Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PENGANTAR ESWL

Pembimbing:
dr. Aris Alpendri, Sp.BU

Disusun Oleh:
Stevani Sarah Prikila Rumetna
112019120

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 23 NOVEMBER 2020 – 30 JANUARI 2021

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA


2020
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi referat dengan judul:
PENGANTAR ESWL

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 23 November 2020 – 30
Januari 2021

Disusun oleh:
Stevani Sarah Priskila Rumetna
112019120

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Aris Alpendri, Sp.BU

Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Urologi RSAU Dr. Esnawan


Antariksa

Jakarta, 07 Januari 2021


Pembimbing

dr. Aris Alpendri, Sp.BU


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Pengantar
ESWL”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam kesempatan kali ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. Aris Alpendri,
Sp.BU selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam
Kepaniteraan Klinik. Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr.
Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 07 Januari 2021

Penulis
Nama  Stevani Sarah Priskila Rumetna
NIM  112019120
Tanggal 07 Januari 2021
Judul kasus Pengantar ESWL
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data          
Analisa masalah          
Penguasaan teori          
Referensi          
Pengambilan keputusan klinis          
Cara penyajian          
Bentuk laporan          
Total  
Nilai %= (Total/35)x100%  
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
 
Komentar penilai

Nama Penilai
Paraf/Stempel

dr. Aris Alpendri, Sp.BU

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA


LEMBAR PENILAIAN
BAB 1

PENDAHULUAN

Batu dapat dilokalisasi diberbagai tempat disaluran kemih. Di negara


maju, 97% batu di ginjal 59 % batu di ureter, 75% batu di iliaka dan pelvis ureter.
Pengeluaran batu tergantung dari ukuran dan lokalisasinya. Sebenarnya 80% batu
di ureter dapat hilang secara spontan namun apabila ukuran batu terlalu besar,
batu tidak dapat dikeluarkan secara spontan sehingga dapat mengancam
perkembangn ginjal oleh urostasis dan infeksi. Jaman dulu, pengobatan untuk batu
dilakukan opersi terbuka. Namun dengan bertambahnya pengetahuan dan
teknologi, pada tahun 1980 ditemukan sebuah alat yang digunakan untuk
pengobatan batu saluran kemih tanpa operasi terbuka yaitu extracorporeal
shockwave lothotripsy (ESWL). Yang dimana bila dibandingkan dengan operasi
terbuka, lebih minimal invasif sehingga pasien kurang membutuhkan anestesi.
Kemampuan ESWL untuk menghancurkan batu secara in vivo menjadi fragmen
yang lebih kecil memungkinkan batu untuk dikeluarkan secara spontan. ESWL
menggunakan gelombang kejut dengan media yang digunakan yaitu air. 1,2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL ) adalah terapi non-


invasif yang banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kencing. Prinsip
dari ESWL adalah memecah batu saluran kencing dengan menggunakan
gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut
yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan
berbagai cara. Setelah sampai di target tujuan yaitu di batu, gelombang kejut tadi
akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk
memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar bisa keluar bersama
air kencing tanpa menimbulkan sakit.1,3

Gambar 1. Mesin ESWL

Cara Kerja

Prinsip kerja EWL adalah menggunkaan gelombang kejut yang dimana


gelombang kejut adalah gelombang dengan tekanan tinggi yang menggunaan air
atau udara sebagi medianya. Pada penggunaannya, gelombang kejut tidak dapat
merusak kulit dan jaringan di karenakan memiliki substansi dan kepadatan yang
sama dengan air. Ukuran, lokasi, dan konsistensi dari batu dapat menentukan
tingkat keberhasilan ESWL dalam menghancurkan batu. Ukuran batu yang dapat
dipecahkan dengan ESWL berukuran < 2 cm atau 20 mm dengan kepadatan batu
yang rendah dan komposisi yang lembut. Sedangkan untuk batu dengan kepadatan
batu yang ttinggi dan komposisi yang keras membutuhkan lebih banyak perlakuan
gelombang kejut. Penelitian yang dilakukan oleh El-Nas dkk merekomendasikan
eswl untuk ukuran batu ginjal sebagai berikut : batu pielon ginjal hingga 24 mm,
batu di kaliks atau atau tengah ginjal 15 mm, dan batu di kaliks bawah 11 mm.
sedangkan pada batu ureter biasanya berukuran mm masih dapat keluar sehingga
hanya dilakukan observasi. namun pada ureter distal, rata-rata batu berukuran 7-8
mm menurut penelitian yang dilakuakn oleh Phipss et all sehingga membutuhkan
penanganan lanjutan salah satunya dengan ESWL.

Lalu untuk jenis batu, tidak semua jenis batu dapat merespon dengan
ESWL karena komposisi yang keras sehingga mempengaruhi efektifitas dari
ESWL contohnya yaitu batu kalsium oksalat monohidrat, kalsium oksalat
trihidrat, sistin. Sedangkan batu asam urat, batu kalsium oksalat dihidrat, batu
ammonium magnesium fosfat mudah dipecah. Penelitian yang dilakukan oleh
Badaway et all menyatakan, ESWL dapat dilakukan pada anak-anak dengan
tingkat keberhasilan pada batu ginjal dan uretra sebanyak 83,4%. Penelitian yang
dilakukan juga oleh Ahmad Ricardo menyatakan ESWL menjadi modalitas utama
bagi anak-anak dengan batu pada lokasi renocaliceal. Stamatiou et all pun
melaporkan dari 26 anak yang menggunakan terapi ESWL, 21 anak berhasil.1-6 ,

Semua mesin liptotripsi memiliki 4 komponen dasar yaitu : generator gelombang


kejut, sistem pemfokusan, mekanisme kopling dan unit pencitraan atau lokalisasi

Generator gelombang kejut

Generator elektrohidrolik, gelombang kejut yang dihasilkan melalui


percikan air. Arus listrik bertegangan tinggi melewati elektroda celah percikan
yang terletak di dalam wadah berisi air sehingga saat pelepasan energy
menghasilkan gelembung penguapan, yang mengembang dan segera runtuh
sehingga menghasilkan gelombnag tekanan yang berenergi tinggi. Tegangan yang
tinggi. Kekurangan dari generator ini adalah tekanan yang berfluktuasi dan daya
hidup elektroda yang singkat

Generator elektromagnetik, tegangan tinggi di terapkan ke kumparan


elekteromagnetik. Ketika arus listrik dikirimkan ke satu atau kedua konduktor ini
menginduksi getaran frekuensi tinggi dalam membrane logam yang berdekatan.
Kemudian getaran ini akan ditransfer ke media perambat gelombang yaitu air
untuk menghasilkan gelombang kejut. Keuntungan dari generator ini, mudah
dikontrol dan mudah diproduksi. Juga nyeri yang berkurang, Titik fokal yang
kecil dengan energi yang besar meningkatkan efektifitas dari pemecahan batu.

Generator piezoeletrik, Generator ini dibuat dari elemen barium titanate


yang kecil dan terpolarisasi yang dapat dengan cepat menghantarkan arus
gelombang. Oleh karena ukurannya yang kecil, diperlukan 300-3000 kristal
piezoelektrik untuk menghasilkan gelombang kejut yang besar. Elemen
piezoelektri diletakkan pada suatu tempat berbentuk seperti mangkok untuk
menghasilkan konvergensi gelombang. Fokusnya adalah pusat geometric dari
bentuk mangkok tersebut. Keuntungan dari generator ini adalah focus yang
akurat, memungkinkan tindakan tanpa anastesi. Sedangkan kekurangnnya yaitu
tenaga yang dihasilkan kurang efisien sehingga memperlambat penghancuran
batu.2,3

Sistem pemfokusan

Pemfokusan sistem digunakan untuk mengarahkan gelombang kejut yang


dihasilkan generator pad avolume focus secara sinkron. Gelombang kejut dibuat
pada satu titik focus (F1) dan berkumpul pada titik focus kedua (F2). Zona
ledakan atau jalur ledakan di area 3 dimensi pada F2 temoat dimana gelombang
kejut terkonsentrasi dan terjadi fragmentasi. Sistem pemfokusan tergantung dari
generator yang digunakan.2

Mekanisme kopling
Dalam perambatan dan transmiri gelombang, energy hilang pada benda
dengan kerapatan yang berbeda. Sistem kopling diperlukan untuk meminimalkan
pembuangan energi gelombang kejut saat melintasi permukaan kulit. Pada
lithotriptord genersi pertama pasien ditempatkan dalam bak air namun pada
generasi ke dua dan ketiga, sudah menggunakan drum kecil atau bantal dengan
membrane silicon yang digunakan sebagai pengganti bak air untuk memberikan
kontak bebas udara dengan kulit pasien. Inovasi ini menghasilkan hasil menarik
yaitu penggunaan anestesi yang sedikit dibangkan generasi pertama.2

Lokalisasi

2 metode yang biasa digunakan untuk melokalisasi batu yaitu fluoroskopi


dan ultrasonografi.

 Fluoroskopi,menggunkan rasidasi pigein untuk memvisualisasikan batu.


Sangat baik dalam mendeteksi dan melacak batu yang mengalami
kalsifikasi atau batu radio-opak, baik di ginjal atau di ureter. Sebaliknya
biasanya buruk untuk melokalisasi batu radiolusen misalnya batu asam
urat. Untuk mengkompensasi kekurangannya, diberikan kontras intravena
yang dimasukkan dengan kanulasi ureter melalui kateter dan instilasi
kontras retrograde dapat dilakukan.
 Ultrasonografi, memvisualisasikan batu ginjal radio opak dan radio lusen
dan pemantauan litotripsi secara real-time. Keuntungannya, mencegah
paparan radiasi pegion, secara teknis melalui loop usus berisi udara yang
diselipkan. Secara khusus, batu yang lebih kecil mungkin sulit untuk
dilokalisasi secara akurat.2

Alat ESWL telah berkali-kali mengalami regenerasi. Generasi pertama,


diperkenalkan Chaussy untuk digunakan pada manusia yaitu Human Machine
(HM-1), kemudian digantikan dengan Dornier Human Model 3 (HM 3) yang
memiliki apertura yang lebih kecil serta zona fokus yang besar dan masih
menggunakan anestesi spinal atau anestesi umum sebagai analgetik. Generasi
kedua, mulai menggunakan sumber energi elektromagnetik dan piezoelectrik,
serta menggunakan gelombang ultrasonik untuk mengetahui lokasi batu sehingga
memungkinkan untuk mendeteksi batu radiolusen, sedangkan analgetik yang
digunakan adalah analgetik intravena. Generasi ketiga, telah mengalami
modifikasi lanjut, yaitu pada lithotriptornya digunakan apertura yang lebih besar
serta zona fokus yang lebih sempit sehingga didapatkan fokus alat yang lebih
baik, dan berkurangnya energi gelombang kejut yang dihantarkan dari generator
ESWL. Generasi ketiga juga menggunakan gabungan Ultrasound dan
Fluoroscopy sebagai alat bantu pencitraan sehingga memungkinkan untuk
mendeteksi lokasi batu secara akurat dan didapatkan suatu prosedur ESWL
dengan anestesi yang minimal berupa analgetik intravena. Walaupun dengan
keuntungan tersebut, generasi kedua dan ketiga ESWL juga memiliki kelemahan
yaitu stone free rate yang lebih rendah dibandingkan generasi pertama karena
zona fokus alat yang lebih kecil.

Sistem fokus yang dimiliki suatu alat ESWL sangat menentukan hasil
akhir terapi yaitu angka bebas batu pasca ESWL dan juga terjadinya persepsi
nyeri saat prosedur berlangsung. Sumber energi piezoelektrik mempunyai
aperture alat yang lebih besar, yaitu 30-50 cm dibandingkan dengan sumber
energi lain, sehingga alat ini dapat memberikan terapi dengan nyeri yang minimal
dibandingkan alat lainnya. Apertura suatu alat berfungsi untuk memfokuskan
gelombang kejut yang dihasilkan ke daerah sasaran. Lithotriptor dengan apertura
yang lebar, seperti piezoelektrik akan menghasilkan kepadatan energi yang rendah
pada area masuk di kulit. Hal itu disebabkan karena tekanan gelombang kejut
yang mengenai kulit akan didistribusikan secara merata ke daerah yang lebih luas,
sehingga persepsi nyeri yang dirasakan lebih rendah. Semakin besar zona fokus
yang dimiliki suatu alat maka semakin efektif fragmentasi batu, namun zona fokus
yang lebih besar akan mengakibatkan lebih banyak energi gelombang kejut yang
disebarkan ke jaringan tubuh sekitar.1-3,7

Patomekanisme

Batu dihancurkan ketika gelombang kejut dapat mengatasi kekuatan Tarik


batu. Meskipun belum dipahami sebelumnya, fragmentasi diperkirakan terjadi
melalui kombinasi metode, termasuk gaya tekan dan Tarik, erosi, geser, spalling
dan kavitasi. Dari semua kombinasi ini, yang paling penting adalah gaya Tarik,
gaya tekan, dan kavitasi.

Ketika gelombang kejut dijalankan melalui media (air), akan kehilagan


sedikit energy sampai gelombang ini melintasi media dengan kepadatan yang
berbeda. Apabila ke medium lebih padat, gaya tekan akan dihasilkan pada
medium baru. Sebaliknya, apabila ke medium yang kurang tepat, tegangan Tarik
akan dihasilkan di medium pertama. Lalu setelah menyentuh permukaan anterior
batu, perubahan kepadatan menciptakan gaya tekan, menyebabkan fragmentasi.
Setelah mulai berjalan ke atah posterior batu, akan terjadi perubahan gaya lagi
menjadi gaya Tarik. Dalam kavitasi, energy gelombang kejut yang diterapkan di
titik focus menyebabkan kegagalan cairan dengan pembentukan gelembung air.
Proses ini dapat dipantai dengan ultrasonografi real-time selama perawatan dan
akan muncul sebagai pecahan dan cairan yang berputar-putar di zona focus.2

Persiapan Pasien

Sebelum melakukan tindakan ESWL, dokter yang menangani pasien


biasanya akan meminta untuk melakukan beberapa tes berupa radiologi atau hasil
USG untuk melihat lokasi dan ukuran dari batu. Selanjutnya, pasein diminta untuk
memeriksa lab : darah lengkap, pemeriksaan ginjal, pemeriksaan urin atau bisa
juga dengan tambahan pemeriksaan profil bekuan darah. Apabila pasien
mengkonsumsi obat pengencer darah, dokter akan meminta berhenti 7-10 hari
sebelum melakukan tindakan ESWL.8

Indikasi

The American Urological Association Stone Guidliness Panel,


mengklasifikasikan ESWL sebgai lini pertama untuk batu ginjal dan ureter yang
berukuran lebih kecil dari 2 cm. Pada anak, mereka yang memiliki batu tanpa
komplikasi dan tidak menular dapat menjalani ESWL dengan respon yang
bergantung sesuai usia. Indikasi ESWL sebagai berikut :9
 Individu yang bekerja dengan profesi dimana gejala pelepasan batu yang
tidak terduga dapat menyebabkan situsasi berbahyaa (pilot, personel
militer, dokter)
 Individu dengan ginjal soliter yang mencoba penatalaksanaan konservatif
dan pengeluaran batu secara spontan dapat menyebabkan keadaan anurik.
 Pasien dengan hipertensi, diabete, atau kondisi medis lain yang
memperngarui insufisiensi ginjal.
 Tingkat keberhasilan ESWL, tegantung dari keampuan lithotripter dan
beberapa faktor. Seperti ukuran, lokasi (ureter, pelvis dan kaliks), dan
komposisi (tingkat kekerasan) dari batu, kebiasaan pasien.1,3

Kontraindikasi

Kontraindikasi dari ESWL terbagi menjadi absolut dan relative.

 Kontraindikasi absolut
- Infeksi saluran kemih akuta atau urosepsis
- Gangguan perdarahan yang tidak terkoreksi atau koagulopati
- Kehamilan
- Obstruksi yang tidak dikoreksi di bagian distal bahu

 Kontraindikasi relatif
- Tubuh habitus : obesitas massif dan deformitas ortopedi atau tulang
belakang dapat menjadi komplikasi atau mencegah pemosisian yang
benar. Dalam situasi ini, mencoba memposisikan pasien sebelum
induksi anestesi berguna untuk memastikan kepraktidan pendekatan
- Ektopi atau malformasi ginjal. Contoh : ginjal tapal kuda
- Drainase intrarenal yang kompleks. Contoh : stenosis infundibular)
- Hipertensi yang tidak terkontrol (karena peningkatan resiko
perdarahan)
- Gangguan gastrointestinal.
- Insifisiensi ginjal. Angka bebas batu pada pasien dengan insufisiensi
ginjal (57%). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang lebih baik (66%)
- Riwayat bedah bati ginjal terbuka sebelumnya. Angka bebas batu
secara keseluruhan setelah pengobatan ESWL ditemukan secara
signifikan lebih rendah pada pasien dengan riwayat operasi terbuka,
terutama bagi mereka yang memiliki batiu di kelopak bawah1,3.,9

Komplikasi

Tindakan ESWL merupakan tindakan yang sangat aman untuk


menghancurkan batu sampai saat ini. Namun, ada juga komplikasi dari tindakan
ini, contohnya sebagai berikut :

 Pendarahan. Sejumlah kecil pendarahan akan terjadi sebagai akibat dari


ESWL dan sering bermanifestasi dengan darah yang terlihat dalam urin
setelah prosedur
 Infeksi. Meskipun pasien menerima dosis antibiotik intravena segera
sebelum ESWL, infeksi sesekali dalam sistem saluran kemih dapat terjadi
yang mengakibatkan demam tinggi dan menggigil. Meskipun sebagian
besar infeksi berhasil diobati dengan antibiotik oral, dalam kasus yang
jarang terjadi, pasien mungkin memerlukan masuk kembali ke rumah sakit
untuk mendapatkan antibiotik intravena.
 Cedera jaringan/ organ yang berdekatan. Meskiun jarang, tetapi cedera
pada kulit, jaringan, saraf, otot, dan organ disekitarnya (limpa, hati, usus
kecil dan besar, pancreas dan ginjal) dapat terjadi. Sebagian cedera dapat
sembuh sendiri dan tidak perlu tindakan lanjutan. Cedera yang dialami
biasanya cedera ringan
 Fragmentasi batu tidak efekti/tidak lengkap. Semua batu terbuat dari
komposisi yang sedikit berbeda, yang dapat berdampak pada kepadatan
batu dan karenanya responsif terhadap fragmentasi ESWL. Faktor lain
yang mempengaruhi keberhasilan ESWL adalah lokasi batu di dalam
saluran kemih, fungsi ginjal yang terkena, kondisi medis pasien, waktu
sejak pengobatan ESWL dan kemampuan untuk menargetkan batu secara
akurat selama pengobatan ESWL. ntuk beberapa batu, beberapa perawatan
ESWL mungkin diperlukan untuk memecah batu secara memadai.
Sayangnya dalam beberapa kasus batu mungkin tahan terhadap
fragmentasi dengan ESWL meskipun telah dilakukan beberapa kali
percobaan.
 Steinstrasse. Steinstrasse, atau akumulasi sejumlah besar fragmen batu
yang tidak dapat dilewati di dalam ureter, terjadi pada 1-4% pasien yang
menjalani SWL, meningkat menjadi 5-10% untuk batu berukuran> 2 cm,
dan hingga 40% pada pasien dengan batu staghorn parsial.
 Diabetes/hipertensi. Onset baru hipertensi, terutama diastolik, merupakan
konsekuensi potensial dari SWL, dengan perkembangan kemungkinan
tergantung dosis. Meskipun beberapa laporan retrospektif, tiga uji coba
acak prospektif di area ini gagal menunjukkan perubahan tekanan darah
yang dimediasi SWL. alam penelitian retrospektif terkontrol kasus,
perkembangan diabetes dan hipertensi ditemukan lebih tinggi pada pasien
yang menjalani SWL pada tahun 1985 (rasio odds masing-masing 3,23
dan 1,47) dibandingkan pada pasien kontrol yang dirawat secara
konservatif. Terlepas dari keterbatasan studi dan bias metodologis, hasil
analisis ini harus dipandang sebagai potensi komplikasi jangka panjang
SWL yang signifikan, dan pasien harus diberi konseling dengan tepat.10
BAB 3

PENUTUP

Prognosis

Angka keberhasilan pengobatan batu menggunakan ESWL 80-90%


dengan metode pengobatan yang mudah dan berguna, dan kurang invasive
sehingga menjadi pilihan pertama untuk pengobatan batu terutama di ginjal dan
ureter.

Kesimpulan

ESWL merupakan tindakan non invasive yang dapat mengahancurkan


batu saluran kemih dan dapat digunakan untuk pasien dengan ukuran batu 10-20
mm. Dibutuhkan air sebagai perantara untuk memecahkan batu
Daftar Pustaka

1. Junuzovuc D, Prstojevic KJ, et all. 2014. Evaluation of Extracorporeal


Shock Wave Lithotripsy (ESWL) : Efficiacy in Treatment of Urinary
Systen Stones. Journal of Academy Od Medical Sciences Of Bosnia and
Herzcgovina. 22(5) : 3.
2. Grasso M. 2018. Evaluation of Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4272852/. [diakses pada
10 desember 2020]
3. Rangkuli Z. 2016. Perubahan Tekanan Darah Selama Evaluation Of
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Pada Penderita Batu
Ginjal Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan [Tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara
4. Ricardo A.2016. Gambaran Klinis dan Tata Kelola Batu Saluran Kemih
Pada Bayi dan Anak-anak. Ejournal.ukrida.ac.id. 22(58).
5. Pu YR, Manosakas L, et all. 2013. Design of The Dual Stone Locating
System On An Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Pubmed. 13(1).
6. Stamatiou KN, et al. Extracorporeal shock wave lithotripsy in the
treatment of pediatric urolithiasis: A single institution experience.
International Braz J Urol Vol. 36 (6): 724-31 Bagus BY, Ponco B, Nur
Rasyid, Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan
(P2KB), Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), Departemen Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Departemen Urologi, Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta J Indon Med Assoc, Volum: 62,
Nomor: 2, Februari (2012).
7. Bagus BY, Ponco B, Nur Rasyid, Artikel Pengembangan Pendidikan
Keprofesian Berkelanjutan (P2KB), Faktor Risiko Terjadinya Persepsi
Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL),
Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Departemen Urologi, Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta J
Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari (2012).
8. Department of Urology. Evaluation of Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL). University Of Florida. https://urology.ufl.edu/patient-
care/.[diakses 10 januari 2020]
9. Alsagheer G, Abdel-Kader MS, Hasan AM, Mahmoud O, Mohamed O,
Fathi A, et al. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
monotherapy in children: Predictors of successful outcome. J Pediatr
Urol. 2017 Oct. 13 (5):515.e1-515.e5.

10. Gültekin MH, Türegün FA, Ozkan B, Tülü B, Güleç GG, Tansu N, et al.
Does Previous Open Renal Stone Surgery Affect the Outcome of
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy Treatment in Adults with Renal
Stones?. J Endourol. 2017 Dec. 31 (12):1295-1300.

Anda mungkin juga menyukai