POST OP LAPARATOMI
NIM: 4338114401210018
2024
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan melakukan
penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ
abdomen yang mengalami masalah hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi (Putri, 2019).
Laparotomi merupakan tindakan pembedahan pada area abdominal untuk mengatasi
masalah kesehatan (Utami, 2019). Tindakan ini melibatkan pembukaan lapisan perut untuk
mencapai organ-organ di dalamnya. Biasanya dilakukan untuk mengatasi kondisi seperti
obstruksi usus, perdarahan dalam abdomen, atau pengangkatan tumor. Laparotomi sering kali
menjadi pilihan terakhir setelah upaya perawatan non-bedah tidak berhasil atau ketika
kondisi memerlukan intervensi langsung.
Selama prosedur laparotomi, dokter bedah akan membuat insisi di abdomen untuk
mencapai organ yang membutuhkan perbaikan atau penanganan. Setelah membuka perut,
mereka dapat memeriksa organ-organ seperti usus, lambung, hati, dan kandung empedu
untuk menentukan sumber masalah kesehatan dan mengambil tindakan yang diperlukan.
Laparotomi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik konvensional dengan insisi besar
atau melalui teknik laparoskopi dengan insisi kecil dan penggunaan alat endoskopi.
Meskipun laparotomi dapat membawa risiko seperti infeksi, perdarahan, atau komplikasi
anestesi, tindakan ini sering kali sangat efektif dalam mengatasi masalah kesehatan yang
kompleks atau darurat. Pascaoperasi, pasien akan membutuhkan pemulihan yang terarah dan
perawatan yang cermat untuk memastikan proses penyembuhan yang optimal. Dengan
pemantauan yang tepat dan tindakan pencegahan yang sesuai, pasien yang menjalani
laparotomi biasanya dapat pulih dengan baik dan kembali ke aktivitas sehari-hari mereka
dengan lancar.
B. Etiologi
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal
(Ramadhania, 2022) yaitu:
1. Trauma abdomen
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran cerna
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5. Massa pada abdomen
C. Jenis Laparatomi
1. Mid-line incision, yaitu sayatan ke tepi dari garis tengah abdomen: Metode insisi yang
paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di
buka dan ditutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian,
kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi
gaster, pankreas, hepar,dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi
ginekologis,rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi.
Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain: merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah.
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4cm diatas
anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. Latihan - latihan fisik
seperti latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan
otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya
dilakukan hari ke 2 post operasi (Smeltzer, 2012).
D. Patofisiologi
Laparatomi merupakan operasi besar dengan membuka rongga abdomen yang merupakan
stressor pada tubuh. Respon tersebut terdiri dari respon sistem saraf simpati dan respon
hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stres terhadap sistem
cukup gawat atau kehilangan banyak darah maka mekanisme kompensasi tubuh terlalu berat
sehingga syok akan menjadi akibatnya. Respon metabolisme juga terjadi karbohidrat dan
lemak dimetabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh dipecah untuk menyajikan
asam amino yang akan digunakan untuk membangun sel jaringan yang baru. Pemulihan
fungsi usus, khususnya fungsi peristaltik setelah laparatomi jarang menimbulkan kesulitan.
Illues adinamik atau paralitik selalu terjadi selama satu sampat empat hari setelah laparatomi,
bila keadaan ini menetap disebabkan karena peradangan di perut berupa peritonitis atau abses
dan karena penggunaan obat-obat sedatif (Ardi Nugraha, 2020).
Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan adanya kerusakan
jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri sehingga mengeluarkan zat kimia berupa
histamin, bradikimin, prostaglandin akibatnya timbul nyeri. Nyeri kram pada perut yang
terasa seperti gelombang dan bersifat kolik. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus,
tetapi bukan materi fekal dan tidak dapat flatus (sering muncul). Muntah mengakibatkan
dehidrasi dan juga dapat mengalami syok. Konstipasi mengakibatkan peregangan pada
abdomen dan nyeri tekan. Kemudian anoreksia dan malaise menimbulkan demam dengan
tanda terjadinya takikardi. Pasien mengalami diaphoresis dan terlihat pucat, lesu, haus terus
menerus, tidak nyaman, dan mukosa mulut kering (Putri, 2019).
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri tekan
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan
5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rectum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar, kuldosentesi
kemungkinan adanya darah dalam lambung, dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan
adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologi: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan
garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritoneum
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
2. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
3. Pemantauan status pernafasan dan CV
4. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
5. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex: RL) atau koloid (ex: komponen darah,
albumin, plasma atau pengganti plasma)
6. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi
retensi cairan dan edema)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways + Control Cervical
Bagaimana jalan nafas, bisa bicara secara bebas
Adakah sumbatan jalan nafas (darah, lendir, makanan atau sputum)
Suara nafas tambahan (snoring, gurgling, stridor)
b. Breathing
Bagaimana frekuensi pernafasan, teratur apa tidak, kedalamanya
Adakah sesak nafas atau bunyi nafas
Penggunaan otot bantu pernafasan
Apakah ada reflek batuk
c. Circulation
Bagaimana nadi, frekuensi, teratur apa tidak, lemah atau kuat, berapa tekanan
darahnya
Akral dingin atau hangat, CRT, warna kulit, produksi urin
d. Disability
Pemeriksaan status neurologis (GCS), reaksi pupil, kekuatan otot
e. Exposure
Lihat dan raba adanya distensi abdomen, adanya luka trauma
f. Folley catheter
Pasang kateter untuk memantau kemungkinan miksi dan jumlah produksi urin
g. Gastric tube
Lakukan pemasangan NGT untuk mencegah aspirasi dan
mengeluarkan cairan didalam gaster
h. Heart mononitor
Pantau terhadap takikardi atau brakikardi, waspada terhadap aritmia, pantau pulse
oxymetri
Lakukan pemeriksaan USG, CT Scan, BOF
i. Respon
Cek respon dengan memanggil nama pasien, memberikan rangsang nyeri pada sternum
atau menepuk badannya.
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/
Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
a. Anamnesa, Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE,
yaitu sebagai berikut :
S: Sign and Symptom. Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas
pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal
dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah.
A: Allergies. Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M: Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan
tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P: Previous medical/surgical history. Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit
sebelumnya.
L: Last meal (Time). Waktu klien terakhir makan atau minum.
E: Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
b. pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kepala: inspeksi bentuk kepala, adanya luka atau laserasi atau abrasi, palpasi adanya
DCAP BLS atau nyeri tekan
3) Mata: inspeksi konjungtiva, sclera, reflek pupil, adanya DCAP BLS, perdarahan mata
4) Hidung: inspeksi bentuk hidung, perdarahan
5) Telinga: inspeksi adanya perdarahan, adanya batle sign
6) Mulut: inspeksi kelembaban mulut, cyanosis. Palpasi adanya fraktur zygomatic atau
tidak
7) Leher: inspeksi JVP, reflek menelan, pergeseran trakea
8) Dada
Paru
Inspeksi : otot bantu pernafasan, ekspansi paru, retraksi dada Palpasi : vokal
fremitus kedua lapang paru
Perkusi : sonor, hipersonor atau pekak Auskultasi : vesikuler, ronchi, wheezing,
crekles
Jantung
Inspeksi : ictus cordis Palpasi : teraba ictus cordis Perkusi : pekak
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2, gallop, murmur
9) Abdomen
Inspeksi : adanya distensi abdomen, jejas, luka trauma Auskultasi : bising usus
Palpasi : pembesaran hepar atau lien, teraba massa atau keras karena distensi
Perkusi : tympani atau pekak
10) Genetalia
Inspeksi adanya hematoma atau perdarahan
11) Ekstremitas
Inspeksi : bentuk ekstremitas atas atau bawah, deformitas, adanya luka
Palpasi : adanya krepitasi, kelemahan otot, spasme otor, nyeri tekan, kesemutan, akral
Perkusi : reflek patella
12) Psikologis
Tingkat kecemasan, denial, depresi
3. Diagnosa Keperawatan
1) Hipovolemia
2) Nyeri Akut
3) Risiko Infeksi
4. Rencana Keperawatan
Ardi Nugraha. (2020). Laparatomi Eksplorasi Atas Indikasi Peritonitis. Asuhan Keperawatan
Pada Klien Post Operasi Laparatomi Eksplorasi Atas Indikasi Peritonitis.
PUTRI, A. R. (2019). Pengaruh Terapi Spiritual Dzikir Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri
pada Pasien Post Operasi Laparatomi di Rs Mardi Waluyo Blitar. 9–34.
Utami, R. A. (2019). Studi Deskriptif Perawatan Luka Pasien Dengan Infeksi Post Op
Laparotomi Di Kabupaten Sumedang. Jurnal Kesehatan Holistic, 3(1), 46–61.
https://doi.org/10.33377/jkh.v3i1.45