Anda di halaman 1dari 18

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN POST LAPARATOMI


EKSPLORASI PERDARAHAN DAN SEPSIS
DI RUANG ICU RSUD WATES

DISUSUN OLEH:

GITA PARAMITHA YAN PRATIWI


193203045

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN POST


LAPARATOMI EKSPLORASI PERDARAHAN DAN SEPSIS
DI RUANG ICU RSUD WATES

Disusun Oleh :

GITA PARAMITHA YAN PRATIWI


193203045

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN POST LAPARATOMI EKSPLORASI
PERDARAHAN DAN SEPSIS
A. Definisi Laparatomi
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka
selaput perut dengan operasi. (Lakaman 2011).
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan
melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada
kasus-kasus seperti apendiksitis, perforasi, hernia inguinalis, kanker
lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis,
kolestisitisdan peritonitis (Sjamsuhidajat, 2010).

B. Indikasi Laparatomi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh
beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu:
1.      Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2.      Peritonitis
3.      Perdarahan saluran cerna.
4.      Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5.      Massa pada abdomen
C. Jenis Laparatomi
1. Mid-line incision, yaitu sayatan ke tepi dari garis tengah abdomen.
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan ditutup,
serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian,
kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis.
Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar,dan lien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,rektosigmoid, dan organ
dalam pelvis
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang
(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan
indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ
pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian
insicion memiliki keuntungan antara lain: merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan
insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah.
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah 4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy.  Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam,
latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot
bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya
dilakukan hari ke 2 post operasi.(Smeltzer, 2012).

D. Patofisiologi
Laparatomi merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen
yang merupakan stressor pada tubuh. Respon tersebut terdiri dari respon
sistem saraf simpati dan respon hormonal yang bertugas melindungi
tubuh dari ancaman cidera. Bila stres terhadap sistem cukup gawat atau
kehilangan banyak darah maka mekanisme kompensasi tubuh terlalu berat
sehingga shock akan menjadi akibatnya. Respon metabolisme juga terjadi
karbohidrat dan lemak dimetabolisme untuk memproduksi energi. Protein
tubuh dipecah untuk menyajikan asam amino yang akan digunakan untuk
membangun sel jaringan yang baru. Pemulihan fungsi usus, khususnya
fungsi peristaltik setelah laparatomi jarang menimbulkan kesulitan. Illues
adinamik atau paralitik selalu terjadi selama satu sampat empat hari
setelah laparatomi, bila keadaan ini menetap disebabkan karena
peradangan di perut berupa peritonitis atau abses dan karena penggunaan
obat-obat sedatif (Jitowiyono, 2010).
Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan
adanya kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri
sehingga mengeluarkan zat kimia berupa histamin, bradikimin,
prostaglandin akibatnya timbul nyeri.
Nyeri kram pada perut yang terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak dapat flatus (sering muncul). Muntah mengakibatkan dehidrasi
dan juga dapat mengalami syok. Konstipasi mengakibatkan peregangan
pada abdomen dan nyeri tekan. Kemudian anoreksia dan malaise
menimbulkan demam dengan tanda terjadinya takikardi. Pasien
mengalami diaphoresis dan terlihat pucat, lesu, haus terus menerus, tidak
nyaman, dan mukosa mulut kering.
E. Pathway

(trauma abdomen, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan, sumbatan pada usus


halus dan usus besar, masa pada abdomen)

Laparatomi perdarahan
(insisi jaringan : terputusnya inkontinuitas jaringan )

Peradangan hipovolemi
nyeri akut

Jaringan terbuka resiko syok

Invasi bakteri resiko infeksi

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi
G. Komplikasi Laparatomi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan
kaki, ambulasi dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilococus aurens, organisme gram positif. Stapilococus
mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik
dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada
ususbesar : kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung :
dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul
perutyang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpulperut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan
denganmenggunakan jarum pungsi no 16 atau yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawaah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli.buli terlebih dahulu
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritoneum
I. Penatalaksanaan
1. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
2. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
3. Pemantauan status pernafasan dan CV.
4. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan.
5. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau
koloid (ex:komponen darah, albumin, plasma atau pengganti
plasma).
6. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau
diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
J. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan
oleh seseorang pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa
bimbingan, pengawasan, perlindungan. (Brunner & suddarth, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan
secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data
menganalisis data tersebut sehingga dapat pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan pasien
.Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah memberikan
gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien yang
mungkin perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif
mutaaq 2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat penyakit psikososial.
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan Utama :Sering  menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah  nyeri pada abdomen.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang, kapan nyeri pertama kali dirasakan
dan apa tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya klien
dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secara
medis.
Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat penyakit terdahulu
sehingga klien dirawat di rumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga : biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke
dari generasi terdahulu.
Riwayat psikososial dan spiritual : peranan  pasien  dalam  keluarga
status emosional meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
2. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)
a. Pola Nutrisi
b. Pola Eliminasi
c. Pola Personal Hygiene
d. Pola Istirahat dan Tidur
e. Pola Aktivitas dan Latihan
f. Seksualitas/reproduksi
g. Peran
h. Persepsi diri/konsep diri
i. Kognitif diri/konsep diri
j. Kognitif perceptual

3.      Pemeriksaan Fisik


a. Kepala : pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya
hematoma atau riwayat operasi.
b.   Mata : penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya
gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam
mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memutar
bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal
mata kalateral (nervus VI).
c. Hidung : adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada
nervus olfatorius (nervus I).
d.   Mulut : adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan
nervus vagus adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada : Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa. Perkusi :mendengar
bunyi hasil perkusi, auskultasi :mengetahui suara nafas, cepat dan
dalam.
f. Abdomen, inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran,
auskultasi : mendengar bising usus, perkusi : mendengar bunyi
hasil perkusi, palpasi: ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
g. Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012):
1) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
3) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.
K. Definisi Sepsis
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya didalam
darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit
sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya
mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia
adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di
dalam darah.
L. Tanda dan Gejala Sepsis
Pada keadaan Sepsis, terdapat tekanan darah yang menurun, yang
menyebabkan terjadinya Shock. Organ-organ tubuh termasuk jantung,
ginjal, hati, paru-paru dan susunan syaraf pusat berhenti bekerja dengan
baik karena terdapat aliran darah yang menurun. Secara umum, penderita
akan menunjukkan gejala menggigil, penurunan kesadaran sehingga
tidak dapat diajak bicara, demam atau penurunan suhu tubuh, sakit
kepala akibat tekanan darah yang menurun, denyut jantung meninggi,
bercakbercak di kulit dan perdarahan juga dapat terjadi gejala pada usia
lanjut sama dengan gejala pada usia dewasa (menggigil, kelemahan,
pernafasan yang cepat dan kulit tampak lebih gelap). Gejala pada
penderita usia anak-anak dapat sama dengan usia dewasa, namun lebih
menonjol pada gejala demam dan produksi air seni yang menurun,
penurunan kesadaran. Gejala lain pada penderita bayi yang baru lahir
adalah demam, berbau cairan amoniak, tanda-tanda vital yang abnormal,
kejang dan muntah yang bersifat projektil (terlempar jauh). Untuk
menentukan jenis bakteri yang terdapat dalam darah, perlu dilakukan
biakan darah dan tes resistensi terhadap jenis antibiotika.
M. Apendisitis Perforasi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis Perforasi terjadi karena sekresi mucus terus berlanjut dan
tekanan dalam ruang apendik terus meningkat dan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, bakteri menembus dinding apendik
lalu arteri terganggu dan menjadi infark dinding apendiks lalu arteri
terganggu dan terjadi infark dinding diikuti dengan gangrene dan
pecahnya dinding apendik yang telah rapuh (Yuccel et al, 2012 dan ;
Shirah, Shirah, Alhaidari 2016).
Terdapat beberapa penyebab apendisitis antara lain factor obstruksi yang
60 persen disebabkan hyperplasia jaringan, factor bakteri diakibatkan
oleh bakteri e.coli, splachius. Penyebab perforasi adalah lambatnya
diagnosis dan penentuan kebutuhan pembedahan karena dianggap tidak
memiliki komplikasi, pada pria risiko terjadinya apendikular fascolitis
dan kalkuli meningkatkan risiko apendisitis perforasi, perubahan
kekuatan dinding kolon apendis seiring bertambahnya usia menjadi
penyebab tinggi, tumor jinak yang menyebabkan obstruksi lumen dan
merangsang produksi mucus pada apendik sehingga terjadi rupture
dinding apendik (Chen, et al 2011).
Patofisiologi dari apendisitis adalah peradangan yang disebabkan oleh
bakteria yang dicetuskan oleh bebrapa factor pencetus kemungkinan oleh
fekalit, tumor atau benda asing. Obstruksi menyebabkan mucus yang
diproduksi makin banyak, keelastisan dinding apendik mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan
yang terus meningkat akan menyebabkan apendik mengalami hipoksia,
menghampat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendik dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluhdarah intramular. Saat itu terjadilah
apendisitis fokal yang ditandai nyeri epigastric. Bila sekresi mucus terus
berlanjut tekanan terus meningkat makan menyebabkan obstuksi vena,
edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan terus
meluas dan mengenai peritoneum yang ditandai sakit di kuadran kanan
bawah. Kemudia bila arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene maka stadium disebut apendisitis
gangreosa kamudia jika dinding telah rapuh tersebut pecah akan terjadi
apendisitis perforasi (Gyuton and Hall, 2006; Omari et al, 2014; Shirah,
Shirah, Alhaidari 2016).
Manifestasi yang dirasakan adalah nyeri kuadran, tanda rovsing, nyeri
akan menyebar ketika sudah terjadi perforasi. Komplikasi yang timbul
antara lain peritonisis, intraabdominal abses, septicemia.
N. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi
laparatomi.
3. Hambatan mobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari
anggota tubuh/kelemahan.
4. Resiko syok
O. Intervensi Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


DX KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan keperawatan Pain management
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif
agen cidera biologis berkurang atau terkontrol, dengan kriteria terhadap nyeri, meliputi lokasi,
hasil: karasteristik, onset/durasi, frekuensi,
NOC kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-
faktor yang dapat memicu nyeri.
Pain level : 2. Observasi tanda-tanda non verbal atau
1. Klien tidak melaporkan adanya nyeri isyarat dari ketidaknyamanan.
dari 2 (jarang menunjukkan) menjadi 4 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
(sering menunjukkan) dalam mengkaji pengalaman nyeri dan
2. Klien tidak menunjukkan ekspresi menyampaikan penerimaan terhadap
wajah terhadap nyeri dari 2 (jarang respon klien terhadap nyeri.
menunjukkan) menjadi 4 (sering 4. Kaji tanda-tanda vital klien
menunjukkan) 5. Kontrol faktor lingkungan yang dapat
3. TD, Nadi dan RR dalam batas normal menyebabkan ketidaknyamanan, seperti
dari 2 (jarang menunjukkan) menjadi 4 suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
(sering menunjukkan) 6. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
non farmakologi, (mis: teknik terapi
Pain Control musik, distraksi, guided imagery, masase
1. Klien melaporkan nyeri terkontrol dari dll).
2 (jarang menunjukkan) menjadi 4 7. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
(sering menunjukkan) sesuai indikasi.
2. Klien dapat mengontrol nyerinya
dengan menggunakan teknik
manajemen nyeri non farmakologis
dari 2 (jarang menunjukkan) menjadi 4
(sering menunjukkan)

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Infection control


selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan
infeksi, dengan kriteria hasil oleh klien.
NOC 2. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak
Infection Severity terpapar lingkungan dengan cara menutup
1. Tidak ada kemerahan dari 1 (berat) dengan kasa streril.
menjadi 4 (ringan) 3. Batasi jumlah pengunjung.
2. Tidak terjadi hipertermia dari 1 4. Ajarkan klien dan keluarga tekhnik
(berat) menjadi 4 (ringan) mencuci tangan yang benar.
3. Tidak ada pembengkakan dari 1 5. Gunakan sabun anti mikrobial untuk
(berat) menjadi 4 (ringan) mencuci tangan.
4. Tidak ada drainase ntibiot –WBC 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah
dalam batas normal) dari 1 (berat) melakukan tindakan keperawatan..
menjadi 4 (ringan) 7. Terapkan Universal precaution.
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
perawatan.
Risk Control 9. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan
a. Identifikasi ntibi risiko infeksi dari nutrisi dan cairan adekuat.
2 (jarang menunjukkam) menjadi 4 10. Ajarkan klien dan keluarga untuk
(sering menunjukkan) menghindari infeksi.
11. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-
b. Ketahui perilaku yang berhubungan
tanda infeksi.
dengan risiko infeksi dari 2 (jarang 12. Kolaborasi pemberian antibiotik bila
menunjukkan) menjadi 4 (sering perlu.
menunjukkan)
c. Identifikasi tanda dan gejala infeksi Infection protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dari 2 (jarang menunjukkan)
dan lokal
menjadi 4 (sering menunjukkan) 2. Monitor hitung granulosit, WBC
d. Praktikan strategi untuk mengontrol 3. Berikan perawatan kulit.
infeksi (pemberian ntibiotic yang 4. Inspeksi kulit dan membran mukosa
diresepkan) dari 3 (kadang-kadang terhadap kemerahan, panas dan drainase
menunjukkan) menjadi 5 (secara 5. Inspeksi kondisi luka
konsisten menunjukkan)
Wound care
e. Pertahankan lingkungan yang
1. Monitor karakteristik luka, meliputi
bersih dari 3 (kadang-kadang warna, ukuran, bau dan pengeluaran pada
menunjukkan) menjadi 4 (sering luka
menunjukkan) 2. Bersihkan luka dengan normal salin
f. Monitor perubahan status kesehatan 3. Lakukan pembalutan pada luka sesuai
dari 1 (tidak pernah menunjukkan) dengan kondisi luka
menjadi 4 (sering menunjukkan) 4. Pertahankan teknik steril dalam perawatan
luka pasien
g. Mencuci tangan dari 1 (tidak pernah
menunjukkan) menjadi 5 (secara
konsisten menunjukkan)
3. Gangguan mobilitas Setelah diberikan asuhan keperawatan (Exercise therapy : ambulation)
fisik berhubungan
selama 3 x 24 jam diharapkan hambatan 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah
dengan kelemahan
mobilitas fisik berkurang atau terkontrol, latihan dan lihat respon pasien saat
dengan kriteria hasil: latihan
1. Joint Movement : Active 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
2. Mobility Level rencana ambulasi sesuai dengan
3. Self care : ADLs kebutuhan
4. Transfer performance 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
Kriteria Hasil : saat berjalan dan cegah terhadap cedera
a. Klien meningkat dalam aktivitas 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
fisik lain tentang teknik ambulasi
b. Mengerti tujuan dari peningkatan 5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilitas mobilisasi
c. Memverbalisasikan perasaan 6. Latih pasien dalam pemenuhan
dalam meningkatkan kekuatan dan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan berpindah kemampuan
d. Memperagakan penggunaan alat 7. Dampingi dan Bantu pasien saat
Bantu untuk mobilisasi (walker) mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A (2007). Kapita Selekta Kedokteran. jilid I. Edisi ke-3. FKU,


Jakarta: Media Aesculapius
Sjamsuhidajat,R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran Indonesia : EGC.
King, L.A. (2010).Psikologi Umum. Jakarta:Salemba Humanika.
Perry,P.G dan Potter. P.A , (2015). Buku Ajar Fundemental Keperawatan;
Konsep Dasar, Proses, Dan Praktik, Edisi 8 Jakarta: EGC
Jitowiyono S. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta :
Muha Medika.
Doenges, M E.(2010). Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai