Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN HARGA

DIRI RENDAH KRONIS

Disusun Oleh :
GAMATARI SUBPRABA PURNAMA SARI
SN202010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A. MASALAH UTAMA :
Harga Diri Rendah
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti,
rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (keliat, 2017). Harga diri rendah situasional merupakan
perkembangan persepsi negatif tentang harga diri sebagai respons
seseorang terhadap situasi yang sedang dialami (Wilkinson, 2017).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang
diri atau kemampuan diri yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan
(Herman, 2017). Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, yang menjadikan hilangnya rasa percaya
diri seseorang karena merasa tidak mampu dalam mencapai keinginan
(Fitria, 2017).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu
dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya
sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
2. Tanda dan Gejala
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif :
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
3. Penyebab Terjadinya Masalah
Harga Diri rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti (Stuart, 2009).
1) Faktor Presdisposisi
a. Faktor biologis, biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmiter di otak contoh
kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien
mengalami depresi dan pada pasien depresi kecendrungan harga
diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
b. Faktor psikologis, harga diri rendah kronis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran
dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu
mengalami harga diri rendah kronis meliputi orang tua yang
penolakkan orang, harapan orang tua yang tidak realistis, orang
tua yang tidak percaya terhadap anaknya, tekanan teman sebaya,
peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam
pekerjaan.
c. Faktor sosial, sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat
tinggal didaerah kumuh dan rawan, kultur sosial yang berubah
misal ukuran keberhasilan individu.
d. Faktor kultural, tuntutan peran sosial kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain:
wanita sudah harus menikah jika umur mencapai dua puluhan,
perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
2) Faktor presipitasi menurut Yusuf, et. al. (2017) :
a. Trauma : seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran : Stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami dalam peran atau posisi yang diharapkan.
c. Transisi peran perkembangan : Perubahan norma dengan nilai yang
tidak sesuai dengan diri.
d. Transisi peran situasi : Bertambah/ berkurangnya orang penting
dalam kehidupan individu.
e. Transisi peran sehat-sakit : Kehilangan bagian tubuh, prubahan
ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan.
4. Akibat Terjadinya Masalah
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
C. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
(Effect)

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

(Core Problem)

Koping Individu Tidak Efektif


(Cause)

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Koping individu tidak efektif
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan harga diri rendah
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Isolasi sosial : menarik diri
2) Harga diri rendah
3) Koping Individu tidak Efektif
F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda- tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
d. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
e. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
f. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain
g. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
h. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
i. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
- Klien – Perawat
- Klien – Perawat – Perawat lain
- Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
- K – Keluarga atau kelompok masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan.
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat
berhubungan dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain.
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
5) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
7) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga
Diagnosa II : harga diri rendah.
Tujuan umum:
Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah
DAFTAR PUSTAKA

Fitria Nita. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria Nita. Dkk. (2017). Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial.
Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T.H. (2017). International Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran.
Jakarta: EGC.
http://www.jurnas.com/news/10188/Penderita_Gangguan_Jiwa_Meningkat_Tiap
_Tahunnya/1/Sosial_Budaya/Kesehatan .editor: Wibisono. B. K. 2017.
Keliat, B.A. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CNHM(basic
course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic
course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Kusumawati, F. (2017). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Townsend, M.C. (2017). Essential Of \Psychitric Mental Health Nursing.
Philadelphia: Davis Company
Wilkinson A. (2017). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran : EGC
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
HARGA DIRI RENDAH

Masalah Utama : Harga Diri Rendah

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Klien kelihatan sering menyendiri
b. Klien mengatakan malu dan tak berguna
c. Klien sering mengatakan dirinya tidak mampu melakukan sesuatu,
d. Klien lebih banyak diam,
e. Selama berkomunikasi kontak mata kurang
2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


1. Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan :
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
d. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan yang
dimilikinya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh pasien
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan
d. Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
e. Berikan pasien kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya setelah
melaksanakan kegiatan
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien, membantu menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu memilih/ menetapkan kemampuanyang
akan dilatih, melatih kemam pua yang sudah di pilih dan
menyusun jadwal pelaksanaan yang telah dilatih dalam rencana
harian
Fase Orientasi :
“Selamat pagi! Bagaimana keadaannya hari ini? Terlihat segar”
“Perkenalkan nama saya Sofiana Purnamasari, saya suka di panggil Sofi, saya
Mahasiswa dari Stikes Cendekia Utama Kudus”
“Nama anda siapa? Sukanya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau kita berbicara tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah
P lakukan? setelah itu kita akan menilai kegiatan yang mana masih dapat P
lakukan di rumah sakit. Setelah menilai kita akan memilih kegiatan yang akan kita
latih.” “Dimana kita duduk? bagaimana kalu di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 20 menit ?”

Fase Kerja :
“H apa saja kemampuan yang P miliki?bagus apa lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apa pula kegiatan rumah tangga yang bisa P lakukan? Bagaimana dengan
merapikan kamar?” “Menyapu? Mencuci piring dan seterusnya. Wah bagus
sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang P miliki!”
P dari lima kegiatan/kemampuan ini yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit?
(mis. Ada tiga yang masih dapat dilakukan). Bagus sekali, ada kegiatan yang
masih bisa di kerjakan di rumah sakit ini.”
“Sekarang, coba P pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan dirumah sakit
ini. Baik nomor satu merapikan tempat tidur? Kalau begitu bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapikan tempat tidur P. Mari kita lihat tempat tidur P!
Coba lihat sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal
dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita balik.
Nah sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus!
Sekarang sebelah kaki tarik dan masukan. Sekarang ambil bantal, rapikan dan
letakkan sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut! Bagus!”
“P sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. coba perhatikan
bedakan dengan sebelum di rapikan! Bagus!”
“Coba P lakukan dan jangan lupa memberi tanda di kertas daftar kegiatan, tulis
M (mandiri) kalau P melakukan tanpa disuruh, ditulis B (bantuan) kalau P
melakukan dengan di bantu, dan tulis T (tidak) kalau P tidak melakukan kegiatan
(perawat akan memberi kertas berisi daftar kegiatan harian).”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan P setelah kita berbicara, dan latihan merapikan tempat
tidur?” “Ya, P ternyata memiliki banyak kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini. Salah satunya merapikan tempat tidur yang sudah P praktikkan
dengan baik sekali. Nah, kemampuan ini juga dapat dilakukan dirumah setelah
pulang. Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. P mau berapa kali
sehari merapikan tempat tidur?”
“Bagus, yaitu pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat jam empat sore.”
“Besok kita latihan lagi kemampuan yang ke dua. P masih ingat kegiataan apa
lagi yang masih bisa dilakukan di rumah sakit selain merapikan tempat tidur? Ya
bagus cuci piring,.. kalau begitu kita akan latihan cuci piring besok jam 8 pagi di
dapur ruangan ini sehabis sarapan pagi. Sampai jumpa ya!”

SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan yang sesuai dengan


kemampuan pasien. Latihan dapat dilanjutkan untuk
kemampuan lain sampai semua kemapuan di latih. Setiap
kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri
pasien.
Fase Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana persaan P pagi ini? Wah P tampak cerah! Bagaimana
P, apa sudah mencoba merapikan tempat tidur pagi tadi? Bagus kalau sudah
dilakukan (jika pasien belum mampu melakukannya, ulang dan bantu kembali)
sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu P?”
“Ya, benar kita sekarang akan latihan mencuci piring di dapur.”
“Waktunya sekitar 15 menit. Mari sekarang kita ke dapur!”

Fase Kerja :
“P, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dahulu perlengkapannya, yaitu
sabut /spons untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring dan
air untuk membilas, P dapat menggunakan air mengalir dari keran ini. Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa makanan.”
“Sekarang saya perlihat kan dulu caranya. Setelah itu semua perlengkapan semua
tersedia P ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring
tersebut ke tempat sampah. Kemuadian P bersihkan piring tersebut dengan
menggunakan sabut/spons sudah di berikan sabun cuci piring. Setelah disabuni,
bilas dengan air bersih sampai tidak ada lagi busa sabun di piring. Tersebut.
Setelah itu P mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah
tersedia di dapur. Nah selesai...!”
“Sekarang coba P melakukannya.”.
“Bagus sekali P dapat mempraktikan cuci piring dengan baik! Sekarang di lap
tangannya!!”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan P setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring dilakukan dalam kegiatan sehari-hari.”
“P, mau berapa kali mencuci piring? Mencuci piring 3 kali setelah makan .”
“Besok kita akan latihan kemampuan ke tiga, setelah merapikan tempat tidur dan
mencuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan
mengepel.”
“Mau jam berapa? Mau seperti sekarang? Sampai jumpa!”

2. Tindakan keperawatan pada keluarga


Tujuan :
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yag
dimiliki oleh pasien.
b. Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuanyng masih
dimiliki oleh pasien.
c. Keluarga dapat memotivaasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien. Tindakan :
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalm merawat pasien.
b. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dialami oleh
psien.
c. Diskusi dengan keluarga mengenai kemampuan yang di miliki oleh
pasien dan puji pasien atas kemampuanya
d. Jelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.
e. Demonstrasikan cara merawat pasien harga diri rendah.
f. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
merawat pasien harga diri rendah seperti perawat yang telah
demonstrasikan sebelumnya.
g. Bantu keluarga unytuk menyusun kegiatan pasien di rumah.

SP 1 keluarga: Mendiskusikan masalahten yang dihadapi keluarga dalam


merawat pasien di rumah, mencelaskan tentang pengertian,
tanda dan gejala harga diri rendah, Jelaskan cara-cara
merawat pasien harga diri rendah. mendemonstrasikan
cara merawat pasien harga diri rendah, dan memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
merawat.
Fase Orientasi :
“Selamat pagi! Bagaimana keadaan bapak, ibu pagi ini?”
“Perkenalkan nama saya Sofiana Purnamasari, saya suka di panggil Sofi, saya
Mahasiswa dari Stikes Cendekia Utama Kudus”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang cara merawat P? Berapa
lama?” “Bagaimana kalau 30 menit? Baik mari kita duduk di ruang
wawancara!”

Fase Kerja :
“Apa yang bapak/ibu ketahui tentang masalah P?”
“Ya memang benar sekali pak/bu, P itu memenag terlihat tidak percaya diri
sering menyalahkan dirinya sendiri. P sering mengatakan dirinya adalah paling
bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak bapak/ibu mengalami masalah harga
diri rendah yang di tandai dengan munculnya pikiran-pikiran negatif terhadap
dirinya sendiri. Jika keadaannya terus menerus seperti itu, P dapat mengalami
masalah yang lebih berat lagi, semisal, P malu bertemu dengan orang lain dan
memilih untuk mengurung diri.”
“Sampai disini, bapak/ ibu mengerti tentang harga diri rendah? Bagus sekali
bapak/ibu sudah mengerti.”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah P dapat menjadi masalah yang serius,
kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk P.”
“Bapak/ ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki P? Ya benar dia juga
mengatakan hal yang sama. (jika sama dengan kemampuan yang di katakan
P)” “P telah berlatih dua kegiatan, yaitu merapikan tempat tidur dan mencuci
piring. P juga telah di berikan jadwal untuk kegiatan tersebut. Untuk itu bapak/
ibu perlu mengingatkan P untuk kegiatan tersebut sesuai jadwal. Jangan lupa
berikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi contreng
pada jadwal kegiatannya. Selain itu, jika P sudah tidak lagi dirawat di rumah
sakit, bapak/ ibu tetap perlu memantau perkembangan P. Jika masalah harga
dirinya muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/ ibu dapat membawa P ke
puskesmas.”
“Nah, bagaimana kalau kita praktikkan cara memberi pujian kepada P. Temui
P dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian seperti,
“bagus sekali P, kamu sudah semakin terampil mencuci piring!”
“Coba bapak/ ibu praktikan sekarang.”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak/ ibu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah bapak/ ibu jelaskan kembali masalah yang di hadapi P dan
bagaimana cara merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/ ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah, setiap bapak/ ibu
mengunjungi P lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi, untuk latihan cara memberikan
pujian langsung pada P?”
“Pukul berapa bapak/ ibu datang? Baik saya akan tunggu , sampai jumpa!”

SP 2 keluarga: Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien harga


diri rendah langsung pada pasien
Fase Orientasi :
“Selamat pagi bapak/ ibu! Bagaimana perasaan bapak/ ibu hari ini?”
“Bapak/ ibu masih ingat latihan merawat anak bapak/ ibu seperti yang kita
pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik hari ini kita akan mempraktikan langsung pada P.”
“Bagaimana kalau 20 menit? Sekarang mari kita temui!”

Fase Kerja :
“Selamat pagi P, Bagaimana peraaan P hari ini? Hari ini saya datang bersama
orang tua P. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya orang tua P juga
ingin merawat P agar cepat sembuh.” ( kemudian anda berbicara kepada
keluarga sebagai berikut)
“Nah, pak/bu, sekarang bapak/ ibu bisa mempraktikkan apa yang sudah kita
lakukan dua hari yang lalu, yaitu memberi pujian terhadap anak bapak/ ibu.”
(perawat mengobservasi keluarga mempraktikan cara merawat pasien seperti
yang dilakukan pada pertemuan yang sebelumnya)
“Bagaimana perasaan P setelah berbincang-bincang dengan orang tua P?”
“Baiklah, sekarang perawat dan orang tua P ke ruang perawat dulu!” (perawat
dan keluarga meninggalkan pasien untuk terminasi dengan keluarga)

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak/ ibu setelah melakukan latihan tadi?”
“Mulai sekarang bapak/ ibu sudah dapat melakukan cara perawatan tadi pada
P.”
“Tiga hari lagi kita bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak/ ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya
seperti yang sekarang ya?”
SP 3 keluarga: membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Fase Orientasi :
“Selamat pagi pak, bu,! karena hari ini P sudah boleh pulang, bagaimana kalau
membicarakan jadwal P selama di rumah? “
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, mari kita
bicarakan dikantor!”

Fase Kerja :
“Pak/Bu, ini jadwal P selama di rumah sakit. Coba diperhatikan. Apakah kira-
kira dapat dilaksanakan semua dirumah? Pak/bu jadwal yang telah di buat
selama P di rawat di rumah sakit tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh P selama di rumah. Kalau misalnya P terus menerus
menyalahkan dirinya sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain segera kontrol ke rumah sakit ya!”

Fase Terminasi :
“Apa yang ingin Bapak/Ibu tanyakan?ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian P untuk di bawa pulang. Kalau ada apa-apa
Bpk/Ibu boleh juga menghubungi kami! Silahkan selesaikan administrasinya!”

Anda mungkin juga menyukai