatu penyakit.1
Hoarseness dapat memengaruhi kualitas hidup, apalagi ketika itu menjadi sebuah
pertanda dari kondisi yang lebih serius misalnya, terkait dengan peningkatan risiko
kematian atau morbiditas. Dampaknya pasien sering mengalami isolasi sosial, depresi,
kecemasan, kehilangan pekerjaan, kehilangan upah, dan perubahan gaya hidup.2,3 Studi
gangguan suara melaporkan implikasi kualitas hidup dan hilangnya produktivitas kerja
sebanding dengan penderita asma, sindrom koroner akut, depresi, dan PPOK. Pasien
dengan hoarseness atas penyebab yang lebih parah misalnya, unilateral vocal fold
paralysis memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dan lebih banyak kerugian
produktivitas.4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hoarseness atau suara serak atau suara parau adalah suatu keadaan dimana
terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan
suara pada nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar
atau parau atau terjadi perubahan volume atau pitch (tinggi rendah suara). Suara serak
bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit.1 Istilah
hoarseness atau suara serak sendiri dapat merefleksikan kelainan (abnormalitas) yang
letaknya bisa di berbagai tempat di sepanjang saluran vokalis, mulai dari rongga mulut
hingga paru. Meski idealnya istilah hoarseness lebih baik ditujukan untuk disfungsi
laring akibat vibrasi pita suara yang abnormal.1,5
Hoarseness dapat terdengat kasar (roughness) dengan nada yang lebih rendah dari
biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar
(spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia),
atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.1
2.2. Epidemiologi
6
Diantara total subjek, insidensi nodul pada plika vokalis memiliki insidensi yang
paling tinggi (22%) yang didominasi pada perempuan. Insidensi kedua terbanyak
menyebabkan hoarseness adalah polip pada plika vokalis (19%) yang didominasi pada
subjek penelitian laki-laki.7 Sedangkan menurut International Classification of Diseases,
Ninth Revision angka kejadian disfoni banyak didiagnosis dokter dengan laryngitis akut,
disfonia non-spesifik, lesi jinak pada pita suara/plika vokalis (misalnya kista, polip,
nodul), dan laringitis kronik. Prevalensi sebenarnya dari kondisi terkait disfonia
cenderung lebih tinggi, seperti kebanyakan pasien dengan perubahan suara mayoritas
tidak mencari pengobatan, khususnya jika disfonia bersifat sementara dan terkait dengan
infeksi pernafasan bagian atas.5
Perubahan suara biasanya berkaitan dengan adanya gangguan pada pita suara yang
merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di laring. Setiap keadaan yang
menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan
akan menimbulkan suara parau. Walaupun hanya merupakan gejala, tetapi prosesnya
berlangsung lama (kronik) dan dapat merupakan tanda awal penyakit serius di daerah
tenggorokan, khususnya laring.8
Penyebab lainnya dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis otot-otot laring,
kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada sendi kriko-aritenoid. Adapun
suatu keadaan disebut disfonia ventrikular, yaitu keadaan plika ventrikular yang
mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara, misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang
terus menerus pada pasien dengan laringitis akut. Inilah pentingnya istirahat berbicara (vocal
rest) pada pasien laringitis akut, disamping pemberian obat-obatan. Berikut ini beberapa
penyebab suara serak:8
1. Laringitis akut
Laringitis akut menjadi penyebab suara serak yang paling umum. Radang akut laring
merupakan kelanjutan dari infeksi saluran nafas yang paling sering disebabkan oleh virus
(parainfluenza, influenza atau rhinovirus).5,9 Penyebab radang lainnya ialah bakteri, yang
menyebabkan radang lokal. Pada larinigtis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam,
malaise, serta gejala lokal, seperti suara serak sampai tidak bersuara sama sekali (afonia),
7
nyeri ketika menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk
kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak kental. Ketidaksempurnaan produksi suara
pada pasien dengan laringitis akut dapat diakibatkan oleh penggunaan kekuatan aduksi yang
besar atau tekanan untuk mengimbangi penutupan yang tidak sempurna dari glottis selama
episode laringitis akut. Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan plika vokalis dan
mengurangi produsi suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal.10
2. Laringitis kronik
Beberapa hal bisa mendasari kondisi ini yang biasanya akibat paparan dari iritan seperti
tekanan yang terus-menerus pada pita suara, sinusitis kronis, infeksi jamur akibat sistem
kekebalan tubuh yang lemah, serta terpapar asap atau gas yang mengandung zat kimia. Dalam
keadaan laringitis, pita suara mengalami peradangan sehingga tekanan yang diperlukan untuk
memproduksi suara meningkat. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam memproduksi tekanan
yang adekuat. Udara yang melewati pita suara yang mengalami peradangan ini justru
menyebabkan suara yang menjadi serak. Bahkan beberapa kasus suara dapat menjadi lemah
atau tidak terdengar. Semakin tebal dan semakin kecil ukuran pita suara, getaran yang
dihasilkan semakin cepat. Semakin cepat getaran suara yang dihasilkan semakin tinggi.
Pembengkakan pada pita suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara
sehingga dapat terjadi perubahan pada suara.11,12
7. Alergi
Secara klinis, meskipun tidak ada perubahan yang jelas dalam laring karena alergi, ada
beberapa perubahan di tenggorokan dan hidung, yang mempengaruhi suara. Alergi
9
menyebabkan pembengkakan jaringan hidung, yang dapat mengubah suara. Oleh karena itu
penting untuk memasukkan alergi sebagai pertimbangan dalam mengevaluasi pasien dengan
suara serak.11
8. Kelainan Kongenital
Kelainan Kongenital yang dapat menyebabkan suara serak dibagi menjadi 3, yang
pertama laringomalasia, laringomalasia merupakan penyebab tersering suara serak pada bayi
baru lahir, yang kedua laringeal webs, merupakan Suatu selaput jaringan pada laring yang
sebagian menutup jalan udara, 75% selaput ini terletak diantara pita suara, tetapi selaput ini juga
dapat terletak di atas atau di bawah pita suara, yang ketiga adalah Cri du chat syndrome dan
down syndrome, yang merupakan Suatu kelainan genetik pada bayi saat lahir yang bermanifestasi
klinis berupa suara serak atau stridor saat bernafas.18
9. Papilloma laring
Disfungsi suara atau disfonia berhubungan dengan infeksi human papilloma virus (HPV)
yang menimbulkan lesi papilloma pada laring. Pada studi dari Ximenes Filho et al, pada penderita
papilloma laring ditemukan 54,54% pasien dengan disfonia dan 4.54% dengan gejala disfagi dan
perdarahan. Populasi yang berisiko adalah pada populasi seksual aktif dan memiliki pasangan
seksual yang berganti-ganti.19
10. Trauma
Trauma dapat menyebabkan terjadinya suara serak, trauma yang dapat menyebabkan suara
serak di bagi menjadi 3, yang pertama trauma saat intubasi endotrakeal pada pembedahan atau
resusitasi bisa menyebabkan suara serak, yang kedua trauma akibat fraktur pada laring dimana
trauma langsung pada laring dapat menyebakan fraktur kartilago laring yang menyebabkan lokal
hematoma atau mengenai saraf, yang ketiga adanya trauma yang diakibatkan adanya benda asing
yang termakan oleh anak-anak bisa masuk ke laring dan menyebabkan suara serak dan kesulitan
bernafas.5
11. Tumor
Adanya tumor di laring juga dapat menyebabkan suara serak, tumor yang sering ada pada
laring di bagi menjadi tiga, yang pertama Hemangioma. Hemangioma merupakan tumor jinak
10
pembuluh darah, mungkin timbul pada daerah jalan nafas dan menyebabkan suara serak atau
lebih sering stridor.Yang kedua ada Limfangioma, Limfangioma merupakan tumor pembuluh
limfa. Sering timbul di daerah kepala dan leher dapat mengenai jalan nafas yang menyebabkan
stridor atau suara serak. Tumor yang ketiga ada keratosis laring, keratosis laring, memiliki
gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini yaitu suara serak yang persisten. Sesak nafas
dan stridor tidak selalu ditemukan. Selain itu ada rasa yang mengganjal di tenggorokan, tanpa
rasa sakit dan disfagia. Pada keratosis laring, terjadi penebalan epitel, penambahan lapisan sel
dengan gambaran pertandukan pada mukosa laring. Tempat yang sering mengalami
pertandukan adalah pita suara dan fossa interaritenoid.20
11
Gejala klinis yang muncul akibat laringospasme pada LPR, 92% pasien menyatakan
adanya suara serak, batuk kronik, berdehem, benjolan pada tenggorokan dan perasaan kesulitan
saat menelan yang tidak spesifik.8
2.4. Diagnosis
Diagnosis suara serak didasarkan pada kriteria klinis yang dapat dilaporkan oleh
pasien. Suara serak dapat disertai dengan ketidaknyamanan dalam berbicara, meningkatnya
upaya bicara, suara lemah, dan kualitas suara yang berubah. Evaluasi diperlukan pada pasien
dengan perubahan suara yang signifikan, atau perubahan suara yang terbatas tetapi gejala
lainnya yang signifikan. Evaluasi harus mencakup mendengarkan secara kritis dan obyektif
suara pasien, mengkarakterisasi tingkat keparahan perubahan suara dan gejala lainnya, dan
memperoleh riwayat medis, termasuk penggunaan obat-obatan.10
2.4.1. Anamnesis
Hal- hal yang perlu di perhatikan dalam menentukan diagnosis suara serak ada empat yaitu
gejala suara serak yang intermiten tidak begitu mengkhawatirkan seperti suara serak progresif.
Perhatikan jika suara serak yang persisten berlangsung lebih dari tiga minggu, kesulitan atau
kesakitan saat menelan, hemoptisis, penurunan berat badan, perokok berat dan peminum
alkohol. Suara serak setelah penggunaan suara yang berkepanjangan, penegangan pita suara
berlebihan dapat menyebab tumor jinak. Gejala terkait keganasan intratorakal misalnya, kanker
paru-paru menyerang nervus laringeus rekuren sinistra yang menyebabkan kelumpuhan pita
suara unilateral, hipotiroidisme, atau penyakit neurologis seperti parkinsonisme, miastenia, dan
penyakit neuron motorik.
Visualisasi bagian laring merupakan evaluasi komprehensif untuk keluhan pada suara.
Walaupun sebagian besar penyebab suara serak adalah karena kondisi self-limited, namun
15
identifikasi lebih awal terhadap beberapa gangguan yang muncul diperlukan pada pasien
dengan suara serak yang belum membaik setelah 3 bulan atau adanya kecurigaan terhadap
penyebab yang lebih serius. Waktu kapan harus dilakukan laringoskopi masih kontroversial,
the American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Foundation
merekomendasikan dilakukan laringoskopi pada rentang 3 bulan. Konteks serius ini
digambarkan pada etiologi yang memiliki prognosis buruk seperti keganasan.2,9
Penyebab utama suara serak biasanya karena infeksi virus. Gejala laryngitis akibat
virus biasanya berlangsung paling lama 1 sampai 3 minggu. Apabila gejala suara serak lebih
lama dari itu, maka perlu dievaluasi untuk memastikan adanya keganasan atau morbiditas
lain yang terlewat sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut tergantung spesifikasi
penyakit yang mendasari. Pada studi kohort suatu populasi, diagnosis kanker laring yang
terlambat berakibat ditemukannya diagnosis kanker pada tingkat yang lebih buruk.5
Gambar 1. Pita suara normal (FVF, False vocal fold; TVF, true vocal fold
(cord).13
16
Gambar 2. Nodul jinak pada pita suara.13
17
Gambar 5. Laringoskopi ditemukan paralisis pita suara unilateral, sebelah kiri
abduksi laring, sebelah kanan adduksi laring, tanda panah,
menunjukkan adanya paralisis.21
18
Tabel 2. Temuan laringoskopi yang berhubungan dengan penyebab suara
serak.11
No. Temuan laringoskopi Etiologi
1. Kista Vocal abuse
2. Eksofitik atau lesi ulserasi Karsinoma
3. Granuloma Trauma langsung (intubasi), inhalasi
kortikosteroid, LPR, voval abuse
4. Inflamasi laring Alergi, trauma langsung (intubasi), infeksi,
inhalasi kortikosteroid, LPR, perokok dan
iritan lain
5. Leukoplakia (keputihan, penebalan Leukoplakia jinak, karsinoma, displasia
lapisan epitel)
6. Plika vokalis tidak dapat aduksi Afoni konversi
selama fonasi, namun aduksi saat
batuk
7. Nodul Vocal abuse
8. Papiloma Laring papilomatosis
9. Polip Alergi, perokok atau pengguna iritan lain,
vocal abuse
10. Edema reinke (pembengkakan di LPR, perokok dan iritan lain, vocal abuse
lamina propria superfisial pada plika
vokalis)
11. Translusen, kekuningan, perlunakan Amiloidosis laring
pada plika vokalis
1. Suara serak Lesi pada pita suara, disfonia akibat penekanan pada otot, LPR
2. Nada rendah Edema reinke, vocal abuse, LPR, paralisis pita suara, disfonia akibat
tekanan pada otot
4. Tremor Penyakit Parkinson, tremor esensial pada kepala dan leher, disfonia
spasmodik, disfonia akibat tekanan otot
5. Vocal fatigue Disfonia akibat tekanan otot, paralisis pita suara, LPR, vocal abuse
2.6. Penatalaksanaan
20
kortikosteroid inhalasi harus diberikan mulai dosis terendah dan menghindari flutikason
jika memungkinkan. Meskipun penggunaan proton pump inhibitor (PPI) telah banyak
dipromosikan untuk pengobatan gejala laring yang diduga disebabkan
olehalaringofaringeal refluks (LPR). Cochrane memberikan ulasan bahwa bukti
keefektifannya kurang. Ulasan terbaru dari penelitian lain menunjukkan bahwa, ketika
PPI digunakan untuk tujuan mengurangi keluhan LPR maka PPI ditentukan dalam dosis
yang relatif tinggi, atau apakah suara serak dan gejala laring lainnya belum sembuh
setelah tiga atau empat bulan, dokter harus mempertanyakan diagnosis dan pencarian
etiologi lain. Ini juga mengasumsikan bahwa pasien telah menjalani laringoskopi
selama evaluasi.11
a. Vocal hygiene
Ada beberapa bukti bahwa edukasi vocal hygiene efektif dalam pengelolaan suara
serak. Program vocal hygiene yang dievaluasi di Indonesia termasuk perubahan
lingkungan misalnya, kelembapan udara, menghindari asap, debu, dan iritasi inhalasi
lainnya, perubahan perilaku misalnya, menghindari batuk yang terlalu sering,
perubahan kebiasaan vokal misalnya, menghindari berteriak atau berbicara dengan
keras dalam waktu yang lama, dan perubahan pola makan misalnya, meningkatkan
asupan cairan, menghindari makan-makanan terlalu banyak, penggunaan kafein dan
alkohol berlebihan, serta makanan pedas.4,11
Terapi suara atau latihan suara, mengarah ke dalam teknik non-bedah yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas suara. Tujuan dari terapi suara adalah untuk
memperbaiki sikap bersuara untuk mengurangi trauma laring. Namun program ini
belum bisa dimulai sebelum diagnosis ditegakkan. Komponen terapi suara mencakup
terapi suara dan latihan fisik untuk merubah sikap individu seperti vocal hygiene,
mengistirahatkan suara, relaksasi otot, dan melatih pernapasan. Sesi terapi suara
biasanya selama 30 sampai 60 menit dalam seminggu, dalam total delapan sampai
sepuluh minggu. Keberhasilan dari terapi suara bergantung besar terhadap partisipasi
aktif pasien dalam melakukan setiap sesi terapi, mempertahankan vocal hygiene, dan
kebiasaan melatihnya di luar sesi.11
21
Terapi suara efektif untuk menangani disfonia pada anak dan orang dewasa.
Meskipun pada anak dibawah dua tahun belum dapat efektif melakukan berbagai
teknik terapi suara. Pada situasi ini, edukasi dan konseling pada keluarga
dibutuhkan. Terapi suara efektif pada penanganan disfonia akibat tekanan otot,
disfonia akibat penyakit parkinson dan kondisi lain yang mengenai laring
(insufisiensi glottis). Evaluasi dari terapi suara diperlukan untuk mengidentifikasi
penyakit, menilai struktur dan fungsi dari saluran napas.4
c. Pembedahan
2.7. Prognosis
Prognosis suara serak tergantung dari penyebab yang mendasari penyakit
tersebut. Suara serak yang dialami lebih dari 3 minggu memerlukan rujukan ke spesialis
telinga hidung dan tenggorokan untuk menilai pita suara dan menyingkirkan ke arah
keganasan. Pada banyak kasus, dapat diterapi dengan istirahat berbicara dan
penggunaan suara yang tepat banyak mengalami perbaikan.8
22
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Hoarseness atau suara serak atau suara parau adalah suatu keadaan dimana terdapat
kesulitan dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada
nada dan kualitasnya. Prevalensi hoarseness mencapai 6% dari populasi umum dan semakin
meningkat menjadi 11% pada pengguna suara professional. Menurut International
Classification of Diseases, Ninth Revision angka kejadian disfonia banyak didiagnosis dokter
dengan laringitis akut, disfonia non-spesifik, lesi jinak pada pita suara/plika vokalis (misalnya
kista, polip, nodul), dan laringitis kronik.
Suara serak yang dialami lebih dari 3 minggu memerlukan rujukan ke spesialis
telinga hidung dan tenggorokan untuk menilai pita suara dan menyingkirkan ke arah
23
keganasan. Pada banyak kasus, dapat diterapi dengan istirahat berbicara dan penggunaan
suara yang tepat banyak mengalami perbaikan.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Roy, DebaJyoti. And Moran, Nirupama. The Evaluation of Hoarseness And Its
Treatment. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). 2017:16
(8):12-15.
2. Cohen SM, Dupont WD, Courey MS. Quality-of-life impact of nonneoplastic voice
disorders: a meta-analysis. Ann Otol Rhinol Laryngol. 2006:115:128-134.
3. Francis DO, McKiever ME, Garrett CG, et al. Assessment of patient experience with
unilateral vocal fold immobility: a preliminary study. J Voice. 2014:28:636-643.
4. Stachler, MD , David O. Francis, MD, MS , Seth R. Schwartz, MD, MPH , Cecelia C.
Damask, DO, German P. Digoy, MD, et al. Clinical Practice Guideline: Hoarseness
(Dysphonia) (Update). American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery Foundation. Oto journal. 2018:1(42).
5. Schwartz, S. R., Cohen, S. M., Dailey, S. H., Rosenfeld, R. M., Deutsch, E. S.,
Gillespie, M. B., Patel, M. M. Clinical practice guideline: Hoarseness (Dysphonia).
Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 2009:6:744.
6. O Judd, I B Colvin. Hoarse voice. BMJ. 2010:340:522.
7. Rameshkumar, Edakkattil and Rosmi, Tony Kalliath. Prevalence of age, gender and
pathological conditions of vocal cords leading to hoarseness of voice in a tertiary care
hospital. Int J Adv Med 2016:3(2):345-348.
8. Reiter, Rudolf. Hoffmann, Thomas Karl, and Anja Pickhard, Sibylle Brosch.
Hoarseness—Causes and Treatments. Deutsches Ärzteblatt International Dtsch
Arztebl Int 2015:112: 329-37.
9. Trottier, Amy M. Emad Massoud, and Timothy Brown. A case of hoarseness and
vocal cord immobility. CMAJ. 2013:185(17):1520-1524.
10. Huntzinger, Amber. Guidelines for the Diagnosis and Management of Hoarseness.
Am Fam Physician. 2010:81(10):1292-1296.
11. Feierabend Raymond H., And Malik , Shahram N. Hoarseness in Adults. American
Family Physician. 2009:80 (4).
12. Kataria, Gaurav. Saxena, Aditi, Baldev Singh, et al. Hoarseness of voice: Etiological
spectrum. ISSN. 2015:5(15): 2250-0359.
26
13. Agar, Nicholas J M and Vallance, Neil A. Hoarseness, What is the voice trying to tell
you? Australian Family Physician. 2008:37: (4).
14. Faust RA. Childhood voice disorders: ambulatory evaluation and operative diagnosis.
Clin Pediat. 2003:42:1-9.
15. Cooper, Lauren and Quested, Rachele A. Hoarseness: An approach for the general
practitioner. RACGP. 2016:45(6):378-381.
16. Lalwani AK. Current diagnosis & treatment in otolaryngology head & neck surgery.
3rd ed New York (NY): McGraw Hill. 2011.
17. Wang CP, Chen TC, Lou PJ, et al. Neck ultrasonography for the evaluation of the
etiology of adult unilateral vocal fold paralysis. Wiley Online Library. 2012:34:643-8.
18. Tewlik, Ted L. Congenital Malformations of the Larynx. 2019. American Academy
of Otolaryngology-Head and Neck Surgery; Medscape, [Cited access on 5 July 2019].
Available at: https://emedicine.medscape.com/article/837630-overview#a1.
19. Longubuco, CEG. Reis, HLB, Cavalcante, FS. Pinho, CRP. Oliberia, NS, et al. BMC
Res Notes. 2014:7:898.
20. Mastronikolis, NS; Papadas, TA; Goumas, PD; Triantaphyllidou, IE; Theocharis, DA;
Papageorgakopoulou, N; Vynios, DH. Head, neck: Laryngeal tumors: an overview.
Atlas Genet Cytogenet Oncol Haematol. 2011:13(11):888-893.
21. Buckmire, RA. Meyers, AD. Schweinfurth, J. Vocal Polyps and Nodules. [Cited
access on 5 July 2019] Available at:https://emedicine.medscape.com/article/864565-
overview.
22. Schweinfurth, J. Meyers, AD. Rosen, CA. [Cited access on 5 July 2019].
https://emedicine.medscape.com/article/866019-overview.
27