Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI NERS

APPENDICITIS

Disusun oleh:

Gamatari Subpraba Purnama Sari

SN202010

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya
appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang
dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus
besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya,
2017)
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer & Bare, 2017). Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi
terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Handaya, 2017)
Berdasarkan definsi di atas dapat disimpulkan bahwa Apendisitis
merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis.
Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih
dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu
dan melekat pada sekum.

2. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapa menimbulkan appendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2017).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya appendisitis akut (Jong, 2017).

3. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis
antara lain sebagai berikut :
a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus
atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke
kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara
pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih
tajam.
b. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga
abdomen
c. Mual
d. Muntah
e. Nafsu makan menurun
f. Konstipasi
g. Demam
(Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)

4. Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam
penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2017)
diantaranya sebagai berikut:
a. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui
dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan
nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak
sakit.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa
rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
c. Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.

5. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan
dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2017).
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan
lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta
terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan
peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2017).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang
menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang
suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi
dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus
oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2017).
6. Pathway

Invasi & Multiplikasi

APPENDISITIS

Peradangan Mual Muntah Sekresi mucus berlebih


pada jaringan pada lumen apendiks
Resiko
Kerusakan control suhu Hipovolemia Appendiks teregang
terhadap inflamasi

Hipertermia Nyeri Akut

Operasi

Luka Insisi Anastesi

Kerusakan Jaringan Pintu masuk Kuman Defisit


Peristaltik usus
menurun

Ujung syaraf terputus Resiko Infeksi Ansietas


Distensi abdomen

Pelepasan Prostagladin
Mual Muntah

Spinal Cord Nyeri Akut


Resiko
Hipovolemia
Cortex serebri
Nyeri dipersepsikan

Sumber: (Nurarif & Kusuma, 2017)

7. Penatalakasanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
a. Sebelum Operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring
dan
dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto
abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan
adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam
12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses
intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik
diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui
cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2017).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan
berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau
spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk
memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi
pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen
sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus.
Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya,
2017) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam
4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap,
dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien
pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan
peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik
usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuha
kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu
operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi.
Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan
dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah
abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot
apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus
(Dewi, 2017).
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan
membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama
dibuat
dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang
terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber
cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah
mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi
apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat,
kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu
sayatan (Hidayatullah, 2017).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan
dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
c. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Sebelum dilakukan operasi maka klien perlu dipersiapkan secara fisik
maupun psikis, disamping itu klien juga perlu diberikan pengetahuaN
tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan
latihan-latihan fisik (pernafasan dalam) untuk digunakan dalam periode
post operasi. hal tersebut penting dikarenakan banyak klien merasa cemas
bila akan dioperasi dan juga terhadap pemberian anastesi. Untuk
melengkapi hal tersebut maka perawat perlu melengkapi data subjektif
maupun objektif. Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien
dengan apendisitis meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
a. Riwayat
- Anamnesis
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
- Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus apendisitis adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
- Riwayat penyakit saat ini
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
apendisitis, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan skala nyeri
yang dirasakan. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di
sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
- Riwayat Penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab apendisitis
yang sekarang diderita
- Riwayat Penyakit keluarga
Data riwayat penyakit keluarga dapat berfungsi sebagai data
tambahan terkait dengan penyakit yang dideritab
b. Pola Gordon
1) Pola menejemen kesehatan – persepsi kesehatan
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi apabila
sakit periksake dokter,periksa ke rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan yang tepat.
2) Pola metabolik nutrisi
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi porsi
makanan tidak habis, nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, mual, muntah dan kenaikan suhu tubuh.
3) Pola eliminasi
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi BAK dan
BAB tidak mengalami gangguan pada pasien post operasi
appendikitis
4) Pola aktivitas dan latihan
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi mudah
berkeringat saat melakukan aktivitas, mengalami gangguaan
melakukan aktivitas secara mandiri.
5) Pola istirahat Tidur
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi istirahat
tidur tidak mengalami gangguan pada pasien post operasi
appendisitis.
6) Pola Persepsi kognitif
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi
indra penciuman, pendengaran, pengelihatan, perasa, peraba tidak
mengalami gangguan, pasien merasakan nyeri,pasien mengetahui
penyakit yang dialaminya akan segera sembuh dengan dilakukan
pengobatan medis yang sudah didapatkannya
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi pasien
cemas tentang penyakitnya, pasien percaya diri, pasien berharap
penyakitnya segera sembuh dengan pengobatan medis
8) Pola Hubunga peran
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi interaksi
dalam rumah, lingkungan tidak mengalami gagguan
9) Pola Reproduksi dan seksualitas
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi
reproduksi dan seksualitas tidak ada gangguan
10) Pola Toletansi terhadap Stress – koping
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi emosi
stabil, sabar dalam proses pengobatan
11) Pola Keyakinan Nilai
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi dapat
melaksanakan ibadah agama yang dianutnya dengan kemampuan
yang dapat dimilikinya
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing) : Pernapasan meningkat, dispneu, pergerakan dada
simetris, suara nafas normal tidak ada suara nafas tambahan seperti
stridor dan ronchi.
2) B2 (Blood) : Hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respons
terhadap nyeri/ansietas), takikardia (respon stress, hipovolemia).
3) B3 (Brain) : Adanya perasaan takut, klien tampak gelisah, klien
mengalami demam, spasme otot, angitasi (mungkin berhubungan
dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
4) B4 (Bladder) : Tidak ada kelainan sistem perkemihan
5) B5 (Bowel) : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator
untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise
6) B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
d. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnose appendicitis yaitu (Mansur &
Arif, 2017) :
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil
diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut
yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3) Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah
4) Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas
5) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan
6) Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7) Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017)
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan
utama yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis).(D.0077)
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur
oprasi). (D.0077)
c) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
d) Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah). (D.0034)
e) Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
(D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142)

3. Perencanaan Keperawatan

a. Intervensi keperawatan Pre operatif

NO Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238).
dengan agen diharapkan tingkat nyeri Observasi :
pencedera dapat menurun dengan 1) Identifikasi
fisiologi (inflamasi Kriteria Hasil : lokasi
appendicitis). 1. Keluhan nyeri ,karakteristik,
(D.0077) menurun. durasi,
2. Meringis menurun frekuensi, kulaitas
3. Sikap protektif nyeri, skala
menurun. nyeri, intensitas
4. Gelisah menurn nyeri
2) Identifikasi respon
nyeri non
verbal.
3) Identivikasi factor
yang
memperberat dan
memperingan
nyeri.
Terapeutik :
1) Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri.
2) Fasilitasi
istirahat dan tidur.
3) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri.
Edukasi :
1) Jelaskan strategi
meredakan
nyeri
2) Ajarkan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri .
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian
analgetik jika perlu
2 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.15506).
proses penyakit diharapkan Observasi :
(Infeksi pada Termoregulasi 1) Identifikasi
appendicitis). membaik dengan Kriteria penyebab
(D.0130) Hasil : hipertermia.
1. Menggigil menurun. 2) Monitor suhu
2. Takikardi menurun. tubuh.
3. Suhu tubuh membaik. 3) Monitor
4. Suhu kulit membaik haluaran urine.
Terapeutik :
1) Sediakan
lingkungan yang
dingin.
2) Longgarkan atau
lepaskan
pakaian.
3) Berikan cairan
oral
Edukasi :
1) Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Reduksi ansietas
dengan kurang tindakan keperawatan (I.09314).
terpapar informasi tingkat ansietas menurun Observasi :
(D.0080) dengan Kriteria Hasil : 1) Identivikasi saat
1. Verbalisasi tingkatvansietas
kebingungan menurun. berubah.
2. Verbalisasi khawatir 2) Monitor tanda
akibat menurun. tanda ansietas
3. Prilaku gelisah verbal non verbal.
menurun. 3) Temani klien
4. Prilaku tegang untuk mengurangi
menurun kecemasan jika
perlu.
4) Dengarkan dengan
penuh
perhatian.
5) Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan.
6) Jelaskan prosedur,
termasuk
sensasi yang
mungkin dialami.
7) Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama klien, jika
perlu.
8) Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
9) Latih teknik
relaksasi
10) Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas jika
perlu

b. Intervensi keperawatan post operatif

NO Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238).
dengan agen diharapkan tingkat nyeri Observasi :
pencedera dapat menurun dengan 4) Identifikasi
fisik(Prosedur oprasi. Kriteria Hasil : lokasi
(D.0077) 1. Keluhan nyeri ,karakteristik,
menurun. durasi,
2. Meringis menurun frekuensi, kulaitas
3. Sikap protektif nyeri, skala
menurun. nyeri, intensitas
5. Gelisah menurn nyeri
5) Identifikasi respon
nyeri non
verbal.
6) Identivikasi factor
yang
memperberat dan
memperingan
nyeri.
Terapeutik :
2) Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri.
2) Fasilitasi
istirahat dan tidur.
3) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri.
Edukasi :
3) Jelaskan strategi
meredakan
nyeri
4) Ajarkan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri .
Kolaborasi :
2) Kolaborasi
pemberian
analgetik jika perlu
2 Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
ditandai tindakan keperawatan hypovolemia
dengan efek agen Status cairan membaik (I.03116)
farmakologis dengan Kriteria Hasil : Observasi :
(D.0034) 1) Kekuatan nadi 1) Periksa tanda dan
meningkat. gejala
2) Membrane hipovolemia.
mukosa lembap. 2) Monitor intake dan
3) Frekuensi nadi output cairan.
membaik. Terapeutik :
4) Tekanan darah 1) Berikan asupan
membaik. cairan oral
10 Turgor kulit Edukasi :
membaik 1) Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral.
2) Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
peberian cairan IV
3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
ditandai tindakan keperawatan (I.14539)
dengan efek prosedur tingkat infeksi dengan Observasi :
infasive Kriteria Hasil : 1) Monitor tanda dan
(D.0142). 2. Kebersihan tangan gejala infeksi local
meningkat. dan sistemik.
3. Kebersihan badan 2) Batasi jumlah
meningkat. pengunjung
4. Demam, kemerahan, 3) Berikan perawatan
nyeri, bengkak kulit pada area edema.
menurun. 3) Cuci tangan seblum
5. Kadar sel darah dan
putih meningkat4. sesudah kontak dengan
Prilaku tegang klien dan lingkungan
menurun klien.
4)Pertahankan teknik
aseptic pada klien
beresiko tinggi.
Edukasi :
1) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
2) Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan
benarjarkan etika
batuk.
3) Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
4) Anjurkan
meningkatkan
Asupan cairan.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian
imunisasi jika
perlu.
4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir proses keperawatan


didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahn perilaku
dari criteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu .
Evaluasi ini sangat penting karena manakala setelah dievaluasi ternyata
tujuan tidak tercapai atau tercapai sebagian, maka harus di reassesment
kembali kenapa tujuan tidak tercapai (Nurarif, 2017). Dalam evaluasi
menggunakan metode SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning).
DAFTAR PUSTAKA

Adedatus Yuda Handaya. (2017). Deteksi Dini dan atasi 31 Penyakit Bedah Saluran
Cerna. Yogyakarta. Rapha Publishing

Burkitt, and R. (2017). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis,


& Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Dewi, A. A. W. T. (2017). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada klien


Operasi Appendisitis Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu Jawa
Timur.

Hidayatullah, R. M. R. (2017). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca


Operasi Appendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo Jakarta Pusat.

Jong, S. & de. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

LeMone. (2017). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta; EGC

Mardalena, Ida. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan Konsep dan
Penenerapan Pola Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Mansur, M., & Arif, M. (2017). Analisis Variasi Pengelolaan Appendicitis Acuta di
Rumah Sakit Wava Husada Malang Variation Analysis of Appendicitis Acute
Management in Wava Husada Hospital. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1),
109–113.

Mulya, R. E. (2017). Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya Penyembuhan


Luka Post Operasi Apendiktomi.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2017). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.


Smeltzer & Bare. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner &
Suddarath (8th ed.). Jakarta: EGC.

Sofiah, Wiwik. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Post Op


Apendiktomi Dengan Resiko Infeksi di RSUD Kota Jakarta Utara. 8(2), 1–10.

Sulikhah, N. M. (2017). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasein


Operasi Apendiktomi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. 1–12

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2017). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai