Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULAN POST OP LAPARATOMY

DI RUANG ICU RUMAH SAKIT TK III SLAMET RIYADI


SURAKARTA

Disusun oleh:

GAMATARI SUBPRABA PURNAMA SARI

SN202010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Laparatomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus
akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus.
(Arif Mansjoer, 2017). Laparatomi adalah pembedahan perut,
membuka selaput perut dengan operasi (Lakaman, 2017).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan
suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen.
Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang
dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan teknik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistofuodenostomi, heparektomi, splenoktomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistuloktomi.
Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan
tindakan laparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi
pada tuba fallopi, dan oprasi pada ovarium, yang meliputi
hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic,
salpingooferektomi bilateral (Smeltzer, 2017).
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,
2018) :
a. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di
tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun
demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia
cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar,
dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi
ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
b. Paramedian
Yaitu; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri,
dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi
pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara
lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak
memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke
arah dan bawah
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistomy
dan splenektomy
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu insisi melintang di bagian bawah kurang lebih 4 cm di
atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi
appendectomy.

2. Etiologi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena
disebabkan oleh beberapa hal (Jitowiyono Sugeng, 2017) yaitu :
a. Trauma Abdomen (Tumpul atau Tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk Dibedakan atas 2
jenis yaitu : Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi
kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk,
luka tembak. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi
kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan,
benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-
belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis
sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster
dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon
sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma
dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan
keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan
pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya
dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada
area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah
pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus
menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat
penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai
mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan
penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat
distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus
atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam
dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus).
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
e. Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya
merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan
inflamasi.
f. Tumor abdomen
g. (inflammation of the pancreas)
h. Abscesses (a localized area of infection)
i. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
j. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of
the intestines)
k. Intestinal perforation
l. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
m. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
n. Internal bleeding

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy
diantaranya :
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi
f. Kulit dingin dan terasa basah
Fase Pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak /
rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana
serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
Fase Kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan
baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan
Fase Ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun,
timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase Keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut
(Jitowiyono Sugeng, 2017).

4. Komplikasi
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut
lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
b. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilococus aurens, organisme gram positif. Stapilococus
mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptik dan antiseptik (Jitowiyono Sugeng, 2017)
c. Kerusakan integrita skulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi
d. Ventilasi paru tidak adekuat
e. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung
f. Ganguan Keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Arof Manjoer, 2017)

5. Patofisiologi dan Pathway


Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2017).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Jitowiyono Sugeng,
2017). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2017). Trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2017).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (setbelt) dapat
mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan
laparatomy (Arif Muttaqin, 2017).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat
kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan
organorgan, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus
abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan
terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan
pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut (Arif
Muttaqin, 2017).
Pathway
Trauma abdomen
Perdarahan, peritonitis, sumbatan pada usus

Hospitalitis

Rencana Operasi

Laparatomi (Pembedahan)

Post laparatomi terbentuknya stoma Pemasangan kantong

Terpasang selang NG/usus Pembentukan Drainase Kerusakan Integritas Kulit Gangguan Citra Tubuh

Keluaran cairan Luka Insisi Nyeri


Melalui hdung dan
Eliminasi Perubahan status

Ketidakseimbangan Timbul Pergerakan terbatas Respon Fisiologis


Nutrisi kurang dari infeksi sistemik takut luka terbuka
Tubuh dan lokal Ansietas Gelisah

Resiko Infeksi Hambatan Mobilitas Fisik Susah tidur

Gangguan Pola Tidur

(Arif Muttaqim, 2017)


6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
a. Tirah baring total 24 jam, kemudian mobilisasi secara bertahap.
b. Kontrol TTV lengkap,tekanan darah, nadi tiap 15 menit, suhu tiap
30 menit bila stabil tiap 4 jam.
c. Selama 13-24 jam pertama, pemasukan makanan per os di stop.
Kemudian secara bertahap diberikan makanan cair hingga padat
sesuai keadaan/ kondisi klien.
d. Bila kesakitan, berikan analgetik narkotik, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan lain
e. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin
f. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
g. Pencegahan infeksi, pantau kondisi luka post operasai laparatomi
h. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
i. Mempertahankan konsep diri. Gangguan konsep diri : Body image
bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan
sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama
ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan
kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang
terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang
dilakukan secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien
mengelompokkan data menganalisis data tersebut sehingga dapat
pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus menerus
mengenai keadaan pasien. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian
adalah memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan
pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan
keperawatan. (Arif mutaqim, 2017). Pengkajian pada laparatomi
meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit
psikososial.
a. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang
telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan secara medis
2) Riwayat kesehatan dulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di
rumah sakit
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
b. Pengkajian Fokus
1) B1 (Breath)
a) Takipnea
b) Peningkatan kerja napas
c) Bunyi napas turun atau tak ada
d) Fremitus menurun
e) Perkusi dada hipersonan
f) Gerakkkan dada tidak sama
g) Kulit pucat
h) Sianosis
i) Berkeringat
j) Krepitasi subkutan
k) Mental ansietas
l) Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif
2) B2 (Bleed)
a) Takikardia
b) Disritmia
c) Irama jantunng gallops
d) Nadi apical berpindah
e) Tanda Homman
f) Hipotensi/hipertensi
g) Distensi Vena Jugularis
3) B3 (Brain)
a) Bingung
b) Gelisah
c) Pingsan
4) B4 (Bladder)
a) Tidak ada kelainan
5) B5 (Bowel)
a) Tidak ada kelainan
6) B6 (Bone)
a) Perilaku distraksi
b) Mengkerutkan wajah
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma
atau riwayat operasi.
2) Mata
penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola
mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus
IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral
(nervus VI)
3) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada
nervus olfatorius (nervus I).
4) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus
vagus adanya kesulitan dalam menelan.
5) Dada
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan dan massa.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi
Auskultasi : vesikuler ,ada suara tambahan tidak
6) Abdomen
Inspeksi : Bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi : mendengar bising usus.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
7) Ekstermitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2017)
a. Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b. Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada
sendi.
c. Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan
grafitasi
d. Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan
tekanan pemeriksaan.
e. Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
f. Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Menurut PPNI (2017)
diagnosa yang muncul pada pasien post op laparatomi yaitu :
a. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (mis. Prosedur Operasi)
(D.077)
b. Resiko Infeksi (D.0142)
c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan otot (D.0054)
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
(SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

N Diagnosa Luaran Perencanaan Keperawatan


O Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (l.08238)
berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan agen selama 3 kali 24 jam, 1) Lokasi, karakteristik,
pendera fisik maka Tingkat Nyeri durasi, frekuensi,
(prosedur operasi) menurun dengan kualitas, intensitas
(D.077) kriteria hasil: nyeri
1) Keluhan Nyeri 2) Identifikasi skala
Menurun (5) nyeri
2) Meringis 3) Identifikasi faktor
menurun (5) yang memperberat
3) Sikap Protektif dan memperingan
menurun (5) nyeri
4) Gelisah 4) Identifikasi
menurun (5) pengetahuan dan
5) Kesulitan tidur keyakinan tentang
menurun (5) nyeri
5) Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
6) Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
7) Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
8) Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
1) Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2) Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat
dan tidur
4) Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika
2 Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
(D.0142) intervensi keperawatan (I.14539)
selama 3 kali 24 jam, Observasi :
maka Tingkat Infeksi 1) Monitor tanda dan
menurun dengan gejala infeksi
kriteria hasil : Terapeutik :
1) Kebersihan 1) Batasi jumlah
tangan pengunjung
menigkat (5) 2) Berikan perawatan
2) Kebersihan kulit pada area edema
badan 3) Cuci tangan sebelum
meningkat (5) dan sesudah kontak
3) Demam dengan pasien dan
menurun (5) lingkungan pasien
4) Kemerahan 4) Pertahankan teknik
menurun (5) anti septik pada
5) Nyeri menurun pasien berisiko tinggi
(5) Edukasi :
6) Kultur area luka 1) Jelaskan tanda dan
membaik (5) gejala infeksi
7) Nafsu makan 2) Ajarkan cara
membaik (5) mencuci tangan
denga benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
5) Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6) Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu

3 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


Mobilitas Fisik b.d intervensi keperawatan (l.05173)
Penurunan selama 3 kali 24 jam, Observasi :
Kekuatan Otot maka Mobilitas Fisik 1) Identifikasi adanya
(D.0054) meningkat dengan nyeri atau keluhan
kriteria hasil : fisik lainnya
1) Pergerakan 2) Identifikasi adanya
ekstermitas tolerasni fisik
meningkat (5) melakukan
2) Kekuatan otot pergerakan
meninngkat (5) 3) Monitor frekuensi
3) Rentang gerak jantung dan tekanan
(ROM) darah sebelum
meningkat (5) memulai mibilitas
4) Nyeri menurun 4) Monitor kondisi
(5) umum selama
5) Kecemasan melakukan mobilisasi
menurun (5) Terapeutik :
1) Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur
2) Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga
untuk membanyu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan
orosedur mobilisasi
2) Njurkan melakukan
mobilisasi dini
3) Ajrkan mobilisasi
yang harus dilakukan
(mis. Duduk ditemapt
tidur, duduk disisi
tempat tidur, pindah
dari tempat tidur
kekursi.

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2017). Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif yaitu menghasilkan umpan balik selamaprogram berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani,
2017). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien
yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O
(Objektif) adalah data yang berdasarkan hasilpengukuran atau
observasi perawat secara langsung pada pasien dan yangdirasakan
pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi
makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai. Dapat
dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila
perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan,
sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir
adalah planning (P) merupakan rencana tindakan berdasarkan analisis.
Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan rencana
dan apabila belum tercapai, perawat akan melakukan modifikasi
rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini
disebut juga evaluasi proses (Dinarti,2017).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien
hadapi yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.
Evaluasi penting dilakukan untuk menilai status kesehatan
pasien setelah tindakan keperawatan. Selain itu juga untuk menilai
pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek,
dan mendapatkan informasi yang tepat dan jelas untuk meneruskan,
memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan yang diberikan
(Deswani, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Deswani. (2017). Proses Keperawatan Dan Berfikir Kritis (Y. Hartati. Ed).
Jkarta: Salemba Medika
Dinarti. (2017). Dokumentasi Keperawatan (2nd ed). Jakarta: TIM
Jitowiyono Sugeng dkk, (2017). Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta : Muha Medika.
Mansjoer, A dkk. (2017). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI
Smeltzer, dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Tarwoto dan Wartonah., (2017). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi :4 . Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (I). Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.inna- ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai