Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP LAPARATOMY DI RUANG ICU

RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI


Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Kritis
Dosen Pembimbing : Widodo, M.N
Clinical Instructure : Nur Wahyu Astuti S.Kep., Ns

Disusun oleh :
Nama : Chabelita Candrakila
Kelas : 3A D-III Keperawatan
NIM : P27220019015

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2022
BAB I
KONSEP TEORI POST OP LAPARATOMY

A. PENGERTIAN
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan mayor berupa penyayatan
pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen
yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi) (Utami,
Ratna Nur, 2020)
Bedah laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor
dengan melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen yang mengalami
masalah seperti perdarahan, perforasi, kanker, dan obtruksi pada area adomen.
(Silpia, Wiwin, 2021).

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
paralitik usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
paralitik adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke
distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam
lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi
pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut
(Sjamsuhidajat, 2003).

Ileus paralitik adalah penyakit dimana terjadi dismotilitas yang


menghambat pergerakan isi usus ke bagian distal, tanpa adanya obstruksi mekanis
(Jacobs D, 2015). Ileus paralitik dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti ileus
paralitik pasca operasi, ileus akibat konsumsi obat, ileus metabolik, ileus
vaskuler, juga pseudo obstruksi. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah
ileus paralitik pasca operasi (Vilz TO, etc, 2017).
Berdasarkan proses terjadinya ileus paralitik dibedakan menjadi ileus
paralitik mekanik dan non mekanik. Ileus paralitik mekanik terjadi karena
penyumbatan fisik langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau
hernia sedangkan ileus paralitik non mekanik terjadi karena penghentian gerakan
peristaltic (Manaf , 2010).

B. ETIOLOGI
Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi
pasca operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra
peritoneal, dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen. Ileus
paralitik tidak pernah terjadi secara primer, oleh karena itu mencari gangguan
yang menjadi penyebab adalah hal yang penting untuk mencapai keberhasilan
dalam tata laksana.
Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti
opioid, anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia,
hiponatremia, anemia dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia,
komplikasi diabetes, trauma (misal fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma
kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi intraabdominal dan
peritonitis dan hematoma retroperitoneal (Daira, 2012).
Penyebab yang paling sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik
dan gangguan elektrolit. Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu
penyebab intra abdomen, dan ekstra abdomen.
Penyebab intraabdomen (Daira, 2012):
a. Hambatan reflex Laparotomi,Trauma abdomen,Transplantasi renal
b. Proses Inflamasi Luka penetrasi, Peritonitis cairan empedu, Peritonitis cairan
kimia,Perdarahan intraperitoneal, Pankreatitis akut, Kolesistitis akut,
Penyakit Celiac, Inflammatory bowel disease
c. Infeksi Peritonitis bakteri, Appendicitis, Diverticulitis, Herpes Zoster virus
d. Proses iskemik Insufisiensi arteri, Trombosis vena, Arteritis mesenteric,
Obstruksi strangulasi
e. Trauma radiasi akut Radiasi abdomen, Proses retroperitoneal, Batu
ureteropelvik, Pyelonefritis, Perdarahan retroperitoneal, Keganasan
f. Alterasi sel interstitial Cajal

Penyebab ekstra abdomen menurut Daira, 2012 sebagai berikut :


a. Hambatan reflex Kraniotomi, Fraktur iga, tulang belakang atau pelvis, Infark
miokard, Coronary bypass, Operasi bedah jantung, Pneumonia, emboli paru,
Luka bakar, Gigitan laba-laba janda hitam.
b. Obat Antikolinergik/antagonis ganglionik, Opiat, Agen kemoterapeutik,
Tricyclic antidepressants, Phenotiazines.
c. Abnormalitas Metabolik Sepsis, Diabetes mellitus, Hipotiroid,
Ketidakseimbangan elektrolit (hiperkalemia,hipokalemi,hipofosfatemia),
Keracunan logam berat (merkuri) Porfiria, Uremia, Ketoasidosis diabetic,
Penyakit sistemik seperti SLE.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari ringan sampai berat
bergantung pada penyakit yang mendasarinya, didapatkan adanya distensi
abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan
dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal
(nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.

D. PATHWAY
Sumber : Rustianawati Y, Karyati S dan Himawan R, 2013)

E. PATOFISIOLOGI
Trauma adalah cedera / rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional.
(Dorland 2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat. Trauma adalaha penyebab kematian
paling utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan
alkohol adalah obat yang telah menjadi faktor komplikasi pada trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. trauma abdomen
adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen merupakan luka
pada isi rongga perut bisa terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut
dimana pada penanganan /penatalaksanaan dapat bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi. tusukan/tembakan, pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman dapat mengakibatkan terjadinya
trauma abdomen sehingga harus dilakukan laparatomi. Trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan individu kehilangan darahmemar/jejas pada dinding perut,
kerusakan organ-organ nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus
abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,
respon stres simpatis, perdarahan atau pembekuan darah, kontaminasi bakteri,
kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stres dari
saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan
perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.

F. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Bal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Ppabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

1. Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan


keperawatan :
a. Lakukan observasi TTV klien.
b. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan
d. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering ( 4 - 6 kali perhari )
e. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase
makanan
f. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada
makanan
g. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat,
dan jus jeruk Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk
mencegah masalah refluks nonturnal
h. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal
i. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient
tekanan gastro

2. Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan


pembedahan :
a. Laparatomi apendiktomi
Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan
konvensional dengan membuka dinding abdomen. Tindakan ini juga
digunakan untuk melihat apakah ada komplikasi pada jaringan apendiks
maupun di sekitar apendiks. Tindakan laparatomi dilakukan dengan
membuang apendiks yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio kanan
bawah perut dengan lebar insisi sekitar 3 hingga 5 inci. Setelah
menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan
dari perut. Ahli bedah harus menentukan lokasi apendiks dengan
menggunakan beberapa penilaian fisik agar dapat menentukan lokasi
insisi yang ideal. (Setyanisa, R., dkk 2021)
b. Laparascopi
Laparaskopi apendiktomi merupakan tindakan bedah invasive
minimal yang paling banyak digunakan pada kasus appendicitis akut.
Tindakan apendiktomi dengan menggunakan laparaskopi dapat
mengurangi ketidaknyamanan pasien jika menggunakan metode open
apendiktomi dan pasien dapat menjalankan aktifitas paska operasi dengan
lebih efektif. (Setyanisa, R., dkk 2021)

Penderita penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit (Kusuma dan


Nurarif, 2015). Penatalaksanaan pasien dengan ileus obstruktif adalah:
a. Persiapan Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah,
mencegah aspirasi danmengurangi distensi abdomen (dekompresi).
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan
elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum
tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
b. Operasi Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan
organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling
sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.
1) Tindakan bedah dilakukan bila :
2) Strangulasi
3) Obstruksi lengkap
4) Hernia inkarserata
5) Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Kusuma dan
Nurarif, 2015)
c. Pasca bedah
d. Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah
usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Kusuma dan Nurarif,
2015).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan apendik menurut Fransisca, C., (2019):
1. Infeksi pada luka, ditandai apabila luka mengeluarkan cairan kuning atau
nanah, kulit di sekitar luka menjadi merah, hangat, bengkak, atau terasa
semakin sakit
2. Abses (nanah), terdapat kumpulan di dalam rongga perut dengan gejala
demam dan nyeri perut.
3. Perlengketan usus, dengan gejala rasa tidak nyaman di perut, terjadi sulit
buang air besar pada tahap lanjut, dan perut terasa sangat nyeri
4. Komplikasi yang jarang terjadi seperti ileus, gangren usus, peritonitis, dan
obstruksi usus.

Ileus paralitik yang tidak diobati berpotensi memicu komplikasi sebagai berikut
(Tresca AJ, 2019) :
1. Dehidrasi
2. Ketidakseimbangan elektrolit tubuh
3. Penyakit kuning
4. Muncul lubang (perforasi) di usus
5. Peritonitis
6. Kematian jaringan (nekrosis) usus
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosa medik.
2. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.
3. Pengkajian Keperawatan Primary Survey
Pengkajian pada penderita post operasi (Haryono, 2012) adalah:
a. A (Airway) Agen anestesi tertentu menyebabkan depresi pernapasan. Waspadai
pernapasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi jalan napas, irama,
kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada, suara napas, dan warna
mukosa. (Iksan, I. 2021)
b. B (Breathing) Observasi kemapuan mengembang paru, adakah pengembangan
paru-paru spontan atau tidak. Apabila tidak bisa mengembang spontan maka
dimungkinkan terjadi gangguan fungsi paru sehingga akan dilakukan tindakan
untuk bantuan nafas. (Iksan, I. 2021)
c. C (Circulation) Penderita berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang
disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat pembedahan,
efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi mekanisme
yang mengatur sirkulasi normal. Masalah umum awal sirkulasi adalah
perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara eksternal melalui saluran
atau sayatan internal. Kedua tipe ini menghasilkan perdarahan dan penurunan
tekanan darah, jantung, dan laju pernapasan meningkat, nadi terdengar lemah,
kulit dingin, lembab, pucat, dan gelisah. (Iksan, I. 2021)
d. D (Disability) Kaji Disability yaitu tingkat kesadaran pasien dengan
menggunakan GCS. Berikut beberapa penilaian GCS dan interpretasinya
terhadap tingkat kesadaran :
 Nilai GCS (15-14) : Composmentis.
 Nilai GCS (13-12) : Apatis.
 Nilai GCS (11-10) : Delirium.
 Nilai GCS (9-7) : Somnolen.
 Nilai GCS (6-5) : Sopor.
 Nilai GCS (4) : Semi-coma.
 Nilai GCS (3) : Coma.
e. E (Exposure) Kaji apakah ada pendarahan, mengontrol suhu lingkungan. Kaji
status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf untuk tanda-tanda perubahan
elektrolit. Monitor dan bandingkan nilai-nilai laboratorium dengan nilai-nilai
dasar dari penderita. (Iksan, I. 2021)
4. Pengkajian Keperawatan Secondary Survey
a. Keluhan utama Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit dengan
keluhan sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB
yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare dan juga
konstipasi. (Iksan, I. 2021)
b. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu
pada saat post op operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga
bisanya tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasi sendiri. (Iksan, I.
2021)
c. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan
makanan rendah serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas. (Iksan, I. 2021)
d. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit
keturunan seperti hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma. (Iksan, I. 2021)
e. Riwayat kesehatan psikososiospiritual Pada pasien post operasi apendiktomi
didapatkan kecemasan akan nyeri hebat atau akibat respons pembedahan. Pada
beberapa pasien juga didapatkan mengalami ketidakefektifan koping
berhubungan dengan perubahan peran dalam keluarga. (Iksan, I. 2021)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan
mengukur tanda-tanda vital. Pada pasien post operasi apendiktomi mencapai
kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari ruang operasi. (Iksan, I.
2021)
b. Pemeriksaan Tanda –Tanda Vital
Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya pasien
mengalami takikardi, peningkatan tekanan darah, dapat juga terjadi hipotensi.
(Iksan, I. 2021)
c. Pemeriksaan Fisik
- Kulit
Terdapat luka sayatan pada bekas operasi, warna kulit, kelembaban, akral
hangat, CRT (Capilary Refil Time)< 2 detik, turgor kulit menurun.
- Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau penyakitnya itu
apenditis mungkin pada bagian mata ada yang mendapatkan mata klien seperti
mata panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit.
- Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada klien yang
menderita apedisitis
- Rongga Mulut
Mukosa bibir kering karena adanya pembatasan masukan oral, mengamati bibir
ada tidaknya kelainan kogenital (bibir sumbing), sianosis atau tidak,
pembengkakkan atau tidak, lesi atau tidak, amati adanya stomatitis pada mulut
atau tidak, amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan
kebersihan gigi.mengkaji terdapat nyeri tekan atau tidak pada pipi dan mulut
bagian dalam.
- Thorax
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Pasien post operasi apendiktomi
akan mengalami penurunan dan peningkatan frekuensi nafas
Palpasi : Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus sama antara kanan
dan kiri.
Perkusi : Terdengar sonor
Auskultasi : Normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru, tidak
terdapat suara tambahan
- Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula sinistra.
 Perkusi : Normalnya terdengar pekak
 Auskultasi : Normalnya terdengar tunggal suara jantung pertama dan
suara jantung kedua.
- Abdomen
 Inspeksi :Terdapat luka bekas operasi tertutup kasa,bentuk dan ukuran
luka, terlihat mengencang (distensi).
 Auskultasi : Bising usus menurun
 Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen bekas operasi
 Perkusi :Kaji suara apakah timpani atau hipertimpani
- Ekstermitas
Secara umum klien post operasi apendiktomi dapat mengalami kelemahan
karena tirah baring pasca operasi. Kekakuan otot akan berangsur membaik
seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas klien.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018) Diagnosa yang mungkin muncul
adalah :
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) (D.0077)
2. Risiko Infeksi b.d efek prosedur invasif (D.0142)
3. Gangguan mobilitas fisik b.d perubahan metabolisme (D.0054)
4. Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D.0080)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018). Intervensi keperawatan sebagai berikut :
Tujuan dan
No. Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
1 Nyeri Akut b.d Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
agen (L.08066) Observasi
pencedera Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisik (prosedur tindakan durasi, frekuensi, kualitas,
operasi) keperawatan selama intensitas nyeri
(D.0077) 3x7 jam diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri akut teratasi, 3. Identifikasi respons nyeri non
dengan kriteria verbal
hasil : Nursing Terapeutik
- Keluhan nyeri 1. Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun Edukasi
- Meringis 1. Jelaskan strategi meredakan
menurun nyeri
- Gelisah 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
menurun untuk mengurangi rasa nyeri
- Tekanan darah Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi pemberian analgetik,
- Pola tidur jika perlu
membaik
2 Risiko Infeksi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119)
b.d efek (L.03030) Observasi
prosedur Setelah dilakukan 1. Identifikasi alergi dan intoleransi
invasif tindakan makanan
(D.0142) keperawatan selama 2. Monitor asupan makanan
3x7 jam diharapkan 3. Monitor berat badan
risiko infeksi 4. Monitor hasil pemeriksaan
teratasi, dengan laboratorium
kriteria hasil : Terapeutik
- Nyeri abdomen 1. Berikan suplemen makanan, jika
menurun perlu
- Berat badan Edukasi
membaik 1. Ajarkan diet yang diprogramkan
- Membran Kolaborasi
mukosa 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
membaik untuk menentukan jumlah kalori
- Porsi makanan dan jenis nutrien yang
yang dihabiskan dibutuhkan, jika perlu
meningkat

3 Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Perawatan Diri


mobilitas fisik (L.05042) (I.11348)
b.d perubahan Setelah dilakukan Observasi
metabolisme tindakan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
(D.0054) keperawatan selama perawatan diri sesuai usia
3x7 jam diharapkan 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu
gangguan mobilitas kebersihan diri, berpakaian,
fisik tidak terjadi, berhias, dan makan
dengan kriteria Terapeutik
hasil : 1. Sediakan lingkungan yang
- Rentang gerak terapeutik (mis. Suasana hangat,
(ROM) rileks, privasi)
meningkat 2. Dampingi dalam melakukan
- Kelemahan fisik perawatan diri sampai mandiri
menurun 3. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan
perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam
tindakan, setelah intervensi dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
klien, perawat melakukan tindakan keperawatan spesifik, yang mencakup
Tindakan perawat dan tindakan dokter (Potter & Perry, 2015).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah respon pasien terhadap standar atau kriteria
yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi
proses keperawatan yaitu terhadap jam melakukan tindakan, data perkembangan
pasien yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak,
serta ada tanda tangan atau paraf. Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi disini menyediakan nilai informasi yang mengenai
pengaruh dalam hal perencanaan (intervensi) yang telah direncanakan secara
seksama dan merupakan hasil dari perbandingan yang diamati dengan cara
melihat hasil dari kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan
tersebut (Triyoga, 2015).
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif,
analisis data dan perencanaan.
- S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia
- O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.
- A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau
dikaji dari data subjektif dan data objektif.
- P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/view/5489/0

Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon

Daira, leonardo basa, Sembriring, J., Sihombing, M., Lubis, M., & Purba, hartono
apriliasta purba. (2012). Ileus. 1–33. Diakses dari
https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63269/017 .pdf?
sequence=1&isAllowed=y

Fransisca, C., Gotra, I. M., & Mahastuti, N. M. (2019). Karakteristik Pasien dengan
Gambaran Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015-
2017. Jurnal Medika Udayana, 8(7).
Iksan, I. (2021). Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Apendisitis Dengan
Tindakan Apendiktomi Di Ruang Operasi Rumah Sakit. Dr. Bob Bazar Kalianda
Lampungselatan Tahun 2021. Lampung selatan (Doctoral Dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang)
Jacobs D. Acute Intestinal Obstruction. In: Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 19th ed. McGraw-Hill; 2015. p. 1981–5. Diakses dari
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=1130&sectionid=79748236
Setyanisa, R., Wirotomo, T. S., & Rofiqoh, S. (2021, December). Literature Review:
Pengaruh Aromaterapi Lemon Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post
Operasi Laparatomi. In Prosiding Seminar Nasional Kesehatan (Vol. 1, pp. 699-
703)
Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tresca, A.J. (2019). Ileus: Symptoms, Causes, and Treatment. Verywell Health
diakses dari https://www.verywellhealth.com/ileus-symptoms-causes-and-
treatment-4173136
Vilz, T. O., Stoffels, B., Strassburg, C., Schild, H. H., & Kalff, J. C. (2017). Ileus in
Adults. Deutsches Arzteblatt International, 114(29–30), 508–518. Diakses dari
https://doi.org/10.3238/arztebl.2017.0508

Anda mungkin juga menyukai