Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

PERITONITIS
I. DEFINISI
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga abdomen
dan organ abdomen di dalamnya) yang disebabkan oleh iritasi kimiawi maupun invasi
bakteri. Peritonitis merupakan suatu bentuk penyakit akut dan merupakan kasus bedah
darurat. Peritonitis dapat terjadi secara lokal maupun general, melalui proses infeksi akibat
perforasi usus atau rupture organ akibat trauma abdomen, maupun non infeksi, misalnya
akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster atau keluarnya asam empedu pada
perforasi kandung empedu.
II. ANATOMI
Dinding Abdomen
Dinding abdomen mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian
belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah pada tulang panggul. Dinding abdomen terdiri dari berbagai lapis, berikut adalah
lapisan dari luar ke dalam : kutis lemak subkutis fascia scarpa m.obliqus eksterna
m.obliqus interna m. obliqus transversal fascia transversalis lemak peritoneal
peritoneum.

Penampang anterior otot dinding abdomen

Penampang melintang otot abdomen

Peritoneum
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat, terletak pada
facies interna cavum abdominis. Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter 2, sama dengan luas
permukaan kulit orang dewasa. Normalnya jumlah cairan peritoneal kurang dari 50 ml.
Cairan peritoneal terdiri atas plasma ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar
protein kurang dari 30 g/L, juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan
bermacam sel imun. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal
semipermeabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh
karena itu, peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu
peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting (VP
Shunt) dalam kasus hidrochepalus.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Peritoneum visceral yang menyelimuti organ abdomen dipersarafi oleh sistem saraf
autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau
penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan
tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang
menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti appendicitis, maka akan
timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjuk dengan
tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk
menujuk daerah yang nyeri.
Peritoneum parietal adalah lapisan yang menutupi dinding abdomen dari dalam
rongga abdomen. Peritoneum parietal dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan
seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.
Peritoneum parietal mempunyai komponen somatik dan visceral dan memungkinkan
lokalisasi stimulus yang berbahaya, dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan

dari cabang aa.Intercostalis VIXII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a.iliaca,
a.sircumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna dan a.epigastrika inferior. Kekayaan
vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan dinding perut dipersarafi secara segmental
oleh n.thorakalis VI XII dan n. lumbalis I.
Cavum peritonei adalah rongga yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan
mengandung cairan serosa, yang merupakan ruangan tertutup pada pria, sedangkan pada
wanita terdapat hubungan dengan dunia luar melalui ostium tuba uterina. Nama lain dari
cavum peritonei adalah greater sac. Greater sac (cavum peritonei) pada bagian anterosuperior
terbagi menjadi pars sinister dan pars dexter oleh ligamentum falciforme hepatis, dan pada
bagian posteroinferior dibatasi oleh perlekatan mesocolon transversum pada pankreas.
Peralihan peritoneum parietal menjadi peritoneum visceral disebut reflexi peritoneum.
Refleksi peritoneum dapat berupa lipatan (plica), lembaran (omentum), atau alat
penggantung viscera. Reflexi peritoneum yang berupa lipatan antara lain adalah plica
rectouterina dan plica umbilicalis lateralis. Reflexi peritoneum yang berupa penggantung
adalah mesenterium. Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya
seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang
mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk
mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus.
Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Reflexi peritoneum yang
berupa lembaran adalah omentum majus dan omentum minus. Lapisan ganda peritoneum
yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama
omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian
pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada
juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan
hepar. Refleksi peritoneum yang terletak di ventral menghubungkan organ ke dinding
abdomen anterior yaitu ligemntum falciform dan omentum minus, sedangkan yang terletak di
dorsal menghubungkan organ ke dinding posterior abdomen, yaitu omentum majus,
mesenterium propria, mesocolon transversum, dan mesocolon sigmoideum.
Pada tempat-tempat peritoneum visceral dan mesenterium dorsale mendekati peritoneum
dorsal, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan

ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan terletak
pada bagian dorsal peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal. Bagian-bagian yang
masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh
peritoneum parietal, disebut terletak intraperitoneal.. Organ-organ intraperitoneum yaitu
hepar, gaster, vesica fellea, lien, ileum, jejunum, kolon transversum, dan kolon sigmoid,
appendiks dan sekum, sedangkan organ-organ retroperitoneum yaitu kolon asendens, kolon
desendens, pankreas, rektum, duodenum, ginjal dan ureter.
Lesser sac (bursa omentalis) merupakan ruangan yang irreguler, berada di sebelah
dorsal lobus caudatus hepatis, omentum minus dan gaster, serta berada di dalam omentum
majus. Batas-batas bursa omentalis, di sebelah ventral berbatasan dengan peritoneum yang
membatasi lobus caudatus hepatis, omentum minus, peritoneum yang melapisi pars posterior
ventriculi, dan omentum majus, sementara di posterior berbatasan dengan omentum majus,
peritoneum yang meliputi colon transversum, mesocolon transversum, dan peritoneum yang
meliputi struktur di bagian posterior cavum abdominis (pankreas, gld. suprarenalis sinistra).
Pintu masuk ke dalam bursa omentalis disebut foramen epiploicum winslowi. Foramen
epiploicum winslowi dibatasi oleh processus caudatus hepatis di sebelah cranial, oleh
ligamentum hepatoduodenale di bagian ventral, oleh pars superior duodeni di bagian caudal,
dan oleh peritoneum parietal yang menutupi vena cava inferior di sebelah dorsal.

III. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Peritonitis dapat digolongkan menjadi 3 kelompok berdasarkan dari penyebabnya
1. Peritonitis Primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari
2. Peritonitis Sekunder (Supurativa)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari
rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis
2. Peritonitis Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau
perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus
urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan

menyebabkan

Sinergisme
memperberat

dari

peritonitis

multipel

terjadinya

yang

fatal.

organisme

dapat

infeksi

ini.

Bakterii

anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam
menimbulkan infeksi. 3-5

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
Kuman dapat berasal dari:
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien,

kehamilan extra tuba yang pecah


Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah, ruptur

buli dan ginjal.


Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.

Regio Asal

Penyebab
Boerhaave syndrome

Esophagus

Malignancy
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Peptic ulcer perforation
Malignancy

Stomach

(eg,

adenocarcinoma,

lymphoma,

gastrointestinal stromal tumor)


Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*
Peptic ulcer perforation

Duodenum

Trauma (blunt and penetrating)


Iatrogenic*
Cholecystitis
Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone
ileus) or common duct

Biliary tract

Malignancy
Choledochal cyst (rare)
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic*

Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)


Pancreas

Trauma (blunt and penetrating)


Iatrogenic*
Ischemic bowel
Incarcerated hernia (internal and external)
Crohn disease

Small bowel

Malignancy (rare)
Meckel diverticulum
Trauma (mostly penetrating)
Ischemic bowel
Diverticulitis
Malignancy

Large bowel and appendix

Ulcerative colitis and Crohn disease


Appendicitis
Colonic volvulus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic
Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis,

Uterus, salpinx, and ovaries

Tabel 1.1

tubo-ovarian abscess, ovarian cyst)


Malignancy (rare)

Trauma (uncommon)
Penyebab Peritonitis Sekunder

Gambar 1.4 Lokasi Penyebab Peritonitis Sekunder

3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman,
danakibat tindakan operasi sebelumnya. 2,3
IV. PATOFISIOLOGI
V. DIAGNOSIS
VI. PENATALAKSANAAN
VII. KOMPLIKASI
VIII. PROGNOSIS

Anda mungkin juga menyukai