Peritonitis
Pembimbing :
dr. Bambang Yudhadi Soeprapto, Sp.B, Sp.KP
Disusun Oleh :
Fazar Halim
112018169
Disusun oleh:
Fazar Halim
112018169
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Bambang Yudhadi Soeprapto, Sp.B, Sp.KP
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Peritonitis”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik
di Stase Ilmu Bedah. Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan
penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. Bambang Yudhadi Soeprapto,
Sp.B, Sp.KP selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar
dalam Kepaniteraan Klinik. Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU
Dr. Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran
karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Penulis
Nama Penilai
Paraf/Stempel
mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot
dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air
besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.2
Epidemiologi
Hasil survey pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis di sebagian besar
wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di indonesia, jumlah pasien yang
menderita penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di
indonesia atau sekitar 179.000 orang (Depkes, RI 2008). Hasil survey Jawa
Tengah tahun 2009, jumlah kasus peritonitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177
diantaranya menyebabkan kematian. Jumlah penderita Peritonitis tertinggi ada di
kota semarang,yakni 970 orang (Dinkes Jateng,2009). Bedasarkan hasil survey
data di rumah sakit Roemani semarang yang dilakukan pada bulan januari
sampai bulan april 2012 terdapat 5 pasien peritonitis, dari kelima pasien tersebut
dilakukan operasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bagian Rekam
Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang, pada periode 01 Januari 2013–31
Desember 2013 terdapat 144 kasus peritonitis yang dirawat inap. Kasus
peritonitis yang didata berasal dari bagian Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
1. Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran
secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan dan
disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari kelainan
organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum. Kasus SBP
disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram negatif
( E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri gram positif
( streptococcus pneumonia, staphylococcus). Peritonitis primer dibedakan
menjadi:
*Spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya
kuman tuberkulosa.
* Non- spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non
spesifik, misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal
tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel
organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi.3,4,5 Disebabkan oleh infeksi akut dari organ
intraperitoneal seperti:
Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien,
kehamilan extra tuba yang pecah
Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah,
ruptur buli dan ginjal.
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
3. Peritonitis tersier
Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise.
Organisme penyebab biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu
coagulase negative Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan
candida, mycobacteri dan fungus. Gambarannya adalah dengan
ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya terjadi abses, phlegmon,
dengan atau tanpa fistula. Pengobatan diberikan dengan antibiotika IV atau
ke dalam peritoneum, yang pemberiannya ditentukan berdasarkan tipe
kuman yang didapat pada tes laboratorium. Juga bisa pada Peritonitis yang
mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan
operasi sebelumnya.2,3
Patofisiologi
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air
yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi
masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri
kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans
muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.4,7
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang
mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan
hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan
di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung,
empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi
bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu
menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam
yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
kemudian terjadi peritonitis bakteria.2,3
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan
obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau
ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya
mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.2,5
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila
mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang
timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang
bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia
onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian
atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera
sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian
bawah seperti kolon, mula-mula tidak tidak terjadi gejala karena
mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24
jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.2,4,8
Jenis Peritonitis
Peritonitis Aseptik.
Peritonitis bilier
2. kolesistitis akut
3. trauma
4. idiopatik
1. Cairan pankreas
3. Urine
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan
bilier dimana dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion.
Peritonitis mekonium berkembang lambat di kehidupan intra uteri atau
di periode perinatal saat mekonium memasuki rongga peritoneum
melalui perforasi inestinal.
Peritonitis TB
Gejala klinis
Demam, Temperatur lebih dari 380 C, pada kondisi sepsis berat dapat
hipotermia
Mual dan muntah, Timbul akibat adanya kelainan patologis organ viseral
atau akibat iritasi peritoneum
Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok.
Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar
bising usus
Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun
involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
Diagnosis
Pemeriksaan
Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah,
denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum
melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,
syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.1
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya
tidak baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan
sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena
dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang
disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak
dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara
progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan
produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir
dengan keadaan syok sepsis.9
Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan
gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase.
Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang
atau distended. 1,2
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan
viseral yang sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah
yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari
abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding
antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan
defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang
mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah
proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan3,5 Pada saat pemeriksaan penderita
peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan
defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan
menghindari gerakan atau tekanan setempat.1,5
Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,
adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi
melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan
peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi.8,9
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan
pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu
penegakan diagnosis. 1,7
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum
doglasi kurang memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu
sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis,
abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general
peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan
paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar,
sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina
menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam
perempuan. 1,2
Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh
sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.3,8
Pemeriksaan penunjang
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Laboratorium
Differential Diagnosis
Penatalaksanaa
n
Konservatif
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna
dengan :9
Memuasakan pasien
1. Pemberian oksigen adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia
dapat dimonitor oleh pulse oximetri atau BGA.4
Definitif
Pembedahan
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi
yang dikira. Tujuannya untuk :9,10
Menghilangkan kausa peritonitis
Komplikasi
1. Syok Sepsis1,10
BAB 3
PENUTUP
Prognosis
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada
peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA