Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Labiopalatoschisis

Pembimbing :
dr. Anwar Lewa, Sp. BP (RE)

Disusun Oleh :
Mieke Joseba Istia (112019163)

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 23 NOVEMBER 2020 – 30 JANUARI 2021

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA


2020
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi referat dengan judul:

Labiopalatoschisis

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 23 November 2020 – 30 Januari 2021

Disusun oleh:
Mieke Joseba Istia
112019163

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Anwar Lewa, Sp. BP (RE)

Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Plastik RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 25 November 2020


Pembimbing

dr. Anwar Lewa, Sp. BP (RE)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Labiopalatoschisis”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. M.
Yogialamsa, MS, Sp.OT selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam
Kepaniteraan Klinik. Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan
Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Penulis
sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 25 November 2020

Penulis
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA
LEMBAR PENILAIAN

Nama  Mieke Joseba Istia


NIM 112019163
Tanggal 25 November 2020
Judul kasus Labiopalatoschisis
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data          
Analisa masalah          
Penguasaan teori          
Referensi          
Pengambilan keputusan klinis          
Cara penyajian          
Bentuk laporan          
Total  
Nilai %= (Total/35)x100%  
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
 
Komentar penilai

Nama Penilai
Paraf/Stempel

dr. Anwar Lewa, Sp. BP (RE)


BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara mulut dan
hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut
labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral. Kelainan ini
terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya
proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah
kekurangan nutrisi, stres pada kehamilan, trauma dan faktor genetik. 1,2,3
Permasalahan pada penderita celah bibir dan langit-langit sudah muncul sejak penderita lahir.
Derita psikis yang dialami pula oleh penderita setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang lain.
Secara fisik adanya celah akan membuat kesukaran minum karena adanya daya hisap yang kurang dan
banyak yang tumpah atau bocor ke hidung, Se1ain itu terjadi permasalahan dalam segi estetik/kosmetik,
perkembangan gigi yang tidak sempuma serta gangguan pertumbuhan rahang dan gangguan bicara berupa
suara sengau. Penyulit yang juga mungkin terjadi pada penderita celah bibir adalah infeksi pada telinga
tengah hingga gangguan pendengaran. 1,2
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
 Labiopalatoschisis adalah suatu malformasi kongenital pada bibir dan langit-langit.Masalah
yang biasanya ditemukan pada penderita labiopalatoschisis adalah masalah kosmetik,gigi, fungsi bicara,
fungsi menelan, pendengaran, proses tumbuh kembang dan fungsi emosional.Bibir dibagi menjadi bibir
atas dan bibir bawah. Bibir atas berbentuk seperti huruf M yang mendatar, sedangkan bibir bawah
berbentuk seperti huruf W yang mendatar. Bibir secara anatomisdigambarkan seperti busur panah atau
cupid’s bow. Bibir terbentang antara limbus lateral darikedua mata. Bibir sendiri dikelilingi oleh musculus
orbicularis oris yang berfungsi sebagaisphincter pada mulut.Sedangkan langit-langit dibentuk oleh
maksila, prosesus horizontal dari os palatinus dan pterygoid plates. Untuk maksila sendiri dapat dibagi
menjadi palatum primer dan sekunder, soft palate, alveolus, tuberositas maksilaris dan humulus. Otot-
otot yang ditemukan pada langit-langitantara lain muskulus konstiktor superior sebagai sfingter primer,
muskulus tensor veli palatiniuntuk menekan langit-langit ke arah bawah, muskulus levator veli palatini
yang berfungsi untukelevasi langit-langit dan muskulus salpingopharyngeous, muskulus
palatopharyngeous, muskulus palatoglossus yang memiliki fungsi yang lebih sedikit.1-2

Epidemiologi
Di Amerika, angka kelahiran bayi dengan kelainan celah yaitu 1 dari 700 kelahiran. Umumnya,
Ras Asia dan Ras Indian Amerika memiliki prevalensi tertinggi terjadinya celah orofasial dengan
perbandingan 1:500. Ras Eropa memiliki prevalensi dalam batas sedang yaitu 1:1000, sementara
prevalensi terjadinya celah terendah yaitu pada Ras Afrika dengan perbandingan 1:2500. Di Indonesia,
prevalensi nasional bibir sumbing adalah 0,2% (berdasarkan keluhan responden atau observasi
pewawancara). Sebanyak 7 provinsi mempunyai prevalensi bibir sumbing diatas prevalensi nasional,
yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau,
DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat. Menurut RISKESDAS tahun 2007, Provinsi DKI Jakarta ternyata
menduduki peringkat teratas untuk prevalensi bibir sumbing, yaitu sebesar 13,9‰ jauh di atas angka
nasional (2,4‰), sedangkan provinsi lain seperti Sumatera Selatan (10,6‰), Kep. Riau (9,9‰), Nusa
Tenggara Barat (8,6‰), Nanggroe Aceh Darussalam (7,8‰), menempati urutan sesudahnya. Prevalensi
terendah terdapat di Provinsi Jambi, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat masingmasing sebesar 0,4‰.
Menurut RISKESDAS tahun 2013, di Sumatera Utara terdapat 0,2% bayi berumur 24-59 bulan yang
menderita bibir sumbing.4,5
Etiologi
Etiologi dari terjadinya celah bibir dan langit-langit masih diteliti karena dalam beberapa kasus
masih belum didapatkan penyebab utamanya, akan tetapi harus dibedakan antara kelainan celah bibir
murni dengan celah bibir yang dikarenakan penyakit atau sindrom tertentu. Celah bibir dan celah langit-
langit dapat dihubungkan dengan lebih dari 300 sindrom, namun hanya 15% kasus celah bibir dan langit-
langit yang disebabkan sindrom.4,6
 Genetik Pada kasus celah bibir dan langit-langit yang bukan disebabkan sindrom, awalnya diduga
disebabkan oleh faktor genetik, namun kenyataannya, beberapa penelitian menunjukkan hanya 20%
sampai 30% kasus celah bibir dan langit-langit yang dihubungkan dengan faktor genetik saja.
Sebagian besar kasus diduga diakibatkan adanya kombinasi antara kelainan genetik individual
dengan faktor lingkungan.
 Sindrom Anomali celah orofasial dapat disebabkan oleh sindrom. Sindrom tersebut dapat berupa
sindrom monogenik maupun sindrom kromosomal. Sindrom monogenic merupakan sindrom yang
terjadi karena adanya mutasi dari gen tunggal. Mutasi dapat melibatkan salah satu maupun sepasang
kromosom. Sindrom kromosomal merupakan sindrom yang terjadi karena adanya kekurangan
ataupun kelebihan gen yang terletak di kromosom dan dapat juga terjadi karena adanya perubahan
struktur kromosom.7
a. Sindrom Monogenik Menurut Gorlin, terdapat 72 sindrom monogenik yang melibatkan celah pada oral.
Penelitian tersebut dikuatkan oleh penelitian Cohen, di mana terdapat 154 sindrom monogenik yang
melibatkan celah oral. Pada tahun 2001, terdapat versi yang berbeda dari database London
Dysmorphology yang diungkapkan oleh Winter dan Baraiser, yaitu terdapat 487 sindrom monogenik
yang terlibat dengan pembentukan celah oral. Salah satu contoh yaitu sindrom Van der Woude dan
Treacher Collins. Sindrom autosomal yang paling sering yaitu Van der Woude, di mana sindrom ini
ditandai dengan adanya cekungan pada bibir bawah, celah bibir, celah palatum, hipodonsia, tidak adanya
premolar kedua baik pada maksila maupun mandibula, tidak adanya insisivus lateral pada maksila dan
ankiloglosia.
b. Sindrom Kromosomal Sindrom ini melibatkan abnormalitas yang signifikan pada kromosom baik
secara struktural maupun numerikal. Contohnya pada sindrom Velokardiofasial, sindrom Shprintzen,
Trisomi 13 dan 18 dan beberapa sindrom lainnya. Sindrom yang sering menyebabkan celah pada oral
yaitu sindrom Pierre Robin yang ditandai dengan mikrognasia, celah langit-langit dan glosoptosis. 7,8
 Lingkungan Faktor lingkungan sebagai penyebab celah bibir dan langit-langit telah banyak
diketahui, walaupun tidak sepenting faktor genetik, tetapi faktor lingkungan merupakan faktor yang
dapat dikendalikan sehingga dapat dilakukan pencegahan. Beberapa faktor lingkungan yang
diketahui yaitu:
a. Nutrisi ibu, Kekurangan nutrisi, seperti kekurangan asam folat, merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya celah orofasial. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian dan percobaan
intervensional di mana subjek penelitian dberikan suplemen folat untuk mencegah terjadinya
kelahiran bayi dengan celah dalam keluarga yang memiliki riwayat menderita kelainan tersebut.
Dan hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan terjadinya celah pada beberapa keluarga
yang dijadikan subjek penelitian. Selain penelitian tentang asam folat, beberapa penelitian lain
tentang defisiensi zinc, defisiensi kolesterol dan defisiensi multivitamin menunjukkan hasil
positif menjadi faktor resiko terjadinya celah bibir dan langit-langit. 9,10
b. Konsumsi alkohol di masa kehamilan Mengonsumsi alkohol juga diduga menjadi faktor risiko,
namun bukti masih belum jelas. Meskipun begitu bila alkohol dikonsumsi dengan dosis tinggi
dalam waktu yang singkat, diduga akan meningkatkan risiko kecacatan pada janin, termasuk
celah bibir. Berdasarkan penelitian Jones, seorang ibu yang mengonsumsi alkohol 3 kali sehari
ketika dalam masa trimester pertama kehamilan dapat berisiko memiliki bayi dengan berat badan
rendah, sementara ibu yang mengonsumsi alkohol 4 hingga 6 kali sehari, memiliki risiko
melahirkan bayi yang cacat. Biasanya bayi yang dilahirkan oleh ibu pengonsumsi alkohol
memiliki kelainan berupa celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit, berat badan rendah,
mikrosefalus, kelainan jantung, maupun retardasi mental.
c. Merokok dalam masa kehamilan, Menurut penelitian Radojičić dkk, merokok dalam masa
kehamilan trimester pertama merupakan faktor risiko yang besar dalam kenaikan jumlah
kelahiran bayi dengan celah bibir dan langit-langit. Hal ini dibuktikan dengan penelitian di Serbia
di mana 51% dari ibu yang merokok selama kehamilan memiliki anak dengan celah bibir.
d. Radiasi sinar rontgen 10 Radiasi sinar rontgen diduga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
celah bibir. Sebuah laporan kasus dari bagian kedokteran gigi anak Universitas Indonesia
menjelaskan bahwa paparan radiasi rontgen pada masa kehamilan trimester pertama memiliki
kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya celah bibir dan langitlangit, di mana seorang anak
lahir dengan celah bibir dan langit-langit namun tidak memiliki riwayat kelainan celah bibir
dalam keluarganya. Ibunya juga menjelaskan bahwa kondisinya sehat pada waktu kehamilan,
akan tetapi pada trimester pertama, ibu pernah terpapar radiasi rontgen..
e. Infeksi Infeksi pada trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan kecacatan pada janin,
termasuk kelainan pada bibir berupa celah bibir dan langit-langit. Infeksi dapat berupa infeksi
bakteri maupun virus. Menurut penelitian Metneki dkk, virus seperti rubella dan bahkan influenza
diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya celah pada janin. 8-11
f. Konsumsi obat-obatan Beberapa obat-obatan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh ibu hamil
karena bersifat teratogenik. Penggunaan obat-obatan seperti steroid, antikonvulsan (phenytoin
dan phenobarbital), asam retinoat dapat meningkatkan terjadinya celah bibir dan langit-langit bila
dikonsumsi pada masa trimester kehamilan.
g. Stress. Strean dan Peer melaporkan bahwa stress yang timbul pada ibu dapat menyebabkan
terangsangnya fungsi hipothalamus Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Akibatnya, ACTH
merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan
meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan. Hal ini dapat juga menyebabkan
kecacatan berupa celah bibir pada janin.
h. Trauma, Sebuah penelitian di Filipina membuktikan bahwa salah satu penyebab terjadinya celah
pada janin yaitu adanya tekanan pada perut ibu yang mengakibatkan trauma. Hal yang paling
banyak menyebabkan tekanan eksternal tersebut yaitu ketika ibu tergelincir maupun jatuh. Selain
itu, beberapa hal lain yang menyebabkan tekanan eksternal yaitu adanya percobaan aborsi dan
kebiasaan ibu memberi tekanan pada perut ketika masa kehamilan.
i. Toksisitas logam berat Menurut penelitian Al-Sabbak dkk di Rumah Sakit Bersalin Al Basrah,
Irak, terdapat peningkatan terjadinya kelahiran bayi dengan defek baik di bibir maupun di bagian
tubuh lain paska terjadinya pemboman di beberapa kota di Irak. Hal tersebut diakibatkan adanya
paparan logam berat yang diterima ibu maupun ayah dari bayi sebelum proses fertilisasi. Adanya
kandungan logam seperti timbal (Pb) dalam darah dapat menyebabkan keguguran maupun
infertilitas. Penelitian yang dilakukan di Al Basrah membuktikan bahwa walaupun terdapat
banyak kandungan logam dalam darah orang tua yang memiliki bayi dengan defek, namun
paparan Pb dan Hg merupakan logam yang paling berbahaya dalam menyebabkan defek
kongenital. Defek yang paling sering ditemukan dalam penelitian tersebut yaitu defek pada
12
jantung bawaan. defek pada persarafan dan defek berupa celah bibir dan langit-langit.

Patofisiologi
Perkembangan embriologis dari bibir dan palatum tergantung dari pembentukan sel neural crest
dalam embrio. Sel tersebut bermigrasi dalam tingkat yang berbeda untuk membentuk struktur dari
tengkorak dan wajah. Jika migrasi gagal atau terlambat, maka dapat berdampak pada pembentukan
struktur fasial dan dapat menyebabkan celah maupun anomali kraniofasial. Ahli embriologi membagi
hidung, bibir dan palatum menjadi palatum primer dan palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari
hidung, bibir, prolabium dan premaksila, sementara palatum sekunder terdiri dari sebagian besar palatum
durum dan seluruh palatum molle. Pembentukan palatum primer dimulai dengan munculnya tonjolan-
tonjolan wajah. Tonjolan ini terdiri dari 3 pasang yaitu prosesus nasalis medialis (PNM), prosesus nasalis
lateralis (PNL) dan prosesus maksilaris (PMx). Perkembangan embriologis dari bibir dan alveolus terjadi
sekitar minggu ke-6 sampai ke-7 dari masa gestasi dan dimulai dari foramen insisivum. Pembentukan
palatum primer terjadi karena adanya fusi PNM dan PM, diikuti dengan PNL dan PNM yang melengkapi
pembentukan palatum primer. Karena itu, jika terjadi kegagalan fusi dari tonjolan-tonjolan wajah maka
dapat berdampak pada terjadinya celah pada bibir. Perkembangan embriologis dari palatum sekunder
dimulai sekitar 7-8 minggu masa gestasi, yaitu ketika pembentukan palatum primer telah lengkap.
Sebelum pembentukan palatum, lidah terletak di area kavitas nasal dan sisi lidah berbatasan dengan
lempeng palatal yang tumbuh secara vertikal. Ketika usia kehamilan 7-8 minggu, lidah perlahan mulai
turun dan lempeng palatal mulai membelok ke atas membentuk lengkung palatal. Proses fusi dimulai dari
foramen insisivum kemudian berlanjut hingga ke posterior, membentuk garis median sutura palatine dan
palatum keras. Vomer akan berkembang secara vertikal dan bergabung dengan permukaan superior dari
palatum keras, sehingga kavitas nasal akan terbagi dua. Setelah palatum keras terbentuk, perkembangan
berlanjut hingga ke palatum lunak dan uvula. Proses ini biasanya selesai di minggu ke-12 masa gestasi.
Jika terjadi kegagalan fusi lempeng palatal, maka akan menyebabkan terjadinya celah langit-langit. Celah
langitlangit juga dapat terjadi akibat kematian sel pada tepi medial, ruptur setelah fusi, maupun kegagalan
fusi dan diferensiasi.12,13

Gambar 3. Pembentukan nasal dan maksila dari minggu ke-5 hingga ke-10

KLASIFIKASI
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:
1. Inkomplit
2. Komplit
Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :
1. Unilateral
2. Bilateral
Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases (ICD), mencakup celah
anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah, unilateral atau bilateral; digunakan untuk sistem
pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO).
Celah pada bibir dapat ditemukan tipe unilateral (saiu sisi ) atau bilateral (dua sisi), tipe komplit
atau inkomplit. Kerusakan terjadi hingga pada daerah alveolar sehingga menjadi sebuah perencanaan
dalam pembedahan sebagai perbaikan. Umumnya kelainan celah pada kelahiran terbagi dalam 2 kategori
yaitu :
1. Unilateral komplit. Jika celah sumbing yang terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung atau dengan kata lain unilateral komplit memberikan gambaran keadaan dimana
te1ah terjadi pemisahan pada salah satu sisi bibir, cuping hidung dan gusi. Unilateral komplit memiliki
dasar dari palatum durum yang merupakan daerah bawah daripada kartilago hidung. 10

Gambar 3. Tipe unilateral komplit

2. Unilateral Inkomplit. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung atau dengan kata lain bahwa unilateral inkomplit memberikan gambaran keadaan
dimana terjadi pemisahan pada salah satu sisi bibir, namun pada hidung ridak rnengalami kelainan. 10
Gambar 4. Tipe unilateral inkomplit

3. Bilateral Komplit. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla, Oleh karena terjadi ketidakadaannya
hubungan dengan daerah lateral daripada palatum durum. 10

Gambar 5. Tipe bilateral komplit

4. Bilateral Inkomplit. Jika celah ini terjadi secara inkomplit dimana kedua hidung dan daerah kedua
10
premaxilla tidak mengalarni pemisahan dan hanya menyertakan dua sisi bibir.

Gambar 6. Tipe bilateral inkomplit


Penatalaksanaan
Penderita CLP mengalami berbagai permasalahan yang ditimbulkan akibat cacat ini adalah
psikis, fungsi dan estetik dimana ketiganya saling berhubungan. Untuk fungsi dan nilai estetik baik untuk
bibir, hidung dan rahangnya diperlukan pembedahan. Disamping jasa seorang spesialis Bedah Plastik juga
dibutuhkan sebuah tim dokter lain yang terdiri dati dokter THT, dokter gigi spesialis ortodentis, dokter
anak, tim terapi bicara dan pekerja sosial. Penderita CLP paling utama terjadi gangguan dalam
berbicara, penyakit pada telinga dan mungkin saja jalan nafas menjadi ikut terganggu. Oleh karena itu
dibutuhkan seorang ahli THT untuk melihat gangguan yang terjadi ini. 1,13
Bayi yang baru lahir dengan CLP segera dipertemukan dengan pekerja sosial untuk diberi
penerangan agar keluarga penderita tidak mengalami stress dan menerangkan harapan yang bisa
didapatkan dengan perawatan yang menyeluruh bagi anaknya, Selain itu dijelaskan juga masalah yang
akan dihadapi kelak pada anak. Menerangkan bagaimana memberi minum bayi agar tidak banyak yang
tumpah. Pekerja sosial membuatkan suatu record psicososial pasien dari sini diambil sebagai bagian
record CLP pada umumnya. Pekerja sosial akan mengikuti perkembangan psikososial anak serta keadaan
keluarga dan lingkungannya. 2
1. Operasi perbaikan terhadap bibir disebut Cheiloraphy atau Labioplasty.
Dilakukan pada usia 3 bulan. Sebe1um dilakukan observasi pada penderita melihat kondisi bayi harus
sehat, tindakan pembedahan mengikuti tata cara ""rule of ten": bayi berumur lebih 10 minggu, berat
10 pon atau 5 kg, dan memiliki hemoglobin lebih dari 10 gr% dan tak ada infeksi lekosit di bawah
10.000.
2. Perbaikan langit-langit disebut Palatorahy dilakukan pada usia 10 - 12 bulan, usia tersebut akan
memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberikan kesempatan jaringan pasca operasi
sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan
demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Jika operasi dilakukan terlambat sering hasil operasi
2,14
dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal, tak sengau, sulit dicapai.
3. Speech therapy
Setelah operasi, pada usia anak dapat belajar dari orang lain, speech therapy dapat diperlukan setelah
operasi palatoraphy yang akan meminimalkan suara sengau. Namun apabila masih saja didapatkan
suara sengau, maka dapat dilakukan phayngoplasty. Operasi ini akan membuat “bendungan" pada
faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun ke atas.
4. Alveolar Bone Graft
Pada usia 8-9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolar/maxilla untuk tindakan
bone graft dimana ahli orthodonti yang akan mengatur pertumbuhan gigi caninus kanan-kiri celah
agar normal. Bone graft ini diambil dari bagian spongius crista iliaca.
5. Advancement Osteotomy Le Ford I
Evaluasi pada perkembangan selanjutnya pada penderita CLP sering didapatkan hipoplasia
pertumbuhan maxilla sehingga terjadi dish face muka cekung. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan
cara operasi advancement ostetomi Le Fort I pada usia 17 tahun dimana tulang-tulang muka telah
berhenti pertumbuhannya. Hal ini dilakukan oleh bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang
tertinggal pertumbuhannya dan merubah posisinya maju ke depan. 1,2
Ahli THT untuk mencegah dan menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran.
Penderita CLP mengalami gangguan pada tuba eustachia dimana akan tetjadi kelumpuhan otot levator
palatine dan tensor vili palatine yang terinsersi dengan daerah tepi pada langit-langit keras. Dengan
bertambahnya usia maka insiden terjadi kegagalan fungsi tuba eustachia semakin tinggi pula. Evaluasi
dilakukan setiap 3-4 bulan hingga ada perbaikan. Indikasi untuk dilakukan miringotomi dan insersi pada
tuba sangat konduktif untuk mengatasi kehilangan pendengaran dan otitis media yang tidak kunjung
sembuh. 2,13
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam penanganan penderita CLP dipedukan
(2)
kerjasama para spesialis dalam suatu tim yang akan diatur dalam sebuah protokol CLP, yaitu:
1. Pasien umur 3 bulan (the over tens)
a. Operasi bibir dan hidung
b. Pencetakan model gigi
c. Evaluasi telinga
d. Pemasangan grommets bila perlu
2. Pasien umur 10 - 12 bulan
a. Operasi palatum
b. Evaluasi pendengarann dan telinga
3. Pasien umur 1 - 4 tahun
a. Evaluasi bicara, dimulai 3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan oleh speech pathologist.
b. Evaluasi pendengaran dan telinga
4. Pasien umur 4 tahun
Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.
5. Pasien umur 6 tahun
a. Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model
b. Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan
c. Evaluasi pendengaran
6. Pasien umur 9-10 tahun Alveolar bone
graft
7. Pasien umur 12 -13 tahun
a. Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih ada kekurangannya.
8. Pasien umur 17 tahun
a. Evaluasi tulang-tulang muka
b. Operasi advancement osteotomy Le Fort I

Teknik Pembedahan Celah Bibir


1. Teknik untuk unilateral cleft lip
Beberapa prosedur bedah untuk memperbaiki unilateral cleft lip telah dikemukakan dengan
variasi yang beragam antara lain "Rose-Thompson Straight Line Closure, Randall-Tennison triangular
flap repair, Mulard rotation-advancement repair, LeMesurier quadrilateral flap repair, Lip adhesion,
and Skoog dan Kernahan-Bauer upper dan lower lip Z-plasty repair. Dan masih banyak lagi teknik-
teknik yang lain seperti teknik Delaire dan teknik Poole. Setiap teknik tersebut bertujuan untuk
mengembalikan kontuinitas dan fungsi dari musculus orbicularis dan menghasilkan anatomis yang
simetris. Kesemuanya mencoba untuk memperpanjang pemendekan philtrum pada bagian bercelah
dengan melekatkan jaringan dari elemen bibir lateral ke elemen bibir medial, dengan menggunakan
10
berbagai kombinasi antara lain merotasi, memajukan. dan mentransposisikan penutup.
Teknik Rose-Thompson straight line closure merupakan teknik untuk penyambungan linear defek
minimal tanpa distorsi lantai nostril diawali dengan pertimbangan mengenai titik anatomis yang ada.
Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik triangular. Teknik Millard
membuat dua flap yang berlawanan di mana pada sisi medial dirotasi ke bawah dari kolumella untuk
menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateral dimasukkan ke arah garis tengah untuk
menutupi defek pada dasar kolumella.
Keuntungan dari teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang terbentuk berada pada jalur
anatomi normal dari collum philtral dan batas hidung Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan
kawan-kawan dengan menggunakan flap triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial
dari celah tepat di atas batas vermillion, melintasi collum philtral sampai ke puncak cupid. Triangle ini
menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi
jaringan parut yang terbentuk tidak terlihat alami. 10
Teknik Milliard Rotation Advancement adalah teknik yang dikembangkan oleh Milliard dengan
perbaikan bertahap cocok untuk memperbaiki baik cleft lip komplit maupun inkomplit. Teknik ini
sederhana, tapi diperlukan mata yang baik dan tangan yang bebas karena merupakan teknik-teknik 'cut as
you go' bagian nasal rekonstruksi harus didudukkan pada posisi anatomi sphincter oral, rotasi seluruh
crus lateral + medial dari kartilago lateral, rekonstruksi dasar hidung (baik lebar dan tingginya) dengan
koreksi asimetris maksila yang hipoplastik untuk meninggikan ala bawah yang mengalami deformitas
dan penempatan kolumella dan septum nasi ke midline untuk memperoleh nostril yang simetris.
Bagian bibir yang normal disiapkan untuk menerima bagian sisi yang sumbing pada teknik
Miliard, untuk itu maka sisi yang sehat dengan cupid’s bow. harus diiris sepanjang bawah kolumella dan
dibebaskan ke bawah, ke arah estetika normal. Bagian bibir yang sumbing harus diiris sedemikian rupa
untuk mengisi gap celah yang telah disiapkan pada bibir yang sehat. 10

2. Teknik untuk complit dan incomplit bilateral cleft lip


Apabila celah bilateral komplit pada satu sisi dan inkomplit pada sisi yang lain tidak hanya
terjadi defisiensi bilateral tapi juga asimetris dari distorsi. Adaptasi prinsip rotation advancement terbagi
kepada dua tahap, cleft komplit dirotasi dan diangkat untuk menutupi supaya suplai darah ke prolabium
dialirkan deft incomplete. lika kolurnella terdapat pemendekan unilateral flap c digunakan untuk
pemanjangan. Satu bulan lebih kemudian, sisi yang kedua dirotasi dan ditarik supaya simetris. 12
3. Teknik untuk complete bilateral cleft lip
Complit bilateral cleft terdapat tiga masalah tambahan yang biasanya tidak terdapat di incomplete
cleft (1) premaksilla yang menonjol. (2) kolumella yang inadekuat atau tidak ada (3) satu-satunya suplai
darah ke prolabium adalah melalui kolumella dan premaksilla. 10

Pencegahan
Beberapa penelitian menyarankan untuk mengkonsumsi multivitamin yang mengandungasam folat
sebelum konsepsi dan selama 2 bulan pertama kehamilan. Penelitian lain
membuktikan janin dengan gen spesifik dapat terjadi peningkatan resiko celah palatum apabila ibu 
merokok minumamn keras

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  Labiopalatoschisis adalah suatu malformasi kongenital pada bibir dan langit-langit.Masalah yang
biasanya ditemukan pada penderita labiopalatoschisis adalah masalah kosmetik,gigi, fungsi bicara, fungsi
menelan, pendengaran, proses tumbuh kembang dan fungsi emosional. Etiologi dibagi Genetik, Sindrom,
anomaly, nutrisi ibu, konsumsi alcohol, merokok dalam masa kehamilan, radiasi sinar rontgen, infeksi,
konsumsi obat-obatan, stress, trauma, toksisitas logam berat. Klasifikasi Berdasarkan lengkap atau
tidaknya celah yang terbentuk, Inkomplit, komplit, berdasarkan lokasi/jumlah kelainan unilateral,
bilateral. Penatalaksanaan labiopalatoschisis dengan Operasi perbaikan terhadap bibir disebut
Cheiloraphy atau Labioplasty, perbaikan langit-langit disebut Palatorahy, speech therapy, alveolar Bone
Graft, advancement Osteotomy Le Ford I. pencegahan beberapa penelitian menyarankan untuk
mengkonsumsi multivitamin yang mengandungasam folat sebelum konsepsi dan selama 2 bulan pertama
kehamilan.
Daftar Pustaka
1. Reksoprodjo S. Plastik. Kumpulan kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Hal 415-422
2. Marzoeki J. Teknik pembedahan celah bibir dan langit-langit. Jakarta: Sagung Seto; 2001. Hal. 9-18
3. Anonim. Cleft lip and Cleft palate. Plastic surgery reconstructive. Available on :
http://www.umm.edu/plassurg/cleft.htm
4. Anonymous. Labio Gnato Palatoschisis. Available on : http://bedahugm.net/Bedah-Plastik/Labio-
Gnato-Palatoschisis.html
5. Debra SJ, Michael DJ. Neonatal Cleft Lip and Cleft Palate Repair. Goliath. July 2011
6. Hendrik PJ. Anatomy of nose and mouth. Educypedia. July, 2011
7. Quinn FB. Cleft lip and Palate. UTMB Dept. of Otolaryngology Grand Rounds. July 2011
8. Tolarova, MM. Pediatric cleft lip and palate. July 2011. Available on :
http://emedicine.medscape.com/article/995535-overview
9. Karmacharya J. Cleft Lip. July 2011. Available on : http://emedicine.medscape.com/article/877970-
overview#showall
10. Thorne CH. Congenital Anomalies and Pediatric Plastic Surgery. At : Grabb and Smith’s Plastic
surgery. 6th edition. 2007: p.201-8
11. Mulliken JB. The Changing Faces of Children with Cleft Lip and Palate. NEJM. Vol:351. August
2004. P. 745-7
12. Kurniawan L. Labioschisis. Pekanbaru : Fakultas kedokteran universitas riau. 2009. Hal 5-6
13. Solidikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anaak Gangguan SIstem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika .

14. Wong , D. L., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Eaton, M. H., & Schwartz, P. (2008). Wong
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai