Anda di halaman 1dari 15

Lap

oran
Pen
dah
ulua
n
Kep
era
wata
n
Kriti
s

Avianty
Dwi
Cahya

Post Operasi
Laparatomi
A. Definisi Penyakit
Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut
(Jitowiyono, 2010).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi
pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsuhidayat, 2003).
Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dilakukan pada bedah digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif yang
sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi. (Smeltzer, 2001).
Tindakan bedah yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi
adalah berbagai jenis operasi. Contohnya operasi uterus, operasi ovarium,
operasi ileus selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi dengan
bedah digesif dan kandungan. (Smeltzert, 2001).
Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan
pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005)
dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post
operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di
berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.Ileus
obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus,
dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional. (Inayah, 2004). Ileus
obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi
usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya
peristaltik.(Barbara, 2004).

B. Etiologi
Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50% -70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh
riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.

C. Patofisiologi
Menurut Dermawan, 2010, ketika peristaltic berhenti daerah usus yang
terlibat akan menjadi kembung dengan gas dan cairan. Dalam satu hari
kurang lebih 8 liter cairan dikeluarkan ke dalam lambung dan usus halus,
secara normal sebagian besar cairan ini direabsorbsi di dalam kolon. Jika
peristaltikberhenti, bagaimanapun akan banyak cairan tertahan di dalam
lambung dan usus kecil. Cairan yang tertahan ini meningkatkan tekanan pada
dinding mukosa dan jika tidak dikeluarkan mengakibatkan iskemic nekrosis,
invasi bakteri dan akhirnya peritonitis. Kehilangan sodium dan ion-ion
klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel mengakibatkan alkolosis
hypokalemik. Ketika obstruksi mekanik terjadi gelombang peristaltik sebelah
proksimal dari daerah obstruksi meningkat sebagai usaha untuk mendorong
isi usus melewati obstruksi. Gerakan peristaltik ini menyebabkan bising usus
yang tinggi.
Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan menyebabkan
ventilasi paru-paru terganggu oleh tekanan pada diafragma. Tekanan pada
kandung kemih dapat menyebabkan retensia urine. Konstipasi terjadi pada
obstruksi mekanik karena sebagian dari feses biasanya lewat daerah
obstruksi. Jika peristaltik berhenti sepenuhnya seperti pada ileus paralitik atau
obstruksi organik yang komplit, maka tidak terjadi defekasi sama sekali
(obstruksi). Laparatomi merupakan operasi besar dengan membuka rongga
abdomen yang merupakan stressor pada tubuh. Respon tersebut terdiri dari
respon sistem saraf simpati dan respon hormonal yang bertugas melindungi
tubuh dari ancaman cidera. Bila stres terhadapsistem cukup gawat atau
kehilangan banyak darah maka mekanisme kompensasi tubuh terlalu berat
sehingga shock akan menjadi akibatnya. Respon metabolisme juga terjadi
karbohidrat dan lemak dimetabolisme untuk memproduksi energi. Protein
tubuh dipecah untuk menyajikan asam amino yang akan digunakan untuk
membangun sel jaringan yang baru. Pemulihan fungsi usus, khususnya fungsi
peristaltik setelah laparatomi jarang menimbulkan kesulitan. Illues adinamik
atau paralitik selalu terjadi selama satu sampat empat hari setelah laparatomi,
bila keadaan ini menetap disebabkan karena peradangan di perut berupa
peritonitis atau abses dan karena penggunaan obat-obat sedatif
(Sjamsuhidayat,2003).
Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan
adanya kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri sehingga
mengeluarkan zat kimia berupa histamin, bradikimin, prostaglandin akibatnya
timbul nyeri.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomi ileus menurut
Dermawan, 2010:
Nyeri kram pada perut yang terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan
tidak dapat flatus (sering muncul). Muntah mengakibatkan dehidrasi dan juga
dapat mengalami syok.
Konstipasi mengakibatkan peregangan pada abdomen dan nyeri tekan.
Kemudian anoreksia dan malaise menimbulkan demam dengan
tandaterjadinya takikardi. Pasien mengalami diaphoresis dan terlihat pucat,
lesu, haus terus menerus, tidak nyaman, dan mukosa mulut kering.

E. Penatalaksanaan Medis
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yenichrist, 2008):
a. Midline incision Metode insisi yang paling sering digunakan, karena
sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup,
serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis
insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi
gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilicus. Untuk
eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis (Yenichrist,
2008).
b. Paramedian yaitu : sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan
indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis,
usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion
memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan
fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas
ke arah atas dan bawah (Yenichrist, 2008).
c. Transverse upper abdomen incision yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy (Yenichrist, 2008).
d. Transverse lower abdomen incision yaitu: insisi melintang di bagian
bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi
appendectomy (Yenichrist, 2008)

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (wong, 2009) sebagai berikut:
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
c. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
d. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
e. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
f. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan Fokus


1. Wawancara
Keluhan utama : menanyakan tentang gangguan terpenting yang
dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien
merasakan nyeri pada abdomennya atau pada luka post operasi laparatomi.
Riwayat penyakit sekarang : 
P: Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan yang memberatkan dan
meringankan
Q: Bagaimana gambaran keluhan yang dirasakan oleh klien
R: Di daerah mana gejala yang dirasakan pasien
S: Keparahan dari keluhan klien yang dirasakn apakah ringan,sedang,
berat dan apabila nyeri menggunakan skala dari 1-10
T: Kapan keluhan timbul, pagi, siang, sore atau malam dan dirasakan
hilang timbul atau terus menerus
Riwayat penyakit terdahulu : Apakah klien sebelumnya pernah
mengalami penyakit pada sistem pencernaan, atau adanya riwayat operasi
pada sistem pencernaan.
Riwayat keluarga : Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien. Apakah dikeluarga ada yang memiliki
penyakit keturunan seperti diabetes, hipertensi, asma.
Riwayat pekerjaan :  Menanyakan situasi tempat bekerja dan
lingkungannya.
Riwayat geografi : menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
Riwayat alergi : menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca,
makanan, debu dan obat.
Kebiasaan merokok : menanyakan tentang kebiasaan merokok, apabila
merokok sudah berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok.
Activity Daily Living : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup,
misalnya minuman yang sering di konsumsi, makanan yang sering
dikonsumsi, olahraga.

2. Pemeriksaan Fisik
Sistem Pencernaan:
a. Ukur tanda vital
b. Inspeksi warna kulit: cerah atau tidak, mukosa bibir kering,
konjungtiva anemis
c. Inspeksi gigi geligi utuh, kebersihan mulut
d. Inspeksi lesi di abdomen, striae, spider nevi
e. Inspeksi herniasi umbilikal
f. Inspeksi distensi abdomen, asites, simetrisitas abdomen
g. Auskultasi keempat kuadran untuk mengetahui frekuensi bising usus
h. Auskultasi bruit vaskuler (renal, illiaka, femoral)
i. Malakukan pemeriksaan asites
1)Pemeriksaan balotemen
2)Menggunakan perkusi (shifting dullnes)
j. Lakukan palpasi ringan di semua kuadran, kaji adanya nyeri tekan dan
nyeri lepas disemua kuadran
k. Lakukan palpasi dalam untuk meraba adanya massa atau tidak di
semua kuadran, serta adakah akumulasi fekal di saluran cerna
l. Lakukan juga palpasi dalam untuk mengetahui batas hepar dan adanya
pembesaran hepar
m. Lakukan perkusi di keempat kuadran
n. Inspeksi anus: adanya hemoroid, konsistensi dan warna fese

Sistem Integumen
a. Inspeksi area lesi
b. Inspeksi area luka
c. Luka tekan menggunakan NPUAP PUSH
d. Mengkaji karakteristik luka akut
- Ada nanah atau tidak
- Ada bau atau tidak
- Ada epitelisasi atau tidak
- Jahitan intak, tidak ada jaringan terbuka
e. Palpasi Tekstur kulit teraba kasar atau halus
f. Palpasi teraba jaringan lain/tumor
g. Palpasi teraba hangat/dingin

B. Pathway

Trauma abdomen, peritonitis saluran


pencernaan, sumbatan pada usus halus dan
usus besar, masa pada abdomen

Hospitalisasi

Rencana Pembedahan

Laparatomi

Selaput perut
terbuka

Post Laparatomi

Luka Insisi

Gangguan
Adanya peningkatan Nyeri Akut Integritas
leukosit
Kulit/Jaringan

Risiko Infeksi
C. Analisa Data

Analisa Data & Diagnosa


No Data
Patoflow Keperawatan
1. Tanda Mayor Trauma abdomen Nyeri Akut
a. Subjektif
1) Mengeluh nyeri Hospitalisasi
b. Objektif
1) Tampak meringis Rencana Pembedahan
2) Bersikap protektif
(menghindari Laparatomi
nyeri)
3) Gelisah Selaput perut
4) Frekuensi nadi
meningkat
Post Laparatomi
5) Sulit tidur

Tanda Minor Luka Insisi


a. Objektif
1) Tekanan darah
Nyeri Akut
meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan
berubah
4) Proses berfikir
terganggu
5) Berfokus pada diri
sendiri
6) Diaforesis
2. Tanda Mayor Post Laparatomi Gangguan
a. Objektif Integritas
1) Kerusakan jaringan Kulit/Jaringan
Luka Insisi
dan/atau lapisan
kulit
Tanda Minor Gangguan
Integritas
a.Objektif
Kulit/Jaringan
1) Nyeri
2) Perdarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma
3. Faktor Risiko Post Laparatomi Risiko Infeksi
a. Penyakit kronis
b. Efek prosedur invasif Luka Insisi
c. Malnutrisi
Adanya peningkatan
d. Peningkatan paparan leukosit
organisme patogen
lingkungan
e. Gangguan peristaltik Risiko Infeksi
f. Kerusakan Integritas
kulit
g. Leukopenia
D. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil/Tujuan INTERVENSI AKTIVITAS


Keperawatan (SLKI) (SIKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan selama 2 x 24 jam karakteristik, durasi,
maka nyeri akut teratasi dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Gelisah menurun 3. Identifikasi respons nyeri
3. Kesulitan tidur menurun nonverbal
4. Frekuensi nadi membaik 4. Berikan teknik
5. Pola nafas membaik nonfarmakologi untuk
6. Tekanan darah membaik megurangi rasa nyeri
7. Pola tidur membaik 5. Fasilitasi istirahat dan
tidur

2. Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Area Insisi 1. Periksa lokasi insisi adanya
Kulit dan Jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam kemerahan, bengkak, atau
maka Gangguan Integritas Kulit tanda-tanda dehisen atau
dan Jaringan teratasi dengan eviserasi
kriteria hasil: 2. Identifikasi karakteristik
1. Elastisitas meningkat drainase
2. Perfusi jaringan meningkat 3. Monitor proses
3. Nyeri menurun penyembuhan area insisi
4. Perdarahan menurun 4. Monitor tanda dan gejala
5. Kemerahan menurun infeksi
6. Jaringan parut menurun 5. Bersihkan area insisi
7. Nekrosis menurun dengan pembersihan yang
8. Sensasi membaik tepat
9. Tekstur membaik 6. Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih
7. Ganti balutan luka sesuai
jadwal

3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi 1. Monitor tanda dan gejala
keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi lokal dan sistemik
maka Risiko Infeksi teratasi 2. Berikan perawatan kulit
dengan kriteria hasil: pada area edema
1. Kemerahan menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
2. Nyeri menurun sesudah kontak dengan
3. Bengak menurun pasien dan lingkungan
4. Kadar sel darah putih membaik pasien
4. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
5. Ajarkan cara cuci tangan
dengan benar
6. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
DAFTAR PUSTAKA

Mugitarini, Nofelia. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Tn. Rdengan Post Operasi Laparatomi.

Skripsi. Tidak Diterbitkan.

Wulandari, Indah, dkk. 2019. Modul Praktikum Praktek Keperawatan Dewasa I.

Tim Pokja. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta. DPPPNI.

Tim Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta. DPPPNI.

Tim Pokja. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta. DPPPNI

Anda mungkin juga menyukai