Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Peminatan Kamar Bedah
Di Susun Oleh:
YETTY BAYUANA
(A11601397)
TAHUN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Ini Sebatas
Pengetahuan Dan Kemampuan Yang Dimiliki. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Asuhan
Keperawatan Perioperatif Pada Sdr A Dengan Diagnosa Medis Peritonitis Di Ruang Instalasi
Bedah Sentral Pku Muhammadiyah Gombong”
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Kami menyadari tugas kuliah ini masih jauh dari
sempurna.
Karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
sempurnanya tugas kuliah ini. Harapan penulis tugas kuliah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
A. Latar Belakang
Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu colon. Dari
kedua rongga terdapat endoterm yang merupakan enteron. Enteron di daerah abdomen
menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium. Dengan adanya kelinan pada organ-
organ rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding peritonium itu sendiri. Seperti
apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna.
Peritonitis merupakan peradangan peritonium, peradangan sering disebabkan oleh
bakteri atau infeksi jamur. Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi
bakteri. Bakteri yang virulen merupakan faktor yang mempermudah peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil, karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggualangan tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan menggali lebih dalam mengenai
peritonitis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Laporan pendahuluan pada peritonitis ?
2. Asuhan Keperawatan pada peritonitis ?
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien peritonitis
selama pre operatif, intra operatif dan post operatif
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan peritonitis
di ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) dengan melakukan proses pendekatan
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar dari peritonitis
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari peritonitis
E. Manfaat
a. Bagi Individu
Dapat membandingkan teori yang didapat di perkuliahan dengan kenyataan yang
ada di lapangan dan mendapatkan pengalaman langsung pelaksanaan praktek
dirumah sakit Di ruang IBS terkait Dengan adanya makalah seminar ini,
diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan
pada klien dengan peritonitis serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.
2. Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh. Peritoneum
terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan pertoneum viseral. Ruang
yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong
peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam peritoneum sebuah
lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak bergantung di sebelah
depan lambung (Pearce, 2009)
Omentum minor berjalan dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke bawah
kurvatura minor lambung dan di sini bercabang menyelaput lambung. Peritoneum
ini kemudian berjalan keatas dan berbelok kebelakang sebagai mesokolon ke arah
posterior abdomen dan sebagian peritoneum membentuk mesentrium usus halus.
Omentum besar dan kecil, mensenterium sebagian besar organ-organ abdomen dan
pelvis, dan membentuk perbatasan halus (Pearce, 2009).
B. Definisi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh yang terdiri dua
bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga abdominal, dan
rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada pada didalam rongga
itu (Pearce, 2009).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga
abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah peradangan
pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran
limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).
C. Tanda gejala
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2011) , tanda dan gejala dari peritonitis yaitu
syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam,
distensi abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan
vomiting
D. Patofisologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen (peningkatan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan
adhesi berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan
tubuh tetapi sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins. Matrin fibrin
tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh. (Muttaqin, 2001).
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri
peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek sistemik
defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan
kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis
yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen
potensi abses ke lingkungan yang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi
agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses
ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum yaitu
fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit
viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan
meningkatkan angka kematian. Studi terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di
organ lain (pneumonea, spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan
pembentukan abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Faktor – faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis sehingga
Sinergi antara bakteri dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam
merusak pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B fagilis dan
bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi bakteri secara signifikasi
terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan sebelah organ viseral.
Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits. Sekitar setengah dari pasien
sekunder abses kompleks fibrinosa dan organisasi dari bahan abses. Pembentukan abses
terjadi paling sering didaerah subhepatik dan panggul, tetapi mungkin juga terjadi
didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan puteran usus kecil, serta
tetapi dapat menetap sebagai pita- pita fibrinosa. Bila bahan yang menginfeksi terbesar
luas pada perrmukaan peritoneum, maka aktivitas motolitas usus menurun dan
dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat
dan agresif, maka akan menyebabkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator misal
interleukin, dari kegagalan organ. Oleh karena tubuh mencoba untuk mengompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas pembuluh darah kapiler organ- organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen – lumen
usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk
adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di
rongga peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen,
membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin,
2011).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
1. lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi lekopenia.
2. Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
1. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
2. Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan gambaran
ileus obstruksi
3. Penebalan dinding usus akibat edema
4. Tampak gambaran udara bebas
5. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu dikoreksi
cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT
scan, dan MRI.
Diagnosis Peritoneal Lavage (DPL)
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan cedera intra abdomen
setelah trauma tumpul yang disertai dengan kondisi: Hilangnya kesadaran, intoksikasi
alkohol, perubahan sensori, misalnya pada cedera medula spinalis, cedera pada costae
atau processus transversus vertebra. Tehnik ini adalah suatu tindakan melakukan bilasan
rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis sampai 1.000 ml melalui
kanul, setelah sebelumnya pada pengisapan tidak ditemukan darah atau cairan.
Pada DPL dilakukan analisis cairan kualitatif dan kuantitatif, hal-hal yang perlu dianalisis
antara lain: kadar pH, glukosa, protein, LDH, hitung sel, gram stain, serta kultur kuman
aerob dan anaerob. Pada peritonitis bakterialis, cairan peritonealnya menunjukkan kadar
pH ≤ 7 dan glukosa kurang dari 50 mg/dL dengan kadar protein dan LDH yang
meningkat. Tehnik ini dikontraindikasikan pada kehamilan, obesitas, koagulopati dan
hematom yang signifikan dengan dinding abdomen
F. Therapi
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan
medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
1. mengkontrol sumber infeksi
2. mengeliminasi bakteri dan toksin
3. mempertahankan fungsi sistem organ
4. mengontrol proses inflamasi
Terapi terbagi menjadi:
1. Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian cairan
intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan metabolik,
pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi respiratorik
atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
2. Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.
3. Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,
misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen
Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian suplemen,
antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan C,
Zinc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.
TERAPI ANTIBIOTIK Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian
antibiotik terutama adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik
sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama
pada pasien dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama
pemberian terapi biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan ke-
dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi, namun
lebih berguna pada infeksi akut. Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian
imipenem, piperacilin/tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.
INTERVENSI NON-OPERATIF Dapat dilakukan drainase percutaneus abses
abdominal dan ekstraperitoneal. Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan
sampai proses akut dan sepsis telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan
secara elektif. Hal-hal yang menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini
antara lain fistula enteris, keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-
operatif ini umumnya berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan
perforasi usus (misalnya apendisitis, divertikulitis). Teknik ini merupakan terapi
tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui drainase percutaneus dan tidak ada
gangguan patologis dari organ intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka
drainase perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi utama.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.
TERAPI OPERATIF Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan
dengan dua cara, pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.
PROGNOSA Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan
terapi. Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis
general.
G. Fokus Pengkajian
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. inspeksi
a. pasien tampak dalam mimik menderita
b. tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
c. lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan
d. pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak karena
dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan peritoneum.
e. Distensi perut
2. palpasi : nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3. auskultasi : suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
a. nyeri ketok positif
b. hipertimpani akibat dari perut yang kembung
c. redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara akan
mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi perubahan suara redup
menjadi timpani Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus
muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.
H. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang:
NOC
a. Pain level
b. Pain kontrol
c. Comfort level Kriteria hasil:
d. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri)
e. Frekuensi nyeri
f. Tanda nyeri
g. Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi karateristik, durasi, frekuensi,
kualitas).
NOC
Kriteria Hasil
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Postur tubuh, ekspresi wajah dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan
c. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
NIC:
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Berikan informasi aktual tentang diagnosis dan tindakan prognosis.
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Identifikasi tingkat kecemasan
e. Dorong pasien untuk mengungkapkan kecemasan dan ketakutan persepsi.
f. Jelaskan semua prosedur yang akan dijalani
5. Penurunan perfusi cerebral berhubungan dengan suplai darah ke otak menurun.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral kembali efektif.
NOC
a. Circulation status
b. Tissue prefussion: cerebral
Kriteria Hasil
a. Tidak ada tanda peningkatan TIK
b. Tekanan darah dalam batas normal
c. Menunjukkan fungsi sensori motor cranial yang utuh
NIC:
Peripheral sensation management
a. Batasi gerakan kepala, leher, dan punggung
b. Monitor kemampuan BAB
c. Monitor adanya perubahan status mental, kesadaran dan tanda vital
d. Kolaborasi pemberian analgetik.
A. INSTRUMENT
JUMLAH ALAT
NO NAMA ALAT
SEBELUM SESUDAH
1 Scapel 3 1 1
Scapel 4 1 1
Nald voulder 3 3
- Panjang : 2
- Sedang : 1
Pinset anatomis 2 2
- Panjang : 1
- Pendek : 1
Pinset cirurgis 2 2
- Panjang : 1
- Pendek : 1
Gunting jaringan 3 3
- Besar : 1
- Sedang : 1
- Kecil : 1
Gunting benang 1 1
Klem arteri 12 12
- Besar : 6
- Kecil : 6
Klem panjang 1 1
Klem usus bengkok 2 2
Duk klem 5 5
Klem usus lurus 2 2
Koker bengkok 2 2
Koker lurus 2 2
Koter 2 2
Hak panjang/pacul 2 2
Hak pacul pendek 1 1
Kanul saction 2 2
Bengkok 2 2
Kom 2 2
Korentang 1 1
Kasa steril
Selang kanul saction 1 1
( ) () ()
NO TINDAKAN ALAT
1 Desinfeksi (povidion iodion, Kom kecil, betadin, bengkok, kasa
alcohol 70%) steril, korentang
2 Dreping Duk steril, duk klem
3 Persiapan dan pemasangan Selang suction dan couter
couter
4 Cek respon nyeri Pinset cirurgis
5 Insisi area operasi (abdomen) Scapel + bisturi no. 22, klem arteri,
secara vertical kassa steril, pinset cirurgis
6 Insisi area lapisan sepalut Kocher, gunting jaringan, hak
rongga abdomen (peritonium) langen besar
secara vertical
7 Mengabmil cairan yang ada Klem usus halus ,suction
dirongga perut dan mengecek
ada perdarahan atau masalah
dalam saluran pencernaan
8 Membilas rongga abdomen Bengkok dan Suction
dengan NaCl hangat
9 Memasang selang drainase Selang drainase no. 16,
no. 16
10 Heacting peritoneum Naldvoulder, jarum + benang
optime 1/0 tepper, optime 2/0,
pinset cirurgis, klem arteri dan
kassa steril
11 Percucian Bengkok, NaCl, kassa, dan suction
12 Heacting jaringan fasia Naldvoulder, jarum + benang
optime 1/0 tepper, pinset cirurgis,
klem arteri dan kassa steril
13 Heacting jaringan subkutis Naldvoulder, jarum + benang
optime 2/0 cutting, pinset cirurgis,
klem arteri dan kassa steril
14 Heacting jaringan kutis Naldvoulder, jarum + benang
optime 2/0 cutting, pinset cirurgis,
kassa steril
15 Pembersihan area operasi Betadin dan NaCl
12 Dressing (menutup luka) Kasa kering 4, hipavic
Minggu, 24 November 2019
Praktikan
(Yetty Bayuana)
Mengetahui,
Pendidik Akademik Pendidik Klinik
FORMAT
ASKEP PERIOPERATIF DI KAMAR BEDAH
I. PENGKAJIAN
Hari : Minggu
Tanggal : 24 November 2019
Tempat : Kamar Bedah RS pku muh gombong
Jam : 09.50 WIB
Metode : Observasi dan wawancara
Sumber : Pasien
Oleh : Yetty Bayuana
A. Identitas pasien
Nama : Sdr A
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : buayan
Pekerjaan :-
Status : Pelajar
Diagnosa : Peritonitis
No. RM : 233540
Tgl. Masuk : 24 November 2019
B. Penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 38 tahun
Alamat : buayan
Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung
C. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama :
Nyeri perut sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat penyakit sekarang :
Mual muntah berwarna kehitaman, demam sejak 10 hari sebelum
masuk ke rumah sakit, nafsu makan menurun, gelisah, rewel,
BAK/BAB dbn, dan nyeri perut memberat sejak sore hari.
3. Riwayat Dahulu :-
4. Riwayat Penyakit Keluarga : -
E. Keadaan umum
Suhu : 38 ˚C
Nadi : 115 x/menit
TD : 95/46 mmHg
RR : 40 x/menit
BB : 42 Kg
TB : 153 cm
F. Pemeriksaan fisik
1) KU : Sadar
2) Kesadaran : Composmentis
3) Head To Toe :
a) Kepala
Kaji rambut dan kulit kepala klien bersih/kotor, rambut rontok/tidak,
rambut mudah tercabut/tidak
b) Mata
Konjungtiva anemis, sklera anikterik.
c) Hidung
Tidak ada pembesaran polip.
d) Mulut
Mukosa bibir kering
e) Telinga
Kedua fungsi pendengaran klien masih berfungsi dengan baik dan
normal, tampak ada penumpukan serumen.
f) Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid,
g) Dada
Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis (-)
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Pekak
4. Auskultasi : Bunyi SI SII normal
Paru – Paru
1. Inspeksi : Tidak ada tarikan dinding dada
2. Palpasi : Pengembangan dada simetris
3. Perkusi : Sonor
4. Auskultasi : Vesikuler
h) Abdomen
1. Inspeksi : Warna kulit normal, bentuk cembung
2. Auskultasi : Peristaltik usus 20x/menit
3. Palpasi : Cubitan kulit perut kembali lambat
4. Perkusi : Abdomen hipertympani
h) Genetalia
Bersih tidak ada lesi dan terpasang DC
i) Ekstremitas
Ekstremitas bawah dan ekstremitas atas tidak ada lesi, terpasang infuse
ditangan kiri, kekuatan otot 5 4 5 5
j) Kulit : Kulit kemerahan, teraba hangat, Suhu 380 C
G. Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin
Hb : 10,2 gr%
Hematocrit : 30%
Leukosit : 21.800/𝜇𝑙
Ureum darah : 72 mg/dl
Natrium : 130,4 mmol/l
Klorida : 93,5 mmol/l
SGOT : 274 UI/L
SGPT : 245 UI/L
Waktu perdarahan (BT) : 4 menit
Waktu pembekuan (CT) : 6 menit
USG : Adanya penumpukan cairan pada rongga peritoneum.
H. Therapi
No. Nama Obat Dosis Indikasi
1 Pemberian terapi cairan 4 plabot Memenuhi kebutuhan
IVFD RL, NaCl, Dextrose 5 cairan tubuh
%
2 Injeksi ketorolac ½ ampul Menghilangkan/meredakan
nyeri
3 Injeksi ranitidine 20 mg Meredakan asam lambung
dan mengobati penyakit
saluran pencernaan
4 Injeksi PCT 250 mg Menurunkan demam
5 Injeksi ondansetron 2 mg Mengurangi mual dan
muntah
6 Injeksi ceftriaxone 500 mg Membunuh bakteri
3. Sedang pemberian
5. Tidak ada
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Daftar Pustaka