5020031039
UNIVERSITAS FALETEHAN
TAHUN 2021
1. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tubercolosis sistemis sehingga
dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis
dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi kompleks mycobacterium tuberculosis.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa
tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh
lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2006). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung paru yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium
tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan
terutama menyerang parenkim paru.
2. Etiologi
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015), Penyebab penyakit
Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium
tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis
BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.
Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman
tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3. Maninfestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. keluhan
yang terbanyak:
a. Demam
b. Batuk-batuk berdarah
Gejala ini bayak ditemukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru dan takipneu.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
e. Malaise dan kelelahan
4. Patofisiologi
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau
bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit
polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis
kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis
menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk
jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami
pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan
dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau
lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran
ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson,
2005)
5. Klasifikasi
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus
meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk Tb
paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini
dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak
menyingkirkan diagnosa TBC.
c. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah
dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum
SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan
positif perlu dilakukan foto toraks bila:
1) Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru
2) Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi Pleura
1) Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah
2) Kalsifikasi
3) Penebalan pleura
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
1) Promotif
- Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
- Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
- Mensosialisasiklan BCG di masyarakat
2) Preventif
- Vaksinasi BCG
- Menggunakan isoniazid (INH)
- Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab
- Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahuisecara dini
2. Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan :
Ukur tanda vital
Inspeksi keadaaan umum : penggunaan oksigen, sianosis, sesak napas, batuk,
wheezing, stridor, cachexia
Inspeksi konjungtiva: anemis/tidak
Inspeksi adakah pernafasan cuping hidung
Inspeksi RR dan irama, catat apakah irama dangkal dan cepat, normal, dalam dan
cepat
nspeksi adanya peningkatan JVP, dan deviasi trahea
Inspeksi bentuk dada, apakah simetris, apakah bentuk dada normal atau tidak
normal (Funnel,barrel, pigeon chest) kaji adanya bekas luka op, dan adanya
pemasangan Chest Drain
Inspeksi kesimetrisan pergerakan dada kanan dan kiri
Inspkesi ada pernafasan perut atau dada. Amati apakah ada retraksi dada dan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Inspeksi kulit dada : warna, distribusi rambut, jaringan parut, lesi, luka bakar
Inspeksi adanya asites. Peningkatan diameter abdomen mengurangi inspeksi dada
Inspeksi adanya clubbing finger. Clubbing finger menjadi indikasi kondisi
hipoksia yang lama
Mengkaji fremitus fokal simetris/tidak.
Palpasi pengembangan dada simetris/tidak
Perkusi patu di 10 titik anterior dan posterior. Kaji adanya perubahan bunyi
resonan ke pekak atau hiperesonan.
Auskutasi paru di 10 titik anterior dan posterior. Identifikasi suara vesikuler
(normal) dan suara abnormal paru.
Kaji telapak tangan adanya Tar Smoking (perokok), memar dan telapak tangan
yang menipis (penggunaan jangka pangjang steroid)
Kaji tremor, akral, CRT, edema
9. Phatway
Terhirup
Sesak nafas
Defisit nutrisi
ANALISA DATA
Pindahkan dari patoflow, satu analisa data berisi satu alur diagnosa
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas berubah
- Pola napas berubah
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d dipsnea, sulit bicara,
orthopnea, batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing,
dan/atau ronkhi kering, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah,
dan pola napas berubah.
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dipsnea, orthopnea, penggunaan
otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, pernapasan
pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thorax anterior-posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi dan inspirasi
menurun dan ekskursi dada berubah.
3. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang,
takikardi, takipnea, kulit teraba hangat.
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d cepat kenyang setelah makan,
kram/nyeri abdomen, nafsu makan berkurang, BB menurun minimal 10% di bawag
rentang ideal, bising usus hiperaktif, otot pengunyah dan menelan lemah, membran
mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan dan diare.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, N. U., hartono, J., Wukansari, p., Mahanani,
D. A., Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan 2. Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan
2. Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan 2. Jakarta