Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN POST LAPARATOMI

A. Definisi
Laparatomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan
usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Lakaman,
2011).
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan
pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2015) didapatkan
bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan
pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan
perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
diberikan kepada klien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.
Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

B. Klasifikasi
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksploarasi
dapat lebih luas, cepat dan dibuka dan ditutup, serta tidak memotong ligament saraf.
Namun demikian, kerugian jenis insisi ini adalah terjadinya hernia cikatrialis.
Indikasinya adalah eksplorasi gaster, pancreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilicus
untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis
2. Paramedian, yaitu: sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5cm) dan panjang (12,5cm).
terbagi atas 2 yaitu paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, pancreas, organ pelvis, usus bagian bawah. Memiliki keuntungan yaitu bentuk
insisi anatomis dan fisiologis tidak memotong ligament dan sarafa. Dan insisisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah.
3. Transverse upper abdomen incision yaitu; insisi di bagian atas misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision yaitu insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di
atas anterior spinal iliaka, misalnya operasi appendectomy.

C. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2014 penyebab dari laparatomi adalah sebagai berikut:
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
b. Peritonitis
c. Perdarahan saluran cerna
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
e. Massa pada abdomen (tumor, kista)

D. Manifestasi Kliis
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan.
2. Peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integument dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia.

E. Pathway

F. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
b. Foto polos abdomen 3 posisi
c. Colonoscopy (CT-scan untuk melihat usus besar)
d. Foto Follow through (pemeriksaan radiografi untuk melihat usus halus)

G. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan pasca pembedahan
Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai
drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Makanan pada pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. Makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Biasanya makanan baru diberikan jika:
Perut tidak kembung, peristaltic usus normal, flatus positif, bowel movement postif.
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring di tempat tidur agar keadaannya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan
posisi agar tidak terjadi decubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen
dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem Perkemihan.
- kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam post anesthesia inhalasi,
IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
- Pencegahan: inspeksi, palpasi, perkusi abdomen bawah
- Dower catheter; kaji warna, jumlah urine, output urine
Sistem Gastrointestinal
- Mual muntah ±40% klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher
serta TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus
- Kaji peristaltic usus; suara usus, distensi abdomen, tidak flatus
- Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6-8 jam
- Meningkatkan istirahat
- Monitor perdarahan
- Irigasi atau pemberian obat
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST LAPARATOMI

1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
diagnose medis, tanggal masuk rs, tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah  nyeri
pada abdomen.
3. Riwayat Kesehatan

a.       Riwayat kesehatan sekarang

Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil

sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan

secara medis.

b.      Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit.

c.       Riwayat kesehatan keluarga

Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes melitus,atau

adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

d.      Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan  pasien  dalam  keluarga  status emosional meningkat, interaksi

meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan,

hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah

klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.

b. Primary Survey
1) Airway
- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anastesi.
- Auskultasi paru; keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan.
2) Breathing
 Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
 Perubahan pernapasan’ RR < 10x./mnt, respirasi cepat, dangkal, gangguan
cardiovascular atau rata-rata metabolism yang meningkat.
 Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan
diafragma, retraksi sternal, efek anastesi yang berlebihan, obstruksi.
3) Circulating:
 Efek peningkatan tekanan intracranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
 Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
4) Disability : berfokus pada status neurologi
 Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan
tanda-tanda vital.
 Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
5) Exposure
 Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
c. Secondary Survey
Secondary Survey : Pemeriksaan Fisik
Pasien nampak tegang, wajah grimace, lemah. Kesadaran komposmentis, GCS: 4-5-6,
TD: 120/80mmHg, N: 98x/mnt, S: 37,4º C, RR 20x/mnt.
1) Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan
pada gastrointestinal.
2) Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3) Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4) Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium:
HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
c. Blader
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (status tirah baring)
3. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Nyeri akut Tujuan: Fluid Management
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri pasien
dengan keperawatan selama 3x24 jam 2. Lakukan teknik distraksi
terputusnya diharapkan nyeri yang relaksasi
kontinuitas dirasakan klien tidak ada lagi 3. Berikan support
jaringan dengan kriteria hasil : 4. Berikan analgesic sesuai
 Klien tidak gelisah prosedur
 Pada daerah bekas operasi
tidak terlihat kemerahan
 Klien tidak grimace
 Skala nyeri 0
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital
infeksi keperawatan selama 3x24 jam 2. Kaji tanda-tanda
berhubungan diharapkan tidak terjadi infeksi peradangan
dengan insisi selama perawatan dengan 3. Rawat luka, ganti perban
pembedahan kriteria hasil: dengan memperhatikan
 Tidak ada tanda-tanda teknik aseptic
peradangan 4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan
5. Pertahankan teknik
sterilisasi
6. Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
3 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keterbatasan aktivitas
aktivitas keperawatan selama 3x24 jam dan kelemahan
berhubungan diharapkan klien kembali dapat 2. Bantu melaksanakan
dengan beraktivitas secara normal aktivitas
kelemahan (status dengan kriteria hasil: 3. Latih aktivitas secara
tirah baring)  klien mampu bertahap
mengidentifikasi faktor
yang memperberat
aktivitas
 klien mampu beraktivitas
dalam terapi

DAFTAR RUJUKAN
Brunner&Suddart. 2011. Kepertawatan Medikal Bedah, Ed 12 hal 457.EGC: Jakarta.

Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI: Jakarta

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim Muncul

Nurarif, AH dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
NIC-NOC, jilid 5 hal 65. Mediaction: Jogyakarta

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pneumonia pada By. Berumur Hari
di Ruang 11 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Telah disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

Fita Purnamasari R

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

________________ _________________

Kepala Ruang R.ICU


RSUD Gambiran Kota Kediri

_________________
LAPORAN PENDAHULUAN POST LAPARATOMI
DI RUANG ICU RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

OLEH:
FITA PURNAMASARI RAHMADHANI
1401470027

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN LAWANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai