Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS
A. Anatomi Fisiologi
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di
dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu
peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal dan
peritoneum viseral yang menyelaputi semua organ yang bcrada di
dalam rongga itu. Ruang yang bisa lerdapat di antara dua lapis ini
disebut rongga peritoneum atau cavum peritoneum. Normalnya
terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang
memelihara permukaan peritoneum tetap licin. Pada orang laki-laki
peritoneum berupa kantong tertutup; pada orang perempuan saluran
telur (tuba Fallopi) membuka masuk ke dalam rongga peritoneum
(Pierce, 2006).

Dilihat secara embriologi peritoneum adalah mesoderm lamina


lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm

merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara


kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,
dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesodermtersebut
kemudian menjadi peritonium. (Mansjoer, 2000)

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina
parietalis
(Mansjoer, 2000)
Pada beberapa tempat peritoneum visceral dan mesenterium
dorsal mendekati peritoneum dorsal dan terjadi perlekatan. Akibat
perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alatalat penggantung, dan akhirnya berada disebelah dorsal peritonium
sehingga

disebut

retroperitoneal.

Bagian-bagian

yang

masih

mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang


dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietal, dengan demikian:
1. Duodenum terletak retroperitoneal
2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal
penggantung mesenterium;

dengan

alat

3. Colon

ascendens

dan

colon

descendens

terletak

retroperitoneal;
4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat
penggantung disebut mesocolon transversum;
5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal

dengan

alat

penggatung mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;


6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat
penggantung mesenterium.
Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau
integritas organ intraperitoneum.

Peritoneum parietal disarafi oleh

saraf aferen somatik dan visceral yang cukup sensitif terutama pada
peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada bagian pelvis
agak kurang sensitif. Peritoneum visceral disarafi oleh cabang aferen
sistem otonom yang kurang sensitif. Saraf ini terutama memberikan
respon terhadap tarikan dan distensi, tetapi kurang respon terhadap
tekanan dan tidak dapat menyalurkan rasa nyeri dan temperatur
(Pierce, 2006).
Fungsi peritoneum yaitu :
a. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
b. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada
dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan
c. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ
terhadap dinding posterior abdomen
d. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu
melindungi terhadap infeksi.

B. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik /
kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda umum inflamasi. (
Santosa, Budi. 2005)

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial


tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman,
dkk)
Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada
membrane serosa, pada bagian rongga perut.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
C. Etiologi
A. Infeksi bakteri
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha
dan beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang
paling berbahaya adalah clostridium wechii.
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendiksitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukak pada tumor
B. Secara langsung dari luar.
Operasi yang tidak steril
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa
sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa
Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa,
ruptur hati
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
C. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut

seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,


mastoiditis,

glomerulonepritis.

Penyebab

utama

adalah

streptokokus atau pnemokokus.

D. Tanda dan Gejala


Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran
infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan
nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses.
Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan
(perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila
peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang
dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan
tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes
dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi
berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi
komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan
bekuan darah yang menyebar.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang
hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya
yang

menyakinkan

atau

tegang

karena

iritasi

peritoneum.

Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada


penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat,
penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik,
syok

sepsis,

atau

penggunaan

paraplegia dan penderita geriatric.

analgesic),

penderita

dengan

E. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan
infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar,

dapat

timbul

peritonitis

umum,

aktivitas

peristaltik

berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni


dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan

aktivitas

inhibitor

aktivator

plasminogen)

dan

sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat.


Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem
pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah
yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan

abses

pada

peritonitis

pada

prinsipnya

merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk


abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi
abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat
banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan
berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk
kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai
sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan
abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam
rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi
kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan
pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika
infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur,

misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan


bakterigram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien
peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi,
sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology
and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat
kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena
melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure
(MOF).

Pathway Keperawatan
Infeksi Bakteri, virus,
cacing/ parasit

Trauma
abdomen

Appendiksitis

Konsumsi diit rendah serat

Obstruksi lumen peritonium

Fekalit dalam lumen


Ruptur
peritonium

Perforasi

Mukosa Terbendung

Konstipasi

Sekresi mukus terus menerus


Tekanan intra luminal

Tekanan intra sekal


Respon inflamasi

Sumbatan fungsional
dan pertumbuhan kuman kolon

Aliran limfe terhambat


Oedema, ulserasi mukosa

Peritonitis
Pre Operasi
Peradangan Peritonium

Peningkatan Peristaltik

Proses infeksi
Konsumsi
diit

mendadak

rendah
serat

Proses penyakit

Anoreksia, mual,Kemungkinan
abdomen

Nyeri

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Hipetermi

distensi
muntah

Resiko
infeksi

ruptur

Konstipasi

Post Operasi

Pembedahan/Laparatomy
Kelemahan fisik

Nyeri

Pembatasan, paska operasi (puasa)

Resiko
kekurangan
volume cairan

Intoleransi
aktivitas

Resiko
infeksi

Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.

F. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena
sentral

yang

menyebabkan

gangguan

elektrolit

bahkan

hipovolemik, syok dan gagal ginjal.


2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan
kesulitan bernafas.
4. Sepsis

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3

posisi

(anterior, posterior, lateral),

didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena
syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan
diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan
protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam
usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah
dan perbaikan dapat diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis,
seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi
pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

I.

Konsep Asuhan Keperawatan dengan Peritonitis


a) Pengkajian
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
b. Riwayat kesehatan
Kaji keluhan utama
Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah,
demam,

sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum

kurang, turgor kulit jelek, keadaan umum lemah.


Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita

moviting atau tidak


Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga

pernah menderita penyakit seperti pasien


c. Pemeriksaan fisik
Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut,
telinga dan leher
-Abdomen: biasanya

terjadi

pembesaran

limfa,

- Genetalia : Tidak ada perubahan


Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut

kembung, nyeri
Auskultasi : peristaltic usus menurun
Perkusi abdomen : hipersonor

2. Pengkajian primer
a. Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan
jalan nafas berupa secret, lidah jatuh atau benda asing
b. Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman,
dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.
c. Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler,
kaji keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji
output dan intake klien.

d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di
anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas
dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
U: Tidak Ada Respon
e. Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar
dapat diketahui kelaianan yang muncul, pada abdomen akan
tampak

distensi

sebagai

akibat

perubahan

sirkulasi,

penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.


b)

Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan

menurut NANDA

(2006) antara lain:


Pre Operasi
I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Post Operasi
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat.
III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
c)

Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention
Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson
(2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.


NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan, factor presipitasinya
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien,
hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,
berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4) Kendalikan
factor
lingkungan
yang
mempengaruhi

respon

pasien

dapat
terhadap

ketidaknyamanan
5) Anjurkan pasien untuk istirahat
6) Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada
anak.
7) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nutrisi pasien adekuat.


NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi
1) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
dan bagaimana memenuhinya.
4) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan
muntah.

5) Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.


Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

suhu tubuh kembali normal 37o C


NOC : Thermoregulation, kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1) Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan
kebutuhan
2) Pantau warna kulit dan suhu
3) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien
dengan hanya selembar pakaian.
4) Berikan cairan intravena

Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

konstipasi teratasi.
NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3. Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
NIC : Penatalaksanaan defekasi
1) Pantau
pergerakan
defekasi
meliputi

frekuensi,

konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.


2) Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya,
rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.
3) Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet,
asupan cairan,aktivitas dan latihan.
4) Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien
dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu
perubahan diet.
5) Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi
perubahan tingkah laku.
Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pasien bebas dari gejala peritonitis.


NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:

1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.


2.Mengindikasikan
status

gastrointestinal,

pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.


3.Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti

prosedur dan pemantauan.


NIC : Pengendalian Infeksi
1) Pantau TTV dengan

ketat,

khususnya

adanya

peningkatan frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan


yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya
apendiks.
2) Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal
hilangnya nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi
diikuti dengan peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku
abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena
akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk
menentukan tindakan yang tepat.
3) Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang
motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.
4) Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5) Lindungi pasien dari kontaminasi silang.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri dapat berkurang atau hilang.


NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan.
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya
dengan

cara:

masase,

perubahan

perawatan yang tidak terburu-buru

posisi,

berikan

4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi


respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5) Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik
relaksai saat nyeri.
6) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan

cairan

pasien

normal

dan

dapat

mempertahankan hidrasi yang adekuat.


NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,
BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit,

membran mukosa lembab,


4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor vital sign dan status hidrasi
3) Monitor status nutrisi
4) Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan
waktu pembekuan.
5) Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6) Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan

tidak terjadi infeksi pada luka bedah.


NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1) Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung,
penampilan luka).
2) Amati penampilan

praktek

perlindungan terhadap infeksi.


3) Instruksikan untuk menjaga

higiene

pribadi

untuk

higiene

pribadi

untuk

melindungi tubuh terhadap infeksi.

4) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan


pemakaian set ganti balut yang steril.
5) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.
Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat

beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.


NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik

tanpa

disertai

peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR


2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1) Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas
sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas
2) Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari
aktivitas yang berlebihan
3) Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4) Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan
aktivitas
5) Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA
Andra.

2007.

Peritonitis

Pedih

dan

Sulit

Diobati.

www.majalah-

farmacia.com. 2 Desember 2007.


Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB.
Lippincott Company. Philadelphia. 1984.
Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC.
Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention
Project Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis :
Mosby - Year Book Inc.
Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku
Kedokteran. Jakarta : ECG.
Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta:
Prima Medika.

KONSEP DASAR
LAPARATOMI
A. Pengertian
Laparatomi yaitu pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Ada 4 cara, yaitu :
- Midline incision

Paramedral yaitu sedikit ke tepid an garis tengah ( 2,5 cm),

panjang (12,5 cm)


Transverse upper abdomen incision : insisi bagian atas, misal

colesistotomy dan splenektomy.


Transverse lower abdomen : insisi melintang badan bawah,
misalnya appendictomy.

B. Indikasi
a) Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &
Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu : Trauma tembus
(trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. Trauma tumpul (trauma
perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi
atau sabuk pengaman (sit-belt).
b) Peritonitis, inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier.
Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan
penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon
sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier.
c) Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi), gangguan
(apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus
d) Apendisitis mengacu pada radang apendik, Suatu tambahan
seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari
sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
e) Tumor abdomen
f) Pancreatitis (inflammation of the pancreas)

g) Abscesses (a localized area of infection)


h) Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
i) Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
j) Intestinal perforation
k) Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
l) Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
C. Komplikasi
- Ventilasi paru tidak adekuat
- Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia
- Gangguan keseimbangan elektrolit
- Gangguan rasa nyaman
D. Post op Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayaran perawatan yang
diberikan

kepada

pasien-pasien

yang

telah

menjalani

operasi

pembedahan perut.
Tujuan :
- Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
- Mempercepat penyembuhan
- Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
-

operasi
Mempertahankan konsep diri pasien
Mempersiapkan pasien pulang

Komplikasi post laparatomi


a. Gangguan perfungsi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah lepas dai
pembuluh darah vena.
b. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi
c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka yang mengalami
dehisensi (terbukanya tepi-tepi luka) dan eviserasi (keluarnya organ
dalam melalui insisi)
Pengkajian
1. Respiratori : saluran, jenis dan bunyi pernafasan
2. Sirkulasi
: TD, nadi, RR, suhu, warna kulit, refill kapiler
3. Persarafan : tingkat kesadaran
4. Balutan
: drainage, tanda-tanda infeksi
5. Peralatan
: monitor, infuse, transfuse
6. Rasa nyaman : sakit, mual, muntah
7. Psikologis : cemas

Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi


1. Risiko tinggi infeksi
- Kaji karakteristik nyeri
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi
- Lakukan perawatan luka
- Pantau suhu tubuh
2. Gangguan rasa nyaman nyeri bd adanya luka post op
- Kaji karakteristik nyeri
- Berikan posisi yang nyaman
- Kelola analgetik
- Anjurkan nafas dalam
Colostomy
Colostomy adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan
buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.
Hubungan ini dapat bersifat sementara atau selamanya. (Ilmu Bedah,
Thiodorer Schrock. MD. 1983)
Indikasi :
Penyakit usus yang ganas seperti carcinoma usus. Kondisi infeksi
tertentu pada kolon.
Kompliksi
1. Prolaps merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari
permukaan kulit
2. Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami
3.
4.
5.
6.
7.
8.

penonjolan
Iritasi kulit
Diare
Pendarahan stoma
Eviserasi
Infeksi luka operasi
Sepsis

Pengkajian Colostomi
1. Keadaan stoma (warna, pendarahan, posisi)
2. Eliminasi
3. Adanya nyeri (kapan timbul)
4. Kebutuhan tidur / istirahat
5. Konsep diri
6. Gangguan nutrisi (nafsu makan, kebiasaan makan)
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) bd diit yang tidak


balance.
Intervensi :
- Hindari makan berefek laksatif
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Hindari makan yang keras
2. Nyeri bd, gangguan mekanisme kulit akibat operasi.
- Kaji karateristik nyeri
- Beri posisi yang nyaman
- Berikan teknik distraksi relaksasi
3. Risiko infeksi bd adanya kontaminasi feser.
- Lakukan perawatan luka
- Lindungi kulit dengan pelindung kulit sekitar stroma
- Lakukan tindakan aseptic pada stroma
- Ajarkan personal hygiene perawatan stroma

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI
Brunner, Sudart. 1984. Textbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition
IB. Lippincott Company.
Soeparman dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI

KONSEP DASAR
APENDIKTOMI
1. Definisi Apendiktomi
Apendiktomi adalah

pembedahan

untuk

mengangkat

apendiks yang dilakukan sesegera mungkkin untuk menurunkan


resiko perforsi ( Smeltzer , 2001).
pembedahan

yaitu

dengan

Apendiktomi

pengangkatan

tindakan

apendiks

yang

meradang.
2. Macam Macam Apendiktomi
Pembedahan untuk mengangkat apendiks dapat dilakukan
dengan apendiktomi terbuka dan apendiktomi laparoskopi.
a. Apendiktomi Terbuka

Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak


dipilih oleh ahli bedah. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle
splitting adalah sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
Teknik Apendiktomi McBurney
a. Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum
ataupun regional. Kemudian dilakukan tindakan asepsis
dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah
b. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang
lebih 10 cm dan otot-otot dinding perut dibelah secara
tumpul menurut arah serabutnya, berturut-turut m.
oblikus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m.
transverses

abdominis,

sampai

akhirnya

tampak

peritoneum
c. Peritoneum

disayat

sehingga

cukup

lebar

untuk

eksplorasi
d. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar
e. Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks
secara biasa, dari puncak ke arah basis
f. Semua perdarahan dirawat.
g. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan
sutra, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut
h. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan
tersebut
i. Puntung apendiks diolesi betadine
j. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan
dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan
sutra
k. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan
alat-alat didalamnya, semua perdarahan dirawat.
l. Sekum dikembalikan ke abdomen.
m.Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4
klem dan didekatkan untuk memudahkan penutupannya.

Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan


otot-otot dikembalikan.
b. Apendiktomi Laparoscopi
Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus
buntu akut. Apendiktomi laparoskopi merupakan alternatif
yang baik untuk pasien dengan usus buntu akut, khususnya
wanita muda pada usia subur, karena prosedur laparoskopi
memiliki keunggulan diagnosa untuk diagnosa yang belum
pasti. Keunggulan lainnya termasuk hasil kosmetik lebih
baik, nyeri berkurang dan pemulihan lebih cepat.
Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil untuk
memasukkan kamera miniature dan peralatan bedah dibuat
melintang bagian bawah perut untuk mengangkat usus
buntu. Ini dibandingkan dengan 4 hingga 6 cm sayatan yang
dibutuhkan untuk apendiktomi terbuka.

3. Indikasi apendiktomi, yaitu:


a. Apendiktomi terbuka
- apendisitis akut
- periapendikuler infiltrate
- apendisitis perforate
b. Apendiktomi Laparoskopi
- Apendisitis akut
- Dan Appendicitis kronik
4. Kontraindikasi Appendiktomi Laparoskopi
Konraindikasi appendiktomi laparoskopi menurut (Tulandi, 2009)
adalah :
- Wanita dengan kehamilan trimester kedua dan ketiga

Penyulit radang pelvis dan endometriosis


Peritonitis akut terutama yang mengenai abdomen bagian
atas, disertai dengan distensi dinding perut, sebab kelainan
ini merupakan kontraindikasi untuk melakukan

pneumoperitonium.
Diatese hemoragik sehingga mengganggu fungsi

pembekuan darah
Tumor abdomen yang sangat besar,sehingga sulit untuk
memasukkan trokar kedalam rongga pelvis oleh karena

trokar dapat melukai tumor tersebut


Hernia abdominalis, dikawatirkan dapat melukai usus pada
saat memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis, atau

memperberat hernia pada saat dilakukan pneumoperitonium.


Kelainan atau insufisiensi paru, jantung, hepar, atau kelainan
pembuluh darah vena porta, goiter atau kelainan
metabolisme lain yang sulit menyerap gas CO2.

5. Komplikasi
a. Durante Operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding perut,
robekan sekum atau usus lain.
b. Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi, hamatom, paralitik ileus,
peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal.
6. Pelaksanaan
1. Sebelum operasi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan

diberikan secara intravena.


Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh

darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.


Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
Apendiktomi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi
bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika

Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya


mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6

minggu sampai 3 bulan


3. Pasca operasi
Observasi TTV
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga

aspirasi cairan lambung dapat dicegah


Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan, selama pasien dipuasakan


Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi,

puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal


Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan

saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak


Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk

tegak di tempat tidur selama 230 menit


Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar

kamar
Hari ke-7

jahitan

dapat

diangkat

dan

pasien

diperbolehkan pulang.
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesa
Dapatkan riwayat

kesehatan

dengan

cermat

khususnya

mengenai:
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri
dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.

Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan


dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan

kepada orang tua.


Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.
Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak

sakit

ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang

kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,

penurunan atau tidak ada bising usus.


Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium
dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi
pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan
bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk

tegak.
Demam lebih dari 380C.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan

dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.


Berat badan sebagai indicator untuk menentukan
pemberian obat.

3. Pemeriksaan penunjang
Tanda-tanda peritonitis

kuadran

kanan

bawah.

Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau


caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan udara di

sekum atau ileum).


Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat.

Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada

ginjal.
Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
Pada enema barium apendiks tidak terisi.
Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi,
abses apendiks.

b. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan: Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
Nyeri berkurang
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
Kegelisahan atau ketegangan otot
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif

untuk

mencapai kenyamanan
Intervensi
Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi

lokasi, keparahan, factor presipitasinya.


Observasi ketidaknyamanan non verbal.
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat

pasien

untuk

memenuhi

kebutuhan

rasa

nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,

2.

berikan perawatan yang tidak terburu-buru.


Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap ketidaknyamanan.


Anjurkan pasien untuk istirahat.
Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil:
Mempertahankan berat badan.
Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
Turgor kulit baik.

Intervensi
Tentukan

kemampuan

pasien

untuk

memenuhi

kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan

asupan.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi

dan bagaimana memenuhinya.


Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan

muntah.
Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah

makan.
3. Ansietas berhubungan

dengan

tindakan

pembedahan,

perubahan status kesehatan dan pemenuhan informasi.


Tujuan : kecemasan klien berkurang sampai hilang sehingga
klien merasa tenang dan nyaman
Kriteria Hasil:
Klien tampak tenang dan merasa nyaman
Intervensi:
Kaji ansietas klien
Ajarkan tehnik relaksasi

Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya


dalam pemberian obat anti depresan jika diperlukan

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan /
insisi pembedahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
Nyeri berkurang
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif

untuk

mencapai kenyamanan.
Intervensi
Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi

lokasi, keparahan.
Observasi ketidaknyamanan non verbal

Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir


dekat

pasien

untuk

memenuhi

kebutuhan

rasa

nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,

berikan perawatan yang tidak terburu-buru.


Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap ketidaknyamanan.


Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik

relaksai saat nyeri.


Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
insisi
pembedahan.
Tujuan : mempercepat proses penyembuhan luka sehingga
dapat meningkatkan integritas kulit.
Kriteris hasil : Luka pasca operasi menunjukkan proses
penyembuhan
Intervensi :
- Kaji integritas kulit klien
- Lakukan perawatan luka dengan adekuat
- Beri informasi dan ajarkan klien dan keluarga klien
mengenai
-

hal-hal

yang

dapat

mempercepat

penyembuhan luka.
Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya

(dermatologi) guna meningkatkan integritas kulit.


3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil:
Mempertahankan berat badan.
Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
Turgor kulit baik.
Intervensi
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan
asupan.

Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi

dan bagaimana memenuhinya.


Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan

muntah.
Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah

makan.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca
operasi.
Tujuan: Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan
kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian penderita
merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan dan
mempercepat kesembuhan.
Kriteria hasil :

mobilitas klien meningkat


klien aktif dan bersemangat dalam meningkatkan mobilisasi

diri.
rasa nyeri klien berkurang
otot - otot perut dan panggul kembali normal
kekuatan otot perut meningkat

Intervensi:
-

kaji tingkat mobilisasi klien


ajarkan rom aktif dan pasif
dorong klien dan keluarga dalam meningkatkan

pergerakkan klien.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entre.
Tujuan : mengurangi resiko infeksi akibat luka pasca operasi
sehingga mempercepat proses penyambuhan.
Kriteria hasil:
- luka pasca operasi tidak menunjukkan tanda tanda
inflamasi
- luka menunjukkan proses penyembuhan
Intervensi :
Kaji tanda tanda inflamasi pada luka operasi
Lakukan perawatan luka dengan tehnik steril
Beri tahu klien dan keluarga cara menjaga luka pasca
operasi untuk menghindari resiko infeksi

Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya

dalam pemberian antibiotic.


6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
keseimbangan

cairan

pasien

normal

dan

dapat

mempertahankan hidrasi yang adekuat.


Kriteria hasil:
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan

BB, BJ urine normal, HT normal.


Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit,

membran mukosa lembab.


Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
Monitor vital sign dan status hidrasi.
Monitor status nutrisi
Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan

waktu pembekuan.
Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
Atur kemungkinan transfusi darah.

Anda mungkin juga menyukai