Di Susun oleh :
NPM.D522018
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga sampai saat ini penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh penilaian pada mata kuliah
Keperawatan Dasar Profesi pada Program Studi Profesi Keperawatan Intitut Kesehatan
Rajawali.
Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen yang telah memeberikan
tugas makalan ini, serta siapa saja yang terlah terlibat dalam proses penulisan ini. Harapan
penulis semoga makalah tentang asuhan keperawatan pada pasien orchitis ini bermanfaat bagi
pembaca. Penulis berusaha sebaisa mungkin menyelesaikan makalan ini, namun penulis
menyadari ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan keritik dan saran yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah.
a. Anatomi
1) Peritonium adalah membrane serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh
yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang meliputi semua
organ yang ada didalam rongga itu (Pearce, 2009). Peritoneum parietal
yaitu bagian peritoneum yang melapisi dinding abdomen dan peritoneum
yaitu lapisan yang menutup viscera (misalnya gester dan intestinum).
Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah potensi karena organ-organ
tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat sedikit cairan sebagai
lapisan tipis untuk melumasi permukaan peritoneum sehingga
memungkinkan viscera abdomen bergerak suatu terhadap yang ain tanpa
adanya Gerakan.
Organ intraperitonial adalah abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral
dan organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera yang
terletak antara neritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal (Pearce,
2009).
2) Mesinterium
Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan
peritoneum visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe ( Pearce, 2009).
3) Omentum
Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gester dan
bagian proksinal duodenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2
yaitu omentum minus dan omentum majus, omentum minus
menghubungkan curvature minor gester dan bagian proksimal diodeneum
dengan hepar dan ementum mencegah melekatnya peritoneum visceral
pada peritonium parietal yang melapisi dinding abdomen. Daya gerak
omentum majus cukup besar dan dapat bergeser-geser keseluruh cavitas
paritonealis serta membungkus organ yang meradang seperti appendiks
vermiformitis artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan
melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi (Pearce, 2009).
4) Ligamentum Peritoneal
Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding
abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan
pada permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gatrophenicul lien
yang meliputkan balik pada hilum splenicum dan colon trnversum oleh
ligamentum gastroconicum. Plica peritonealis adalah peritoneum yang
terangkat dari abdomen oleh pembuluh darah, saluraan, dan pembuluh
fatel yang telah mengalami obliterasi dan resuceccuc peritonealis adalah
sebuah kantong peritonel yang dibentuk oleh plice peritonealis (Pearce,
2009).
b. Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam
tubuh. Peritoneum terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan
pertoneum viseral. Ruang yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang
peritoneal atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang
terdapat dalam peritoneum sebuah lipatan besar atau oementum mayor yang
kaya akan lemak bergantung di sebelah depan lambung (Pearce, 2009).
Omentum minor berjalan dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke
bawah kurvatura minor lambung dan di sini bercabang menyelaput lambung.
Peritoneum ini kemudian berjalan keatas dan berbelok kebelakang sebagai
mesokolon ke arah posterior abdomen dan sebagian peritoneum membentuk
mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mensenterium sebagian
besar organ-organ abdomen dan pelvis, dan membentuk perbatasan halus
(Pearce, 2009).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya peritonoitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga
peritoneum dan terjadi peradangan. Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering
menyebabkan peritonoitis yaitu Escheria coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%),
Streptococcus pneumoniae (15%0, Pseudomonas species, Proteu species, dan
gram negatif lainnya (20%), Streptoccous lainnya (15%), Staphylococcus (3%).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonis juga bisa disebabkam
secara langsung dari luar seperti operasi yang tidak seteril, terkontaminasi talcum
veltum, lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur
limpa, dan ruptur hati.
4. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari abdomen kedalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma, atau
perfurasi tumor. Terjadi prolifelasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam
waktu singkat terjadi exsudasi cairan. Cairan dalam rongga peritonial menjadi
keruh dengan peninkatan jumalah protein, sel darah putih, debris seluler, dan
darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus
paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan usus (Brunner & Sudarth, 2002).
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina
dengan pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan
reaksi penting pertahanan tubuh tetapi sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam
matriks fibrins. Matrin fibrin tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme
pembersih tubuh. (Muttaqin, 2001).
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi
bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami
efek sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan
peritonitis berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin,
2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untukmencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkaninfeksi paristen dan
sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukanabses melibatkan pelepasan
bakteri dan agen potensi abses ke lingkungan yang steril. Pertahanan tubuh tidak
dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui
sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang
memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada
peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi
umum. Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukan untuk mengubah respon
imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan
insiden pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka
kematian. Studi terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di organ lain
(pneumonea, spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan
pembentukan abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Faktor – faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis sehingga
menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini adalah pembentukan kapsul,
pembentukan fakultatif anaerob, kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat.
Sinergi antara bakteri dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting
dalam merusak pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B
fagilis dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi bakteri
secara signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses (Muttaqin,
2011).
Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan cairan yang
terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan sebelah organ
viseral. Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits. Sekitar setengah dari
pasien mengembangkan abses sederhan, sedangkan separuh pasien yang lain
mengembangkan sekunder abses kompleks fibrinosa dan organisasi dari bahan
abses. Pembentukan abses terjadi paling sering didaerah subhepatik dan panggul,
tetapi mungkin juga terjadi didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan
puteran usus kecil, serta mesenterium (Muttaqin, 2011).
Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi
satu permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang pula, tetapi dapat menetap sebagai pita- pita fibrinosa. Bila bahan
yang menginfeksi terbesar luas pada perrmukaan peritoneum, maka aktivitas
motolitas usus menurun dan meningkatkan resiko ileus peristaltik (Muttaqin,
2011).
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena
kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi
dengan cepat dan agresif, maka akan menyebabkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator misal interleukin, dari kegagalan organ. Oleh karena tubuh
mencoba untuk mengompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan
curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi badikardi begitu terjadi syok
hipovolamik (Muttaqin, 2011).
Organ – organ di dalam vakum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas pembuluh darah kapiler
organ- organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum
dan lumen – lumen usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemik bertambah dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada,
serta muntah. Terjebaknya cairan di rongga peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernafasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin, 2011)
5. Komplikasi
Sering kali, inflamasi tidak local dan seluruh rongga menjadi terkena pada
sepsis umum. Sepsi adalah penyebab umum dari kematian yang pada peritonitis.
Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hypovolemia. Proses inflamasi dapat
menyebabkan obstruki usus, yang terutama berhubungan dengan terjadinya
perlekatan usus.
Dua komplikasi yang paling umum adalah aviserasi luka dan pembentukan
abses. Berbagai petunjuk dari pasien tentang area abdomen yang mengalami nyeri
tekan, nyeri atau “merasa sesuatu terbuka” harus dilaporkan. Luka yang tiba-tiba
mengeluarkan drainage serosanguinosa menunjukan adanya dehisen luka.
6. Manifestasi Klinis
Gejalanya tergantuk dengan luas inflamasi. Manifestasi klinis awal dari
peritonitis adalah gejala dari gangguan kondisi ini. Pada awalnya nyeri menyebar
dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi, lenih terasa di
dekat sisi inflamasi dan biasnya di perberat oleh Gerakan. Area yang sakit dari
abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan, dan otot menjadi lama. Nyeri
tekak lepas dan ileus paralitik dapat terjadi biasanya terjadi mual dan muntah serta
penurunan peristaltic. Suhu dan frekuensi nadi meningkat dan hamper selalu ada
peningkatan leukosit.
7. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Kristiyanasari (2012) ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang
perlu diketahui yaitu test laboratorium : leukositosis, hematokrit meningkat dan
asidosis metabolik meningkat. Untuk pemeriksaan X-Ray : foto polos abdomen 3
posisi (anterior, posterior, lateral), akan didapatkan ileus, usus halus dan usus
besar dilatasi, dan udara dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
Menurut Muttaqin dan Sri (2011) pemeriksaan dapat membantu dalam
mengevaluasi kuadran kanan misal prihepatic abses, kolesistitis biloma,
pankreatitis, pankreas pseudocyst dan kuadran kiri misal appendiksitis, abses tuba
ovarium, abses douglas, tetapi kadang pemeriksaan terbatas karena adanya nyeri
distensi abdomen dan gangguan gas usus, USG juga dapat untuk melihat jumlah
cairan dalam peritoneal.
B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata/ identitas pasien:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, no Medrek, diagnose, tanggal
masuk, dan alamat
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit
sering kali membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum visceral).
Kemudian berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi
(peritoneum parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi
berkurang. Pada beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung,
pankreatitis akut berat, iskemia usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi
dari awal.
2) Riwayat Kesehatan sekarang
Didapatkan keluahan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan
suhu tubuh, mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan
penurunan kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia.
3) Riwayat Kesehatan dahulu
Pentingnya untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesisi, perawat
dapat melihat pada tebal. Penyebab dari peritinitsi sebagai bahan untu
mengembangkan pernyataan. Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM,
hipertensi dan tuberculosis dipertimbangkan sebagai sarana pengj=kajian
preoperatife.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui Riwayat Kesehatan keluarga yag meliputi pola
makan, gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga
sehingga dapat menyebabkan perioritas seperti penyakit apendititis, ulku
peptrikum, gastritis, diverikulosis dan lain-lain.
c. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
oembedahan, serta pelurunya pemenuhan informasi prabedah
d. Pemeriksaan Fisik yang dilakukan:
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen
didapatkan pada hamper semua pasien dengan peritositis dengan
menunjukkan peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan
peritonitis berat sering menghindari semua geraka dan menjaga penggul
tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering
mengembung disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini mencerminkan
ileus umum. Terkadang, pemeriksaan perut juga mengungkapkan
peradangan massa
2) Auskultasi: penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu
tanda ileus obbstuktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu tubuh,
adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan peritonieum
menimbulkan nyeri tekan dan defans muscular. Pekak hati dapat
menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma. Pemeriksaan rektal
dapat memunculkan nyeri abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin
mengindikasikan apendisitis dan apabila bagian anterior penuh dapat
mengidendikasikan sebuah abses.
pada pasien Wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk
mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya endometritis,
salpingooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering sulit
diinterprestasikan dalam peritonitis berat.
4) Perkusi tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
e. Pemeriksaan Diagnostic
laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal berikut:
1) Sebagian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan
leukosit (>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi
disfungsi pembengkuan
4) Tes fungsi hati juka diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih, namun
pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering
menunjukkan sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria
6) Kultur darah untuk medeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritonel ( yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan kultur
cairan peritonel). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan peritonel
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/ 100 ml) dan banyak
limfosit: basil tuberkel diindikasi dengan kultur
Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
2) Computed tomography scan (CT scan)
f. USG
USG abdomen dapat membantuk dalam evalusi kuadran kanan atas (misalnya
perihepatitic abses, kolesistitis, biloma, pankretitis, pancreas pseudocyst),
kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendicitis, abses tuba-
ovarium, abses douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi terbatas
karena adanya nyeri, distensi abdomen dan gangguan gas usu. USG dapat
mendeteksi peningkatan jumalh cairan peritoneal (asites), tetapi
kemampuannya untuk mendeksi jumlah kurang dari 100 ml sangat terbatas.
2. Analisis Data/ Phatway
Post Respon
Pre Oprasi Distensi Abdomen Kardiovaskuler Mual, Muntah,
Oprasi Kembung,
Anoreksia
Nyeri
Resiko Curah jantung
Respon infeksi menurun
Psikologis Nausea
Sumplai darah
Kerusakan ke otak menurun
Cemas
integritas kulit
Penurunan
perfusi serebal
Ketidakmampuan
Ketidakefektifan
batuk efektif
bersihan jalan nafas
3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungandengan
intake nutrisi tidak adekuat
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
batuk efektif
4. Cemas berhubungan dengan proses penyakit
5. Penurunan perfusi cerebal berhubungan dengan suplai darah ke otak menurun
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
4. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang:
NOC
- Pain level
- Pain kontrol
- Comfort level
Kriteria hasil:
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri)
- Frekuensi nyeri
-Tanda nyeri
- Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
Pain Management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi karateristik, durasi,
frekuensi, kualitas).
2. Monitor perubahan tanda vital
3. Observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan.
4. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri.
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (ex. Relaksasi, terapi musik,
masase, dan lain-lain).
6. Berikan analgesik sesuai anjuran.
7. Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara tepat.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
NOC:
- Nutritional Status: food and fluid intake
- Nutritional Status: nutriet intake
- Weight control
Kriteria Hasil:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
- Berat badan sesuai dengan tinggi badan
- Tidak ada tanda malnutrisi
NIC:
Nutritional Management:
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan.
3. Berikan makanan yang terpilih.
4. Monitor jumlah nutrisi
Nutritional Monitoring:
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor turgor kulit dan perubahan pigmentasi
3. Monitor mual muntah
4. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
5. Monitor kalori dan intake nutrisi
A. Identitas Data
Nama : An. K
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 1 Maret 2009
Usia : 13 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama/ Suku : Islam/Sunda
Warga Negara : Indonesia
Bahasa sehari-hari : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Yadi M
Alamat : Jl. Cihampelas
Hub. Dengan pasien : Ayah
I. Diagnosis Medis
Diagnosa Medik : Post Laparatomi
II. KEADAAN UMUM
A. Keadaan sakit
Pasien mengatakan nyeri post oprasi pada bagian perut kanan, merasa tidak
nyaman pada bagian hidung karena terpasang ngt, merasa mual dan muntah
Pengkajian PQRST
P : nyeri luka post oprasi
Q : nyeri seperti di sayat
R : nyeri area abdomen
S : skala nyeri 4 (sedang)
T : ≤ 30 menit hilang timbul
1. Kesadaran
Skala koma glasglow
a. Respons motoric 6
b. Respon bicara 5
c. Respon membuka mata 4
Total 15
Kesimpulan: pasien memiliki kesadaran normal, sadar sepenuhnya dan
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaaan sekelilingnya
2. Tekanan darah
3. Suhu 36,9 C
4. Pernafasan 20x/menit
5. Nadi 100x/menit
B. Pengukuran
1. Tinggi bada 150cm
2. Berat badan 48
III. POLA KESEHATAN
A. Pola kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1. Kesadaran sebelum sakit, klien sehat dan tidak mempunyai keluhan
2. Riwayat penyakit saat ini
a. Keluhan utama nyeri post oprasi
b. Riwayat keluhan utama, klien tidak pernah dirawat dirumah sakit yang
sama
B. Pola nutrisi dan metabolic
1. Keadaan sejak sakit klien makan bubur
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan rambut hitam dan tersebar
b. Hidrasi kulit kering karena ketidakseimbangan cairan
c. Hidung
d. Rongga mulut terlihat kering
e. Tidak terdapat gigi palsu
f. Turgor kulit elastis
C. Pola tidur dan istirahat
1. Keadaan sebelum sakit klien tidur teratur dan dapat tidur siang
2. Keadaan setelah sakit, pola tidur tidak efektif dan menyebabkan tidur yang
tidak teratur.
3. Setelah di observasi, klien tidur pada siang dan malam hari tidak teratur
D. Pola aktivitas dan Latihan
1. Keadaan sebelum sakit, klien melakukan aktivitas seperti biasa yang
melibatkan anggota gerak dan tubuh aktif
2. Keadaan saat sakit, klien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya
3. Setelah dilakukan observasi, kondisi klien tidak bisa melakukan aktivitas
mandiri karena kondisi klien lemas, saat melakukan aktivitas membutuhkan
bantuan.
4. Aktivitas harian
Makan 3x1 hari. Setelah sakit makan ½ porsi
Mandi 2x1. Setelah sakit, klien di seka saja
Pakaian 2x1 ganti. Setelah sakit klien ganti pakaian 1x sehari
Mobilitas selama 2jam sekali
IV. Therapy
1. Parenteral
2. Oral
No NAMA OBAT RUTE DOSIS INDIKASI
V. TERAPI
1. Paracetamol L.V 4x500mg Antipiretik atau untuk
Flash menurunkan panas tubuh
2. Ceftriaxone L.V 2 x 1gr Antibiotic untuk
menghambat
pertumbuhan bakteri
3. Ranitidin L.V 2x1 amp Antihistamin untuk
mengurangi jumlah asam
lambung dalam perut
Pemeriksaan Penunjang
Labolatorium hematologi/ CBC (complete blood count)
distensi abdomen
Nyeri
2. DS : Nausea
Gangguan Gastrointestinal
Pasien mengatakan
mual, muntah, dan
kembung
Mual, muntah, kembung, anoreksia
DO :
Pasien terlihat
lemas
Nausea
Pasien
terpasang infus
Pasien
terpasang Ngt
Tgl/ No
Tujuan & kriteria hasil Intervensi keperawatan TTD
waktu Dx
Rabu, 12 1. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
September Tindakan 3x 24 jam (1.08238)
2022 diharapkan masalah Identivikasi lokasi,
keperawatan dapat teratasi karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) Identifikasi skala nyeri
keluhan nyeri dari Identifikasi nyeri non
cukup meningkat ke verbal
sedang Identifikasi faktor
meringis dari cukup pemberat dan
meningkat ke sedang memperingan nyeri
kesulitan tidur dari Identifikasi
cukup meningkat ke pengetahuan dan
sedang keyakinan tentang
nyeri
Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Tgl/ No
Implementasi Respons TTD
waktu Dx
Rabu, 21 1. Manajemen Nyeri
Septembe Berikan Teknik Pasien melakukan teknik
r 2022 nonfarmakologis untuk nafas dalam, sehingga pasien
mengurangi rasa nyeri merasa nyaman
(Mis. Teknik nafas dalam Pasien dapat tertidur dengan
apabila nyeri) nyaman
Fasilitas istirahat tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan stategi
meredakan nyeri
2. Manajemen mual
anjurkan istirahat dan tidur Pasien istirahat dan tidur
cukup cukup
anjurkan makan tinggi Pasien makan sedikit tapi
karbohidrat dan rendah sering
lemak Pasien tampak relaks
anjurkan penggunaan Pasien dapat mengetahui
Teknik nonfarmakologi faktor penyebab mual
untuk mengatasi mual
(relaaksasi, terapi music,)
kendalikan faktor
lingkungan penyebab mual
3.6 EVALUASI KEPERAWATAN