Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

GHINA SALSA BELA

5020031039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN

TAHUN 2021
1. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah  penyakit akibat kuman mycobacterium tubercolosis sistemis sehingga
dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer.
Tuberkulosis  paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis
dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi kompleks mycobacterium tuberculosis.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa
tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman  Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh
lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2006). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung paru yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium
tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan
terutama menyerang parenkim paru.

2. Etiologi

Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015), Penyebab penyakit
Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium
tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis
BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.

Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3. Maninfestasi Klinis

Keluhan yang diraskan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. keluhan
yang terbanyak:

a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana badan


dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam
influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.

b. Batuk-batuk berdarah

Gejala ini bayak ditemukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak napas

Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru dan takipneu.

d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
e. Malaise dan kelelahan

Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan


berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan turun),
sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam hari
(Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul
secara tidak teratur (Amin, 2007).

4. Patofisiologi

Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis


terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai
permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di
saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau
bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit
polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis
kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis
menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk
jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami
pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.

Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan
dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau
lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran
ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2005)

5. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru


tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:


1) Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus
meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk Tb
paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini
dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak
menyingkirkan diagnosa TBC.

b. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi sewaktu (SPS).

1) S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak
untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
2) P (pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
3) S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi hari.

Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan


mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan
pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan
auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan).
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang merupakan rekomendasi
dari WHO.

c. Pemeriksaan Bactec

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah
dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

d. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum
SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan
positif perlu dilakukan foto toraks bila:

1) Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)


2) Hemoptisis berulang atau berat
3) Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran


radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:

1) Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru
2) Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi Pleura

Gambaran radiologi yang dicurigai Tb paru inaktif:

1) Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah
2) Kalsifikasi
3) Penebalan pleura

7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
1) Promotif
- Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
- Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
- Mensosialisasiklan BCG di masyarakat
2) Preventif
- Vaksinasi BCG
- Menggunakan isoniazid (INH)
- Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
- Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahuisecara dini

b. Penatalaksanaan secara medik


Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1
– 3 bulan.
- Streptomisin injeksi 750 mg
- Pas 10 mg
- Ethambutol 1000 mg
- Isoniazid 400 mg
2) Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan
dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
- INH
- Rifampicin
- Ethambutol

Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi


6-9 bulan.

3) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam


pemeriksan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat :
- Rifampicin
- Isoniazid (INH)
- Ethambutol
- Pyridoxin (B6)

8. Pengkajian Keperawatan Fokus


1. Wawancara
a. Keluhan Utama
Berisi mengenai keluhan yang dirasakan klien saat ini. Jika terdapat keluhan nyeri
maka kembangkan degnan format PQRST (paliatif//provokatif, quality/quantity,
region/radiation, severity scale, timing) jika keluhan lainnya maka tanyakan apa
yang memperberat dan memperingan serta kapan saja pasien merasakan keluhan
tersebut.
b. Alasan masuk RS/Riwayat /Kesehatan Sekarang
Berisi tentang awal kejadian pasien merasakan keluhannya hingga memutuskan ke
rumah sakit. Keluhan yang dirasakan dalam waktu <3 bulan. Selain itu tindakan
yang sudah dilakukan pasien sampai sesaat sebelum ke rumah sakit juga
dideskripsikan.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Berisi tentang riwayat kesehatan masa lalu pasien yang terjadi dalam waktu > 3
bulan, riwayat konsumsi makanan peningkatan Na, K, Ca (soft drink, kopi,
alcohol). Selain itu riwayat diet, riwayat pengobatan, serta riwayat aktivitas yang
mendukung kondisi pasien saat ini juga dideskripsikan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisi tentang riwayat kesehatan keluarga yang terkait dengan penyakit yang
diturunkan, ditularkan, penyakit karena pola diet yang salah dalam keluarga atau
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungan.
e. Genogram
Gambarkan genogram sesuai garis keturunan pasien dan berikan arsir atau tanda
yang berbeda antara pasien dan anggota keluarga yang sudah meninggal atau
anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

2. Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan :
 Ukur tanda vital
 Inspeksi keadaaan umum : penggunaan oksigen, sianosis, sesak napas, batuk,
wheezing, stridor, cachexia
 Inspeksi konjungtiva: anemis/tidak
 Inspeksi adakah pernafasan cuping hidung
 Inspeksi RR dan irama, catat apakah irama dangkal dan cepat, normal, dalam dan
cepat
 nspeksi adanya peningkatan JVP, dan deviasi trahea
 Inspeksi bentuk dada, apakah simetris, apakah bentuk dada normal atau tidak
normal (Funnel,barrel, pigeon chest) kaji adanya bekas luka op, dan adanya
pemasangan Chest Drain
 Inspeksi kesimetrisan pergerakan dada kanan dan kiri
 Inspkesi ada pernafasan perut atau dada. Amati apakah ada retraksi dada dan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan
 Inspeksi kulit dada : warna, distribusi rambut, jaringan parut, lesi, luka bakar
 Inspeksi adanya asites. Peningkatan diameter abdomen mengurangi inspeksi dada
 Inspeksi adanya clubbing finger. Clubbing finger menjadi indikasi kondisi
hipoksia yang lama
 Mengkaji fremitus fokal simetris/tidak.
 Palpasi pengembangan dada simetris/tidak
 Perkusi patu di 10 titik anterior dan posterior. Kaji adanya perubahan bunyi
resonan ke pekak atau hiperesonan.
 Auskutasi paru di 10 titik anterior dan posterior. Identifikasi suara vesikuler
(normal) dan suara abnormal paru.
 Kaji telapak tangan adanya Tar Smoking (perokok), memar dan telapak tangan
yang menipis (penggunaan jangka pangjang steroid)
 Kaji tremor, akral, CRT, edema

9. Phatway

Infeksi Mycobacterium Tuberculosis

Droplet → menetap di udara

Terhirup

Menempel di jalan nafas

Iritasi pada pleura Iritasi pada bronkus Inflamasi

Cairan dalam pleura ↑ Produksi sputum


Merangsang hipotalamus

Menerkan paru-paru Penumpukan sputum


Suhu tubuh meningkat

Ekspansi paru ↓ Bersihan jalan nafas tidak efektif


Hipertermia

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif Anoreksia malase, mual, muntah

Defisit nutrisi
ANALISA DATA
Pindahkan dari patoflow, satu analisa data berisi satu alur diagnosa

No Data Analisa Data & Patoflow Diagnosa Keperawatan


1 Data Subjektif : Infeksi mycobacterium (D.0001) Bersihan jalan
Mayor : - tuberculosis nafas tidak efektif
Minor : ↓
- Dipsnea Droplet -> menetap di udara
- Sulit bicara ↓
- Orthopnea Menempel di jalan nafas

Data Objektif : Iritasi pada bronkus
Mayor : ↓
Produksi sputum
- Batuk tidak efektif ↓
- Tidak mampu batuk
Penumpukan sputum
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing, dan/atau ↓
ronkhi kering Bersihan jalan nafas tidak
Minor : efektif

- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas berubah
- Pola napas berubah

2 Data Subjektif : Infeksi mycobacterium (D.0005) Pola Napas


Mayor : tuberculosis Tidak Efektif

- Dipsnea
Minor : Droplet -> menetap di udara

- Orthopnea Menempel di jalan nafas
Data Objektif : ↓
Iritasi pada pleura
Mayor : ↓
- Penggunaan otot bantu Cairan pada pleura ↑
pernapasan ↓
- Fase ekspirasi memanjang Ekspansi paru ↓
- Pola napas abnormal ↓
Minor : Sesak nafas

- Pernapasan pursed-lip Pola nafas tidak efektif
- Pernapasan cuping hidung
- Diameter thorax anterior-
posterior meningkat
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi dan
inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah
3 Data Subjektif : Infeksi mycobacterium (D.0030) Hipertermia
Mayor : - tuberculosis
Minor : - ↓
Data Objektif : Droplet -> menetap di udara

Mayor : Menempel di jalan nafas

- Suhu tubuh diatas normal
Inflamasi
Minor : ↓
Merangsang hipotalamus
- Kulit merah

- Kejang
Suhu tubuh meningkat
- Takikardi
- Takipnea ↓
- Kulit teraba hangat Hipertermia
4 Data Subjektif : Infeksi mycobacterium (D.0019) Defisit Nutrisi
Mayor : - tuberculosis
Minor : ↓
- Cepat kenyang setelah Droplet -> menetap di udara
makan ↓
- Kram/nyeri abdomen Menempel di jalan nafas
- Nafsu makan berkurang ↓
Data Objektif : Iritasi pada bronkus

Mayor :
Produksi sputum
- BB menurun minimal 10% ↓
di bawag rentang ideal Penumpukan sputum
Minor : ↓
Anoreksia malaise, mual,
- Bising usus hiperaktif muntah
- Otot pengunyah dan ↓
menelan lemah
- Membran mukosa pucat Defisit nutrisi
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIOTITAS

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d dipsnea, sulit bicara,
orthopnea, batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing,
dan/atau ronkhi kering, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah,
dan pola napas berubah.
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dipsnea, orthopnea, penggunaan
otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, pernapasan
pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thorax anterior-posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi dan inspirasi
menurun dan ekskursi dada berubah.
3. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang,
takikardi, takipnea, kulit teraba hangat.
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d cepat kenyang setelah makan,
kram/nyeri abdomen, nafsu makan berkurang, BB menurun minimal 10% di bawag
rentang ideal, bising usus hiperaktif, otot pengunyah dan menelan lemah, membran
mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan dan diare.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Kriteria Hasil/Tujuan INTERVENSI AKTIVITAS


Diagnosa Keperawatan
(SLKI) (SIKI) (SIKI)
(D.0001) Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.01011) Observasi
Manajemen
b.d sekresi yang tertahan ditandai dengan : selama 3x24 jam maka L.01001 - Monitor pola, bunyi napas dan sputum.
Jalan Napas
Bersihan Jalan Napas Meningkat,
Data Subjektif : Terapeutik
Mayor : - dengan kriteria hasil:
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Minor :
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
- Batuk efektif meningkat
- Dipsnea trauma servikal).
- Produksi sputum menurun - Posisikan semi-fowler atau fowler.
- Sulit bicara
- Orthopnea - Mengi, wheezing menurun - Berikan minuman hangat.
- Frekuensi dan pola napas - Lakukan fisioterapi dad, jika perlu.
Data Objektif : membaik - Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
detik.
Mayor : - Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Batuk tidak efektif - Berikan oksigen, jika perlu
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih Edukasi
- Mengi, wheezing, dan/atau ronkhi
kering - Ajarkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
Minor : kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Gelisah
- Sianosis Kolaborasi
- Bunyi napas menurun Kolaborasi pemberian bronkodilator,
- Frekuensi napas berubah ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
- Pola napas berubah
(D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.01011) Observasi
hambatan upaya napas di tandai dengan : selama 3x24 jam maka L.01004 Pola Manajemen - Monitor pola, bunyi napas dan sputum.
Napas Membaik, dengan kriteria Jalan Napas
Data Subjektif : Terapeutik
Mayor : hasil:
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
- Dipsnea head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
- Ventilasi semenit meningkat
Minor : trauma servikal).
- Kapasitas vital meningkat - Posisikan semi-fowler atau fowler.
- Orthopnea - Diameter thorak anterior-posterior - Berikan minuman hangat.
meningkat - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
Data Objektif : - Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
- Tekanan ekspirasi dan inspirasi
meningkat detik.
Mayor :
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- Dipsnea menurun
- Penggunaan otot bantu pernapasan penghisapan endotrakeal
- Penggunaan otot bantu napas - Berikan oksigen, jika perlu
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal menurun
- Pemanjangan fase ekspirasi Edukasi
Minor : menurun - Ajarkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
- Pernapasan pursed-lip - Ortopnea menurun kontraindikasi.
- Pernapasan cuping hidung - Pernapasan pursed-lip menurun - Ajarkan teknik batuk efektif
- Diameter thorax anterior-posterior - Pernapasan cuping hidung
Kolaborasi
meningkat menurun
- Ventilasi semenit menurun - Frekuensi napas membaik Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
- Kapasitas vital menurun - Kedalaman napas membail mukolitik, jika perlu.
- Tekanan ekspirasi dan
- Ekskursi dada membaik
inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah
(D.0030) Hipertermia b.d proses penyakit di Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.15506) Observasi
tandai dengan : selama 3x24 jam maka L.14134 Manajemen - Identifikasi penyebab hipertermia.
Termoregulasi Membaik, dengan Hipertermia - Monitor suhu tubuh, kadar elektrolit, haluaran
Data Subjektif : urine, komplikasi akibat hipertermia.
Mayor : - kriteria hasil:
Minor : - Terapeutik
- Mengigil menurun
Data Objektif : - Sediakan lingkungan yang dingin.
- Kulit merah menurun - Longgarlan atau lepaskan pakaian.
Mayor : - Basahi dan kipas permukaan tubuh.
- Kejang menurun
- Berikan cairan oral.
- Suhu tubuh diatas normal - Pucat menurun - Ganti linen setiap hari.
Minor : - Takikardi menurun - Lakukan pendinginan eksternal.
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin.
- Kulit merah - Takipnea menurun - Berikan oksigen, jika perlu
- Kejang
- Hipoksia menurun
- Takikardi Edukasi
- Takipnea - Suhu tubuh membaik
- Kulit teraba hangat - Anjurkan tirah baring.
- Suhu kulit membaik
Kolaborasi
- Tekanan darah membaik
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
(D.0019) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan (L.03119) Observasi
mencerna makanan di tandai dengan : selama 3x24 jam maka L.03030 Manajemen - Identifikasi status nutrisi.
Status Nutrisi Membaik, dengan Nutrisi - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
Data Subjektif : - Identifikasi makanan yang disukai.
Mayor : - kriteria hasil: - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Minor : nutrien.
- Porsi makan yang dihabiskan - Monitor berat badan, asupan makanan, dan
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram/nyeri abdomen meningkat hasil pemeriksaan laboratorium .
- Nafsu makan berkurang - Nyeri abdomen menurun
Terapeutik
Data Objektif : - Sariawan menurun
- Rambut rontok menurun - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Mayor : - Diare menurun yang sesuai.
- Berat badan baik - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
- BB menurun minimal 10% di bawag konstipasi.
rentang ideal - IMT membaik
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
- Nafsu makan membaik protein.
Minor : - Frekuensi makan membaik - Berikan suplemen makanan yang, jika perlu.
- Bising usus hiperaktif - Bising usus membaik
- Membran mukosa membaik Edukasi
- Otot pengunyah dan menelan lemah
- Membran mukosa pucat - Anjurkan posisi duduk jika mampu.
- Sariawan - Ajarkan diet yang diprogramkan.
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan Kolaborasi
- Diare
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press


Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Price, S.A., dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, N. U., hartono, J., Wukansari, p., Mahanani,
D. A., Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan 2. Jakarta

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan
2. Jakarta

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan 2. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai