Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

PROSES MENUA PADA PASIEN LANSIA DENGAN DERMATITIS

AVIANTY DWI CAHYA

1016031018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN

SERANG – BANTEN

2019
A. KONSEP TEORI LANSIA
1. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam
hal ini diartikan:
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
b. Melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto
(1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
a. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
b. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
c. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah,
d. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak dan
e. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang
mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap
diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang.
Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan
– kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu
diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga
kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan
untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan
kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap
yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung
dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan
ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan
masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein,
1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
c. Selalu mengingat kembali masa lalu
d. Selalu khawatir karena pengangguran,
e. Kurang ada motivasi,
f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimal trehadap diri dan orang lain.
2. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

3. Teori Proses Menua


a. Teori-teori Biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional
sel).
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
5) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :
1) kehilangan peran
2) hambatan kontak social
3) berkurangnya kontak komitmen
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua
a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres

5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia


a. Perubahan fisik
1) Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan extra seluler
2) Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
3) Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang.
4) Sistem Kardiovaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku ,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat.
5) Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya
sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan
menurun.
6) Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
7) Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat.
Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia
yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami
oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi
selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang
dan menjadi alkali.
8) Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate
(BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen
dan testosteron.
9) Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi
keras dan rapuh.
10) Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor.
b. Perubahan mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan
serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur
terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih
terekam baik kejadian masa lalu.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya
perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam akan timbulnya suatu
penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Munculnya
perasaan kurang mampu untuk mandiri serta cenderung bersifat entrovert.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
Kenangan (memori) ada 2 :
1) Kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
2) Kenangan jang pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
2) Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor
waktu.
c. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
(Maslow,1970)
2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970).
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
keadilan.
KONSEP DERMATITIS

B. KONSEP TEORI DERMATITIS


1. Pengertian Dermatitis
a. Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat
yang menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel)
pada kulit hingga akhirnya pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga
digunakan untuk sekelompok kondisi yang menyebabkan perubahan pola pada
kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian permukaan. Istilah ini
diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir keluar
(Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
b. Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama,
dan keluhan gatal) (Adhi Juanda,2005).
c. Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang
mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai
jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah,
dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

2. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh : detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis
atopic (Adhi Djuanda,2005).
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki
penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang
disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti
goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah
jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-
bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan .Selulit muncul
pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke
dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.
3. Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut
terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada
muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi
kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan
likenefikasi.

4. Patofisiologi
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan
merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan
iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom,
mitokondria dan komponen-komponen inti sel.
Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan
dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan
leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari
faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil
dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan
menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen
dan sintesis protein.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak
alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada
dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan
dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV
yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis,
menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan
dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel
penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus
Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses
penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel
Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein
heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik,
misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja.
Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada
saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel
Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells,
yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan
memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses
ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam
pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti
mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid
akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-
1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik.
Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

5. Klasifikasi
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi
dan gejala berbeda:
a. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit (Adhi Djuanda,2005.
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala
antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami
bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu
penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun
mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan,
parfum, kosmetik atau rumput.
b. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang
kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai
ransangan pruritogenik (Adhi Djuanda,2005).
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar
dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat
sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi.
Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya
muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian
belakang dari leher.
c. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung,
antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini
seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam
keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
d. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau
hipertensi vena) tungkai bawah (Adhi Djuanda,2005). Yang muncul dengan
adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah
warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul
ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi
kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
e. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita(D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial).kelainan
kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya dilipatan(fleksural) (Adhi Djuanda,2005).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-
pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis
biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah
satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan
mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa
kecil dan dewasa.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
2) Urin : pemerikasaan histopatologi
b. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab
lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.
Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel
dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan
fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat
sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan
antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin
intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen
terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit
mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan
setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada
saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat.
Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi,
imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien
yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.
7. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d. Pola Fungsional
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolism
 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi,
siang dan malam )
 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-
sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3) Pola eliminasi
 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan
karakteristiknya
 Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas/olahraga
 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada
kulit.
 Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
 Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5) Pola istirahat/tidur
 Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
 Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur
yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar
atau tidak?
6) Pola kognitif/persepsi
 Kaji status mental klien
 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
 Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada
kulit.
7) Pola persepsi dan konsep diri
 Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran
dirinya
 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas,
depresi atau takut
 Apakah ada hal yang menjadi pikirannya

8) Pola peran hubungan


 Tanyakan apa pekerjaan pasien
 Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:
pasangan, teman, dll.
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan
penyakit klien
9) Pola koping-toleransi stress
 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial
atau perawatan diri )
 Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat.
10) Pola keyakinan nilai
 Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
8. Analisa Data

DIAGNOSA
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Penyebab dermatitis dapat Gangguan Integritas
- berasal dari luar (eksogen), Kulit/Jaringan
DO : misalnya bahan kimia (contoh :
- Kerusakan jaringan detergen, asam, basa, oli,
dan/atau lapisan kulit semen), fisik (sinar dan suhu),
- Nyeri mikroorganisme (contohnya :
- Perdarahan bakteri, jamur) dapat pula dari
- Kemerahan dalam(endogen), misalnya
- Hematoma dermatitis atopic

Dikonsumsi atau kontak
langsung

Oleh sel plasma dan basofil
membentuk Ab Ig E

Memicu proses degranulasi

Pelepasan mediator kimia
berlebih

Terjadinya reaksi sensitivitas
pada kulit

Reaksi peradangan

DERMATITIS

Gatal dan rubor

Reaksi menggaruk yang berlebih

Merusak lapisan epidermis

Timbulnya lesi

Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan
DS : Penyebab dermatitis dapat Gangguan Rasa
- Mengeluh tidak berasal dari luar (eksogen), Nyaman
nyaman misalnya bahan kimia (contoh :
- Sulit tidur detergen, asam, basa, oli,
- Tidak mampu rileks semen), fisik (sinar dan suhu),
- Merasa gatal mikroorganisme (contohnya :
- Iritabilitas bakteri, jamur) dapat pula dari
- Mengeluh mual dalam(endogen), misalnya
- kelelahan dermatitis atopic
DO : ↓
Dikonsumsi atau kontak
- Gelisah
langsung
- Menunjukkan gejala ↓
Oleh sel plasma dan basofil
distress
membentuk Ab Ig E
- Tampak ↓
Memicu proses degranulasi
merinti/menangis

- Perubahan pola Pelepasan mediator kimia
berlebih
eliminasi

- Perthanan postur tubuh Terjadinya reaksi sensitivitas
pada kulit

Reaksi peradangan

DERMATITIS

Gatal dan rubor

Reaksi menggaruk yang berlebih

Gangguan Rasa Nyaman

Faktor Risiko Gangguan Integritas Risiko Infeksi


- Penyakit kronis Kulit/Jaringan
- Efek prosedur invasif ↓
- Malnutrisi Lapisan epidermis terbuka invasi
- Peningkatan paparan bakteri
organisme patogen ↓
lingkungan Pelepasan toksik bakteri
- Gangguan peristaltik ↓
- Kerusakan Integritas Risiko Infeksi
kulit
- Leukopenia
9. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI) Aktivitas (SIKI)


(SDKI) Hasil (SLKI)
1 Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
kulit/jaringan berhubungan keperawatan selaman 3x24 Integritas Kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status
dengan bahan kimia iritatif, jam maka gangguan nutrisi, penurunan kelemababan, suhu
kelembapan, proses penuaan, integritas kulit/jaringan lingkungan ekstrem, penurnan mobilitas)
kurang terpapar informasi teratasi dengan kriteria 2. Gunakan produk berbahan petrollum atau
tentang upaya hasil : minyak pada kulit kering
mempertahankan/melindungi - Kerusakan jaringan 3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
integritas jaringan ditandai (menurun) hipoalergik pada kulit sensitif
dengan : - Kerusakan lapisan kulit 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
DS : (menurun) kulit kering
- - Nyeri (menurun) 5. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion)
DO : - Perdarahan (menurun) 6. Anjurkan minum air yang cukup
- Kerusakan jaringan - Kemerahan (menurun) Edukasi Perawatan 7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan/atau lapisan kulit - Hematoma (menurun) Kulit 8. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
- Nyeri - Jaringan parut 9. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
- Perdarahan (menurun) secukupnya.
- Kemerahan - Suhu kulit (membaik)
- Hematoma - Sensasi (membaik) 1. Anjurkan menggunaka tabir surya saat berada
- Tekstur (membaik) diluar rumah
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
4. Anjurkan menggunakan pelembab
2 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan Perawatan 1. Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
berhubungan dengan gejala keperawatan selama 2x24 Kenyamanan (mis. mual, nyeri, gatal, sesak)
penyakit ditandai dengan : jam maka Gangguan Rasa 2. Identifikasi pemahaman tentang kondisi,
DS : Nyaman teratasi dengan situasi dan perasaannya
- Mengeluh tidak nyaman kriteria hasil : 3. Monitor kontinuitas perawatan
- Sulit tidur - Keluhan tidak nyaman 4. Ciptakan lingkungan nyaman
- Tidak mampu rileks (menurun) 5. Diskusikan mengenai situasi dan pilihan
- Merasa gatal - Gelisah (menurun) terpai/pengobatan yang diinginkan
- Iritabilitas - Keluhan sulit tidur 6. Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
- Mengeluh mual (menurun) terapi/pengobatan
- Kelelahan - Gatal (menurun) 7. Ajarkan terapi relaksasi
- Iritabilitas (menurun) Manajemen 8. Ajarkan latihan pernapasan
DO : - Suhu ruangan Kenyamanan 9. Kolaborasi pemberian antipruritus,
- Gelisah (membaik) Lingkungan antihistamin, jika perlu
- Menunjukkan gejala - Pola hidup (membaik)
distress 1. Identifikasi sumber ketidaknyamanan (mis.
- Tampak merinti/menangis suhu ruang, kebersihan)
- Perubahan pola eliminasi 2. Monitor kondisi kulit, terutama diarea tonjolan
- Perthanan postur tubuh (mis. tanda-tanda iritasi atau luka tekan)
3. Diskusikan tujuan manajemen lingkungan
4. Fasilitasi kenyamanan lingkungan (mis. atur
suhu, selimut, kebersihan)
5. Hindari paparan kulit terhadap iritan (mis.
feses, urin)
3 Risiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Pencegahan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan Lapisan epidermis
keperawatan selama 2x24 Infeksi sistemik
terbuka invasi bakteri
ditandai dengan : jam maka Risiko Infeksi 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
- Penyakit kronis
teratasi dengan kriteria 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
- Efek prosedur invasif
- Malnutrisi hasil : dengan pasien dan lingkungan pasien
- Peningkatan paparan
- Kemerahan menurun 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
organisme patogen
lingkungan - Nyeri menurun 5. Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
- Gangguan peristaltik
- Bengak menurun 6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
- Kerusakan Integritas kulit
- Leukopenia - Kadar sel darah putih operasi
membaik
DAFTAR PUSATKA

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown


and Company. Boston
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC.
Jakarta
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3
Jakarta: EGC.
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 29 Oktober 2019
pada http:///D:/LAPORAN%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL
%20BEDAH/SUMBER%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan1. Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan
2. Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan 1. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai