Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :
GAMATARI SUBPRABA PURNAMA SARI
SN202010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial : Menarik Diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari
interaksi dengan orang lain. Individu marasa dirinya kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran
prestasi, atau kegagalan . ia kesulitan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain.
2. Tanda dan Gejala
Data subyektif
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Data obyektif
a. Tidak memiliki teman dekat
b. Menarik diri
c. Tidak komunikatif
d. Tindakan berulang dan tidak bermakna
e. Asyik dengan pikirannya sendiri
f. Tak ada kontak mata
g. Tampak sedih, afek tumpul.
3. Penyebab Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan
dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun
sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang
lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan
terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
d) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan
2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
a) Sikap bermusuhan/hostilitas
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
e) Ekspresi emosi yang tinggi
f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
4) Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi:
1) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin
mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah
laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
4) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
4. Akibat Terjadinya Masalah
Akibat isolasi sosial adalah resiko perubahan sensori persepsi
halusinasi. Halusinasi adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan
pencerapan (persepsi) panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yg dapat
meliputi semua system penginderaan pada seseorang dalam keadaan sadar
penuh ( baik ).
Gejala Klinis :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian.
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya)
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
C. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
(Effect)

Isolasi sosial: menarik diri (Core problem)

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


(Cause)
D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1) Masalah keperawatan:
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2) Data yang perlu dikaji
a. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
5) Klien ingin memukul/melempar barang-
barang Data Objektif:
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4) Disorientasi
b. Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Isolasi sosial: menarik diri
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
1 halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
a. K–P
b. K – P – P lain
c. K – P – P lain – K lain
d. K – Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
6. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1
a. Salam, perkenalan diri
b. Jelaskan tujuan
c. Buat kontrak dan Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a. Perilaku menarik diri
b. Penyebab perilaku menarik diri
c. Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
d. Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
Diagnosa 2 : Harga Diri Rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan, Jujur dan menepati janji
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.2 Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan sebagian
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita.(2017). Prinsip Dasar dan aplikasi penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan Tindakan keperawatan ( LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika

Keliat A,Budi Akemat. (2017). Model Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta

Stuart, E.W & Sudden S.J. (2017). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemah).
Jakarta:EGC

Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.


STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
ISOLASI SOSIAL

Masalah Utama : Isolasi Sosial


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar,
banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
b. Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri

B. Strategi pelaksanaan tindakan:


1. Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan khusus :
a. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi
terjadinya isolasi sosial
b. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
c. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi
dengan orang lain
d. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
Tindakan
a. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi
sosial
b. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
c. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien


mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien
mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien
berkenalan

Fase Orientasi :
“Selamat pagi ”
“perkenalkan nama saya Sofiana Purnamasari, panggil saya Sofi, saya
Mahasiswa dari Stikes Cendekia Utama Kudus.”
“Siapa nama anda? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhanB hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman B? Mau dimana kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, B? Bagaimana kalau 15
menit?”

Fase Kerja:
(Jika pasien baru)
“Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan B?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan B? Apa yang membuat B jarang
bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
“Apa yang B rasakan selama B dirawat disini? B merasa sendirian? Siapa
saja yang B kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa B lakukan dengan teman yang Bkenal?”
“Apa yang menghambat B dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
“Menurut B apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa
ya B? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah,
banyak juga ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah Bbelajar bergaul
dengan orang lain ?
“Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain”
“Begini lho B ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka, asal kita dan hobi. Contoh:
Nama Saya T, senang dipanggil T. Asal saya dari Demak, hobi memancing”
“Selanjutnya B menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama anda siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo B dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan T. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah B berkenalan dengan orang tersebut B bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan B bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan B setelah kita latihan berkenalan?”
“B tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
“Selanjutnya B dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga B lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. B mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
“Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak B berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, B mau kan?”
“Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat)

Fase Orientasi :
“Selamat pagi B! ”
“Bagaimana perasaan B hari ini?
“Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba
sebutkan lagi sambil bersalaman dengan perawat !”
“Bagus sekali,B masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan
mengajak B mencoba berkenalan dengan teman saya perawat L. Tidak
lama kok, sekitar 10 menit”
“ Ayo kita temui perawat L disana “

Fase Kerja :
(Bersama-sama klien saudara mendekati perawat L)
“Selamat pagi perawat L, ini ingin berkenalan dengan L”
“Baiklah B, B bisa berkenalan dengan perawat L seperti yang kita
praktekkan kemarin”
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat L :
memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan
seterusnya)
“Baiklah, B sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah B lakukan
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan

”Bagaimana perasaan B setelah bercakap-cakap dengan perawat D kemarin

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan


“Bagus sekali B menjadi senang karena punya teman lagi” “Kalau begitu B

“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya)

nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama)
“Seperti biasa kira-kira 10 menit” “Mari kita temui dia di ruang makan”
“Apakah B bercakap-cakap dengan perawat Dkemarin siang”
dengan orang kedua-seorang pasien)

“Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan”


“Ada lagi yang B ingin tanyakan kepada perawat L . coba tanyakan tentang
keluarga perawat L”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan,B bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
B bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat L, misalnya jam 1 siang nanti”

“Selamat pagi B! Bagaimana perasaan hari ini?

(Bersama-sama B saudara mendekati pasien)


“Baiklah perawat L, karena B sudah selesai berkenalan, saya dan B akan
kembali ke ruangan B. Selamat pagi”
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat L untuk melakukan
terminasi dengan klien di tempat lain)

ingin punya banyak teman lagi?”


Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan B setelah berkenalan dengan perawat L” “B tampak
bagus sekali saat berkenalan tadi”
“Pertahankan terus apa yang sudah B lakukan tadi. Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya

Fase Orientasi:
menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan

sebelumnya”
perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari?

Fase Kerja:
pasien M”
Bagaimana kalau 2 kali.

siang”
Baik nanti B coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10?
Sampai besok.”
a) Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara

b) Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa


melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.

tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar


Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi

3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:


“Ada lagi yang B ingin tanyakan kepada M”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, B bisa sudahi perkenalan ini. Lalu

1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien


Bbisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti” (B
membuat janji untuk bertemu kembali dengan M)
“ Baiklah M, karena B sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali

bersikap peduli dan tidak ingkar janji


ke ruangan B. Selamat pagi”

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat M untuk melakukan
terminasi dengan B di tempat lain)
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan M”

2) Penyebab isolasi sosial


“Dibandingkan kemarin pagi, B tampak lebih baik saat berkenalan dengan M”

b. Menjelaskan tentang:
“Pertahankan apa yang sudah B lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan M jam 4 sore nanti”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari B dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1

Tindakan:
siang dan jam 8 malam, B bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien

Tujuan:

sosial.
yang baru dikenal. Selanjutnya B bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana B, setuju kan?”
“Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman B. Pada
jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”
c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah
d) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien
c. Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
d. Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi.
e. Menjelaskan perawatan lanjutan

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang


masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan
cara merawat pasien dengan isolasi sosial

Fase Orientasi:
“Selamat pagi ”
“Perkenalkan saya Sofiana Purnamasri, panggil saya Sofi, Mahasiswa dari
Stikes Cendekia Utama Kudus, saya yang merawat anak bapak”
“Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan B sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan
cara perawatannya”
“Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana
kalau setengah jam?”

Fase Kerja:
“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat B? Apa yang sudah
dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh B disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu
gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang
lain”.
“Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain,
mengurung diri, kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah
menunduk”
“Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang
mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak,
tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa
mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang
sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga
lainnya harus sabar menghadapi B. Dan untuk merawat B, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling
percaya dengan Byang caranya adalah bersikap peduli dengan B dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan
kepada B untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain.
Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
“Selanjutnya jangan biarkan B sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-
cakap denganB. Misalnya beribadah bersama, makan bersama, rekreasi
bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara
itu”
” Begini contoh komunikasinya Pak,B bapak lihat sekarang kamu sudah bisa
bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama.
Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-
bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang
kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana?
Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola
kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya
contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik
sekali” ”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

Fase Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita
latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan
tanda- tanda orang yang mengalami isolasi sosial.”
“Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak
yang mengalami masalah isolasi sosial.”
“Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan
tersebut.”
“Nanti kalau ketemu B coba Bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada
semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada
B?”
“Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama.”
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan
pasien.

Fase Orientasi:
“Selamat pagi Pak!”Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari
berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik
kita akan coba 30 menit.”
“Sekarang mari kita temui B”

Fase Kerja:
“Selamat pagi B. Bagaimana perasaan Bhari ini?”
“Bpk B datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong B tunjukkan jadwal
kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
“Bagaimana perasaan B setelah berbincang-bincang dengan Orang tua B?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi
dengan keluarga)

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus.”
“Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada
anak bapak.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya
sama seperti sekarang ya Pak.”
SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

Fase Orientasi:
“Selamat pagi Pak! Karena rencana B mau pulang, maka perlu kita
bicarakan perawatan lanjutan di rumah.”
“Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan tersebut disini
saja”
“Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Fase Kerja:
“Bapak, ini jadwal B yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan? Di rumah Bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal
ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak
terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera lapor ke rumah sakit atau bawa anak bapak ke rumah sakit.”

Fase Terminasi:
“Bagaimana Pak? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak
bapak. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

Anda mungkin juga menyukai