Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan Pustaka

Skrining Diabetes Melitus Tipe 2


MAKALAH PBL BLOK 26 COMMUNITY MEDICINE
STEVANI SARAH PRISKILA RUMETNA E1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Alamat email : stevani.2015fk011@civitas.ukrida.ac.id

Abstract

Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristics of


hyperglycemia that occur due to abnormalities of insulin secretion, insulin work or both.
Diabetes mellitus type 2 is a metabolic disorder disease characterized by an increase in blood
sugar due to decreased insulin secretion by pancreatic beta cells and / or impaired insulin
function (insulin resistance). Environmental factors such as bad habits in terms of eating, lack of
physical activity, obesity (obesity) ethylogly play a role in accelerating the progression of
disease. Prevalence of diabetes mellitus worldwide according to International Diabetes
Federation (IDF) data recorded in 2015 as much as 415 million or 8.5%. Nearly 80% of diabetics
exist in low- and middle-income countries. According to RISKESDAS 2016 the prevalence of
diabetes mellitus in Indonesia is 6.9%. Diabetes with complications is the third leading cause of
death in Indonesia. This can be caused because there are still many people who do not know
diabetes mellitus, and do not do early detection through screening as one of the prevention of
diabetes mellitus.

Keywords: screening, type 2 diabetes, counseling

Abstrak

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan

1
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi
insulin (resistensi insulin). Faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk dalam hal makan,
minimnya aktivitas fisik, kegemukan (obesitas) secara etilogis berperan dalam mempercepat
progesifitas penyakit. Prevalensi diabetes mellitus diseluruh dunia menurut data Internasional
Diabetes Federation (IDF) tercatat pada tahun 2015 sebanyak 415 juta atau 8,5%. Hampir 80%
orang diabetes ada di Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut RISKESDAS
tahun 2016 prevalensi diabetes mellitus di Indonesia adalah 6,9%. Diabetes dengan komplikasi
merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia. Hal ini bisa diakibatkan karena
masih banyak masyarakat yang tidak mengenal diabetes mellitus, dan tidak melakukan deteksi
dini melalui skrining sebagai salah satu pencegahan dari diabetes mellitus.

Kata kunci : skrining, DM tipe 2, penyuluhan

Skenario

Penyakit tidak khususnya diabetes mellitus tipe 2 cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Dokter A di Puskesmas Warnasari ingin melakukan skrining DM tipe 2 pada penduduk yang
berusia >15 tahun. Selama setahun dari 850 orang diperiksa kadar glukosa sewaktu, didapatkan
100 orang dinyatakan menderita DM tipe 2 dan diobati. Namun, berdasarkan pemeriksaan kadar
HbA1c didapatkan hanya 65orang menunjukan kadar >6,5%.

Puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014


Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut dengan Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.4

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki karena wanita secara fisik

2
memiliki peluang peningkatan indek masa tubuh yang lebih besar. Prevalensi diabetes mellitus
diseluruh dunia menurut data Internasional Diabetes Federation (IDF) tercatat pada tahun 2015
sebanyak 415 juta atau 8,5%. Hampir 80% orang diabetes ada di Negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Menurut RISKESDAS tahun 2016 prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
adalah 6,9%. Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di
Indonesia.1,2

Faktor Risiko DM Tipe 2

Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor


risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM, umur ≥45 tahun, etnik,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5kg). Faktor risiko
yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25 kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada
wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
sehat.1,5

Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya
diulang tiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang setiap 1tahun.
Pada keaadan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka
pemeriksaan penyaring dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler diperbolehkan
untuk patokan diagnosis DM.

Gejala Klinis

Gejala klinis DM adalah polifagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria
(banyak kencing/sering kencing dimalam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun
dengan cepat, mudah lelah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk jarum, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, luka sulit sembuh, keputihan,
penyakit kulit akibat jamur dibawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar
dengan berat badan ≥4 kg. didefinisikan sebagai DM apabila pernah didiagnosa kencing manis
oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1
bulan terakhir mengalami gejala seperti sering lapar, sering haus, dan sering buang air kecil dan
banyak, serta berat badan turun.6

3
Diagnosis

Diagnosis DM dibuat berdasarkan ada/ tidaknya gejala klinis DM dan hasil pengukuran
kadar glukosa plasma. Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika
terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM
sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat
digunakan untuk pedoman diagnosis DM.1,7

Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali
saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diagnosis DM dapat ditegakkan
dengan salah satu criteria berikut:7

 Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L)


 Glukosa plasma post-pradial ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
 Gejala klinis diabetes melitus disertai kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1
mmol/L)
 HbA1c >6,5%

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia >
45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).8

Skrining

Skrining adalah suatu penerapan uji/tes terhadap orang yang tidak menunjukan gejala
dengan tujuan untuk mengelompokkan mereka kedalam kelompok yang mungkin menderita
penyakit tertentu. Skrining merupakan deteksi dini penyakit, bukan merupakan alat diagnostik.
Bila pada hasil skrining positif, akan diikuti uji diagnostic atau prosedur untuk memastikan

4
adanya penyakit. Contoh uji skrining antara lain yaitu pemeriksaan rontgen, pemeriksaan sitologi
dan pemeriksaan tekanan darah.3,9

Gambar 1. Skrining Deteksi Penyakit3

Tujuan dari skrining adalah mendeteksi faktor risiko penyekit kronis dalam rangka
mendeteksi faktor risiko penyekit kronis dalam rangka mendorong peserta untuk melakukan
deteksi dini dan cegah risiko secara dini terhadap penyakit kronis, dan untuk menentukan orang
yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga dapat segera memperoleh

5
pengobatan serta untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan
dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Program diagnosis dan pengobatan dini hamper
selalu diarahkan kepada penyakit tidak menular seperti kanker, diabeletes mellitus, glaukoma
dan lain-lain. Semua skrining dengan sasaran pengobatan dini ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi orang-orang asimptomatik yang berisiko mengidap gangguan kesehatan serius.
Dalam hal ini, penyakit adalah setiap karakteristik anatomi seperti kanker atau arteriosklerosis,
fisiologi seperti hipertensi atau hiperlipidemia ataupun perilaku seperti kebiasaan merokok yang
berkaitan dengan peningkatan gangguan kesehatan yang serius ataupun kematian.3,10 Terdapat
tingkatan pencegahan yang pada umumnya ditargetkan didalam program-program skrining yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tersier10,11

Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi sutu penanda awal perkembangan


penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat proses penyakit. Syarat-syarat
dilakukannya skrining apabila terpenuhi hal berikut ini:11

a. Penyakit tersebut adalah penyebab utama kematian dan/ kesakitan


b. Tes harus cukup sensitive dan spesifik
c. Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi
individu-idividu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi
d. Terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat
penyakit.

Kriteria bagi uji skrining yang baik menyangkut antara lain:12

1. Sensitivitas dan spesifisitas


2. Sederhana dan biaya murah
3. Aman
4. Dapat diterima oleh pasien dan klinikus

Sensitivitas dan Spesifisitas

Terdapat dua probabililitas yang digunkaan untuk mengukur kemampuan sebuah uji
skrining dalam membedakan antara individu yang sakit dan yang tidak sakit. Pengukuran
validitas uji skrining ini ditentukan dengan membandingkan hasil menurut uji skrining dengan

6
hasil yang didapat dari uji yang lebih akurat (gold standard). Nilai tertentu pada hasil-hasil uji
skrining yang bersesuaian dengan hasil-hasil gold standard menghasilkan ukuran sensitivitas dan
spesifisitas.11

Sensitivitas adalah kemampuan uji skrining untuk memberikan hasil positif mereka yang
mengindap penyakit. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining maka semakin baik
kemampuan mendeteksi seseorang menderita penyakit tertentu sehingga dapat memperoleh
penanganan dini. Apabila sensitivitas rendah berarti bahwa tes akan melewatkan banyka individu
yang memiliki penyakit, sehingga meningkatkan jumlah “false negative/negative palsu”10,11

Orang sakit yang terdeteksi oleh uji skrining


X 100
Jumlah seluruh orang sakit yang mengikuti uji skrining

Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk memberikan hasil negative pada mereka
yang sehat (tidak sakit). Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes skrining maka semakin baik
kemampuan mendeteksi seseorang tidak menderita penyakit tertentu. Spesifisitas rendah
menunjukan bahwa tes akan menempatkan banyak orang dalam kelompok yang berpenyakit
meskipun mereka tidak memiliki penyakit, sehingga menghasilkan banyak “false positif/positif
palsu”

Orang sehat yang hasil uji skriningnya negative


X 100
Jumlah seluruh orang sehat yang mengikuti uji skrining

Nilai Prediksi Positif (NPP/PPV) menggambarkan kemampuan tes skrining memprediksi


kemungkinan seseorang benar-benar menderita penyakit dari hasil pemeriksaan positif menurut
tes skrining. Semakin tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang menderita
penyakit akan membantu petugas kesehatan memberikan penanganan yang tepat dan segera.

Nilai Prediksi Negatif (NPN/NPV) menggambarkan kemampuan tes skrining


memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar tidak menderita penyakit dari hasil
pemeriksaan negatif menurut tes skrining. Semakin tinggi kemampuan tes skrining
memperkirakan seseorang tidak menderita suatu penyakit akan sangat membantu petugas

7
kesehatan menghindarkan penanganan atau pengobatan yang tidak perlu sehingga terhindar dari
efek samping pengobatan. Tabel 1. Contoh Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining10

Tes Skrining Diagnosis pasti

Sakit Tidak Sakit


Positif a (TP) b (FP)

Negatif c (FN) d (TN)

Total a+c b+d

Rumus:

1. Sensitivitas dan Spesifisitas


a
Sensitivitas = (a+c) x 100
𝑐
Negatif palsu = (𝑎+𝑐) 𝑥 100
𝑑
Spesifisitas = (𝑏+𝑑) 𝑥 100
𝑏
Positif palsu = (𝑏+𝑑) 𝑥 100

2. Nilai prediksi
𝑎
Nilai prediksi tes (+) atau PPV= (𝑎+𝑏) 𝑥 100

𝑑
Nilai prediksi tes (-) atau NPV= (𝑐 +𝑑) 𝑥 100

Pencegahan

Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu :

a. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah bertujuan untuk mengetahui pola budaya, ekonomi,
social, dan sebagainya yang mempunyai peranan dalam meningkatkan kejadian
penyakit. Seperti larangan pemerintah untuk larangan merokok. Pencegahan
premodial pada penyakit DM adalah menciptakan prakondisi sehingga masyarakat

8
merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang
baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi
kesehatan.

b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi
untuk menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg) >120% BB idaman atau IMT>27)
c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Disiipidemia (Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa tergangu
(GDPT).
Maka harus dilakukan pencegahan sejak dini, sebagai contoh hendaknya telah
ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok
bagi kesehatan.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat hipoglikemik.

9
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

Penyuluhan Diabetes Melitus13,14


Penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes mellitus merupakan suatu hal yang amat
penting dalam regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau setidaknya menghambat
munculnya penyulit kronik maupun penyulit akut yang ditakuti oleh penderita. Dalam hal ini
diperlukan kerjasama yang baik antara penderita DM dan keluarganya dengan para
pengelola/penyuluh yang dapat terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga lain. Penyuluhan
diperlukan karena penyakit diabetes penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Pengobatan
diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan yang merupakan bagian intergral
dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur bekerja dan lainlain. Pengaturan jumlah serta
jenis makanan serta olah raga oleh pasien serta keluarganya. Berhasilnya pengobatan diabetes
tergantung pada kerja sama antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien
yang mempunyai pengetahuan cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah
perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan diabetes
antara lain:
 Agar pasien dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan. Kualitas hidup sudah
merupakan kebutuhan bagi seseorang, bukan hanya kuantitas, seseorang yang bertahan
hidup, tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan
keluarga.
 Untuk membantu pasien agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi
yang mungkin timbul dapat dikurangi, selain itu juga jumlah hari sakit dapat ditekan
 Agar pasien dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalan masyarakat.
 Agar penderita dapat lebih produktif dan bermanfaat.
 Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluaraga ataupun
secara nasional.

10
Metode Penyuluhan
Sebelum mengetahui tentang metoda penyuluhan kesehatan, hendaknya diketahui
terlebih dahulu tentang tujuan yang akan dicapai, apakah akan merubah periakal (knowledge),
perirasa (attitude) atau kah perilaku (behaviour). Dengan mengetahui sasarannya maka dapat
dipilih kira-kira metode yang mana paling cocok:

PERIAKAL PERIRASA PERILAKU


(Knowledge) (Attitude) (Behavior)

- Ceramah - Diskusi Kelompok - Latihan Sendiri


- Seminar - Tanya jawab - Ikut asosiasi DM
- Tugas baca - Film vidio - Self monitoring
- Diskusi panel - Bimbingan Penyuluhan
- Simposium
- Konferensi
Penyuluhan kesehatan penderita DM yang cocok adalah antara lain ceramah, diskusi
kelompok, vidio, bimbingan penyuluhan, tanya jawab, monitor diri sendiri dan ikut menjadi
anggota perkumpulan DM. Sebelum memulai penyuluhan, sebaiknya dilakukan analisis
mengenai pengetahuan pasien tentang diabetes mellitus, sikap dan ketrampilannya. Demikian
juga dengan mengetahui latar belakang sosial, asal-usul etnik, keadaan keuangannya, cara hidup,
kebiasaan makan, kepercayaan dan tingkat pendidikannya, edukasi akan lebih terarah dan lebih
berhasil. Edukasi diabetes adalah suatu proses berkesinambungan dan perlu dilakukan beberapa
pertemuan untuk menyegarkan dan mengingatkan kembali prinsip-prinsip penatalaksanaan
diabetes. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
 Berikanlah dukungan dan nasihat yang positif dan hindarilah kecemasan.
 Berikanlah informasi secara bertahap, jangan beberapa hal sekaligus.
 Mulailah dengan hal yang sederhana baru kemudian yang kompleks.
 Pergunakanlah alat bantu dengar-pandang (audio visual) seperti set bahan informasi,
slide, tape, vidio atau komputer.
 Lakukanlah pendekatan dengan mengatasi permasalahan dan lakukanlah stimulasi.
 Perbaikan ketaatan pasien dengan memberikan pengobatan sesederhana mungkin.

11
 Lakukanlah kompromi dan negosiasi untuk mencapai tujuanyang dapat diterima pasien,
dan jangan memaksakan tujuan kita pada pasien.
 Lakukanlah motivasi dengan cara memberi penghargaan dan mendiskusikan hasil tes
Laboratorium.

Penyuluhan Pencegahan Primer


Penyuluhan pencegahan primer perlu dilakukan pada masyarakat untuk meningkatkan
kepeduliannya (awareness) bahwa diabetes merupakan sutu problem kesehatan masyarakat dan
dapat dicegah dengan mengontrol kegemukan dan meningkatkan kegiatan jasmani, terutama
pada individu dengan resiko tinggi. Perencanaan kebijaksanaan bidang kesehatan harus mengerti
implikasi sosio-ekonomik penyakit ini dan betapa vitalnya kedudukan penyuluhan dan edukasi
dalam penatalaksanaan diabetes, agar kemudian dapat dimotivasi untuk meningkatkan fasilitas
pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes.
Pada penyuluhan tingkat primer ini yang menjadi sasaran adalah orang sehat yang belum
terdiagnosa diabetes, tetapi beresiko tinggi untuk terkena diabetes, misalnya anak-anak penderita
diabetes dan sebagainya. Adapun materi penyuluhan yang perlu disampaikan pada mereka
adalah megenai faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan usaha untuk
mengurangi faktor resiko tersebut.

Penyuluhan Pencegahan Sekunder


Penyuluhan untuk pencegahan sekunder perlu diberikan pada mereka yang baru
terdiagnosa diabetes, Kelompok pasien diabetes ini masih sangat perlu diberi pengertian
mengenai penyakit diabetes supaya, mereka dapat mengendalikan penyakitnya mengontrol gula
darah, mengantur makanan dan melakukan aktifitas olah raga sesuai dengan keadaan dirinya
sehingga pada akhirnya pasien akan merasa nyaman, karena bisa mengendalikan gula darahnya.
Materi penyuluhan pada tingkat pertama adalah:
 Diabetes : Apakah itu diabetes mellitus.
 Penatalaksanaan diabetes secara umum.
 Obat-obat untuk mengontrol glukosa darah (tablet dan insulin).
 Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar.
 Diabetes dan kegiatan jasmani (olah Raga).

12
Materi Penyuluhan pada tingkat lanjutan adalah:
 Mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes.
 Pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes.
 Penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain.
 Pemeliharaan kaki diabetes.

Penyuluhan Pencegahan Tersier


Pada penyuluhan untuk pencegahan tersier subyek yang menjadi sasaran adalah mereka
yang sudah mengalami komplikasi. Jadi dalam hal ini yang sangat perlu disuluhkan pada pasien
adalah :
 Maksud, tujuan dan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes.
 Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan.
 Kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik. Dalam hal pengobatan pasien yang sudah mengalami
komplikasi kronik, untuk mencapai tujuan pengobatan pasien harus bekerja sama dengan
suatu Tim yang akan membantunya dalam proses pengobatan sehingga tujuan
pengobatan nya dapat tercapai. Manajemen dilakukan oleh tim multi disiplin yang
merupakan kelompok dari beberapa disiplin yang mempunyai tujuan yang sama dalam
bidang kesehatan/diabetes. Tim ini terdiri dari dokter, perawat mahir/khusus diabetes dan
ahli diet. Setiap anggota tim bertanggu jawab atas pendapatannya dan keputusannya
dalam bidang masing-masing demi tercapainya tujuan pengobatan pasien.

Sasaran Penyuluhan
Sasaran langsung penyuluhan diabetes adalah pasien diabetes beserta keluarganya, tetapi
untuk mencapai program yang berdaya guna dan sekaligus berhasil guna, kita perlu menentukan
sasaran tidak langsung yang terdiri dari petugas kesehatan dan berbagai komunitas dimana
pasien berada di dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Petugas kesehatan perlu secara
berkesinambungan mendapat pendidikan cara menangani pasien diabetes. Masalah di Indonesia
yang juga menjadi masalah di negara-negara lain adalah kurangnya pengetahuan dokter tentang
pengobatan mutakhir diabetes. Informasi terbaru tentang penanganan diabetes sering terlambat
sampai kepada dokter, terutama mereka yang tinggal dikota kecil dan daerah terpencil.

13
Sasaran kedua adalah tim kesehatan/perawat yang bisa terdiri dari berbagai disiplin
misalnya perawat, ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial bahkan perawat bedah dan ahli
farmasi. Masing-masing anggota tim berfungsi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dan
kebutuhan pasien pada saat konsultasi. Ditingkat rumah sakit tentunya tim tersebut dapat lebih
lengkap, tetapi di Puskesmas, balai kesehatan masyarakat atau praktek pribadi, keberadaan tim
yang sederhana terdiri dari 2-3 orang.
Sasaran ketiga, adalah orang-orang yang beraktivitas bersama-sama dengan pasien
sehari-hari, baik dilingkungan rumah ataupun lingkungan lain misalnya lingkungan tempat
bekerja, lingkungan sekolah dan lain-lain. Lingkungan lain adalah lingkungan yang dapat
berubah-ubah, tergantung pada aktivitas pasien. Lebih sulit untuk mencapai komunitas ini bila
dibandingkan dengan keluarga, karena lebih bervariasi dan dengan tempat tinggal yang berbeda-
beda pula.

Kesimpulan

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sampai saat ini tidak ada pengobatan pengobatan DM secara menyeluruh. Akan tetapi DM dapat
dikendalikan dengan baik seperti dengan pola makan yang sehat, olahraga, dan menjaga berat
badan agar tidak obesitas. Modifikasi gaya hidup juga sangat penting dilakukan, tidak hanya
untuk mengontrol kadar glukosa darah tetapi dapat mencegah dan menurunkan prevalensi DM.

14
Daftar Pustaka

1. Fatimah RN. Diabetes melitus tipe 2. J MAJORITY. 2015; 4(5):93-101


2. WHO. Diabetes fakta dan angka. Diunduh 14 Juli 2018 SEARO.WHO.INT
3. Rajab W. Buku ajar epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.H.
156-60
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Puskesmas. 2014 diunduh 14 Juli 2018
http://www.aidsindonesia.or.id/uploads/20141210110659.PMK_No_75_Th_2014_ttg_Pu
skesmas.pdf
5. Ndraha S. Diabetes mellitus tipe 2 dan tatlaksana terkini. Medicines. 2014; 27(2): 8-16
6. Trihono. Diabetes melitus. Jakarta: riskesdas;2013: 87-8
7. UKK endokrin anak dan remaja. Konsensus nasional pengelolaan dm tipe 2 pada anak
dan remaja. 2015. Diunduh 14 JULI 2018. http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-
content/uploads/2017/03/Konsensus-Nasional-Pengelolaan-DIabetes-Nasional-Type-
II.pdf
8. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, dll. Pengelolaan dan pencegahan DM Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PB PERKENI; 2015.H. 6-27
http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf
9. Wahab. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.H. 28-9
10. Morton RF, Hebel JR, Carter RJ. Panduan studi epidemiologi dan biostatika. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.H. 53-57
11. Dwiprahasto I. Epidemiologi. Yogyakarta: FK UGM
http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/38797/mod_resource/content/1/Iwan_D-
Modul_Epidemiologi_Klinik.pdf
12. Syahril. Diagnosis dan screening. Medan: FK USU;2005
13. Notoatmodjo, S., 1997. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan,
Andi Offset, Yogyakarta.
14. Sugondo, S. 1995 Penyuluhan Sebagai Komponen Terapi Diabetes Dan Penatalaksanaan
Terpadu, Editor: Sidartawan Sogondo, Pradana Suwondo, Iman Subekti, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai