Anda di halaman 1dari 24

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST LAPARATOMI


EKSPLORASI PERDARAHAN DAN SEPSIS DI ICU RSUD WATES

DISUSUN OLEH:

LADI NOVIA RAHMA WIJAYANTI


193203050

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST LAPARATOMI


EKSPLORASI PERDARAHAN DAN SEPSIS DI ICU RSUD WATES

Disusun Oleh :

LADI NOVIA RAHMA WIJAYANTI


193203050

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) ( )

2
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Laparatomi
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.
(Lakaman 2011).
B. Indikasi Laparatomi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa
hal (Smeltzer, 2012) yaitu:
1.      Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2.      Peritonitis
3.      Perdarahan saluran cerna.
4.      Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5.      Massa pada abdomen
C. Jenis Laparatomi
1. Mid-line incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah
±4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. 
Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk,
menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih

3
baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post
operasi.(Smeltzer, 2012).
D. Komplikasi Laparatomi
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens,
organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).
E. Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh
seseorang pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa bimbingan,
pengawasan, perlindungan. (Brunner & suddarth, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan
secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data
menganalisis data tersebut sehingga dapat pengkajian adalah memberikan
gambaran secara terus menerus mengenai keadaan pasien .Adapun tujuan
utama dari pada pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus-

4
menerus mengenai keadaan pasien yang mungkin perawat dapat
merencanakan asuhan keperawatan. (Arif mutaaq 2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat penyakit psikososial.
- Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
- Keluhan Utama :Sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah  nyeri pada abdomen.
- Riwayat Kesehatan
  Riwayat kesehatan sekarang, kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa
tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan secara medis.
Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga
klien dirawat di rumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga : biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
Riwayat psikososial dan spiritual : peranan  pasien  dalam  keluarga  status
emosional meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu,
adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak
harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam
melakukan ibadah sehari-hari.
2. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)
a.       Pola Nutrisi
b.      Pola Eliminasi
c.       Pola Personal Hygiene
d.      Pola Istirahat dan Tidur

5
e.       Pola Aktivitas dan Latihan
f.       Seksualitas/reproduksi
g.      Peran
h.      Persepsi diri/konsep diri
i.        Kognitif diri/konsep diri
j.        Kognitif perceptual
3.      Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma
atau riwayat operasi.
b.   Mata : penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
c. Hidung : adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada
nervus olfatorius (nervus I).
d.   Mulut : adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus
vagus adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada : Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa. Perkusi :mendengar
bunyi hasil perkusi, auskultasi :mengetahui suara nafas, cepat dan
dalam.
f. Abdomen, inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran, auskultasi :
mendengar bising usus, perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi,
palpasi: ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
g. Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
1) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.

6
3) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
4) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh.
F. Definisi Sepsis
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya didalam darah atau
jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan
keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan
adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah.
Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di
dalam darah.

G. Tanda dan Gejala Sepsis


Pada keadaan Sepsis, terdapat tekanan darah yang menurun, yang menyebabkan
terjadinya Shock. Organ-organ tubuh termasuk jantung, ginjal, hati, paru-paru dan
susunan syaraf pusat berhenti bekerja dengan baik karena terdapat aliran darah
yang menurun. Secara umum, penderita akan menunjukkan gejala menggigil,
penurunan kesadaran sehingga tidak dapat diajak bicara, demam atau penurunan
suhu tubuh, sakit kepala akibat tekanan darah yang menurun, denyut jantung
meninggi, bercakbercak di kulit dan perdarahan juga dapat terjadi gejala pada usia
lanjut sama dengan gejala pada usia dewasa (menggigil, kelemahan, pernafasan
yang cepat dan kulit tampak lebih gelap). Gejala pada penderita usia anak-anak
dapat sama dengan usia dewasa, namun lebih menonjol pada gejala demam dan
produksi air seni yang menurun, penurunan kesadaran. Gejala lain pada penderita
bayi yang baru lahir adalah demam, berbau cairan amoniak, tanda-tanda vital yang

7
abnormal, kejang dan muntah yang bersifat projektil (terlempar jauh). Untuk
menentukan jenis bakteri yang terdapat dalam darah, perlu dilakukan biakan darah
dan tes resistensi terhadap jenis antibiotika.
H. Apendisitis Perforasi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis Perforasi terjadi karena sekresi mucus terus berlanjut dan tekanan
dalam ruang apendik terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, bakteri menembus dinding apendik lalu arteri terganggu dan menjadi
infark dinding apendiks lalu arteri terganggu dan terjadi infark dinding diikuti
dengan gangrene dan pecahnya dinding apendik yang telah rapuh (Yuccel et al,
2012 dan ; Shirah, Shirah, Alhaidari 2016).
Terdapat beberapa penyebab apendisitis antara lain factor obstruksi yang 60
persen disebabkan hyperplasia jaringan, factor bakteri diakibatkan oleh bakteri
e.coli, splachius. Penyebab perforasi adalah lambatnya diagnosis dan penentuan
kebutuhan pembedahan karena dianggap tidak memiliki komplikasi, pada pria
risiko terjadinya apendikular fascolitis dan kalkuli meningkatkan risiko apendisitis
perforasi, perubahan kekuatan dinding kolon apendis seiring bertambahnya usia
menjadi penyebab tinggi, tumor jinak yang menyebabkan obstruksi lumen dan
merangsang produksi mucus pada apendik sehingga terjadi rupture dinding
apendik (Chen, et al 2011).
Patofisiologi dari apendisitis adalah peradangan yang disebabkan oleh
bakteria yang dicetuskan oleh bebrapa factor pencetus kemungkinan oleh fekalit,
tumor atau benda asing. Obstruksi menyebabkan mucus yang diproduksi makin
banyak, keelastisan dinding apendik mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan yang terus meningkat akan
menyebabkan apendik mengalami hipoksia, menghampat aliran limfe, terjadi

8
ulserasi mukosa dan bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendik dan
semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluhdarah intramular. Saat itu
terjadilah apendisitis fokal yang ditandai nyeri epigastric. Bila sekresi mucus terus
berlanjut tekanan terus meningkat makan menyebabkan obstuksi vena, edema
bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan terus meluas dan
mengenai peritoneum yang ditandai sakit di kuadran kanan bawah. Kemudia bila
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene
maka stadium disebut apendisitis gangreosa kamudia jika dinding telah rapuh
tersebut pecah akan terjadi apendisitis perforasi (Gyuton and Hall, 2006; Omari et
al, 2014; Shirah, Shirah, Alhaidari 2016).
Manifestasi yang dirasakan adalah nyeri kuadran, tanda rovsing, nyeri akan
menyebar ketika sudah terjadi perforasi. Komplikasi yang timbul antara lain
peritonisis, intraabdominal abses, septicemia.

I. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
3. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota
tubuh.
J. Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi

Keperawatan hasil
1. Nyeri akut NOC NIC

berhubungan Ansiety Anxiety Reduction

dengan Fear leavel (penurunan

dilakukannya Sleep deprivation kecemasan)

tindakan insisi Comfort, readines for 1.      Identifikasi tingkat

9
bedah. enchanced kecemsan

Kriteria Hasil: 2.      Bantu klien

Mampu mengontrol mengenal situasi

kecemasan yang menimbulkan

Mengontrol nyeri kecemasan

Kualitas tidur dan 3.      Kaji karakteristik

istirahat adekuat nyeri

Status kenyamanan 4.      Instruksikan pasien

meningkat menggunakan tehnik

rekasasi

5.      Berikan posisi

nyaman sesuai

kebutuhan

6.      Kolaborasi

pemberian obat

analgetik
2. Resiko infeksi NOC NIC

berhubungan Immune status Infection Control

dengan adanya Knowledge : infection (kontrol infeksi)

sayatan / luka control 1.      Monitor tanda dan

operasi Risk control gejala infeksi

laparatomi. Kriteria hasil sistemik dan lokal

10
Klien bebas dari tanda2.      Bersihkan luka

dan gejala infeksi 3.      Ajarkan cara

Menunjukkan menghindari infeksi

kemampuan untuk 4.      Instruksikan pasien

mencegah timbulnya untuk minum obat

infeksi antibiotik sesuai

Jumlah leukosit dalam resep

batas normal 5.      Berikan terapi

antibiotik IV bila

perlu
3. Gangguan NOC NIC

imobilisasi Joint movement : Exercise therapy :

berhubungan active ambulation

dengan Mobility level 1.      Monitor vital sign

pergerakan Self care : ADLs sebelum/sesudah

terbatas dari Transfer performance latihan dan lihat

anggota tubuh. Kriteria hasil respon pasien saat

Klien meningkjat latihan

dalam aktivits fisik 2.      Latih pasien dalam

Mengerti dari tujuan pemenuhan

dari peningkatan kebutuhan ADLs

mobilitas secara mandiri sesuai

11
Memeragakan kebutuhan

penggunaan alat 3.      Kaji kemampuan

Bantu untuk mobilisasi pasien dalam

(walker) mobilisasi

4.      Konsultasi dengan

terapi fisik tentang

rencana ambulasi

sesuai kebutuhan

5.      Ajarkan pasien

bagaimana merubah

posisi dan berikan

bantuan jika

diperlukan

LAPORAN KASUS
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

12
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST LAPARATOMI
EKSPLORASI PERDARAHAN DAN SEPSIS DI ICU RSUD WATES

Disusun Oleh :

LADI NOVIA RAHMA WIJAYANTI


193203050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020

13
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SNAKE BITE

NAMA MAHASISWA : Ladi Novia Rahma W


NPM : 193203050
TANGGAL PRAKTEK : 14 April – 27 April 2020

A. PENGKAJIAN
Tanggal/Jam Masuk IGD : 18 April 2020
Tanggal Operasi : 19 April 2020
Tanggal/Jam Pengkajian : 20 April 2020/10.00 WIB
Diagnosa Medis : Post Operasi Laparatomi
No. Register : 0012***
No. Bed :2
Ruang/Kelas : Intensive Care Unit/non klas

1. IDENTITAS
a. Identitas Klien
Nama : Tn. “JJ”
Umur : 72 tahun
Agama : Islam
Pekerjaaan : Petani
Alamat : Kulonprogo

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. “G”
Umur : 52 tahun
Alamat : Petani

14
Hubungan : Keluarga

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluahan Utama
Pasien masuk IGD dengan keluhan nyeri perut pada tanggal 18 Apirl 2020.
Kemuadian setelah diperiksa lebih lanjut dokter mendiagnosa pasien menderita
perforasi apendik sehingga dilakukan operasi laparatomi 19 April 2020. Kondisi
klien melemah sehingga dipindah ke ICU
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pria usia 72 tahun dengan post laparatomi eksplorasi h+1 di ruang ICU
Rsud Wates
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit.

3. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway dan Cervical Control
Tidak terdapat sumbatan jalan nafas baik parsial maupun total
b. Breathing dan Ventilation
Frekuensi nafas 20x/menit, tidak terdapat penggunaan otot bantu nafas, tidak
terdapat pernafasan cuping
c. Circulation dan Hemorrhage Control
Nadi 90x/menit, klien terlihat pucat tidak ada pendarahan eksternal dan tidak ada
jejas
d. Dissability
Penurunan kesadaran, kesadaran somnolen GCS 10 (E3V2M5), pupil isokor,

4. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. SAMPLE
1) Sign dan Symptoms

15
Klien post op laparatomi eksplorasi Obstruksi apendisitis h+1 dengan
kesadaran somnolen
P : Klien mengalami nyeri abdomen karena post op laparatomi
Q : Nyeri pada abdomen
R : Area nyeri pada seluruh abdomen
S : Nyeri yang dirasakan klien 7 dari 10
T : Nyeri timbul saat bergerak sedikit
2) Allergi
Keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi. Baik terhadap
obat-obatan maupun kebutuhan akan makan atau minum.
3) Medication
Dilakukan pemberian infus NaCl
4) Past Illness
Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit.
5) Last Meal
-.
6) Event
Post operasi laparatomi eksplorasi apendisitis perforasi

b. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

 Mesocepal, distribusi rambut rata, rambut putih kombinasi hitam, tidak


ada lesi, tidak ada hematom.
 Mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor dan berespon terhadap cahaya.
Kepala  Hidung simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
 Telinga simetris, tidak terdapat luka
 Mulut simetris, tidak terdapat luka, warna merata, bibir kering
 Gigi tidak lengkap
 Terpasang NGT

16
Leher Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
Paru :
I : Bentuk simetris, tidak Nampak otot bantu
P : tidak terdapat nyeri tekan.
Dada
P : Suara paru vesikuler.
A : tidak ada suara tambahan.
Kardiovaskuler :
I : Iktus cordis tidak tampak.
P : Teraba iktus cordis di interkosta 5.
P : Suara reguler.
A : S1 dan S2 normal (lup dup) tidak ada suara jantung tambahan.
I : Bentuk simetris, tidak ada jejas
A : Peristaltik usus 11 x/menit
Abdomen
P : ada nyeri tekan pada supra pubik
P : Suara thimpani
Genetalia -Tidak terkaji
 Kekuatan otot :
5555 5555
Ekstremitas 5555 5555
 Edema :

Integumen Tampak luka post operasi pada abdomen, CRT <2 detik, suhu 38

Pemeriksaan Tanda – Tanda Vital


20 April 2020
TD : 101/66 mmHg
Nadi: 90x/menit
Pernafasan : 20x/menit

17
Suhu : 38 derajat selsius
Saturasi O2 : 98%
Pemeriksaan Penunjang
20 April 2020
Hemoglobin 12,9 d/dl
Laukosit 17,45 ribu/ul
Eritrosit 4,95 juta/ul
Hematokrit 37,5 vol%
Trombosit 142 ribu/ul%
Terapi Farmakologi
Infus RL +KCL 50 Meq
Infus NacL
Vascon 0,5 micro/jam/syringe pump
Fasorbid 2 mg

ANALISA DATA
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI

1. DS : - Nyeri Akut Insisi pembedahan


DO :
P : Klien mengalami nyeri
abdomen karena post op
laparatomi
Q : Nyeri pada abdomen
R : Area nyeri pada seluruh
abdomen
S : Nyeri yang dirasakan
klien 7 dari 10
T : Nyeri timbul saat bergerak

18
sedikit

2. DS : Risiko Infeksi Prosedur pembedahan


DO :
Tampak luka bekas operasi pada
abdomen,
Terdapat rembesan pada drain

RENCANA KEPERAWATAN

19
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri secara
insisi pembedahan 24. menit nyeri klien dapat berkurang dengan
komprehensif termasuk lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Pain Level
2) Observasi reaksi nonverbal dari
a. Tidak ada ekspresi wajah dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri/ketidaknyamanan untuk mengetahui pengalaman nyeri
b. Tekanan darah (sistolik <120 mmHg, diastolic <80 pasien
4) Kurangi faktor presipitasi nyeri
mmHg)
5) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
c. Nadi 60 – 100 x/menit menentukan intervensi
d. RR 12 – 20 x/menit 6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
7) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
e. Suhu 36,5o C – 37,5oC 8) Tingkatkan istirahat
Nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 5 9) Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

Analgesic Administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3) Cek riwayat alergi
4) Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu

20
5) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6) Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9) Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x Infection Control
Pertahankan teknik aseptif
dengan prosedur pembedahan 14 jam menit nyeri klien dapat berkurang dengan
Batasi kontak dengan orang lain
kriteria hasil : Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan
Meningkatkan intake nutrisi
Risk Control
Memonitor tanda dan gejala infeksi
Klien bebas dari tanda gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi

NO DIAGNOSA Hari IMPLEMENTASI EVALUASI

21
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan 1 - Melakukan komunikasi S:
terapeutik O : Pasien Nampak tertidur, TD : 100/80 mmHg, nadi 80x
dengan insisi pembedahan
- Monitor vital sign permenit, nafas 22x permenit suhu 37Oc
sebelum dan sesudah A : masalah belum teratasi
pemberian analgesik P : melajutkan intervensi sesuai instrulsi
pertama kali
- Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
2 - Melakukan komunikasi S : pasien mengatakan skala nyeri 6 dari sepuluh, lokasi
terapeutik diperut, akibat operasi aplaparatomi, nyeri berlansung jika
- Monitor vital sign digunakan bergerak. Setelah diberi analgesik nyeri
sebelum dan sesudah berkurang
pemberian analgesik O : pasien sudah sadar, pasien mampu menyatakan skala
pertama kali nyeri dan menceritakan penyebab nyeri, TD : 108/80
- Berikan analgesik tepat mmHg, Nafas 22x, nadi 80x suhu 37,2Oc
waktu terutama saat nyeri A : masalah belum teratasi
hebat P : melanjutkan intervensi sesuai instruksi
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
- Melakukan pengkajian
nyeri pada pasien
3 - Melakukan komunikasi S : pasien mengatakan skala nyeri masih 6 dari sepuluh,

22
terapeutik lokasi diperut, akibat operasi aplaparatomi, nyeri berlansung
- Monitor vital sign jika digunakan bergerak. Setelah diberi analgesik nyeri
sebelum dan sesudah berkurang namun jika analhgensik hilanh nyeri timbul lagi
pemberian analgesik O : pasien mampu menyatakan skala nyeri dan menceritakan
pertama kali penyebab nyeri, TD : 110/80 mmHg, Nafas 22x, nadi 80x
- Berikan analgesik tepat suhu 37,1Oc
waktu terutama saat nyeri A : masalah belum teratasi
hebat P : melanjutkan intervensi sesuai instruksi
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
- Melakukan pengkajian
nyeri
2 Risiko infeksi 1 Pertahankan teknik aseptif S : keluarga mengatakan pasien belum sadar setelah post
Batasi kontak dengan orang operasi laparatomi
berhubungan dengan
lain O : pasien terbaring di ruang ICU, terdapat luka bekas
prosedur pembedahan Cuci tangan sebelum dan operasi, tidak terdapat rembesan, balutan baik
sesudah perawatan A : masalah belum teratasi
Meningkatkan intake nutrisi P : lanjutkan intervensi memonitor tanda inveksi post op
Memonitor tanda dan gejala
infeksi

2 Pertahankan teknik aseptif S : pasien mengatakan cukup nyaman dengan balutan


Batasi kontak dengan orang jahitan
lain O : pasien terbaring di ruang ICU, terdapat luka bekas
Cuci tangan sebelum dan operasi, tidak terdapat rembesan, balutan baik, kulit sekitar
sesudah perawatan tidak hangat, drain yang dipasang masih merah
Meningkatkan intake nutrisi A : masalah belum teratasi
Memonitor tanda dan gejala P : lanjutkan intervensi memonitor tanda inveksi post op

23
infeksi

3 Pertahankan teknik aseptif S : pasien mengatakan cukup nyaman dengan balutan


Batasi kontak dengan orang jahitan
lain O : pasien terbaring di ruang ICU, terdapat luka bekas
Cuci tangan sebelum dan operasi, tidak terdapat rembesan, balutan baik, kulit sekitar
sesudah perawatan tidak hangat, drain yang dipasang masih merah
Meningkatkan intake nutrisi A : masalah belum teratasi
Memonitor tanda dan gejala P : lanjutkan intervensi memonitor tanda inveksi post op,
infeksi melakukan pendidikan kesehatan terkait pencegahan infeksi
Melakukan pendidikan di rumah pada luka post op
kesehatan pencegahan infeksi
pada keluarga

24

Anda mungkin juga menyukai