Anda di halaman 1dari 13

Tinjauan Pustaka

Uji Efektifitas Ekstrak Biji Mahoni pada Penderita DM Tipe 2


MAKALAH PBL BLOK 20 UROGENITAL 2
STEVANI SARAH PRISKILA RUMETNA C3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Alamat email : stevani.2015fk011@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tetapi keadaan
hiperglikemianya dapat diperbaiki dengan pengobatan yang teratur dan terus-menerus, sehingga
metabolisme karbohidrat penderita menjadi normal. Pengobatan yang mahal membuat orang
mulai tertarik dengan pengobatan herbal. Salah satunya yaitu dengan biji mohani yang dipercaya
dapat menurunkan kdar gula darah dalam darah. Sehingga dilakukan penelitian untuk menjawab
hipotesis mengenai adanya efektifitas dari ekstrak biji mahoni tersebut dengan menggunakan
desain penelitian eksperimental dengan analisa data yang digunakan yaitu analisa bivariate serta
melakukan inform consent dan membuat kajian etik untuk melakukan penelitian ini krn
menggunakan manusia sebagai bahan penelitian.

Kata kunci : diabeter mellitus tipe 2, efektifitas ekstrak biji mahoni, glukosa darah

Abstract
Diabetes mellitus is an incurable disease, but its hyperglycemic condition can be
improved by regular and ongoing treatment, so that the patient's carbohydrate metabolism
becomes normal. Expensive treatment makes people start to be interested in herbal medicine.
One of them is by mohani seeds which are believed to reduce blood sugar levels in blood. So the
research was conducted to answer the hypothesis about the effectiveness of the mahogany seed
extract by using an experimental research design with data analysis used is bivariate analysis as
well as conducting informed consent and making ethical studies to conduct this research because
of using humans as research material.
Keywords: type 2 diabetes mellitus, effectiveness of mahogany seed extract, blood glucose

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan


hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya.1
Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan, gangguan
fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah. Walaupun pada diabetes melitus ditemukan gangguan metabolisme semua
sumber makanan tubuh, kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan
metabolisme karbohidrat.2 Prevalensi diabetes di Amerika tahun 2012 adalah 29,1 juta
jiwa (9,3%). Dari data tersebut 21 juta merupakan diabetes yang terdiagnosis dan 8,1
juta jiwa atau 27,8% termasuk kategori diabetes melitus tidak terdiagnosis.3 Sedangkan
prevalensi diabetes melitus di Indonesia sekitar 4,8% dan lebih dari setengah kasus DM
(58,8%) adalah diabetes melitus tidak terdiagnosis.4 Laporan hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas 15
tahun sebesar 1,5-2,3%. Prevalensi terbesar adalah Sulawesi Tengah 3,7% dan terkecil
terdapat di Provinsi Papua Barat dan Jambi yaitu 1,2%. Jumlah penduduk terbesar usia
>15 tahun adalah Jawa Barat 32,1 juta jiwa. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan
oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah, misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor
genetik dan faktor risiko yang dapat diubah, misalnya kebiasaan merokok, pendidikan,
pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, indeks masa tubuh,
lingkar pinggang, dan umur.5

Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik


insufisiensi insulin. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini,
maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan
berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.6

2
Diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tetapi keadaan
hiperglikemianya dapat diperbaiki dengan pengobatan yang teratur dan terus-menerus,
sehingga metabolisme karbohidrat penderita menjadi normal. Penatalaksanaan DM yang
masih cukup mahal dengan beberapa efek samping obat hipoglikemik oral, membuat
tanaman herbal mulai menarik perhatian.7 Obat-obatan herbal memiliki beberapa
keuntungan seperti lebih sedikit efek samping, toleransi yang baik pada pasien, dan relatif
lebih murah diterima karena sejarah panjang digunakan. Mahoni merupakan salah satu
tumbuhan yang digunakan masyarakat untuk pengobatan diabetes melitus. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas zat-zat yang terkandung dalam biji
mahoni sebagai pengobatan terhadap diabetes melitus.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah kadar aktif biji mahoni dapat menurunkan gula darah pada penderita
diabetes tipe 2
1.3 Hipotesis
Adanya efek ekstrak biji mahoni untuk menurunkan gula darah pada penderita
DM tipe 2
1.4 Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
mengetahui adanya efek ekstra biji mahoni untuk menurunkan gula darah pada
penderita DM tipe 2
b. Tujuan khusus
mengetahui perbedaan kadar gula darah antara placebo dan ekstrak biji mahoni
1.5 Manfaat Penelitian
- Bagi Peneliti: Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang farmakologis
terutama tentang ekstrak biji mahoni
- Bagi Institusi: Menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan
yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa di Universitas UKRIDA untuk
dikembangkan kedepannya.
- Bagi Masyarakat: Dapat lebih mengapresiasi dan mengenal obat buatan Indonesia dan
menjadi sarana pengobatan pengganti obat-obat berbahan kimia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh


adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan
hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak orang pada semua
lapisan masyarakat di seluruh dunia (Waspadji, 1995). Diabetes Mellitus
ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan-gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang bertalian dengan defisiensi absolut atau
relativ aktivitas dan atau sekresi insulin. Karena itu meskipun diabetes asalnya
merupakan endokrin, manifestasi pokoknya adalah penyakit metabolik
(Anonim, 2000).

2.2 Gejala Diabetes Melitus

Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing
terutama malam hari dan berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat
lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi dengan berat badan diatas 4
kg (Anonim, 2000). Diabetes dapat pula bermanifestasi sebagai satu atau lebih
penyulit yang bertalian. Diabetes mellitus terutama NIDDM (Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus), bisa tanpa gejala, sehingga sering didiagnosis
berdasarkan ketidaknormalan hasil pemeriksaan darah rutin atau uji glukosa
dalam urin

4
2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

1) Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :


a) Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent) : DM jenis ini paling sering
terdapat pada anak-anak dan dewasa muda, namun demikian dapat juga
ditemukan pada setiap umur. Destruksi sel-sel pembuat insulin melalui
mekanisme imunologik menyebabkan hilangnya hampir seluruh insulin
endogen. Pemberian insulin eksogen terutama tidak hanya untuk
menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk menghindari
ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.
b) Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent) : DM jenis ini
biasanya timbul pada umur lebih 40 tahun. Kebanyakan pasien DM
jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin dapat
ditemukan pada banyak kasus. Produksi insulin biasanya memadai
untuk mencegah KAD, namun KAD dapat bila ada stress berat. Insulin
eksogen dapat digunakan untuk mengobati hiperglikemia yang
membandel pada para pasien jenis ini.

c) Diabetes Mellitus lain (sekunder) : Pada DM jenis ini hiperglikemia


berkaitan dengan penyebab lain yang jelas, meliputi penyakit-penyakit
pankreas, pankreatektomi, sindroma cushing, acromegaly dan sejumlah
kelainan genetik yang tak lazim.
2) Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang cocok untuk
para penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma yang abnormal
namun tidak memenuhi kriteria diagnostik.
3) Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien yang
menderita hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh
diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
kurang baik bila tidak ditangani dengan benar (Suyono, 2006). Pada pasien-
pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan
(Anonim, 1995).

5
2.4 Penatalaksanaan Diabetes Melitus8

1) Terapi nonfarmakologis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini
pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk
mencapai dan mempertahankan :

a) Kadar glukosa darah mendekati normal


Glukosa darah sekitar 90- 130 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan
< 180 mg/dl, kadar HBA1C < 7 mg/dl, tekanan darah < 130/80 mmHg
b) Profil lipid
Kolesterol LDL <100 mg/dl, kolesterol HDL > 40 mg/dl, trigliserida <150 mg/dl
c) Berat badan senormal mungkin
2) Terapi Farmakologi

Pengobatan Diabetes Mellitus bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda


Diabetes Mellitus, tercapainya pengendalian kadar glukosa dalam darah dan
mencegah terjadinya progresivitas penyulit seperti mikroangiopati dan neuropati.
Pada DM tipe 1 dan DM gestasional, pengobatan menggunakan insulin sedangkan
pada DM tipe 2, pengobatan menggunakan obat hiperglikemik oral (OHO).
Sedangkan pengobatan farmakologi, pada penderita DM harus diiringi dengan
pengobatan non farmakologi, yaitu pengaturan pola makan dan olahraga yang
teratur.
Penggolongan obat hiperglikemik oral :
1. Sulfonilurea
Golongan ini bekerja dengan merangsang produksi insulin. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah glibenklamid, glikazid, gliplizid, dan glimepirid.
2. Biguanid
Golongan ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah metformin.

6
3. Thiazolidindion
Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin di
otot, hepar, dan jaringan lemak secara tidak langsung dengan mengaktivitasi
PPAR-γ. PPAR-γ merupakan faktor penting dalam transkripsi inti pada
diferensi sel lemak dan metabolisme asam lemak. Contoh golongan ini adalah
pioglitazon dan rosiglitazon.
4. α-Glukosidase Inhibitors
Golongan ini bekerja dengan cara mencegah pemecahan sukrosa dan
karbohidrat oleh enzim α glukosidase di usus halus sehingga waktu absorpsi
karbohidrat lebih lama. Contoh golongan ini adalah akarbose.

2.5 Tumbuhan Mahoni

Mahoni merupakan salah satu tanaman yang secara empiris digunakan


masyarakat di Indonesia untuk pengobatan diabetes. Bagian yang digunakan adalah
bijinya. Ekstrak biji mahoni mengandung senyawa-senyawa yang terdiri dari
flavonoid, alkaloid, terpenoid, antraquinon, cardiac glycosides, saponin dan volatile
oils yang terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan terlibat dalam
perbaikan sel yang rusak. Kerusakan sel yang diakibatkan oleh adanya radikal bebas
dapat diatasi dengan adanya antioksidan yang berfungsi sebagai agen penurun dan
menurunkan oksidator sebelum merusak sel sehingga kerusakan sel dapat dikurangi.
Dengan adanya perbaikan pada jaringan pankreas, maka terjadi peningkatan jumlah
insulin di dalam tubuh sehingga glukosa darah akan masuk ke dalam sel sehingga
terjadi penurunan glukosa darah dalam tubuh.

Salah satu senyawa yang terdapat dalam ekstrak biji mahoni yang banyak
bertindak sebagai antioksidan adalah flavonoid.21 Aktivitas antioksidan tersebut
memungkinkan flavonoid untuk menangkap atau menetralkan radikal bebas (seperti
ROS atau RNS) terkait dengan gugus OH fenolik sehingga dapat memperbaiki
keadaan jaringan yang rusak dengan kata lain proses inflamasi dapat terhambat.22
Aksi flavonoid pada diabetes melitus yaitu dapat menghindari absorbsi glukosa atau
memperbaiki toleransi glukosa. Flavonoid juga dapat menstimulasi pengambilan
glukosa pada jaringan perifer, mengatur aktivitas dan ekspresi enzim yang terlibat

7
dalam jalur metabolisme karbohidrat, serta dapat bertindak menyerupai insulin
(insulinomimetik) dengan cara mempengaruhi mekanisme insulin signaling.9

2.6 Kerangka Teori

Kerangka Teoritis adalah membahas saling ketergantungan antarvariabel yang


dianggap perlu untuk melengkapi situasi yang akan diteliti.

Ekstrak biji
mahoni Diabetes mellitus

Pembagian Gejala diabetes Penatalaksanaan


diabetes melitus mellitus diabetes melitus

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah visualisasi hubungan antara berbagai variable, yang


dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori yang ada dan kemudian
menyusun teorinya sendiri yang akan digunakan sebagailandasan untuk penelitiannya.

Populasi Sampel

Alokasi random

Ekstrak
Placebo

Gula darah sebelum


Gula darah sebelum

Gula darah sesudah Gula darah sesudah

8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan ada tidaknya perlakuan dari sebuah studi penelitian maka dari kasus
mengenai keinginan peneliti untuk uji coba ekstrak biji mahono terhadap efektivitas
menurunkan kadar gula darah maka digunakan penelitian intervensi, yaitu penelitian
eksperimental, pada penelitian eksperimental ini akan dilakukan uji klinis. Uji klinis
seringkali dilakukan untuk membandingkan efek satu jenis pengobatan dengan
pengobatan lainnya.

Dari desain eksperimental, jenis yang paling sering digunakan adalah desain
paralel, yaitu dengan membuat 2 kelompok; satu kelompok memperoleh pengobatan
baru (kelompok eksperimental, kelompok perlakuan, kelompok terapi), sedangkan
kelompok lain menerima palsebo atau terapi standar, disebut kelompok terapi.
Kemudian terhadap subyek yang memenuhi kriteria penelitian di lakukan randomisasi.

3.2 Menetapkan Peserta Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi target adalah sasaran akhir penerapan hasil penelitian, bersifat


umum, ditandai oleh katarkteristik klinis, dan demografis misalnya kelompok usia
dan jenis kelamin.
Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang merupakan
sumber peserta yang dibatasi oleh tempat dan waktu yang dapat dijangkau oleh
peneliti. Populasi terjangkau pada penelitian ekstrak biji mahoni adalah Warga
daerah X yang berusia ≥40 tahun dan memiliki kadar gula darah puasa ≥126mg/dl,
GDS ≥200mg/dl

3.2.2 Sampel Penelitian

Untuk menghitung besar sampel pada 2 proporsi independen diperlukan 4


informasi, yaitu:
1. P1: proporsi efek standar (dari pustaka)
2. P2: proporsi efek yang diteliti (clinical judgement)

9
3. α: tingkat kemaknaan (ditetapkan)
4. Zβ: Power (ditetapkan)

Rumus yang digunakan:

3.3.3 Randomisasi

Randomisasi adalah proses untuk menentukan alokasi peserta mana


yang akan mendapat perlakuan dan peserta mana yang merupakan kontrol
berdasarkan pada asas peluang. Tujuan utama randomisasi adalah untuk
mengurangi bias seleksi dan perancu dengan terbaginya secara seimbang
variable yang tidak diteliti pada kedua kelompok. Randomisasi yang dapat
dipakai untuk uji ekstrak biji mahoni ini adalah dengan randomisasi sederhana.

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan syarat umum yang harus dipenuhi oleh peserta
agar dapat disertakan kedalam penelitian. Kriteria inklusi untuk uji klinis efek
ekstrak biji mahoni dalam menurunkan gula darah adalah pasien usia ≥40 tahun
yang memiliki kadar gula darah ≥126mg/dl, GDS ≥200mg/dl

3.4.1 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah setiap keadaan yang menyebabkan peserta yang


telah memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikut-sertakan dalam penelitian.
Dalam kriteria eksklusi ini termasuk kontraindikasi, adanya penyakit lain yang
mempengaruhi variabel yang diteliti, kepatuhan pasien, peserta yang menolak

10
diteliti dan masalah etika. Contoh kriteria eksklusi untuk uji efek ekstrak biji
mahoni terhadap gula darah adalah pasien berusia ≤ 40 tahun dengan kadar gula
darah ≥126mg/dl, GDS ≥200mg/dl

3.5 Rencana Analisa Data


Analisis data yang digunakan yaitu analisis bivariate. Pada analisis bivariat yakni
menunjukan hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen.
Dalam jenis teknik analisis yang tepat untuk meneliti hubungan statistik diantara 2
variabel tergantung pada apakah variabel itu kategorika (nominal dan ordinal) atau
kontinuous (interval dan rasio).10
Pada uji klinis dengan variable bebas berskala nominal 2 kelompok (ekstrak biji
mahoni vs placebo) dan variable efek berskala nominal (kadar gula darah sebelum-kadar
gula darah sesudah), uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan chi-square (x2) untuk
2 kelompok yang independen. Syarat yang harus dipenuhi jika ingin menggunakan chi-
square, yaitu:
1. Jumlah subjek total > 40
2. Tidak ada sel yang bernilai 0
3. Sel dengan nilai expected < 5 tidak lebih dari 20% jumlah sel analis 2 katagorik
Kadar gula darah Kadar gula darah Total
sebelum sesudah
Ekstrak biji mahoni A B A+B
Placebo C D C+D
A+C B+D A+B+C+D
 Expected sel A: [(A+C) x (A+B)]/A+B+C+D
 Expected sel B: [(B+D) x (A+B)]/A+B+C+D
 Expected sel C: [(A+C) x (C+D)]/A+B+C+D
 Expected sel D: [(B+D) x (C+D)]/A+B+C+D
(𝑂−𝐸)²
 X2 = Σ 𝐸

Setelah didapat nilai X2 kemudian kita hitung df degree of freedom ([jumlah baris-
1] x [jumlah kolom-1]) dan cocokkan hasil X2 yang kita dapat ke tabel chi-square
untuk menentukan apakah H0 diterima atau ditolak (gambar 1).

11
Gambar 1. Tabel chi-square

Selain chi-square, metode analisis data yang dapat digunakan untuk uji efek ekstrak
biji mahoni terhadap kadar gula darah adalah t-test untuk kelompok independen. Uji t
digunakan untuk menganalisis data dengan variable bebas nominal (pemberian obat)
dengan variable terikat berskala numerik (kadak gula darah). Pada t-test independen cara
pemilihan subyek pada kelompok yang satu tidak tergantung kepada karakteristik
subyek kelompok lain.

3.6 Informed Consent


Penelitian dengan subjek manuasia baru dapat dilaksanakan bila telah diperoleh
persetujuan setelah penjelasan (PSP/Inform Consent) dari calon subjek penelitian atau
keluarga. Banyak penelitian yang enggan untuk minta ijin tersebut, padahal apabila
dilakukan dengan baik, umumnya tidak banyak masalah. Formulir persetujuan
penelitian harus disertakan pada lampiran suatu usulan penelitian.10

3.7 Kaji Etik untuk Manusia


Permasalahan etik termasuk bahaya dan komplikasi perlakuan, kerahasiaan data
(confidentiality), Informed consent, dan sebagainya.10
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melaporkan dan menjelaskan segala prosedur
dan cara yang akan dilakukan kepada subyek bagi menjamin data yang diperoleh
adalah valid.
2. Subyek diminta untuk mengisi kuesioner tentang data pribadi dan data tahap kesehatan
dan di minta persetujuan bahwa subjek bersedia untuk mengikuti penelitian ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organisation. Diabetes mellitus : report of a WHO study group. Geneva: World
Health Organisation; 2006. S5-36.

2. John MF, Adam. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin Dunia
Kedokteran. 2006; 127:37-40.

3. Center for Disease Control; 2014 [diaskes tanggal 20 Maret 2016]. Tersedia dari:
http://www.cdc.gov/diabetes/data/statist ics/2014StatisticsReport.html

4. International Diabetes Federation. IDF Atlas. Edisi 6. Brussels: International Diabetes


Federation; 2013.

5. Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes


development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties. Biomed Central
Cardiovascular Diabetology. 2011; 10(2):1-15.

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume
2. Jakarta: EGC; 2005.

7. Rao MU, Sreenivasulu M, Chengaiah B, Reddy KJ, Chetty CM. Herbal medicines for diabetes
mellitus: a review. International Journal of Pharm Tech Research. 2010; 4(3):1883-92.

8. Totok Turdiyanto. 2013. Tri Rahayu Ningsih., editors. Farmakologi untuk SMK Farmasi.
Jakarta: EGC, 2013.

9. Dyah WS. 2016. Majority. Efektifitas biji mahoni (swietania mahogani) sebagai pengobatan
diabetes mellitus. Vol 5(3).

10. Lapau B. Metode penelitian kesehatan: Metode ilmiah penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi.
Jakarta: Yayasan pustaka obor indonesia. 2013

13

Anda mungkin juga menyukai