Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

Kolesistitis

Disusun Oleh :
Melyun Riza Ridwan
112019053

Pembimbing :
dr. Bambang Yudhadi, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 19 APRIL – 26 JUNI 2021
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi referat dengan judul:


KOLESISTITIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 19 April – 26 Juni 2021

Disusun oleh:
Melyun Riza Ridwan
112019053

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Bambang Yudhadi, Sp.B

Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Umum RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 5 Juni 20211


Pembimbing

dr. Bambang Yudhadi, Sp.B


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Kolesistitis”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam kesempatan
kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. Bambang Yudhadi, Sp.B selaku
pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik. Dan kepada
para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran
karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 5 Juni 2021

Penulis
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA
LEMBAR PENILAIAN

Nama  Melyun Riza Ridwan


NIM 112019053
Tanggal 5 Juni 2021
Judul kasus Kolesistitis
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data          
Analisa masalah          
Penguasaan teori          
Referensi          
Pengambilan keputusan klinis          
Cara penyajian          
Bentuk laporan          
Total  
Nilai %= (Total/35)x100%  
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
 
Komentar penilai

Nama Penilai
Paraf/Stempel

dr. Bambang Yudhadi Sp.B


BAB I
PENDAHULUAN

Pendahuluan
Pada zaman sekarang penyakit sistemik merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada
dewasa dini, hal ini disebabkan oleh karena pola hidup seseorang baik pola makan, pola tidur, maupun
pola aktivitas sendiri. Penyakit pada system hepatobilier yang menjadi salah satu terbanyak pada penyakit
sistemik, pasien-pasien dari system hapatobilier jika sudah mengalami suatu keadaan klinis yang harus
membutuhkan penatalaksanaan salah satunya adalah tindakan bedah, yang menjadi penatalaksanaan
untuk menghindari sebuah keadaan klinis yang lebih parah, akibat kerusakan dari organ tersebut. Penyakit
system hepatobilier yang sering ditemukan adalah kolestitis. Kolesistitis merupakan proses inflamasi
yang terjadi pada kantung empedu. Kolesistitis banyak ditemukan di Eropa Utara, Amerika Serikat, dan
banyak ditemukan juga di Indonesia. Beberapa faktor predisposisi dari kolesistitis dari kolesistitis, antara
lain usia di atas 40 tahun pada pria maupun wanita, penggunaan pil kontrasepsi, wanita dengan
multiparitas, obesitas, diabetes mellitus dan faktor genetik. Kolesistitis disebabkan oleh batu empedu,
keganasan atau neoplasma, gangguan sirkulasi darah dan penyakit infeksi pada kantung empedu.
BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi Kandung Empedu


Vesica biliaris (fellea) adalah suatu kantung berbentuk buah pir panjang sekitar 4-6 cm dan berisi
30-6- ml empedu, yang terletak pada facies visceralis lobus dexter hepatis di dalam suatu fossa di antara
lobus dexter hepatis dan lobus quadratus. Struktur ini memiliki suatu ujung yang membulat (fundus
vesicae yang terletak pada margo inferior hepar suatu bagian besar di dalam fossa (corpus vesicae
biliaris).yang dapat terletak di depan colon transversum dan pars superior duodeni dann suatu bagian yang
sempit (collum vesicae biliaris) dengan tunica mucosa vesicae biliaris yang membentuk lipatan spiral.
Suplai arterial untuk vesica biliaris adalah arteria cystica cabang dari arteria hepatica dextra (ramus dexter
arteria hepatica propria). Vesica biliaris menerima, mengkonsentrasikan, dan menyirnpan empedu dari
hepar.5
Sistem ductus untuk saluran empedu dirnulai dari hepar, berhubungan dengan vesica
biliaris/fellea, dan bermuara ke dalam pars descendens duodeni. Penggabungan ductusductus dimulai dari
parenchyma hepar dan berlanjut sampai ke ductus hepaticus dexter dan sinistra terbentuk. Ductus-ductus
tersebut mengalirkan masing-masing lobus hepatis Kedua ductus hepaticus tersebut bergabung
membentuk ductus hepaticus communis, yang berjalan, dekat dengan hepar, bersama arteria hepatica
propria dan vena portae hepatis di dalam tepi bebas omentum minus. Saat ductus hepaticus communis
berlanjut ke bawah, struktur ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris/fellea. Keduanya
membentuk ductus biliaris/choledochus. Pada titik ini, ductus biliaris terletak di kanan arteria hepatica
propria dan biasanya di sisi kanan dan anterior dari, vena portae hepatis di dalam tepi bebas omentum
minus dihat. Foramen omentale/epipioicum berada di posterior dari struktur-struktur tersebut. Ductus
biliaris berlanjut ke bawah, lewat di posterior pars superior duodeni sebelum bergabung dengan ductus
pancreaticus untuk memasuki pars descendens duodeni pada papilla duodeni major. 5,6
Gambar 1. Anatomi Vesica Fellea5
Fisiologi Kandung Empedu
Fisiologi Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan
cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh
sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen
utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Kandung empedu mampu menyimpan 40-60
ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu
hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu
masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung
empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. Empedu disimpan dalam kandung
empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-
alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi,
dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon
duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot
polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit
setelah konsumsi makanan.
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi
oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Sebelum makan,
garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang
mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal
saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam
duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel
darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang
pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari
empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu
kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu.
Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh
mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu
masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi
berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama
tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.

Definisi
Kolesistitis atau suatu radang kandung empedu adalah reaksi inflamasi akut dinding empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis terbagi menjadi dua yaitu
kolesistitis akut dan kolesistitis kronik, Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung
empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-
tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa. Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari
dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu
empedu; sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang disebut juga dengan istilah acalculous
cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan pascabedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa
berkepanjangan, dan beberapa infeksi pada penderita AIDS. Individu yang berisiko terkena kolesistitis
antara lain adalah jenis kelamin wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa
tertentu. Untuk memudahkan mengingat faktor-faktor risiko terkena kolesistitis, digunakan akronim 4F
dalam bahasa Inggris (female, forty, fat, and fertile ). Selain itu, kelompok penderita batu empedu tentu
saja lebih berisiko mengalami kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu. 1-4

Epidemiologi
Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus bilier, 20% mengalami
kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara perlahan meningkat, terutama pada lansia.
Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan
pada pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita. Kadar progesteron
yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung
empedu pada wanita hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai lebih sering pada pria usia
lanjut.
Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan secara fisiologi untuk
meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam populasi orang yang lebih tua kurang difahami.
Meningkatnya kadar insidensi untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan dengan rasio
perubahan androgen kepada estrogen.

Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor predisposisi terpenting,
yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis
empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekskresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Statis empedu
dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan
pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau
keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau
bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/ pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya batu.2-4,7
Klasifikasi / Stadion Derajat
1. Kolesistitis akut ringan (derajat 1); Pasien dengan inflamasi ringan pada kandung empedu kotoran,
tanpa disertai disfungsi atau gangguan, dan kolesistektomi dapat dilakukan dengan aman dan
berisiko rendah. pasien pada derajat ini tidak memenuhi kriteria untuk kolesistitis sedang dan berat.
2. Kolestitis akut sedang; Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah: Sebuah. Leukositosis, Massa
teraba di perut kuadran atas, Keluhan berlangsung lebih dari 72 jam, Inflamasi lokal yang jelas
(peritonitis bilier, abses perikolesistikus, abses hepar, kolesis -titis gangrenosa, kolesistitis
emfisematosa) Derajat inflamasi akut pada stadium ini- meningkatkan taraf kesulitan untuk
dilakukan kolesistektomi. Operasi laparoskopi sebaiknya dilakukan dalam waktu 96 jam setelah
serangan.
3. Kolesistitis akut berat (derajat 3);
a. Sebuah. Disfungsi kardiovaskuler (hipotensi dilatasi dengan dopamin atau dobutamin)
b. Disfungsi neurologis (penurunan kesadaran)
c. Disfungsi pernapasan (rasio PaO2 / FiO2 < 300)
d. Disfungsi ginjal (oliguria, kreatitin> 2mg / dL)
e. Disfungsi hepar (PT-INR> 1,5)
f. Hematologi disfungsi (trombosit <100.000 / mm)
Pada pasien ini, derajat kolesistitis akut agak susah ditentukan karena berada diantara kategori
ringan dan sedang. Untuk derajat sedang, kondisi pasien tidak memenuhi semua syarat. Hanya
leukositosis saja yang sesuai dengan kriteria derajat sedang. Namun, berdasarkan respon klinis, penulis
menggolongkan kondisi pasien sebagai derajat ringan.

Patofisiologi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, 90% kasus kolesistitis melibatkan batu kandung
empedu di saluran sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu sedangkan sebagian kecil kasus
timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akalkulus). Faktor yang mempengaruhi timbulnya
serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung
empedu. Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga
menyebabkan distensi kandung empedu. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti
kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusaklapisan mukosa dinding kandung empedu
diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu yang mempunyai 2 tipe yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan
kolesterol dilarutkan dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan akhirnya
prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk matriks batu. Pada batu pigmen, ada dua
bentuk yakni batu pigmen murni dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat
keras dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini berhubungan dengan sekresi
pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di
dalam empedu. Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen.
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi
stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung
empedu diikuti reaksi inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya ukuran kantong
empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi terganggu hingga menyebabkan terjadinya di
dinding kandung empedu iskemia, nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya ruptur. (7)
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus tidaklah jelas, namun
beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin terjadi akibat kondisi dipertahankannya
konsentrat empedu, zat yang sangat berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya
pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima stimulus dari
kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan demikian, empedu terkonsentrasi dan
tetap stagnan di lumen.(7)

Gambar 2. Kolesistitis Akut yang disebabkan oleh batu empedu.(7)

Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung garam
empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam larutan
misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka
larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati
memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.(5)
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke
dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu berada dalam bentuk konjugat
glukoronida yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak
terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya
cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu
secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti
hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal
dari larutan dan akhirnya membentuk batu pigmen hitam.(5)
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa (misalnya
ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin
terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi
terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam
lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan
memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat. (5)
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan
peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis bilirubin
konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan
proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu. (5)
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi peningkatan
suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi
medis pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi. (5)

Manifestasi Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri perut di sebelah kanan atas
epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk
secara progresif dan nyerinya bersifat konstan. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau
skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami
anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi
volume vaskular dan ekstraselular. Pada pemeriksaan fisik, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu
nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkostae kuadran kanan atas biasanya
menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti yaitu Murphy sign positif menandakan adanya
peradangan kandung empedu. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin<4,0
mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatik misalnya duktus koledokus. Gejalanya juga bertambah buruk setelah makan makanan yang
berlemak. Pada pasien-pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada
tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.Walaupun manifestasi klinis kolesistitis
akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada
pasien dengan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat
tanda-tanda kolik kandung empedu.1-5
 Kolik Billier, Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa
padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai
mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini
disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
 Ikterus, Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
 Defisiensi vitamin, Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A, D, E, K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini
jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah
yang normal.
 Kolesistitis Akut, Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ
tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan tiga faktor yaitu: a) inflamasi mekanik yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi menyebabkan iskemia mukosa dan
dinding kandung empedu, b) inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri yang
memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut.
Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka memiliki kriteria berikut.
1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric durasi > 8-12 jam.
2. Nyeri tekan/ teraba massa di kuadran kanan atas.
3. Peningkatan suhu (> 37.50C) dan / atau leukositosis (> 10x109 / L).
4. Bukti kolesistitis akut pada ultrasonografi.
 Koledokolitiasis dan Kolangitis, Batu kandung empedu dapat bermigrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga
terbentuk dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Gambaran klinis koledokolitiasis
didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruksif, kolangitis dan pankreatitis. Tujuh puluh empat
pasien dengan koledokolitiasis simtomatik memperlihatkan bahwa nyeri dan ikterus merupakan
gejala utama.2
 Hidrops Vesica Fellea, merupakan suatu keadaan pembesaran kandung empedu yang diisi oleh
transudate yang jernih. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus yang
berkepanjangan, biasanya akibat batu. Penatalaksanaan antibiotic spectrum luas dan
kolesistektomi
 Pankreatitis batu empedu, yang terjadi akibat batu yang menimbulkan obtruksi transien atau
persisten di papilla vateri. Batu empedu yang terjepit pada ampula vateri/ sfingter oddi atau dapat
mengakibatkan pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam saluran pancreas.
 Sirosis bilier sekunder, kelainan pada hati yang ditandai dengan obstruksi saluran empedu
dengan atau tanpa infeksi, melibatkan inflamasi perportal dengan fibrosis yang perogresif,
kerusakan sel parenkim dan degenerasi nodular, atau sirosis hati akibat obstruksi bilier kronik. 8,9

Diagnosis
Gejala yang dikeluhkan penderita umumnya berupa nyeri pada perut kanan bagian atas yang
menetap lebih dari 6 jam dan sering menjalar sampai belikat kanan. Penderita kadang mengalami demam,
mual, dan muntah. Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih
terlokalisasi hanya pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan dokter dapat ditemukan demam, takikardia
(denyut nadi cepat), dan nyeri tekan pada perut kanan atas. Saat dokter meminta penderita menarik napas
dalam, sambil meraba daerah bawah iga kanannya (subcosta kanan). Penderita kolesistitis umumnya
menunjukkan Murphy's sign positif, di mana gerakan tangan dokter pada kondisi di atas menimbulkan
rasa sakit dan sulit bernapas. Dari pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan peningkatan jumlah sel
darah putih (leukositosis) dan peningkatan enzim-enzim hati (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan
bilirubin); namun hasil-hasil pemeriksaan ini tidak dapat memastikan diagnosis. Diagnosis umumnya
dipastikan dengan pemeriksaan radiologi. Umumnya dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen atau
USG. Foto polos hanya dapat memastikan ada atau tidaknya batu. Sedangkan USG, selain dapat
memastikan ada tidaknya batu, juga dapat menilai ketebalan dinding empedu dan cairan peradangan di
sekitar empedu. ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan untuk
melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu apabila memungkinkan. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai
kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.1-6,12

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian


serum transminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah berat disertai suhu tinggi dan
menggigilserta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu
dipertimbangkan.(1)
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15%
pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung
kalsium cukup banyak. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bemtuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran
empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-05%. Skintigrafi saluran empedu
radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG.
Terlihat gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung yang menyokong kolesistitis akut.
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik
yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. (1)
I. Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas untuk klinisis
kolesistitis. Gambaran kolesistitis akut dapat dibagi dalam tanda primer dan tanda sekunder.
Tanda-tanda primer berupa batu kandung mepedu. Tanda sekunder berupa penebalan fokal
kandung empedu, dinding kandung empedu menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain, lapisan senolusen didalam dinding kandung
empedu dan distensi kandung empedu.(10)

Gambar 3. USG Kolelitiasis

2. CT-Scan
Metode ini juga menunjukan batu dalam duktus koledokus (anak panah panjang)
menimbulkan pembengkakan dinding kandung empedu sebagai bagian dari inflamasi
akut (kolesistitis anak panah pendek). Ketebalan dinding kandung empedu melebihi nilai
normal 1-2 mm.
Gambar 5. CT scan abdomen, batu dalam duktus koledokus, menimbulkan
pembengkakan dinding kandung empedu sebagai bagian dari inflamasi akut. (13)
3. MRI
MRI dapat membantu dalam mendeteksi batu di leher kandung empedu dan
duktus sistikus dan kelainan dinding kandung empedu yang terkait. Pada kasus
kolesistitis empedu menunjukkan peningkatan intensitas sinyal dan penebalan >4 mm.

b
Gambar 6. A.Tampak gambaran adanya batu dalam kandung empedu.B. tampak jelas
peningkatan dinding kandung empedu yang tampak menebal.(18)

4. Foto Polos Abdomen


Radiografi konvensional terbatas dalam memperlihatkan gambaran penyakit kandung
empedu karena hanya 15-20% batu empedu yang terlihat pada foto polos abdomen dan
sedikit informasi tentang komplikasi penyakit kandung empedu.

Gambar 7. Tampak gambaran batu pada retroperitoneal. (19)

Penatalaksanaan
Untuk kasus kolesistitis akut, tindakan umum yang dapat dilakukan adalah tirah baring,
pemberian cairan intravena dan nutrisi parentral untuk mencukupi kebutuhan cairan dan kalori, diet
ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan dan terapi
simtomatik lainnya, yang terutama untuk tatalaksana nutrisi adalah turunkan aktivitas kandung empedu,
puasa bila perlu, asupan lemak dibatasi (20% total kalori). 10
 Antibiotik pula diberikan untuk mengobati septikemia serta mencegah peritonitis dan empiema.
Antibiotik pada fase awal adalah sangat penting untuk mencegah komplikasi Mikroorganisme
yang sering ditemukan adalah Eschteria coli, Stretococcus faecalis, dan Klebsiella, sering dalam
kombinasi. Dapat juga ditemukan kuman anaerob seperti Bacteriodes dan Clostridia.Antibiotik
yang dapat dipilih adalah misalnya dari golongan sefalosporin, metronidazol, ampisilin sulbaktam
dan ureidopenisilin.
 Terapi medikamentosa lainnya,
o Ranitidin dengan komposisi ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50
mg/ml injeksi. Indikasi pemberian ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap
simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis
ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Pengobatan dengan
ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita
hamil.
o Buscopan (analgetik /anti nyeri) dengan komposisi hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet,
20 mg/ml injeksi Indikasi gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih
wanita. Kontraindikasi Glaukoma hipertrofiprostat.
o Buscopan Plus dengan komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,.
Indikasi nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran
uriner, bilier, dan organ genital wanita.
o NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan
osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 %
berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi
dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.
 Terapi definitif kolestisistitis akut adalah kolesistektomi dan sebaiknya dilakukan kolesistektomi
secepatnya yaitu dalam waktu 2-3 hari (dalam 7 hari sejak onset gejala) atau ditunggu 6-10
minggu selepas diterapi dengan pengobatan karena akan mengurangi waktu pengobatan di rumah
sakit10-12
 Sebagian dokter memilih terapi operatif dini untuk menghindari timbulnya gangren atau
komplikasi kegagalan terapi konservatif. Beberapa dokter bedah lebih menyukai menunggu dan
mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan
tindakan bedah bila kondisi pasien benar-benar stabil, dengan dasar pemikiran bahwa aspek
teknik kolesistektomi akan lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi
operatif lanjut ini merupakan pilihan yang terbaik karena operasi dini akan menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi akan menjadi lebih sulit karena
proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan gambaran anatomi. Namun, jika
berlakunya kasus emergensi atau ada komplikasi seperti empiema atau dicurigai adanya perforasi,
sebaiknya lansung dilakukan kolesistektomi.12
o Pembedahan Cholesistektomy Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas
indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan
tindakan konservatif .
o Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy
a. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
b. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
c. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan
pada post operasi.
o Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
a. Posisi semi Fowler
b. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
c. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri:Teknik Relaksasi dan
Distraksi
 Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme
lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari
kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein
dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah
yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi /
teh.

Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal,
fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolisistitis rekuren. Kadang-
kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi ganggren, empyema dan perforasi kandung
empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Tetapi hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotic
yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai
prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul pasca kompliakasi pasca bedah. 2
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kolisistitis adalah radang di kandung empedu yang dapat disebabkan oleh adanya batu empedu
pada duktus cysticus dan dapat berada dalam kandung empedu, kolisistitis akut ini biasanya nyeri yang
tiba-tiba dengan adanya gejala seperti dyspepsia serta adanya icterus yang tidak disadari. Untuk
mendiagnosis kolisistiti dapat dilihat gejala klinis serta meliahat beberapa faktor atau yang disebut 4F
female, fourthy, fertile, fat dan ditambah dengan pemeriksaan penunjang yaitu dengan USG yang dapat
dilihat adanya koleliatiasis atau batu empedu pada saluran dan kandung empedu ataupun ada gambaran
pelebaran CBD (common bile duct) dan pada pemeriksaan fisik murphy sign (+). Penyakit batu empedu
salah satunya adalah kolisistitis, ada juga pankreatitis aku, hydrops vesica fellea, kolangitis, dan icterus
obstruktif. Semuannya ini terjadi karena adanya batu empedu yang membuat sumbatan pada kandung dan
saluran empedu yang mana berakibat pada organ sekitar dan khususnya dalam proses pencernaan atau
absorbs lemak akna tertanggu dikarena cairan empedu tidak dapat masuk ke dalam duodenum. Untuk
penatalaksanaan, secara nutrisi yaitu turunkan aktivitas empedu dengan kurangi asupan lemak, puasa bila
perlu, pemberian kalori dan cairan yang cukup, serta dapat diberikan antibiotic sefalosporin untuk
mencegah terjadinya sepsis dan peritonitis, dan untuk terapi opertif dapat dilakukan kolesistektomi
laparoskopik, jika pada saluran dapat memakai ERCP (Endoscopy retograd cholangiopancretography)
untuk mendianosis sekaligus teraupetik.
Daftar Pustaka
1. Firmansyah MA. Diagnosis dan tata laksana kolesistitis akalkulus akut. Edisi 2015. Diunduh
www.researchgate.net/publication.com: 9 Juni 2018
2. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p.
3. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-8.
4. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.
5. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s basic anatomy. Singapore: Elsvier; 2012: p.
6. Kereh DS, Lampus H, Sapan HB, at all. Hubungan antara jenis batu dan perubahan mukosa kandung
empedu pada pasien batu kandung empedu. Departemen ilmu bedah FK unsrat. JMB (jurnal
biomedik) 2015; 7(3): 41-47
7. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-4.
8. Sari P. Kolesistitis dan kolelitiasis. Edisi 2017. Diunduh https://kupdf.com/download/bab-i-iii-
kolesistitis-dan-kolelitiasis: 9 Juni 2018
9. Heuman DM, Katz J. Cholelithiasis. Edisi 2013. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com: 9
Juni 2018
10. Moory,Mary Courney.1997.Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi.Jakarta : EGC
11. Sarr MG, Cameron JL. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of Surgery, edisis ke-
2.Jakarta: EGC, 1996. 121-123
12. Wilson E, Gurusamy K, Gluud C, Davidson BR. Cost-utility and value of information analysis of
early versus delayed laparoscopic cholecystectomy for acute cholecystitis. Br J Surg.
2010;97(2):210-9.

Anda mungkin juga menyukai