Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HIPERTENSI

OLEH:

1. Alvi Adelaide Hautaes


2. Deslyn Djara Liwe
3. Emilius Kefli Jusmai Ganggut
4. Oktoviana Rosari
5. Yeyen Magdalena Wadu

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
HIPERTENSI” untuk memenuhi tugas mata kuliah SURVEILANS KESEHATAN
MASYARAKAT.
Dalam menyusun makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Harapan
penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Kupang, 19 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II .....................................................................................................................3
PEMBAHASAN .....................................................................................................3
A. Pengertian Hipertensi .......................................................................................... 3
1. Definisi Penyakit Hipertensi .............................................................................. 3
2. Epidemiologi Penyakit Hipertensi ...................................................................... 4
3. Klasifikasi Hipertensi.......................................................................................... 8
4. Pencegahan Hipertensi ...................................................................................... 10
5. Pengobatan Penyakit ......................................................................................... 11
B. Surveilans Epidemiologi Penyakit Hipertensi ................................................. 12
1. Gambaran Pelaksanaan surveilans Epidemiologi Hipertensi di Puskesmas Wara
Selatan ....................................................................................................................... 12
2. Tahap Pengumpulan data .................................................................................. 14
3. Gambaran Distribusi Penyakit Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Wara
Selatan ....................................................................................................................... 15
4. Gambaran Evaluasi Atribut Sistem Surveilans ................................................ 16
BAB III............................................................................................................................. 18
PENUTUP........................................................................................................................ 18
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 18
B. SARAN ............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan pola hidup dan pola makan akibat adanya perbaikan tingkat
ekonomi membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit
degeneratif, salah satunya hipertensi. Menurut Muljadi (2008) hipertensi
merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian karena
penderita hipertensi mempunyai peluang 12 kali lebih besar bagi penderitanya
untuk mengalami stroke dan 6 kali lebih besar untuk serangan jantung. Untuk
mengurangi angka kejadian hipertensi tiap tahunnya maka strategi yang
digunakan pemerintah dalam pengendalian hipertensi adalah melalui surveilans
epidemiologi hipertensi.
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada
kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan venrtikel kiri/bilik kiri (terjadi pada
otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula
menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes melitus dan lain-
lain. (Syharini, Susanto, & Udiyono,2012).
Penyakit ini menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk
Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat
dari waktu ke waktu. Berbagai waktu yang berperan dalam hal ini salah satunya
adalah gaya hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan
aktivitas yang tidak sehat, merokok, minum kopi adalah beberapa hal yang
disinyalir sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi (Akhmadi, 2009).
Hasil survei kesehatan rumah tangga (1995) menunjukan pravelensi penyakit
hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per
1.000 anggota rumah tangga. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan,
terutama konsumsi garam (Astawan, 2007). Dikutip oleh (Rosa, 2016).

1
Pelaksanaan diet yang teratur menormalkan hipertensi, yaitu dengan
mengurangi makanan dengan tinggi garam, makanan yang berlemak,
mengonsumsi makanan yang tinggi serat dan melakukan aktivitas olahraga
(Julianti, 2005). Dikutip oleh (Novian,2013).
Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana
pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit hipertensi.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit
hipertensi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan surveilans epidemiologi
penyakit hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tentang surveilans penyakit hipertensi
berdasarkan kelompok umur, tempat dan waktu
b. Untuk mengetahui gambaran besarnya penyakit hipertensi berdasarkan
data surveilans

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipertensi
1. Definisi Penyakit Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke
(untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) ,
dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung). Dengan target di otak
yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang
membawa kematian yang tinggi (M.N. Bustan, 2007).
Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila kurang dari
135/85 mmHg sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90
mmHg. Angka yang lebih tinggi menunjukkan fase darah yang sedang
dipompa jantung (sistolik) sedangkan nilai yang lebih rendah menunjukkan
fase darah yang kembali ke dalam jantung (diastolik).
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah
merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah.
Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung.
Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung.
Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik)
dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Ketika
jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh
darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah
yang tidak normal.
Hipertensi adalah penigkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan darah diastolic 90 mmHg (Price, 2005). Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan normal seperti apa

3
yang telah di sepakati oleh parah ahli yaitu > 140/90 mmHg (Sudoyono,
2006).
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Kushariyadi
2008).
Dari definisi –definisi di atas dapat di peroleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik lebih dari 140/90 mmHg, di mana sudah di lakukan
pengukuran tekanan darah minimal dua kali untuk memastikan keadaan
tersebut dan hipertensi dapat menimbulkan resiko terhadap penyakit stroke,
gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.

2. Epidemiologi Penyakit Hipertensi


a. Faktor Resiko Hipertensi yang tidak dapat diubah
1. Umur
Menurut M.N. Bustan (2007) Tekanann darah cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia, semakin bertambah usia
kemungkinan seseorang menderita hipertensi semakin bertambah.
Usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan
tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan
diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya tekanan hipertensi
sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi
sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006).
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Hal
ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah

4
dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktir
lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Sugiharto, 2007)
2. Jenis Kelamin
Gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita,
dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik
(Sugiharto, 2007). Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung
dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita
Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada
wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya
hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang
diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia
prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006).
3. Keturunan atau Genetik
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer. Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel (Kemenkes
RI, 2009). Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila
salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar
30% akan turun ke anakanaknya (Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular, 2006). Seorang penderita yang mempunyai sifat
genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar
30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Sugiharto, 2007).
b. Faktor resiko yang dapat diubah
1. Kegemukan (obesitas)

5
Obesitas didefinisikan sebagai peningkatan berat badan lebih dari
20% berat badan normal atau Indeks Masa Tubuh (IMT), yaitu suatu
angka yang didapat dari hasil berat badan dalam kilogram dibagi
tinggi badan dalam meter kuadrat (Kemenkes RI, 2009).
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Menurut WHO
Massa Tubuh (IMT) (Kg/cm2) Kategori
<16 Kurus tingkat berat
16,00 -16,99 Kurus tingkat ringan
17,00 -18,49 Kurus ringan
18,50 -24,99 Normal
25,00 -29,99 Kelebihan berat badan tingkat 1
30,00 -39,99 Kelebihan berat badan tingkat 2
40 Kelebihan berat badan tingkat 3
Sumber : WHO Committee (1996) dalam Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jendral
PP&PL (2006)

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi


makanan yang mengandung tinggi lemak sehingga meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar
massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air (Sugiharto, 2007).
2. Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak
rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka
yang tidak merokok (Triyanto Endang, 2014). kimia beracun seperti

6
nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang
masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan proses artereosklerosis,
dan tekanan darah tinggi (Depkes RI, 2006).
3. Stress
Faktor lingkungan seperti stres berpengaruh terhadap timbulnya
hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga
melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita beraktifitas, saraf parasimpatis adalah saraf
yang bekerja pada saat kita tidak beraktifitas (Sugiharto, 2007).
Apabila stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Peningkatan tekanan darah sering intermiten pada
awal perjalanan penyakit. Selama terjadi rasa takut ataupun stres
tekanan arteri sering kali meningkat sampai setinggi dua kali normal
dalam waktu beberapa detik (Triyanto Endang, 2014).
4. Konsumsi Alkohol Berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum
jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikan tekanan darah (Depkes RI, 2006).
c. Tanda dan Gejala Hipertensi
Gejala hipertensi tidak mempunyai spesifikasi tertentu, gejala seperti
sakit kepala, cemas, epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan
pada penderita hipertensi, kadang sama sekali tidak terjadi (Fatimah,
2009). Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala
yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui
hipertensi bertahun-tahun berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan


muntah, akibat tekanan darah intrakranium.

7
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya
gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.
Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga
berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang
kunang dan pusing (Sugiharto, 2007).
3. Klasifikasi Hipertensi
 Berdasarkan etiologi:
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum di ketahui
penyebabnya. Diderita oleh sekitar 95% orang. Oleh sebab itu
penelitian dan pengobatan lebih ditunjukan bagi penderita esensial.
Hipertensi primer diperkirakan disebabkan oleh faktor berikut ini :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemugkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulya hipertensi
adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan darah akan
menigkat), jenis kelamin (pria lebih tinggi dari wanita), dan ras
(kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi (lebih dari 30 g),
kegemukan atau makan berlebihan, stress, merokok, minum
alkohol, minum obat-obatan (efedrin, prednisone, epinefrin).

8
1. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas. Salah satunya
hipertensi sekunder adalah hipertensi veskuler renal, yang terjadi
akibat stenosis dan arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat,
congenital atau akibat ateroklerosis. Stenosis arteri renalis
menurunkan aliran darah ke ginjal, perangsangan pelepasan rennin
dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II secara langsung
meningkatkan tekanan darah, dan secara tidak langsung
meningkatkan sistensi endosteron dan reabsorpsi natrium. Apabila
dapat di lakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila yang terkena
di angkat, tekanan darah akan kembali normal.
 Berdasarkan tinggi rendahnnya TDS dan TDD
Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII
Kategori TDS ( mmHg) Dan/Atau TDD (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80


Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi 140-159 Atau 90-99
tingkat 1
Hipertensi >160 Atau >100
tingkat 2

 Berdasarkan gejala-gejala klinik


1. Hipertensi Benigna
Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik
belum begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum
tampak kelainan atau kerusakan dari target organ seperti mata, otak,
jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat
tersebut yang sifatnya berbahaya.
2. Hipertensi Maligna

9
Disebut juga accelaratedhypertension, adalah hipertensi berat yang
disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada
retina terjadi kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan
obliterasi atau robeknya retina. Apabila diagnosis hipertensi maligna
di tegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Di upayakan
tekanan darah sistolik mencapai 120 – 139 mmHg. Hal ini perlu
dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah
jantung pada hipertensi maligna sangat besar.
3. Hipertensi Ensafalopati
Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan
gangguan pada otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati
bermanifestasi dengan sakit kepala yang hebat, nausea, dan muntah.
Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi
apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya
timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi
berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak,
pendarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan
hipertensi yang memerlukan penanganan secara seksama.
4. Pencegahan Hipertensi
Hipertnasi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:

1. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan


untuk menurunkan berat badanya sampai batas ideal.
2. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
3. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium
atau 6 garam natrium klorida setiap harinya (disertai dengan dengan
asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi
alkohol.

10
4. Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat.
5. Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
6. Berhenti merokok.
5. Pengobatan Penyakit
Tujuan penatalaksanaan penderita hipertensi adalah menurunkan faktor
risiko yang menyebabkan aterosklerosis untuk menghindari komplikasi
seperti stroke, penyakit jantung dan lain-lain, olahraga dan aktifitas fisik,
perubahan pola makan dan menghilangkan stres serta pemberian obat
antihipertensi secara adekuat. Sasaran pengobatan hipertensi untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan
menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan
komplikasi akibat hipertensi berkurang. Terapi non farmakologi antara lain
mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi
berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.
Beberapa jenis obat yang umumnya diberikan adalah:
a) Angiotensin-converting enzyme(ACE) inhibitor
Dengan membuat dinding pembuluh darah lebih rileks, obat-obatan
ACE inhibitor penghambat enzim pengubah angiotensin akan
menurunkan tekanan darah.
Efek samping obat ini adalah batuk kering berkelanjutan. Jika efek
samping ini sangat mengganggu, ada obat lain dengan fungsi sama
seperti Antagonis reseptor angiotensin-2 yang kemungkinan akan
disarankan.
b) Calcium channel blockers
Agar kalsium tidak memasuki sel-sel otot jantung dan pembuluh
darah, obat-obatan calcium channel blockers (penghambat kanal
kalsium) bisa digunakan. Obat ini akan mengendurkan arteri dan
menurunkan tekanan darah. Risiko efek samping calcium channel
Blockers akan meningkat jika Anda minum jus grapefruit selagi
mengonsumsi obat ini.

11
c) Diuretik
Diuretik juga dikenal sebagai “pil air” yang berfungsi untuk
membuang sisa air dan garam dari dalam tubuh melalui urine.
d) Beta-blockers
Jantung akan berdetak lebih lambat dan dengan tenaga lebih sedikit
jika Anda mengonsumsi obat-obatan jenis beta-blockers
(penghambat beta) sehingga akan mengurangi tingkat tekanan darah.
Efek samping yang berbahaya bisa muncul jika konsumsi dihentikan
secara tiba-tiba. Contoh efek sampingnya adalah peningkatan
tekanan darah atau serangan angina (angin duduk).
e) Alpha-blockers
Alpha-blockers (penghambat alfa) digunakan untuk melemaskan
pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih mudah dalam
pembuluh darah. Efek samping yang umumnya muncul meliputi
pingsan saat penggunaan pertama, sakit kepala, pusing-pusing,
kelelahan, serta pergelangan kaki membengkak.

B. Surveilans Epidemiologi Penyakit Hipertensi


1. Gambaran Pelaksanaan surveilans Epidemiologi Hipertensi di Puskesmas
Wara Selatan
a. Definisi Kasus Penyakit Hipertensi
Hipertensi adalah penigkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan darah diastolic 90 mmHg (Price, 2005). Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan normal seperti apa
yang telah di sepakati oleh parah ahli yaitu > 140/90 mmHg (Sudoyono,
2006).
Menurut pedoman penemuan dan tata laksana hipertensi tahun 2006
definisi kasus didasarkan pada kriteria klinis atau gejala klinis dari
hipertensi.
1. Normal

12
Dikatakan normal jika tekanan sistolik ≤120 mmHg sedangkan
tekanan diastoliknya ≤80 mmHg.
2. Prehipertensi
Dikatakan prehipertensi jika tekanan sistolik 120-139 mmHg
sedangkan tekanan diastoliknya 80-90 mmHg.
3. Hipertensi derajad 1
Dikatakan hipertensi derajad 1 jika tekanan sistolik 140-150
mmHg sedangkan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg.
4. Hipertensi derajad 2
Dikatakan Hipertensi derajad 2 jika tekanan sistolik ≥160 mmHg
sedangkan tekanan diastoliknya ≥100 mmHg (Depkes RI, 2006).

b. Tujuan Surveilans Hipetensi


Tujuan umum dari kegiatan surveilans hipertensi yaitu tersedianya data dan
informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon
kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Adapun tujuan secara khusus
pelaksanaan surveilans hipertensi :
1. Tersedianya data input yang dibutuhkan dalam kegiatan surveilans
hipertensi.
2. Identifikasi strategi penanggulangan.
3. Perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelayanan di puskesmas
yang melakukan surveilans.

c. Suber Data
Sumber data surveilans penyakit hipertensi diperoleh dari laporan
puskesmas.
d. Indikator program P2 Penyakit Hipertensi

13
Indikator program pencehgahan dan pengendalian penyakit tidak
menular termasuk di dalamnya hipertensi, antara lain:
a. Intervensi gizi 1000 hari pertama kehidupan
b. Memperbaiki pola konsumsi gizi seimbang untuk seluruh keluarga
c. Meningkatkan aktivitas fisik secara teratur dan terukur
d. Meningkatkan pola hidup sehat
e. Meningkatkan lingkungan sehat
f. Mengurangi konsumsi rokok dan alkohol
g. Mengelola stres

2. Tahap Pengumpulan data


a. Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil praktik, proses pengumpulan data yang dilakukan oleh
petugas surveilans di Puskesmas Batuna ialah pengumpulan data pasif, yaitu
dengan menggunakan buku registes (buku catatan yang telah tercatat)
sebaga penderita hipertensi di puskesmas dimana dalam buku catatan
tersebut memuat keteranga tentang Nama Pasien, Jenis Kelamin, Umur,
tahun kejadian, dan alamat.
b. Pencatatan
Berdasarkan praktik, pencatatan yang dilakukan oleh petugas surveilans
sudah cukup baik. Data yang dicatat sudah cukup lengkap. Pada pencatatan
data hipertensi, tidak terdapat formulir khusus pencatatan penderita
penyakit hipertensi, namun formulir yang digunakan ialah formulir
pencatatan penyakit tidak menular (PTM).
c. Pengolahan data
Data yang telah terkumpul diolah secara komputerisasi. Data diolah
berdasarkan distribusi orang, tempat dan waktu.
d. Analisis dan Interpretasi data
Setelah diolah, data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan
aplikasi/software khusus untuk melakukan analisis data. Hasil analisis data
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, hasil analisis inilah yang digunakan

14
oleh petugas surveilans untuk mendeteksi adanya peningkatan kasus
hipertensi berdasarkan umur, tempat dan waktu.
e. Pelaporan dan penyebarluasan data
Pelaporan dilakukan setiap tanggal 5 setiap bulannya dalam bentuk Laporan
Bulanan (LB1). Pengiriman surveilans Terpadu Penyakit (STP) dilakukan
secara langsung ke Dinas Kesehatan Kota Palopo Sulawesi Selatan. Selain
ke Dinas Kota Palopo, data juga dilaporkan ke kepala puskesmas.
f. Evaluasi
Puskesmas Wara Selatan melakukan evaluasi dengan kegiatan lokakarya
mini. Dalam kegiatan ini petugas surveilans melaporkan pencapaiannya.
Kegiatan tersebut dilakukan tiap tiga bulan (triwulan).

3. Gambaran Distribusi Penyakit Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas


Wara Selatan
 Distribusi penyakit hipertensi menurut tempat (kelurahan) Di Wilayah
Kerja Puskesmas Wara Selatan Pada tahun 2014-2016.
Tabel: Distribusi Kasus Penyakit Menurut Tempat
Jumlah Kasus TAHUN 2014-2016
No Kelurahan 2014 2015 2016 Total
1 Takkalala 35 50 25 110
2 Songka 28 80 42 150
3 Binturu 15 19 16 50
4 Sampoddo 10 19 11 40
Jumlah 88 168 94 350
Interprestasi: kasus penyakit hipertensi menurut tempat kejadian di puskesmas
wara selatan pada tahun 214-2016 berjumlah 350 kasus.

 Distribusi Kasus Penyakit Hipertensi Menurut Umur Di Wilayah Kerja


Puskesmas Wara Selatan Pada Tahun 2014-2016.
Tabel: Distribusi kasus penyakit hipertensi menurut umur di kota Palopo.
Jumlah Kasus Tahun 2014-2014

15
No Umur 2014 2015 2016 Total
1 0-7 hari 0 0 0 0
2 8-28 hari 0 0 0 0
3 <1 tahun 0 0 0 0
4 1-4 tahun 0 0 0 0
5 5-9 tahun 0 0 0 0
6 10-14 tahun 0 0 0 0
7 15-19 tahun 0 0 0 0
8 20-44 tahun 10 8 5 23
9 45-54 tahun 10 15 11 34
10 55-59 tahun 13 20 25 58
11 60-69 tahun 20 40 30 90
12 >70 tahun 50 60 35 145
Jumlah 101 143 106 350

Interprestasi: Kasus Penyakit Hipertensi Menurut umur 20-70 tahun yang


terjadi di puskesmas Wara Selatan pada tahun 2014-2016 sebanyak 350
kasus.
 Distribusi Kasus Penyakit Hipertensi Menurut waktu kejadian yang terjadi
di Puskesmas Wara Selatan pada tahun 2014-2016
Tabel : Distribusi Penyakit Hipertensi menurut Waktu (tahun).
No Tahun Kejadian Jumlah Kasus
1 2014 110
3 2015 150
3 2016 90
Jumlah 350
Interprestasi: Kasus Penyakit Hipertensi menurut waktu kejadian yang
terjadi di Puskesmas Wara Selatan pada tanun 2014-2016 adalah berjumlah
350 orang/ kasus.

4. Gambaran Evaluasi Atribut Sistem Surveilans

16
1. Kesederhanaan
Kesedarhanan surveianns berarti struktur yang sedarhana dan mudah
dioperasikan. Sistem surveilans sebaiknya sesederhana mungkin, tetapi
dapat mencapai objektif.
Berdasarkan hasil pengamatan di puskesmas Wara Selatan instrumen
atau formulir yag dipakai dalam pengumpulan data penyakit hipertensi di
puskesmas tersebut mudah dipahami dalam pelaksanaannya. Jenis yang
digunakan ialah Laporan Bulanan (LB1) dan laporan triwulan. Laporan
tersebut dibuat oleh petugas surveilans khusus penyakit tidak menular.
2. Fleksibilitas
Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan tanpa
disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga dan waktu.
Berdasarkan hasil pengamatan, sistem surveilans penyakit
hipertensi di Puskesmas Wara Selatan memiliki fleksibilitas yang cukup
tinggi, kerena jika terjadi perubahan pada format pelaporan dari petugas
dinas kesehatan, maka pihak puskesmas juga melakukan perubahan pada
format mereka. Perubahan format laporan biasanya berubah karena adanya
penambahan jenis penyakit. Perubahan yang terjadipun mudah dimengerti
dan dijalankan.
3. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu berarti kecepatan atau keterlambatan diantara langkah-
langkah dalam sistem surveilans. Aspek lain dari ketepatan waktu adalah
waktu yang diperlukan untuk megidetifikasi trend KLB, atau hasil dari
tindakan penanggulangan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Palopo Sulawesi Selatan, ketepatan pelaporan penyakit hipertensi di
Puskesmas Wara Selatan sudah cukup baik karena laporan bulanan sudah
tepat waktu diserahkan ke petugas Dinas Kesehatan yaitu pada tanggal 5
dan paling terlambat tanggal 10 setiap bulannya.

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gambaran surveilans penyakit hipertensi berdasarkan kelompok umur,
tempat dan waktu.
a. Berdasarkan kelompok umur
Berdasarkan kelompok umur, pada tahun 2014-2016 jumlah penderita
hipertensi terbesar ialah pada kelompok umur 55-70 tahun, sedangkan
penderita hipertensi terkecil berada pada kelompok umur 20- 44 tahun.
Kasus Penyakit Hipertensi Menurut umur 20-70 tahun yang terjadi di
puskesmas Wara Selatan pada tahun 2014-2016 sebanyak 350 kasus.
b. Menurut tempat

18
Berdasarkan tempat, dari tahun 2014- 2016 jumlah pederita penyakit
hipertensi terbesar berada pada kelurahan songka. Sedangkan, jumlah
penderita penyakit hipertensi terkecil berada pada kelurahan Samppodo.
c. Menurut waktu
Berdasarkan waktu, distribusi penyakit hipertensi terbesar pada tahun
2015. Dan distribusi penyakit hipertensi terendah pada tahun 2016.
Jumlah kasus penyakit hipertensi dari tahun 2014-2016 berjumlah 350
kasus.
Pelaksanaan surveilans Hipertensi di Puskesmas Wara Selatan pada
tahun 2014-2016 sudah dilaksanakan dengan cukup baik mulai dari
pengolahan, analisis, dan interpretasi pelaporan dan penyebarluasan
data serta evaluasi.

B. SARAN
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular tetapi hipertensi semakin
menyerang dan mengancam nyawa manusia, oleh karena itu marilah
mengubah paradigma lama kita menjadi paradigma yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

Citra K. Sari. 2017.Laporan Hasil Surveilans Tentang Penyakit


Hipertensi Di Puskesmas Wara Selatan Kota Palopo Sulawesi
Selatan Tahun 2016.pdf
Nurdiana dkk. Laporan Pratikum Gambaran Surveilans Epidrmiologi
Hipertensi di Puskesmas Batua Kota Makassar. 2016. pdf

19
20

Anda mungkin juga menyukai