2.1 Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada
selaput organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse,
riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi
atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang
biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut
peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi
viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber
infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary
peritonitis. (Fauci et al, 2008)
2.2 Anatomi dan Fisiologi
2.3 Etiologi
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:
Peritonitis primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang
langsung dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari
peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hepar kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan
sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi
peritonitis bakterial.
Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale,
perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis,
Peritonitis tertier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi
kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya
Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi
menjadi generalized (peritonitis) dan localized (abses intra
abdomen).
2.4 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah
(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus (Fauci et al, 2008).
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler
dan membran mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak
dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapatmenimbulkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan
cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung,
tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia (Fauci et al, 2008).
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk
dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan
oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebutmeninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ
intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak
ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi (Fauci et al, 2008).
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul
peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian.
Suara usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti
obstruksi intestinal sampai hamper tidak terdengar suara bising
usus pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara
borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih
baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada
tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya
kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami
strangulasi (Cole et al,1970).
Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman
pemeriksa. Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya
perforasi intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas
dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal yang
mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari
peritonitis (Cole et al,1970).
Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ
berongga, udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di
bawah diafragma, sehingga akan ditemukan pekak hepar yang
menghilang (Schwartz et al, 1989).
[if !supportLists] [endif]Palpasi
Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen
pada kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan
palpasi daerah yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum
berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini
terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung
pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak
3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh
infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Penyebab paling
sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Penyebab peritonitis
sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi
gaster dan penyakit ulkus duodenale, serta perforasi kolon. Tandatanda peritonitis yaitu demam tinggi dan mengigil, bisa menjadi
hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat, dinding perut akan teras tegang karena
iritasi peritoneum.
Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian
cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan
pemberian antibiotik sistemik. Komplikasi postoperatif sering
terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas
antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan
kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan
kondisi kesehatan awal pasien.
3.2 Saran
Setiap peritonitis harus ditangani secermat mungkin bila
tidak ingin penyakit berjalan terus. Source control harus
dilaksanakan sebaik mungkin. Pemeriksaan kultur dan resistensi
harus diulang terutama pada mereka yang menunjukkan