Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL SKRINING

SKRINING HIPERTENSI PADA IBU RISIKO TINGGI DI SUTOREJO


SURABAYA

Kelompok 8

1. Putri Yuliasari 101511133054


2. Yuyun Tri Wulansari 101511133108
3. Nurvita Ruwandasari 101511133123
4. Luluk Lady Laily 101511133175

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama yang menyebabkan


serangan jantung dan stroke, yang menyerang sebagian besar penduduk dunia.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih untuk usia 13 – 50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg
untuk usia di atas 50 tahun. Pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali
untuk lebih memastikan keadaan tersebut. Prevalensi hipertensi pada penderita
perempuan lebih tinggi, yaitu 37%, sedangkan pria 28%. Prevalensi hipertensi di
negara-negara maju cukup tinggi, yaitu mencapai 37%. Sementara di negara-
negara berkembang 29,9% (WHO, 2005).

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah


meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih
keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika
dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama
organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika
pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga
kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita
hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan darah
tinggi (minum obat sendiri) (Riskesdas, 2013).
Prevalensi hipertensi di dunia pada tahun 2013 menurut World Health
Organization yaitu pada penduduk umur > 18 tahun mencapai 1 Milliar orang,
yaitu hipertensi tertinggi di Afrika (46%) sedangkan prevalensi terendah di Ame
rika (35%). Secara keseluruhan, negara-negara berpendapatan tinggi memiliki
prevalensi lebih rendah yaitu (35%) dari kelompok berpenghasilan rendah dan
menengah (40%). Para peneliti memperkirakan bahwa tekanan darah tinggi
hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahun (WHO,
2013).
Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran
terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Kriteria hipertensi yang
digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII (Joint
National Commitee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High
Pressure) 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk
umur ≥18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan
darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥18 tahun (Riskesdas, 2013).

Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada


umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti
Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).
Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang didiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9,4 persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga
kesehatan atau sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi,
terdapat 0,1 persen penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah
didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan. Sedangkan cakupan tenaga
kesehatan hanya 36,8 persen, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di
masyarakat tidak terdiagnosis (Riskesdas, 2013).
Prevalensi penyakit hipertensi berdasarkan data Riskesdas Provinsi Jawa
Timur mencapai 26,2%. Prevalensi penyakit hipertensi tertinggi terdapat pada
kelompok usia ≥ 75 tahun yaitu 62,4%. Prevalensi hipertensi di kota Surabaya
mencapai 22,0% (BPPK Kemenkes, 2013). Sehingga perlu adanya kegiatan
skrining tentang Hipertensi pada masyarakat umum khususnya kelompok
masyarakat yang berisiko hipertensi yang memiliki akses rendah ke pelayanan
kesehatan di wilayah Surabaya tepatnya di wilayah Sutorejo. Sasaran kegiatan
skrining hipertensi yaitu ibu-ibu usia lebih dari 40 tahun yang merupakan risiko
tinggi penyakit hipertensi di wilayah Sutorejo.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kejadian penyakit hipertensi dan pelaksanaan kegiatan


skrining hipertensi pada ibu usia lebih dari 40 tahun di wilayah Sutorejo
Surabaya.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan

Memberikan gambaran kejadian penyakit hipertensi dan


pelaksanaan kegiatan skrining hipertensi pada ibu usia lebih dari 40 tahun
di wilayah Sutorejo Surabaya.

1.3.2 Manfaat

Mengetahui gambaran kejadian penyakit hipertensi dan


pelaksanaan kegiatan skrining hipertensi pada ibu usia lebih dari 40 tahun
di wilayah Sutorejo Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi

Saat ini, penyakit hipertensi menjadi masalah kesehatan yang sangat serius
dan sering disebut dengan the silent killer. Apabila penyakit ini tidak terkontrol,
akan menyerang target organ, dan data menyebabkan serangan jantung, stroke,
gangguan ginjal, serta kebutaan.

Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu


sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. WHO menyatakan hipertensi
merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg
dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg. Sedangkan menurut
JNC VII, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg.

Seseorang dikatakan menderita hipertensi dan berisiko mengalami masalah


kesehatan apabila setelah dilakukan beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah
tetap tinggi, nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg.
(Prasetyaningrum, 2014).

Sehingga dapat disimpulkan bahawa tekanan darah tinggi/ hipertensi adalah


peningkatan tekanan darah yaitu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih besar
atau sama dengan 90 mmHg.

2.1.2 Besaran Masalah Hipertensi

Menurut World Health Organization prevalensi hipertensi di dunia pada


tahun 2013 pada penduduk umur > 18 tahun mencapai 1 milliar orang. Hipertensi
tertinggi di Afrika sebesar 46% sedangkan prevalensi terendah di Amerika sebesar
35%. Secara keseluruhan, negara-negara berpendapatan tinggi memiliki
prevalensi lebih rendah yaitu 35% dari kelompok negara yang berpenghasilan
rendah dan menengah yaitu sebesar 40%. Para peneliti memperkirakan bahwa
tekanan darah tinggi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler
setiap tahun (WHO, 2013). Tekanan darah dapat menyebabkan penyakit jantung
dan stroke, dari jumlah 7,5 juta orang meninggal dunia di tahun 2004 hampir 13
% di seluruh dunia meninggal karena penyakit hipertensi (WHO, 2013).

Indonesia saat ini menghadapi tantangan masalah triple burden diseases.


Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih
sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) beberapa penyakit menular tertentu, di
sisi lain muncul kembali beberapa penyakit menular lama (re-emerging diseases),
serta muncul penyakit menular baru (new-emerging diseases) seperti SARS, avian
influenza (flu burung), dan swine influenza (flu babi). Sementara itu, PTM
menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, terjadi
kecenderungan peningkatan prevalensi PTM seperti diabetes, hipertensi, stroke,
dan penyakit sendi dan diprediksi masalah ini akan terus berlanjut.

Secara nasional prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi sebesar


30,9%. Prevalensi tekanan darah tinggi pada perempuan (32,9%) lebih tinggi
dibanding dengan laki-laki (28,7%). Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi
(31,7%) dibandingkan dengan perdesaan (30,2%). Prevalensi semakin meningkat
seiring dengan pertambahan umur.

Di Provinsi Jawa Timur, persentase hipertensi sebesar 13,47% atau sekitar


935.736 penduduk menderita hipertensi, dengan proporsi laki-laki sebesar 13,78%
(387.913 penduduk) dan perempuan sebesar 13.25% (547.823 penduduk).
Sedangkan menurut Dinas Kesehatan Kota Surabaya pada tahun 2016 terdapat
45.014 (10, 43%) penduduk usia ≥ 18 tahun yang mengalami hipertensi/tekanan
darah tinggi.

2.1.3 Faktor Risiko Hipertensi


a. Umur
Hipertensi terjadi pada segala usia, tetapi paling sering menyerang
orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih. Terjadi peningkatan
tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan
adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.
Insidensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang,
meningkat menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70
tahun.
b. Jenis Kelamin
Hipertensi baik primer dan sekunder, keduanya menimbulkan
masalah. Pria lebih cenderung untuk menderita hipertensi daripada
wanita hingga usia 55 tahun, setelah usia tersebut proporsi penderita
hipertensi wanita lebih tinggi daripada pria.
c. Riwayat Keluarga
Kejadian hipertensi dapat dilihat dari riwayat keluarga. Jika salah
satu dari orangtua menderita penyakit hipertensi dapat dipastikan jika
keturunannya memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 25%. Jika
kedua orangtua menderita hipertensi, kemungkinan seseorang terkena
penyakit ini sebesar 60%. Selain itu pada 70% - 80 % kasus
hipertensi, ternyata terdapat pada keluarga yang mempunyai riwayat
hipertensi.
d. Ras atau Suku Bangsa
Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika
(Black American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi
dibandingkan dengan ras kulit putih (Caucasian). Mereka cenderung
sensitif terhadap natrium. Umumnya hipertensi menyerang mereka di
usia muda. Data statistik di Amerika menunjukkan prevalensi
hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan ras orang kulit putih.
e. Konsumsi Garam
Garam berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi. Gangguan
pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang
asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram
sehari, prevalensi hipertensi presentasenya rendah, tetapi jika asupan
garam 5-15 gram per hari akan meningkatkan prevalensi menjadi 15-
20 %.
f. Konsumsi Lemak
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.
Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Kandungan bahan kimia
dalam minyak goreng terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ)
dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Minyak goreng yang tinggi
kandungan ALTJ-nya hanya memiliki nilai tambah gorengan pertama
saja. Penggunaan minyak goreng lebih dari satu kali pakai dapat
merusak ikatan kimia pada minyak, dan hal tersebut dapat
meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga
dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya
hipertensi dan penyakit jantung.
g. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-
paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah
yang lebih tinggi.
h. Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan di mana indeks massa tubuh lebih
dari atau sama dengan. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Pada penderita hipertensi
ditemukan 20-30% menderita berat badan berlebih. Makin besar
massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini
mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri menjadi lebih
besar.
i. Kurangnya Aktifitas Fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada
orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut
mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar
pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga
meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan
darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko
kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi
meningkat.
2.1.4 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan


yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi
esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan
mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik.
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya
diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua
hipertensi sekunder berhubungan dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi
ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, dan hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan.

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu


hipertensi benigna dan hipertensi maligna. Hipertensi benigna merupakan
keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan
saat penderita cek up. Hipertensi maligna merupakan keadaan hipertensi yang
membahayakan biasanya disertai keadaan kegawatan sebagai akibat komplikasi
pada organ-organ seperti otak,jantung dan ginjal.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan darah Menurut JNC* VII, 2003


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi Derajat I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Derajat II ≥ 160 ≥ 100

* JNC ~Joint National Committee on the prevention, detection, evaluation and treatment of high
blood pressure, yang berpusat di Amerika

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan darah Menurut WHO/ISH


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)

Hipertensi Berat ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi Sedang 160 – 179 100 – 109

Hipertensi Ringan 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Perbatasan 140 – 149 90 – 94

Hipertensi Sistolik 140 – 149 < 90


Perbatasan
Hipertensi Perbatasan > 140 < 90
Terisolasi
Normotensi < 140 < 90
Optimal < 120 < 80

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi ≥ 140 ≥ 90

Sumber: Kemenkes RI, 2014.


2.2 Skrining
2.2.1 Definisi Skrining

Screening adalah suatu upaya dalam penemuan penyakit secara aktif pada
orang-orang yang tanpa gejala (asimptomatik) dan nampak sehat untuk kemudian
mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau
diperkirakan tidak mengidap penyakit (as likely or unlikely to have the disease)
dengan cara menguji, memeriksa atau dengan prosedur lain yang dapat dilakukan
dengan cepat. Skrining bukan suatu penetapan diagnosis, subyek yang
diketemukan positif atau kemungkinan mengidap suatu penyakit tertentu perlu
dirujuk kembali untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Tujuan skrining adalah untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari


penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus yang ditemukan. Program
skrining sangat dibutuhkan karena adanya isu yang mendasari penemuan gejala
penyakit secara dini akan lebih baik dibandingkan dalam waktu yang lama,
pencegahan sebelum terjadinya penyakit akan lebih baik dibandingkan dengan
sudah terjadinya penyakit.

2.2.2 Alat Skrining

Alat skrining merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi penyakit


pada subjek yang dicurigai. Alat krining yang ideal harus murah untuk dipaai,
mudah untuk diaplikasikan serta mendeteksi penyakit dengan baik (Syahril,
2005).

2.2.3 Gold Standar

Baku emas atau gold standard adalah standar untuk pembuktian ada atau
tidaknya penyakit pada pasien, dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada.
Baku emas yang ideal selalu memberikan hasil positif pada semua subjek dengan
penyakit dan hasil negatif pada semua subjek sehat. Dalam praktek hanya sedikit
baku emas yang ideal, sehingga kita sering memakai uji diagnostik terbaik yang
ada sebagai baku emas. Kata terbaik memiliki makna bahwa uji diagnostik
tersebut mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (Syahril, 2005).
2.2.4 Validitas dan Reliabilitas
A. Validitas

Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes


mengukur apa yang hendak diukur.Validitas adalah derajat yang
menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur
(Sukardi, 2013). Sedangkan menurut Saifuddin Azwar (2014) bahwa
validitas mengacu sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam
menjalankan fungsi pengukurannya.

Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat


tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya
hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang
mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa
yang diukur.Sedangkan validitas dalam skrining adalah kemampuan dari
suatu alat untuk membedakan antara orang yang sakit dan orang yang
tidak sakit. Validitas mempunyai dua komponen yaitu:

1. Sensitivitas

Sensitivitas merupakan kemampuan dari suatu tes penyaringan


yang secara benar menempatkan mereka yang betul-betul
menderita pada kelompok penderita. Sensitivitas merupakan true
positive rate (TPR) dari suatu tes diagnostik. Rumus sensitivitas:
a
Sensitivitas :
a+b

2. Spesifisitas

Spesifisitas merupakan kemampuan dari suatu tes penyaringan


yang secara benar menempatkan mereka yang betul-betul tidak
menderita pada kelompok sehat. Sensitivitas merupakan true
negative rate (TNR) dari suatu tes diagnostik. Rumus spesitifitas:
d
Spesifisitas :
b+d

Sensitivitas dan spesifisitas merupakan komponen ukuran dalam


validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam
validitas yaitu:

a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang


benar-benar menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang
sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang
positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak
sakit dengan hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil test negatif.
Status Penyakit
Hasil Tes
Sakit Tidak Sakit Total

Positif a (TP) b (FP) a+b

Negatif c (FN) d (TN) c+d

Total a+c b+d a+b+c+d


B. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil


suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya
apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama
aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.

Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat


dengan masalah kekeliruan pengukuran. Kekeliruan pengukuran sendiri
menunjukkan sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila
dilakukan pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama.
Sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur berkaitan
erat dengan kekeliruan dalam pengambilan sampel yang mengacu pada
inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada
kelompok yang berbeda.
BAB 3

METODE PELAKSANAAN

3.1 Sasaran Skrining


Skrining dilakukan pada ibu dengan usia lebih dari 40 tahun yang tinggal di
RT.02 RW.04 Kelurahan Dukuh Sutorejo, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya.

3.2 Uji Diagnostik dan Gold Standard (Baku Emas)


3.2.1 Uji diagnostik
Uji diagnostik yang digunakan berupa kuisioner dengan melakukan
skoring pada setiap jenis pertanyaan, kemudian dilakukan pengkategorian
penilaian untuk menentukan hasilnya. Pertanyaan yang diajukan ditentukan
berdasarkan sumber yang terpercaya, antara lain: Centers for Disease Control
(CDC), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan Hypertension Self-Care
Profile (HBP SCP).

Jenis pertanyaan yang digunakan, yaitu:


1. Pertanyaan dengan skor 1 merupakan faktor risiko hipertensi
2. Pertanyaan dengan skor 2 merupakan gejala yang sering dialami
responden dalam kurun waktu terakhir.
3. Pertanyaan dengan skor 3 merupakan gejala klinis yang dialami responden
jika status hipertensi level tinggi

Kategori penilaian:
1. Skor 0-2 = tekanan darah normal
2. Skor 3-4 = Pra hipertensi
3. Skor ≥ 5 = Hipertensi

Kuisioner
No. Pertanyaan Ya Tidak Skor
A. Pertanyaan 1 (1) (0)
1. Apakah Ibu sudah
mengalami menopause?
2. Apakah ibu mengkonsumsi
No. Pertanyaan Ya Tidak Skor
garam >5 gram per hari (>1
sendok teh per hari)?
3. Apakah ibu mengkonsumsi
gula >50 gram per hari (>4
sdm per hari)?
4. Apakah Ibu rutin
mengkonsumsi kopi setiap
hari?
5. Apakah Ibu mengkonsumsi
buah dan sayur <400-500
gram per hari (<5 buah
jeruk, apel, manga, pisang
atau <15 sendok makan
sayur yang sudah dimasak
per hari)?
6. Apakah Ibu mengkonsumsi
makanan berlemak dan
minyak goreng >5 sdm per
hari)
7. Apakah Ibu rutin merokok
atau terpapar asap rokok?
8. Apakah Ibu minum alkohol
setiap harinya ?
9. Apakah Ibu memililki
keluarga dengan riwayat
hipertensi?
10. Apakah Ibu memiliki berat
badan obesitas
(BMI>27,49)?
11. Apakah Ibu berjalan 30
menit setiap harinya, 4-5
No. Pertanyaan Ya Tidak Skor
kali per minggu?
12. Apakah Ibu sering
mengalami stress?
B. Pertanyaan 2 (2) (0)
1. Apakah Ibu sering
mengalami sakit kepala
terkadang disertai rasa
mual?
2. Apakah Ibu sering
mengalami sesak di bagian
dada seperti tertekan benda
berat?
C. Pertanyaam 3 (3) (0)
1. Apakah Ibu mimisan saat
mengalami sakit kepala?

3.2.2 Gold standard (baku emas)

Gold standard atau baku emas yang digunakan adalah pengukuran tekanan
darah dengan menggunakan tensimeter. Adapun langkah-langkah mengukur
tekanan darah dengan menggunakan tensimeter yaitu:

1. Lilitkan manset tensimeter pada lengan atas (kiri atau kanan) di atas siku.
Manset dililitkan pada bagian ini karena terdapat pembuluh darah arteri
yang berasal langsung dari jantung yaitu arteri brachialis
2. Upayakan tensimeter diletakkan setinggi atau sejajar jantung, baik dalam
posisi tidur maupun duduk atau berdiri. Tangan yang diperiksa dalam
keadaan rileks.
3. Tutuplah katup pengatur udara pada pompa karet manset tensimeter
dengan cara memutar ke kanan sampai habis.
4. Stetoskop dipasang pada telinga, bagian yang pipih (membran)
ditempelkan pada bagian dalam lipatan siku di sebelah bawah lilitan
manset.
5. Pompalah udara ke dalam manset, maka akan terdengar suara bising arteri
brachialis melalui stetoskop.
6. Teruskan memompa udara ke dalam manset sampai suara bising arteri
tersebut menghilang
7. Pompakan terus udara ke dalam manset sampai tinggi air raksa pada
manometer sekitar 20 mmhg lebih tinggi dari titik ketika suara bising arteri
tersebut menghilang
8. Keluarkan udara dalam manset secara pelan dan berkesinambungan, maka
akan terdengan bunyi pertama kali (suara Korotkof I) sebagai tekanan
sistolik. Bila bunyi tersebut kemudian peka dan pudar lalu menghilang
(suara Korotkoff IV-V) sebagai tekanan diastolik
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization (WHO), 2005, Risk Factor. Available from :


http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factor
s.pdf.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Saputra, Bagus Ramanto, dkk. 2013. Profil Penderita Hipertensi di RSUD
Jombang Periode Januari-Desember 2011. Jurnal Kedokteran: Fakultas
Kedokteran Muhammadiyah Malang. Volume 09. Nomor 03. Desember
2013.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4140/4513
Widodo, Andri dan Sutanta. 2015. The Effects Of Consume Watermelon Juice In
Changes Blood Pressure Hypertension Patients With Obesity In Srimulyo
Village Region Of Local Government Clinic Piyungan Bantul
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan: Samodra Ilmu STIKES Yogyakarta.
Volume 06. Nomor 01. Januari 2015.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=281795&val=7164
&title=The%20Effects%20Of%20Consume%20Watermelon%20Juice%
20In%20Changes%20Blood%20Pressure%20Hypertension%20Patients
%20With%20Obesity%20In%20Srimulyo%20Village%20Region%20Of
%20Local%20Government%20Clinic%20Piyungan%20Bantul%20Yogy
akarta
Zaenurrohmah, Destiara Hesriantica dan Rachmayanti, Riris Diana. 2017.
Hubungan Pengetahuan dengan Riwayat Hipertensi dengan Tindakan
Pengendalian Tekanan Darah pada Lansia. Jurnal Berkala
Epidemiologi: Universitas Airlangga. Volume 05. Nomor 02. Mei 2017
hal 174-184.
Dinas Kesehetan Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2017
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2016. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2017
Yunita Indah Prasetyaningrum, S.Gz. 2014. Hipertensi Bukan untuk Ditakuti.
Jakarta : FMedia.
US Departement of Health and Human Services. Complete Report: The Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Institute of
Health, and National Heart, Lung and Blood Institute, 2004.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan,
jakarta : EGC 2009.
https://adityasetyawan.files.wordpress.com/.../catatan-ttg-screening-
Epidemiologi Kebidanan Skrining. BAB 6.SKRINING: * Pengertian
Skrining. Skrining
Syahril. 2005. Diagnostic & Screening. e-USU Respiratory Universitas Sumatera
Utara (Diakses dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2027/1/anak-syahril.pdf,
pada tanggal 08 September 2018 Pukul 22.00 WIB)
Sukardi, 2013. Metodologi penelitian pendidikan: kompetensi dan praktiknya
Azwar S. 2014. Psikologi Inteligensi. Yogyakarta
Matondang, Zulkifli. 2009. Validitas Dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian.
Jurnal Tabularasa Pps Unimed. Vol.6 No.1, Juni 2009.

Anda mungkin juga menyukai