Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA SDR A DENGAN DIAGNOSA

MEDIS PERITONITIS DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL PKU


MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Peminatan Kamar Bedah

Di Susun Oleh:

YETTY BAYUANA

(A11601397)

PRODI SI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

TAHUN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA SDR A DENGAN DIAGNOSA


MEDIS PERITONITIS DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG

Telah disetujui dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Klinik 1 Pembimbing Akademik

Bambang Dadi Santoso, M.Kep.Ns


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Ini Sebatas
Pengetahuan Dan Kemampuan Yang Dimiliki. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Asuhan
Keperawatan Perioperatif Pada Sdr A Dengan Diagnosa Medis Peritonitis Di Ruang Instalasi
Bedah Sentral Pku Muhammadiyah Gombong”

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Kami menyadari tugas kuliah ini masih jauh dari
sempurna.

Karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
sempurnanya tugas kuliah ini. Harapan penulis tugas kuliah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.

Kebumen, 30 November 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu colon. Dari
kedua rongga terdapat endoterm yang merupakan enteron. Enteron di daerah abdomen
menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium. Dengan adanya kelinan pada organ-
organ rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding peritonium itu sendiri. Seperti
apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna.
Peritonitis merupakan peradangan peritonium, peradangan sering disebabkan oleh
bakteri atau infeksi jamur. Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi
bakteri. Bakteri yang virulen merupakan faktor yang mempermudah peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil, karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggualangan tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan menggali lebih dalam mengenai
peritonitis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Laporan pendahuluan pada peritonitis ?
2. Asuhan Keperawatan pada peritonitis ?
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien peritonitis
selama pre operatif, intra operatif dan post operatif
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan peritonitis
di ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) dengan melakukan proses pendekatan
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar dari peritonitis
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari peritonitis
E. Manfaat
a. Bagi Individu
Dapat membandingkan teori yang didapat di perkuliahan dengan kenyataan yang
ada di lapangan dan mendapatkan pengalaman langsung pelaksanaan praktek
dirumah sakit Di ruang IBS terkait Dengan adanya makalah seminar ini,
diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan
pada klien dengan peritonitis serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.

b. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan pada masa yang akan datang.
c. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah
sakit dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam meningkatkan
pelayanan keperawatan pada klien peritonitis
d. Bagi Perawat
Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan
selama pendidikan kedalam praktek keperawatan secara nyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1 anatomi peritonium


1. Anatomi
a. Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh yang
terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga
abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang ada didalam
rongga itu (Pearce, 2009). Peritoneum parietal yaitu bagian peritoneum yang
melapisi dinding abdomen dan peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera
(misalnya gaster dan intestinum). Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah
potensi karena organ-organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat
sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi permukaan peritoneum
sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak satu terhadap yang ain tanpa
adanya gerakan.
Organ intraperitoneal adalah abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral dan
organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran
peritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal (Pearce, 2009).
b. Mesinterium
Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum
visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah, pembuluh limfe (Pearce, 2009).
c. Omentum
Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster dan bagian
proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2 yaitu omentum
minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan curvatura minor
gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan ementum mencegah
melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal yang melapisi dinding
abdomen. Daya gerak omentum majus cukup besar dan dapat bergeser – geser
keseluruh cavitas paritonealis serta membungkus organ yang meradang seperti
appendiks vermiformitis artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan
melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi (Pearce, 2009).
d. Ligamentum Peritoneal
Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding
abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan pada
permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gatrophenicul lien yang melipatkan
balik pada hilum splenicum dan colon tranversum oleh ligamentum gastroconicum.
Plica peritonealis adalah peritoneum yang terangkat dari abdomen oleh pembuluh
darah, saluran, dan pembuluh fetal yang telah mengalami oblitersi dan resucessus
peritonealis adalah sebuah kantong peritoneal yang dibentuk oleh plica peritonealis
(Pearce, 2009).

2. Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh. Peritoneum
terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan pertoneum viseral. Ruang
yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong
peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam peritoneum sebuah
lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak bergantung di sebelah
depan lambung (Pearce, 2009)
Omentum minor berjalan dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke bawah
kurvatura minor lambung dan di sini bercabang menyelaput lambung. Peritoneum
ini kemudian berjalan keatas dan berbelok kebelakang sebagai mesokolon ke arah
posterior abdomen dan sebagian peritoneum membentuk mesentrium usus halus.
Omentum besar dan kecil, mensenterium sebagian besar organ-organ abdomen dan
pelvis, dan membentuk perbatasan halus (Pearce, 2009).

B. Definisi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh yang terdiri dua
bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga abdominal, dan
rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada pada didalam rongga
itu (Pearce, 2009).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga
abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah peradangan
pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran
limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).
C. Tanda gejala
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2011) , tanda dan gejala dari peritonitis yaitu
syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam,
distensi abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan
vomiting
D. Patofisologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen (peningkatan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan
adhesi berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan
tubuh tetapi sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins. Matrin fibrin
tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh. (Muttaqin, 2001).
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri
peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek sistemik
defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan
kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis
yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen
potensi abses ke lingkungan yang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi
agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses
ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum yaitu
fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit
viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan
meningkatkan angka kematian. Studi terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di
organ lain (pneumonea, spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan
pembentukan abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Faktor – faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis sehingga

menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini adalah pembentukan kapsul,

pembentukan fakultatif anaerob, kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat.

Sinergi antara bakteri dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam

merusak pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B fagilis dan

bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi bakteri secara signifikasi

meningkatkan perforasi dan pembentukan abses (Muttaqin, 2011).

Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan cairan yang

terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan sebelah organ viseral.

Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits. Sekitar setengah dari pasien

mengembangkan abses sederhan, sedangkan separuh pasien yang lain mengembangkan

sekunder abses kompleks fibrinosa dan organisasi dari bahan abses. Pembentukan abses

terjadi paling sering didaerah subhepatik dan panggul, tetapi mungkin juga terjadi
didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan puteran usus kecil, serta

mesenterium (Muttaqin, 2011).

Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu

permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang pula,

tetapi dapat menetap sebagai pita- pita fibrinosa. Bila bahan yang menginfeksi terbesar

luas pada perrmukaan peritoneum, maka aktivitas motolitas usus menurun dan

meningkatkan resiko ileus peristaltik (Muttaqin, 2011).

Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler

dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat

dan agresif, maka akan menyebabkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator misal

interleukin, dari kegagalan organ. Oleh karena tubuh mencoba untuk mengompensasi

dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut

menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan

segera terjadi badikardi begitu terjadi syok hipovolamik (Muttaqin, 2011).

Organ – organ di dalam vakum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas pembuluh darah kapiler organ- organ

tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen – lumen

usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk

jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemik bertambah dengan

adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di

rongga peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen,

membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin,

2011).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
1. lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi lekopenia.
2. Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
1. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
2. Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan gambaran
ileus obstruksi
3. Penebalan dinding usus akibat edema
4. Tampak gambaran udara bebas
5. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu dikoreksi
cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT
scan, dan MRI.
Diagnosis Peritoneal Lavage (DPL)
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan cedera intra abdomen
setelah trauma tumpul yang disertai dengan kondisi: Hilangnya kesadaran, intoksikasi
alkohol, perubahan sensori, misalnya pada cedera medula spinalis, cedera pada costae
atau processus transversus vertebra. Tehnik ini adalah suatu tindakan melakukan bilasan
rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis sampai 1.000 ml melalui
kanul, setelah sebelumnya pada pengisapan tidak ditemukan darah atau cairan.
Pada DPL dilakukan analisis cairan kualitatif dan kuantitatif, hal-hal yang perlu dianalisis
antara lain: kadar pH, glukosa, protein, LDH, hitung sel, gram stain, serta kultur kuman
aerob dan anaerob. Pada peritonitis bakterialis, cairan peritonealnya menunjukkan kadar
pH ≤ 7 dan glukosa kurang dari 50 mg/dL dengan kadar protein dan LDH yang
meningkat. Tehnik ini dikontraindikasikan pada kehamilan, obesitas, koagulopati dan
hematom yang signifikan dengan dinding abdomen
F. Therapi
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan
medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
1. mengkontrol sumber infeksi
2. mengeliminasi bakteri dan toksin
3. mempertahankan fungsi sistem organ
4. mengontrol proses inflamasi
Terapi terbagi menjadi:
1. Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian cairan
intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan metabolik,
pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi respiratorik
atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
2. Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.
3. Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,
misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen
Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian suplemen,
antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan C,
Zinc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.
TERAPI ANTIBIOTIK Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian
antibiotik terutama adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik
sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama
pada pasien dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama
pemberian terapi biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan ke-
dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi, namun
lebih berguna pada infeksi akut. Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian
imipenem, piperacilin/tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.
INTERVENSI NON-OPERATIF Dapat dilakukan drainase percutaneus abses
abdominal dan ekstraperitoneal. Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan
sampai proses akut dan sepsis telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan
secara elektif. Hal-hal yang menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini
antara lain fistula enteris, keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-
operatif ini umumnya berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan
perforasi usus (misalnya apendisitis, divertikulitis). Teknik ini merupakan terapi
tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui drainase percutaneus dan tidak ada
gangguan patologis dari organ intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka
drainase perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi utama.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.
TERAPI OPERATIF Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan
dengan dua cara, pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.
PROGNOSA Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan
terapi. Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis
general.
G. Fokus Pengkajian
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. inspeksi
a. pasien tampak dalam mimik menderita
b. tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
c. lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan
d. pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak karena
dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan peritoneum.
e. Distensi perut
2. palpasi : nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3. auskultasi : suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
a. nyeri ketok positif
b. hipertimpani akibat dari perut yang kembung
c. redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara akan
mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi perubahan suara redup
menjadi timpani Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus
muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.

H. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang:
NOC
a. Pain level
b. Pain kontrol
c. Comfort level Kriteria hasil:
d. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri)
e. Frekuensi nyeri
f. Tanda nyeri
g. Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi karateristik, durasi, frekuensi,

kualitas).

b. Monitor perubahan tanda vital

c. Observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan.

d. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri.

e. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (ex. Relaksasi, terapi musik,

masase, dan lain-lain).

f. Berikan analgesik sesuai anjuran.

g. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi tidak adekuat.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

NOC

a. Nutritional Status: food and fluid intake

b. Nutritional Status: nutriet intake


c. Weight control
Kriteria Hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
b. Berat badan sesuai dengan tinggi badan
c. Tidak ada tanda malnutrisi
NIC:
Nutritional Management:
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan.
c. Berikan makanan yang terpilih.
d. Monitor jumlah nutrisi Nutritional Monitoring:
e. Monitor adanya penurunan berat badan
f. Monitor turgor kulit dan perubahan pigmentasi
g. Monitor mual muntah
h. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
i. Monitor kalori dan intake nutrisi.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan batuk efektif
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan
nafas kembali efektif.
NOC
a. Respiratory status: ventilation

b. Respiratory status: airway patency

c. Aspiration kontrol Kriteria Hasil:


d. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih.

e. Menunjukkan jalan nafas yang paten.

f. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat


jalan nafas.
NIC:
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
c. Lakukan fisioterpi dada bila perlu.
d. Auskultasi suara paru dan catat bunyi nafas tambahan.
e. Berikan bronkodilator bila perlu
f. Monitor respirasi dan status O2.

4. Cemas berhubungan dengan proses penyakit.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan pasien
tidak lagi cemas.
NOC
a. Anxiety Control
b. Coping
c. Impulse Control

Kriteria Hasil
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Postur tubuh, ekspresi wajah dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan
c. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
NIC:
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Berikan informasi aktual tentang diagnosis dan tindakan prognosis.
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Identifikasi tingkat kecemasan
e. Dorong pasien untuk mengungkapkan kecemasan dan ketakutan persepsi.
f. Jelaskan semua prosedur yang akan dijalani
5. Penurunan perfusi cerebral berhubungan dengan suplai darah ke otak menurun.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral kembali efektif.
NOC
a. Circulation status
b. Tissue prefussion: cerebral
Kriteria Hasil
a. Tidak ada tanda peningkatan TIK
b. Tekanan darah dalam batas normal
c. Menunjukkan fungsi sensori motor cranial yang utuh
NIC:
Peripheral sensation management
a. Batasi gerakan kepala, leher, dan punggung
b. Monitor kemampuan BAB
c. Monitor adanya perubahan status mental, kesadaran dan tanda vital
d. Kolaborasi pemberian analgetik.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasive.


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
tidak ada resiko infeksi:
NOC
a. Imune status
b. Knowledge infection control
c. Risk kontrol Kriteria hasil:
d. Tanda dan gejala infeksi tidak ada
e. Jumlah leukosit dalam batas normal
f. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
NIC:
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
a. Monitor kerentanan terhadap penyakit menular
b. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah
c. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
d. Ajarkan cara menghindari infeksi.

7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
integritas kulit baik.
NOC
a. Tissue integrity: skin and muccous membrans Kriteria hasil
b. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu mempertahankan kelembaban kulit
NIC
a. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
b. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
c. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
BAB III
TINJAUAN KASUS
FORMAT
LAPORAN PENGHITUNGAN INSTRUMENT
Nama Pasien : Sdr A
Jenis Operasi : Laparatomy
Anestesi : GA
Hari/Tgl/Jam : Minggu, 24 November 2019/ 09.50 WIB

A. INSTRUMENT
JUMLAH ALAT
NO NAMA ALAT
SEBELUM SESUDAH
1 Scapel 3 1 1
Scapel 4 1 1
Nald voulder 3 3
- Panjang : 2
- Sedang : 1
Pinset anatomis 2 2
- Panjang : 1
- Pendek : 1
Pinset cirurgis 2 2
- Panjang : 1
- Pendek : 1
Gunting jaringan 3 3
- Besar : 1
- Sedang : 1
- Kecil : 1
Gunting benang 1 1
Klem arteri 12 12
- Besar : 6
- Kecil : 6
Klem panjang 1 1
Klem usus bengkok 2 2
Duk klem 5 5
Klem usus lurus 2 2
Koker bengkok 2 2
Koker lurus 2 2
Koter 2 2
Hak panjang/pacul 2 2
Hak pacul pendek 1 1
Kanul saction 2 2
Bengkok 2 2
Kom 2 2
Korentang 1 1
Kasa steril
Selang kanul saction 1 1

Minggu, 24 November 2019


Perawat Sirkuler Perawat Scrub Operator

( ) () ()

B. PELAKSANAAN ASSISTENSI / INSTRUMEN

NO TINDAKAN ALAT
1 Desinfeksi (povidion iodion, Kom kecil, betadin, bengkok, kasa
alcohol 70%) steril, korentang
2 Dreping Duk steril, duk klem
3 Persiapan dan pemasangan Selang suction dan couter
couter
4 Cek respon nyeri Pinset cirurgis
5 Insisi area operasi (abdomen) Scapel + bisturi no. 22, klem arteri,
secara vertical kassa steril, pinset cirurgis
6 Insisi area lapisan sepalut Kocher, gunting jaringan, hak
rongga abdomen (peritonium) langen besar
secara vertical
7 Mengabmil cairan yang ada Klem usus halus ,suction
dirongga perut dan mengecek
ada perdarahan atau masalah
dalam saluran pencernaan
8 Membilas rongga abdomen Bengkok dan Suction
dengan NaCl hangat
9 Memasang selang drainase Selang drainase no. 16,
no. 16
10 Heacting peritoneum Naldvoulder, jarum + benang
optime 1/0 tepper, optime 2/0,
pinset cirurgis, klem arteri dan
kassa steril
11 Percucian Bengkok, NaCl, kassa, dan suction
12 Heacting jaringan fasia Naldvoulder, jarum + benang
optime 1/0 tepper, pinset cirurgis,
klem arteri dan kassa steril
13 Heacting jaringan subkutis Naldvoulder, jarum + benang
optime 2/0 cutting, pinset cirurgis,
klem arteri dan kassa steril
14 Heacting jaringan kutis Naldvoulder, jarum + benang
optime 2/0 cutting, pinset cirurgis,
kassa steril
15 Pembersihan area operasi Betadin dan NaCl
12 Dressing (menutup luka) Kasa kering 4, hipavic
Minggu, 24 November 2019
Praktikan

(Yetty Bayuana)
Mengetahui,
Pendidik Akademik Pendidik Klinik

(Dadi Sasonto M. Kep) ()

FORMAT
ASKEP PERIOPERATIF DI KAMAR BEDAH

I. PENGKAJIAN
Hari : Minggu
Tanggal : 24 November 2019
Tempat : Kamar Bedah RS pku muh gombong
Jam : 09.50 WIB
Metode : Observasi dan wawancara
Sumber : Pasien
Oleh : Yetty Bayuana
A. Identitas pasien
Nama : Sdr A
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : buayan
Pekerjaan :-
Status : Pelajar
Diagnosa : Peritonitis
No. RM : 233540
Tgl. Masuk : 24 November 2019
B. Penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 38 tahun
Alamat : buayan
Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung

C. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama :
Nyeri perut sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat penyakit sekarang :
Mual muntah berwarna kehitaman, demam sejak 10 hari sebelum
masuk ke rumah sakit, nafsu makan menurun, gelisah, rewel,
BAK/BAB dbn, dan nyeri perut memberat sejak sore hari.
3. Riwayat Dahulu :-
4. Riwayat Penyakit Keluarga : -

D. Pola fungsional menurut V H


1. Keb. Bernafas dengan Normal
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien bernafas normal dan tidak
mengalami sesak nafas ataupun sulit dalam bernafas. Ketika sakit
pasien mengalami sesak nafas dengan RR mencapai 40 x/menit.
2. Keb. Nutrisi
Keluarga mengatakan pasien sebelum sakit kebutuhan nutrisi seperti
makan, minum ataupun asupan nutrisi yang lainnya tercukupi. Namun
ketika sakit asupan nutrisi pasien menurun karena nafsu makan pasien
menurun. Pasien mengalami mual dan muntah ketika ada asupan yang
masuk kedalam lambung.
3. Keb Eliminasi
Keluarga mengatakan kebutuhan eliminasi pasien sebelum sakit tidak
ada gangguan baik BAK atau BAB. Ketika sakit pasien mengeluh
nyeri perut dan BAK/BAB masih dalam batas normal.
4. Keb.Gerak dan kesetimbangan tubuh
Keluarga mengatakan sebelum akit pasien mampu bergerak gan
beraktivitas seperti anak kecil pada umumnya. Ketika pasien sakit,
pasien hanya tiduran saja dan tidak mampu beraktivitas.
5. Keb. Istirahat dan Tidur
Keluarga mengatakan pseien sebelum sakit tidak ada gangguan dalam
pola istirahat dan tidurnya. Namun ketika pasien sakit, pasien tidak
mau tidur karena mengeluh nyeri pada perutnya.
6. Keb Berpakaian
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien mampu berpakaian
sendiri. Ketika sakit pasien tidak bisa memakai pakaiannya sendiri dan
dibantu oleh keluarga.
7. Keb. Mempertahankan Suhu Tubuh dan Temperature
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien jika merasa panas
pasien menggunakan baju yang tipis, dan ketika dingin pasien
menggunakan baju yang tebal. Ketika sakit pasien mengalami demam
dan keluarga memberikan pertolongan pertama dengan memberikan
kompres hangat namun deman tidak kunjung turun.
8. Keb. Personal Hygine
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien mandi 2 kali dan menyikat
gigi sesesai mandi dan ketika mau tidur malam. Ketika pasien sakit,
pasien tidak mau mandi dan meyikat gigi dan pasien menjadi rewel.
9. Keb. Rasa Aman dan Nyaman
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien merasa aman dan
nyaman ketika bersama keluarga. Ketika sakit pasien merasa tidak
aman dan nyaman dengan lingkungan yang ada dirumah sakit dan
menangis ketika akan diberikan terapi obat oleh perawat.
10. Keb.Komunikasi dengan Orang Lain
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien mampu berkomunikasi
dengan keluarga, teman-teman, dan orang lainnya. Ketika sakit pasien
tidak mau berkomunikasi namun pasien hanya menangis dan menjadi
rewel.
11. Keb. Spiritual
Keluarga mengatakan pasien setiap sore selalu mengaji di tempat TPQ
di desanya. Namun ketika pasien sakit, pasien tidak bisa mengaji.
12. Keb. Bekerja
Keluarga pasien mengatakan pasien ketika dirumah selalu membantu
ibunya. Namun ketika sakit, pasien tidak bisa membantu ibunya.
13. Keb. Rekreasi
Keluarga psaien mengatakan pasien biasanya menonton televise dan
bermain dengan handphone milik ibunya. Ketika sakit pasien hanya
tiduran saja.
14. Keb. Belajar
Keluarga pasien mengatakan pasien selalu belajar dan suka dengan
mata pelajaran matematika dan ketika sakit pasien tidak belajar.

E. Keadaan umum
 Suhu : 38 ˚C
 Nadi : 115 x/menit
 TD : 95/46 mmHg
 RR : 40 x/menit
 BB : 42 Kg
 TB : 153 cm
F. Pemeriksaan fisik
1) KU : Sadar
2) Kesadaran : Composmentis
3) Head To Toe :
a) Kepala
Kaji rambut dan kulit kepala klien bersih/kotor, rambut rontok/tidak,
rambut mudah tercabut/tidak
b) Mata
Konjungtiva anemis, sklera anikterik.
c) Hidung
Tidak ada pembesaran polip.
d) Mulut
Mukosa bibir kering
e) Telinga
Kedua fungsi pendengaran klien masih berfungsi dengan baik dan
normal, tampak ada penumpukan serumen.
f) Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid,
g) Dada
Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis (-)
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Pekak
4. Auskultasi : Bunyi SI SII normal
Paru – Paru
1. Inspeksi : Tidak ada tarikan dinding dada
2. Palpasi : Pengembangan dada simetris
3. Perkusi : Sonor
4. Auskultasi : Vesikuler
h) Abdomen
1. Inspeksi : Warna kulit normal, bentuk cembung
2. Auskultasi : Peristaltik usus 20x/menit
3. Palpasi : Cubitan kulit perut kembali lambat
4. Perkusi : Abdomen hipertympani

h) Genetalia
Bersih tidak ada lesi dan terpasang DC
i) Ekstremitas
Ekstremitas bawah dan ekstremitas atas tidak ada lesi, terpasang infuse
ditangan kiri, kekuatan otot 5 4 5 5
j) Kulit : Kulit kemerahan, teraba hangat, Suhu 380 C
G. Pemeriksaan penunjang
 Darah Rutin
Hb : 10,2 gr%
Hematocrit : 30%
Leukosit : 21.800/𝜇𝑙
Ureum darah : 72 mg/dl
Natrium : 130,4 mmol/l
Klorida : 93,5 mmol/l
SGOT : 274 UI/L
SGPT : 245 UI/L
Waktu perdarahan (BT) : 4 menit
Waktu pembekuan (CT) : 6 menit
 USG : Adanya penumpukan cairan pada rongga peritoneum.
H. Therapi
No. Nama Obat Dosis Indikasi
1 Pemberian terapi cairan 4 plabot Memenuhi kebutuhan
IVFD RL, NaCl, Dextrose 5 cairan tubuh
%
2 Injeksi ketorolac ½ ampul Menghilangkan/meredakan
nyeri
3 Injeksi ranitidine 20 mg Meredakan asam lambung
dan mengobati penyakit
saluran pencernaan
4 Injeksi PCT 250 mg Menurunkan demam
5 Injeksi ondansetron 2 mg Mengurangi mual dan
muntah
6 Injeksi ceftriaxone 500 mg Membunuh bakteri

I. ASKEP PRE OPERASI


a. Data Fokus
Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut sejak 4 hari sebelum masuk ke
rumah sakit dan nyeri bertambah berat. Nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 8. Pasien terlihat menangis dan merintih
kesakitan. Pasien terlihat ketakutan dan gelisah. Hasil pengkajian
didapatkan : TD : 95/46 mmHg, nadi : 115 x/menit, RR : 40 x/menit dan
suhu : 38 ˚C
b. Analisa Data Pre Operasi
No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi
1 Minggu, 24 DS : Nyeri akut Agen injury
November Pasien mengatakan nyeri pada biologis
2019/ 09.30 bagian perut.
WIB - P : Pasien mengatakan
nyerinya bertambah sejak
4 hari sebelum masuk
kerumah sakit.
- Q : Nyerinya seperti
ditusuk tusuk
- R : Perut.
- S:8
- T : Nyeri yang dirasakan
terasa terus menerus.
DO :
Pasien terlihat merintih
kesakitan
2 Minggu, 24 DS : Ansietas Krisis
November Pasien mengatakan merasa situasional
2019/09.30 takut jika akan dilakukan
WIB tindakan operasi.
DO :
- Pasein terlihat ketakutan
dan gelisah
- Raut wajah pasien terlihat
pucat dan tampak tegang
- TD : 95/46 mmHg
- Nadi : 115 x/menit
- RR : 40 x/menit
- Suhu : 38 ˚C

c. Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen Injury Biologis
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

d. Rencana Pre Operasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui
akut tindakan keperawatan (1400) lokasi, karakteristik,
selama 1 x 15 menit 1. Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi,
diharapkan masalah karakteristik, kualitas, dan
keperawatan nyeri akut durasi, frekuensi, intensitas nyeri.
dapat teratasi dengan kualitas, dan 2. Untuk mengetahui
kriteria hasil : intensitas nyeri. tingkat nyeri yang
Tingkat Nyeri (2102) : 2. Identifikasi skala dirasakan.
Indikator A T nyeri 3. Untuk
Nyeri yang 2 3 3. Berikan terapi nonfarmakologi
dilaporkan nonfarmakologi untuk mengurangi
Panjangnya 2 3 untuk mengurangi rasa nyeri.
episode nyeri rasa nyeri (mis. 4. Untuk memberikan
Mengerang 2 4 Distraksi dan terapi analgesic
dan menangis relaksasi). sesuai saran dokter
Ekspresi 2 3 4. Kolaborasi jika pasien nyerinya
nyeri wajah pemberian tidak terkontrol.
Keterangan :
1. Berat analgesic, jika
2. Cukup berat perlu
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

2 Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksasi 1. Untuk mengetahui


tindakan keperawatan (6040) penurunan tingkat
selama 1 x 15 menit 1. Identifikasi energy,
diharapkan masalah penurunan tingkat ketidakmampuan
keperawatan ansietas energy, berkonsentrasi, atau
dapat teratasi dengan ketidakmampuan gangguan lain yang
kriteria hasil : berkonsentrasi, mengganggu
Tingkat Kecemasan atau gangguan lain kemampuan
(1211) : yang mengganggu kognitif.
Indikator A T kemampuan 2. Untuk mengetahui
Otot tegang 3 4 kognitif. terapi yang yang
Wajah tegang 2 4 2. Identifikasi sudah pernah
Perasaan 2 4 relaksasi yang dilakukan dan
gelisah pernah efektif berhasil.
Peningkatan 3 4 digunakan. 3. Untuk mengetahui
tekanan darah 3. Periksa ketegangan ketegangan otot,
Peningkatan 3 4 otot, nadi, tekanan nadi, tekanan darah,
frekuensi darah, dan suhu dan suhu sebelum
nadi sebelum dan dan sesudah latihan.

Berkeringat 2 4 sesudah latihan. 4. Untuk mengetahui

dingin 4. Monitor respons respons terhadap

Keterangan : terhadap terapi terapi relaksasi.

1. Berat relaksasi. 5. Untuk mengetahui

2. Cukup berat 5. Ciptakan lingkungn menciptakan

3. Sedang yang tenang dan lingkungan yang

4. Ringan tanpa gangguan


5. Tidak ada dengan nyaman bagi
pencahayaan dan pasien.
suhu ruangan 6. Untuk memberikan
nyaman, jika perlu. informasi mengenai
6. Berikan informasi persiapan dan
tentang persiapan prosedur tindakan.
dan prosedur teknik 7. Untuk menjelaskan
relaksasi. tujuan, maanfaat,
7. Jelaskan tujuan, batasan dan jenis
maanfaat, batasan relaksasi yang
dan jenis relaksasi tersedia (mis. Nafas
yang tersedia (mis. dalam).
Nafas dalam). 8. Untuk
8. Anjurkan memposisikan
mengambil posisi posisi senyaman
yang nyaman. mungkin.
9. Anjurkan untuk 9. untuk memudahkan
rileks. dalam tindakan
10. Demonstrasikan terapi rekasasi.
dan latih teknik 10. Untuk
relaksasi (nafas mendemonstrasikan
dalam). tindakan yang
sudah diajarakan.

e. Pelaksanaan Dan Evaluasi pre Operasi


No. Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi
DX
1 24 November 1. Mengidentifikasi S:
2019/ lokasi, karakteristik, - Pasien mengatakan
durasi, frekuensi, nyerinya berkurang
kualitas, dan intensitas - Nyerinya seperti tusuk-
nyeri. tusuk.
2. Mengidentifikasi skala - Nyeri berkurang dari
nyeri skala 8 menjadi skala 6
3. Memberikan terapi - Durasi nyeri yang
nonfarmakologi untuk dirasakan berkurang
mengurangi rasa nyeri O :
(mis. Distraksi dan - Pasien masien merintih
relaksasi). kesakitan
4. Berkolaborasi - TD : 95/46 mmHg
pemberian analgesic, - Nadi : 115 x/menit
jika perlu - RR : 40 x/menit
- Suhu : 38 ˚C
2 Ansietas 1. Mengidentifikasi S:
penurunan tingkat - Pasien mengatakan
energy, takut karena akan
ketidakmampuan dioperasi.
berkonsentrasi, atau - Setelah diberikan terapi
gangguan lain yang relaksasi dengan
mengganggu menggunakan nafas
kemampuan kognitif. dalam, pasien
2. Mengidentifikasi mengatakan masih
relaksasi yang pernah sedikit gelisah dan
efektif digunakan. takut.
3. Memeriksa ketegangan O :
otot, nadi, tekanan - Pasien terlihat sedikit
darah, dan suhu tenang.
sebelum dan sesudah - Wajah pasien sedikit
latihan. gelisah dan sedikit
4. Menjelaskan tujuan, tegang.
maanfaat, batasan dan - Wajah pasien sudah
jenis relaksasi yang tidak terlihat pucat dan
tersedia (mis. Nafas tidak berkeringat
dalam). dingin.
5. Menganjurkan - Mampu berorientasi
mengambil posisi yang dengan keadaan.
nyaman. - TD : 100/55 mmHg
6. Menganjurkan untuk - Nadi : 110 x/menit
rileks. - RR: 25x/menit
7. Mendemonstrasikan - Suhu : 38 ˚C
dan latih teknik
relaksasi (nafas
dalam).
II. ASKEP INTRA BEDAH
a. Data Fokus
Pasien dalam kondisi tersedasi, adanya luka insisi vertical pada abdomen
kurang lebih 10 cm, adanya perdarahan kurang lebih 150 cc. Pasien tampak
pucat, mukosa bibir kering, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek, dan output
urin tertampung di urine bag sekitar 200cc. Pasien terpasang infus dua jalur
yaitu pada tangan kanan dan kiri. Hasil tanda-tanda vital : TD : 80/40
mmHg, Nadi : 120 x/menit, RR : 15 x/menit. Hasil laboratorium : Hb : 11,2
gr/dl, hematorit 37%, waktu perdarahan (BT) : 4 menit, waktu pembekuan
(CT) : 6 menit.
b. Analisa Data Intra Operasi
No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi
1 Minggu, 24 DS : - Defisiensi volume Perdarahan
November DO : cairan
2019/ 09.50 - Adanya luka insisi
WIB vertical pada
abdomen kurang
lebih 10 cm
- Adanya perdarahan
kurang lebih 150 cc.
- Pasien tampak pucat,
mukosa bibir kering,
CRT > 2 detik, dan
turgor kulit jelek.
- TD : 80/40 mmHg
- Nadi : 120 x/menit
- RR : 15 x/menit.

2 Minggu, 24 DS :- Resiko perdarahan Tindakan


November DO : pembedahan
2019/09.50 - Adanya luka insisi
WIB vertical pada
abdomen kurang
lebih 10 cm
- Adanya perdarahan
kurang lebih 150 cc
- Hasil laboratorium :
- Hb : 11,2 gr/dl
- Hematorit 37%
- Waktu perdarahan
(BT) : 4 menit,
- Waktu pembekuan
(CT) : 6 menit.

c. .Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Defisiensi volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

d. Rencana Intra Operasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Defisiensi Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk mengetahui
volume tindakan keperawatan Cairan (4120) status hidrasi.
cairan selama 1 x 60 menit 1. Observasi status 2. Untuk mengetahui
diharapkan masalah hidrasi (mis. berat badan untuk
keperawatan ansietas Frekuensi nadi, memberikan cairan
dapat teratasi dengan kekuatan nadi, ataupun terapi lain
kriteria hasil : akral, pengisian sesuai berat badan.
Hidrasi (2102) : kapiler, 3. Untuk mengetahui
Indikator A T kelembapan hasil pemeriksaan
Turgor kulit 2 4 mukosa, turgor laboratorium.
Membrane 2 4 kulit, tekanan 4. Untuk mengetahui
mukosa darah). status
lembab 2. Monitor berat hemodinamik.
Intake cairan 2 4 badan. 5. Untuk mengetahui
Output cairan 3 4 3. Monitor hasil intake-output dan
Perfusi 2 4 pemeriksaan hitung balance
jaringan laboratorium. cairan 24 jam.

Serum sodium 3 4 4. Monitor status 6. Untuk memenuhi

Fungsi kognisi 3 4 hemodinamik. kebutuhan cairan

Keterangan : 5. Catat intake- pasien.

1. Sangat terganggu output dan 7. Untuk memberikan

2. Besarly compromised hitung balance akses cairan

3. Cukup terganggu cairan 24 jam. melalui intar vena.

4. Sedikit terganggu 6. Berika asupan 8. Untuk memberikan

5. Tidak tidak terganggu cairan. terapi sesuai resep


7. Berikan cairan dokter.
intravena.
Kolaborasi
pemberian deuretik,
jika jika perlu
2 Resiko Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk mengetahui
perdarahan tindakan keperawatan Perdarahan (2040) penyebab
selama 1 x 60 menit 1. Identifikasi perdarahan.
diharapkan masalah penyebab 2. Untuk mengetahui
keperawatan ansietas perdarahan. terjadinya
dapat teratasi dengan 2. Monitor perdarahan.
kriteria hasil : terjadinya 3. Untuk mengetahui
Keparahan perdarahan. tekanan darah
Perdarahan (0413) : 3. Monitor tekanan parameter
Indikator A T darah parameter hemodinamik.
Kehilangan 2 4 hemodinamik. 4. Untuk mengetahui
darah yang 4. Monitor intake intake dan output
terlihat dan output cairan.
Distensi 2 4 cairan. 5. Untuk mengetahui
abdomen 5. Monitor tanda tanda dan gejala
Perdarahan 1 4 dan gejala perdarahan masif.
pasca perdarahan 6. Untuk mencegah
pembedahan masif. terjadinya
Kulit dan 2 4 6. Lakukan perdarahan dengan
membrane penekanan atau cara balut tekan.
mukosa pucat balut tekan. 7. Untuk memberikan
Penurunan 2 4 7. Pertahankan cairan tubuh.
hemoglobin akses IV 8. Untuk memenuhi
(Hb) 8. Kolaborasi kebutuhan cairan

Keterangan : pemberian sesuai resep dokter

1. Berat cairan. anastesi.

2. Cukup berat 9. Kolaborasi

3. Sedang pemberian

4. Ringan tranfusi darah.

5. Tidak ada

e. Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi


No. DX Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi
1 Minggu, 24 1. Mengidentifikasi S:-
November penyebab perdarahan. O:
2019/09.50- 2. Memonitor terjadinya
10.50 WIB perdaahan.
3. Memonitor ekana darah
parameter
hemodinamik.
4. Memonitor intake dan
output cairan.
5. Melakukan penekanan
atau balut tekan.
6. Mempertahankan akses
IV
7. Berkolaborasi
pemberian cairan.
8. Berkolaborasi
pemberian tranfusi
darah.

2 Minggu, 24 1. Mengobservasi status S :


November hidrasi (mis. Frekuensi O :
2019/09.50- nadi, kekuatan nadi,
10.50 WIB akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan
darah).
2. Memonitor berat badan.
3. Memonitor hasil
pemeriksaan
laboratorium.
4. Memonitor status
hemodinamik.
5. Mencatat intake-output
dan hitung balance
cairan 24 jam.
6. Memberikan asupan
cairan.
7. Memberikan cairan
intravena.

III. PASCA OPERASI


a. Data Fokus
Pasien dalam kondisi tersedasi, adanya luka insisi vertical pada
abdomen kurang lebih 10 cm. Hasil tanda-tanda vital : TD : 90/40
mmHg, Nadi : 115 x/menit, RR : 18 x/menit. Hasil laboratorium : Hb :
11,2 gr/dl, Hematorit 37%, Leukosit : 21.800/𝜇𝑙, Ureum darah : 72
mg/dl, Natrium : 130,4 mmol/l, Klorida : 93,5 mmol/l, SGOT : 274
UI/L, SGPT : 245 UI/L

b. Analisa Data Pasca Operasi


No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi
1 Minggu, 24 DS : - Resiko infeksi Tindakan invasif
November DO :
2019/11.00 - Pasien dalam
WIB kondisi tersedasi
- Adanya luka insisi
vertical pada
abdomen kurang
lebih 10 cm
- TD : 90/40 mmHg
- Nadi : 115 x/menit
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 38 ˚C
- Hasil laboratorium :
- Hb : 11,2 gr/dl
- Hematorit 37%
- Leukosit :
21.800/𝜇𝑙,
- Ureum darah : 72
mg/dl
- Natrium : 130,4
mmol/l
- Klorida : 93,5
mmol/l
- SGOT : 274 UI/L
- SGPT : 245 UI/L

c. Rumusan Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif

d. Rencana Pasca Operasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi 1. Untuk mengetahui
Infeksi tindakan keperawatan (I.14539) tanda dan gejala
selama 1 x 24 jam 1. Monitor tanda infeksi lokal dan
diharapkan masalah dan gejala infeksi sistemik.
keperawatan ansietas lokal dan 2. Untuk mengurangi
dapat teratasi dengan sistemik resiko terjadinya
kriteria hasil : 2. Cuci tangan infeksi.
Keparahan Infeksi sebelum dan 3. Untuk mencegah
(2102) : sesudah kontak terjadinya infeksi.
Indikator A T dengan pasien.
Kemerahan 2 3 3. Pertahankan 4. Untuk mengetahui
Demam 2 3 teknik antiseptic tanda gejala
Ketidakstabilan 2 4 pada saien infeksi.
suhu beresiko tinggi. 5. Untuk
nyeri 2 3 4. Jelaskan tanda mengajarkan cara
Peningkatan 2 4 dan gejala merawat luka post
jumlah sel infeksi. operasi.
darah putih 5. Ajarkan 6. Untuk memenuhi
Keterangan : memeriksa kebutuhan nutrisi
1. Berat kondisi luka atau yang berfungsi
2. Cukup berat operasi. dalam
3. Sedang 6. Anjurkan meningkatkan
4. Ringan meningkatkan proses
5. Tidak ada asupan nutrisi. peyembuhan luka
7. Anjurkan post operasi.
meningkatkan 7. Untuk memenuhi
asupan cairan. kebutuhan cairan
8. Kolaborasi tubuh.
pemberian 8. Untuk membunuh
antibiotic. kumat penyebab
infeksi.

e. Pelaksanaan Dan Evaluasi Pasca Operasi


No. Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi
DX
Minggu, 24 1. Memonitor tanda dan S :
November gejala infeksi lokal dan O :
2019/11.00 sistemik
WIB 2. Mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien.
3. Mempertahankan
teknik antiseptic pada
saien beresiko tinggi.
4. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi.
5. Mengajarkan
memeriksa kondisi
luka atau operasi.
6. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi.
7. Menganjurkan
meningkatkan asupan
cairan.
8. Berkolaborasi
pemberian antibiotic.

BAB IV
PEMBAHASAN

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai