Anda di halaman 1dari 16

BAB III

IDENTIFIKASI KASUS

3.1 Kerangka Konsep

PELAYANAN
KESEHATAN
Kurangnya penyuluhan
tentang hipertensi
PERILAKU LINGKUNGAN

Perilaku Konsumtif Keluarga dengan


Ekonomi susah
Aspek pendidikan dan
pengetahuan yang Hipertensi Stres Lingkungan
kurang Dukungan dari keluarga
yang kurang

Pengobatan berhenti
Angka karena pasien merasa
morbiditas & sehat
BIOLOGIS &
mortalitas
GENETIK
meningkat
Kedua orang tua pasien
menderita hipertensi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan ilustrasi kasus yang sudah dijabarkan di atas mengenai keluhan-


keluhan pasien Ny.D di atas dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa pasien ini
menderita hipertensi.

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik

9
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan
(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya hipertensi adalah faktor
genetik, perilaku, serta pelayanan kesehatan. Hipertensi menjadi masalah di
mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Biologis
a) Usia
Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan,
kejadian hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun. Pada beberapa studi
didapatkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia 45-54 tahun dan lebih tua
selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan kelompok kontrol.

b) Riwayat keluarga yang menderita hipertensi


Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh
faktor genetik. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak
akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki
hubungan darah dibanding dengan anak adopsi. Hal ini menunujukkan bahwa
gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan
dan status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah pada
penderita hipertensi.

2. Perilaku
a) Diet tinggi garam
Penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium yang berlebihan
dengan tekanan darah tinggi pada beberapa individu. Asupan natrium yang
meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume
darah. Di samping itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari
arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah
yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya adalah hipertensi. Hal ini

10
sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium berkurang maka begitu pula
volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu.
b) Jarang berolah raga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan
darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk
tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis
latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda,
berenang, dan aerobik.

c) Makanan tinggi lemak


Konsumsi makanan yang tinggi lemak dapat meningkatkan resiko terjadinya
hipertensi. Dengan mengurangi diet lemak terbukti bahwa dapat terjadi
pengurangan tekanan darah.

3. Lingkungan
a) Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi karena dengan tingkat
pendidkan yang lebih tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi yang
dimiliki tentang hipertensi dan faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi menjadi lebih baik. Masalah hipertensi sering timbul
karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang memadai tentang
penyakit ini.

b) Stress Psikis
Orang yang mengalami stres akan mempunyai proporsi lebih tinggi untuk
menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stress
psikis. Tekanan darah lebih tinggi telah dihubungkan dengan peningkatan
stress, yang timbul dari tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal
yang tinggi, kehilangan pekerjaan dan pengalaman yang mengancam nyawa
11
terpapar ke stress bisa menaikkan tekanan darah dan hipertensi dini cenderung
menjadi reaktif. Aktivasi berulang susunan saraf simpati oleh stress dapat
memulai tangga hemodinamik yang menimbulkan hipertensi menetap.

4. Pelayanan Kesehatan
a) Tidak ada program khusus untuk menangani penyakit hipertensi
Masyarakat perlu diberikan informasi mengenai hipertensi karena seringkali
hal ini diabaikan oleh masyarakat. Penyakit-penyakit tidak menular seperti
hipertensi seringkali terabaikan padahal melihat tren yang terjadi dalam
beberapa tahun belakangan ini, jumlah kasus penyakit tidak menular seperti
hipertensi justru semakin meningkat. Kegiatan Pelayanan Lansia sendiri sudah
sering dilakukan oleh PKM Narmada akan tetapi pada kenyataannya kegiatan
tersebut lebih mengutamakan proses kuratif untuk menangani hipertensi
dibandingkan upaya-upaya pencegahan hipertensi yang lebih esensial.

12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi dan Epidemiologi


Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan
hipertensi sekunder (5-10%). Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang
paling umum ditemukan dalam praktik kedokteran primer. Menurut (National
Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Hipertensi
merupakan faktor risiko infark miokard , stroke akut dan kematian1.

Riset Kesehatan Dasar/RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa


prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%. Prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran (mengguunakan kriteria hipertensi JNC VII cenderung
turun dari 31,7 persen pada tahun 2003 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Dalam
laporan RISKESDAS 2013 diasumsikan bahwa penurunan diperkirakan terjadi
karena perbedaan alat ukur yang digunakan pada tahun 2007 tidak diproduksi
lagi pada tahun 2013.1
2.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder
dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara
potensial.2
 Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
13
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen. 2
 Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat
tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab
sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.2

14
Hipertensi sekunder dapat diketahui penyebab spesifiknya, dan
digolongkan dalam 4 kategori :
 Hipertensi Kardiovaskuler
Biasanya berkaitan dengan peningkatan kronik resistensi perifer total
yang disebabkan oleh ateroslerosis.

 Hipertensi renal (ginjal)


Dapat terjadi akibat dua defek ginjal : oklusi parsial arteri renalis
atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri.
Lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen arteri renalis atau
kompresi eksternal pembuluh oleh suatu tumor dapat mengurangi aliran
darah ke ginjal. Ginjal berespons dengan mengaktifkan jalur hormonal yang
melibatkan angiotensin II. Jalur ini meningkatkan retensi garam dan air
selama pembentukan urin, sehingga volume darah meningkat untuk
mengkompensasi penurunan aliran darah ginjal. Ingatlah bahwa angiotensin
II juga merupakan vasokontriktor kuat. Walaupun kedua efek tersebut
(peningkatan volume darah dan vasokontriksi akibat angiotensin)
merupakan mekanisme kompensasi untuk memperbaiki aliran darah ke
arteri renalis yang menyempit, keduanya juga menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri keseluruhan.
Hipertensi renal juga terjadi jika ginjal sakit dan tidak mampu
mengeleminasi beban garam normal. Terjadi retensi garam yang
menginduksi retensi air, sehingga volume plasma bertambah dan timbul
hipertensi.

 Hipertensi endokrin
Terjadi akibat sedikitnya dua gangguan endokrin dan sindrom cronn
Feokromositoma adalah suatu tumor medula adrenal yang
mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang berlebihan.
Peningkatan abnormal kadar kedua hormon ini mencetuskan peningkatan
curah jantung dan vasokontriksi umum, keduanya menimbulkan hipertensi
yang khas untuk penyakit ini.

15
Sindrom conn berkaitan dengan peningkatan pembentukan oleh
korteks adrenal. Hormon ini adalah bagian dari jalur hormonal yang
menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal. beban garam dan air yang
berlebihan di dalam tubuh akibat peningkatan kadar aldosteron
menyebabkan tekanan darah meningkat.

 Hipertensi neurogenik
Terjadi akibat lesi saraf, Masalahnya mungkin adalah kesalahan
kontrol tekanan darah akibat defek di pusat kontrol kardiovaskuler atau di
baroreseptor.
Hipertensi neurogenik juga dapat terjadi sebagai respon kompensasi
terhadap penurunan aliran darah otak. Sebagai respon terhadap ganguan ini,
muncullah suatu refleks yang meningkatkan tekanan darah sebagai usaha
untuk mengalirkan darah kaya oksigen ke jaringan otak secara adekuat.3

1.2 Patofisiologi

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006).


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak, dari pusat vasomotor ini
16
bermula jaras saraf simpatis, yang berlajut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebakan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer. Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan

17
peningkatan hipertensi esensial antara lain :
A. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial
curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan
darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible.3

B. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh
juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.3
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang
tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua
jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
18
bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron


merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.3

 Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi
dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting
dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena
interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama –
sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa
hormon.3

 Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi
dari oksida nitrit.3

 Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan
sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon
yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah.

19
Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya
dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.3

 Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari
dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel
endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang
semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa
keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.3

 Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan
tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.3

1.3 Manifestasi klinik


Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan
darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi
esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung Perjalanan
penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak
menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila
terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau
pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-
kunang (Julius, 2008).

20
4.4 Alogoritma penanganan hipertensi

4.5 Aspek gizi hipertensi

Status gizi diketahui berdasarkan nilai indeks massa tubuh (IMT) dan
dikategorikan obesitas jika IMT lebih dari atau sama dengan 25 kg/m2.
Pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital dan tinggi badan dengan
microtoise. Sementara itu, obesitas sentral diketahui berdasarkan hasil pengukuran
lingkar pinggang (LP) jika lebih dari 80 cm. Pengukuran LP dilakukan dengan
menggunakan pita ukur midline, dilakukan secara horizontal dan melingkar pada
kulit daerah abdomen tanpa alas kain dengan patokan titik tengah antara kosta
terbawah dengan krista iliaka pada posisi berdiri. Aktivitas fisik adalah aktivitas

21
yang dilakukan oleh responden sehari-hari yang diukur menggunakan kuesioner
International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dengan kriteria aktivitas
ringan (3,3 METs), sedang (4,0 METs), dan berat (8,0 METs) kemudian
perhitungan tiap aktivitas fisik dengan cara mengkalikan faktor aktivitas dengan
lamanya kegiatan yang dilakukan dalam menit dan banyaknya kegiatan dilakukan
dalam seminggu. Selanjutnya, hasil dari perhitungan tersebut dijumlahkan dan
dikelompokkan menjadi aktivitas rendah jika aktivitas fisik kurang dari 3000
MET-menit/minggu dan aktivitas tinggi jika aktivitas fisik lebih dari 3000 MET-
menit/minggu. 6

Gambar 4.1 DASH Diet

22
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien wanita, 49 tahun, berobat ke Puskesmas Tanah


Luas dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri 2 jam yang lalu ketika beraktifitas
dan berkurang ketika istirahat. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan konsumsi
obat antihipertensi. Kedua orang tua pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan Tekanan darah 200/110 mmHg, BB=65 kg, TB
152 cm, pemeriksaan fisik didapatkan kardiomegali, sedangkan pada pemeriksaan
biokimia darah didapatkan dislipidemia. Pasien diberikan amlodipin 1x 10 mg dan
valsartan 1x160 mg dan dirujuk ke bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cut
Meuthia.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Tahun 2013. Riset kesehatan dasar RISKESDAS 2013.

2. Muhadi, 2016. JNC 8 Evidence Based Guidline Penanganan Hipertensi


Dewasa, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

3. Yogiantoro, M., 2006, Hipertensi Esensial, dalam : Sudoyo, A.W.,


Setiyohadi, B.,Alwi, I., dkk, (eds) : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
II, Edisi IV,Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.: 1079-85.

4. Kaplan, NM, 2002, Clinical Hypertension, 8nd edition, Williams &


Wilkins, Lippincott. USA.

5. Setiawati, A. dan Bustami, Z. 2005. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, UI


Press, Jakarta. Indonesia.

6. International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). 15. Guidelines for


data processing and analysis of the IPAQ.

24

Anda mungkin juga menyukai