Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Disusun guna memenuhi Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun oleh :

Nama : Chabelita Candrakila


Kelas : 3A D-III Keperawatan
NIM : P27220019015

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA

2021
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Penyakit Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan
timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan.(Infodatin, 2017)

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan


karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan. (Amin & Hardi, 2016) Beberapa faktor penyebab asma, antara lain
umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan


dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan edema
mukosa. Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma yang berkurang
yang meliputi batuk, sesak dada, mengi, dan dispnea. Penderita asma mungkin
mengalami periode gejala secara bergantian dan berlangsung dalam hitungan
menit, jam, sampai hari (Brunner & Suddarth, 2017).

2. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai
suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor neural
diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus
pada epitel jalan napas, disebut reseptor batu atau iritan, tergantung pada
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsikatau alergik, eksaserbasi
terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah,
tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan ekstrinsik.
Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan (artifisial), karena
dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua kelompok tersebut.
Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali
rangsangan pelepasan mediator daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan
kehamilan dan menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat
wanita menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak
dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau
sifat-sifat perilaku yang dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada
anak dengan penyakit cacat kronis yang lain. (Nelson, 2013)

3. Klasifikasi
Asma dibedakan menjadi 2 jenis (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015) :
1) Asma Bronkial
Penderita asma bronkial, hiperaktif dan hipersensitif terhadap rangsangan dari
luar, seperti asap kendaraan, bulu binatang, debu dalam rumah, dan bahan laim
yang menyebabkan alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak sehingga
serangan bisa datang secara tiba – tiba. Jika tidak segera mendapatkan
pertolongan, kematian bisa terjadi pada penderita tersebut. Gejala pada asma
bronkial bisa terjadi adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran
pernafasan. Penyempitan ini akibat dari berkerutnya otot saluran pernafasan,
pembengkakan saluran lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
2) Asma Kardial
Asma yang ditimbulkan akibat adanya kelainan jantung. Gejala yang dialami
penderita asma kardial biasanya adanya sesak nafas yang hebat dan terjadi
pada malam hari. Pada panduan dari National Asthma Education and
Prevenion Program (NAEPP), klasifikasi tingkat keparahan asma dibedakan
pada 3 kategori, yaitu umur 0-4 tahun, umur 5-11 tahun, dan umur > 12tahun –
dewasa.

Perbedaannya sebagai berikut (Masriadi, 2016) :


a. Kategori umur 0 – 4 tahun
Fungsi paru tidak menjadi parameter gangguan. Karena anak dibawah
usia 4 tahun masih sulit dilakukan uji fungsi paru. Pada kategori usia ini
dikatakan asma persisten jika dalam 6 bulan terjadi 2 serangan dan
membutuhkan steroid oral atau episode mengi sebanyak ≥ 4 episode
setahun, lamanya lebih dari sehari, memiliki faktor resiko untuk asma
persisten.
b. Kategori umur 5 – 11 tahun dan umur ≥ 12 tahun – dewasa, terdapat
perbedaan yaitu pada ukuran uji fungsi paru. Klasifikasi tingkat asma
berdasarkan berat ringannya gejala dibedakan menjadi 3 yaitu :
i. Serangan asma akut ringan:
a) Batuk kering maupun berdahak.
b) Mengi tidak ada atau mengi ringan (Arus Puncak Aspirasi) kurang
dari 80%.
c) Rasa berat pada dada.
d) Gangguan tidur pada malam hari karena batuk maupun sesak
nafas.

ii. Serangan asma akut sedang:


a) Batuk kering maupun berdahak.
b) Sesak dengan mengi agak nyaring.
c) APE antara 50-80%.

iii. Serangan asma akut berat:


a) Tidak bisa berbaring.
b) Rasa yang sangat sesak pada dada.
c) Posisi ½ duduk agar bisa bernafas.

4. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan
gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1) Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainana bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis

2) Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :


a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parial O2

3) Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik Bising mengi
(wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk produktif,
sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi
memanjang
5. Patofisiologi

Sumber : SDKI (2016)

6. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu :
penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat
serangan.
1) Tatalaksana Asma Jangka Panjang Prinsip utama tatalaksana jangka panjang
adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran
(senam asma). Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol
ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang
dan terus menerus.
2) Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a. Mengatasi gejala serangan asma
b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c. Mencegah terjadinya kekambuhan
d. Mencegah kematian karena serangan asma

Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7


komponen, yaitu :

a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak
hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang
membutuhkan energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis berkala antara
1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada
penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain :
- Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
- Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya
- Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai
asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
 Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
 Tahapan pengobatan
 Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan
alternatif lainnya tidak ada.
 Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya),
untuk alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan
leukotriene modifiers.
 Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi
(400-800 ug Bd atau ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah
agonis beta 2 kerja lama oral, atau Teofilin lepas lambat.
 Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi
glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2
kerja lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene,
Modifiers, Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya
Prednisolo/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis
bate 2 kerja lama oral, ditambah Teofilin lepas lambat.
 Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan
asma jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan
bagi penderita dengan maksud mengontrol asma.
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada serangan akut
antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam, alternatifnya Agonis beta 2
subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila
mungkin Kortikosteroid sistemik.
f. Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan
oleh dokter yaitu:
 Tindak lanjut (follow-up) teratur
 Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
g. Pola hidup sehat
 Meningkatkan kebugaran fisik Olahraga menghasilkan kebugaran fisik
secara umum. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul
serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang
melakukan olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah satu
bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot
pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga umumnya.
 Berhenti atau tidak pernah merokok
 Lingkungan kerja. Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat
menimbulkan asma

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
1) Spirometri
2) Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi
3) Uji provokasi bronkus
4) Pemeriksaan sputum
5) Pemeriksaan cosinofit total
6) Pemeriksaan tes kulit
7) Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
8) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
9) Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya penyempitan
bronkus dan adanya sumbatan
10) Analisa gas darah
11) Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi.

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma menurut (Kurniawan Adi
Utomo, 2015) :
1) Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru –
paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
2) Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus).
3) Gagal nafas
Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru – paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan
karbondioksida dalam sel – sel tubuh.
4) Bronkhitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru –
paru yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang –
ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
5) Fraktur iga
Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering bernafas secara
berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun gangguan ventilasi oksigen
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1) Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai
bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus
lebih banyak paroksimal).
3) Riwayat Kesehatan
Dahulu Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran
nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
4) Riwayat Kesehatan
Keluarga Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit
yang sama pada anggota keluarganya.
5) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis. 31
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau
pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

b. Palpasi
- Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
- Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
- Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
- Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
- Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati 32
- Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara
- Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
- Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
d. Auskultasi
- Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan
bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
- Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
- Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
- Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub dan
crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau
respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko
masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis Keperawatan
merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai unutk
membantu klien mencapai kesehatan yang optimal. (PPNI, 2017)

Menurut SDKI (2016) :


1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
3) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma (SDKI, 2016)

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria


Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajement jalan nafas
efektif tindakan asuhan (I.01011)
berhubungan keperawatan selama Observasi
dengan hambatan 2x24 jam maka, pola 1. Monitor pola napas
upaya napas nafas membaik 2. Monitor bunyi napas
dengan kriteria hasil: tambahan
1) Tidak terjadi 3. Monitor sputum
dispnea Terapeutik
2) Frekuensi 1. Pertahankan kepatenan
pernapasan jalan napas
normal 2. Posisikan semi-fowler
3) Tidak terdapat atau fowler
suara tambahan 3. Berikan minum hangat
4) Ventilasi semenit 4. Lakukan fisioterapi
meningkat dada, jika diperlukan
5) Kapasitas vital 5. Berikan oksigen/
meningkat nebulizer
6) Kedalaman nafas Edukasi
membaik 1. Anjurkan asupan cairan
7) Pemanjangan 200ml/hari, jika tidak
fase ekspirasi kontraindikasi
menurun 2. Ajarkan teknik batuk
efektif
2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
aktivitas tindakan asuhan (I.05178)
berhubungan keperawatan selama Observasi
dengan kelemahan, 2x24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan
ketidakseimbangan toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
antara suplai dan meningkat dengan mengakibatkan
kebutuhan oksigen kriteria hasil: kelelahan
1) Kemudahan 2. Monitor kelelahan fisik
dalam melakukan dan emosional
aktivitas 3. Monitor pola dan jam
meningkat tidur
2) Dispnea 4. Monitor lokasi dan
saat/setelah ketidaknyamanan
aktivitas selama melakukan
menurun aktivitas
3) Perasaan lemah Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan
4) Tekanan darah nyaman dan rendah
membaik stimulus
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif dan
aktif
3. Berikan fasilitas duduk
disisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah
atau berjalan
4. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
3. Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
berhubungan tindakan asuhan (I.09326)
dengan keperawatan selama Observasi
kekhawatiran 2x24 jam diharapkan 1. Identifikasi penurunan
mengalami ansietas berkurang tingkat energi,
kegagalan dengan kriteria hasil: ketidakmampuan
1) Kekhawatiran berkonsentrasi atau gejala
akibat kondisi lain yang menggangu
yang dihadapi kemampuan kognitif
menurun 2. Identifikasi teknik
2) Perilaku gelisah relaksasi yang pernah
menurun efektif digunakan
3) Frekuensi 3. Periksa ketegangan otot,
pernapasan frekuensi nadi,tekanan
membaik 4. darah dan suhu tubuh
Frekuensi nadi Terapeutik
membaik 1. Ciptakan lingkungan
4) Tekanan darah tenang dan tanpa gangguan
membaik dengan pencahayaan dan
5) Konsentrasi suhu ruangan nyaman
membaik 2. Anjurkan menggunakan
6) Pola tidur pakaian longgar
membaik 3. Gunakan nada suara
lembut
4. Gunakan relaksasi
sebagai trategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain jika
sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis.musik, meditasi,napas
dalam,relaksasi otot
progresif)
2. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
3. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
4. Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
5. Demonstrasikan dan
latihan teknik relaksasi
(mis. Napas dalam,
peregangan atau imajinasi
terbimbing)
4. Implementasi Keperawatan
Hindari alergen Salah satu penatalaksanaan asma adalah menghindari
eksaserbasi. Anak yang rentan tidak dibiarkan untuk terpajan cuaca yang sangat
dingin, berangin, atau cuaca ekstrem lainnya, asap, spray, atau iritan lainnya. 2.
Meredakan bronkospasme Anak diajarkan untuk mengenali tanda dan gejala awal
serangan sehingga dapat dikendalikan sebelum gejala tersebut semakin berat.
Tanda-tanda objektif yang dapat diobservasi orang tua antara lain rinorea, batuk,
demam ringan, iritabilitas, gatal (terutama leher bagian depan dan dada), apati,
ansietas, gangguan tidur, rasa tidak nyaman pada abdomen, kehilangan nafsu
makan. Anak yang menggunakan nebulizer, MDI, diskhaler, atau rotahaler untuk
memberikan obat perlu mempelajari cara penggunaan alat tersebut dengan benar.
(Wong,2014)
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam
tindakan, setelah intervensi dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
klien, perawat melakukan tindakan keperawatan spesifik, yang mencakup
Tindakan perawat dan tindakan dokter (Potter & Perry, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan

Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan dengan pengkajian ulang yang


kontinu dan evaluasi perawatan berdasarkan panduan observasi dan hasil yang
diharapkan berikut ini:

a) Tanyakan keluarga mengenai upaya membasmi atau menghindari alergen


b) Amati anak untuk adanya tanda-tanda gejala pernapasan
c) Kaji kesehatan umum anak
d) Amati anak dan tanyakan keluarga mengenai infeksi atau komplikasi lainnya
e) Tanyakan anak tentang aktivitas sehari-hari
f) Tantukan tingkat pemahaman keluarga dan anak terhadap kondisi anak dan
tentang terapu yang harus dilakukan.(Wong, 2014)

Evaluasi keperawatan adalah respon pasien terhadap standar atau kriteria


yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi
proses keperawatan yaitu terhadap jam melakukan tindakan, data perkembangan
pasien yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak,
serta ada tanda tangan atau paraf. Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi disini menyediakan nilai informasi yang mengenai
pengaruh dalam hal perencanaan (intervensi) yang telah direncanakan secara
seksama dan merupakan hasil dari perbandingan yang diamati dengan cara
melihat hasil dari kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan tersebut
(Triyoga, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

A Potter,& Perry AG. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. 4th ed. Jakarta: EGC

Dimayanti, Resti Avi. (2021). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Ny.H DENGAN POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA DIAGNOSA MEDIS ASMA
DIDESA KEDAWUNG PASURUAN. POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA
SIDOARJO http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/511/1/KTI%20Resti%20-
%20scan.pdf (diakses pada tanggal 15 Oktober 2021)

Infodatin. (2017). Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.

Nelson. (2013). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC

Nurarif A. H. & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta. Mediaction Jogja.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Triyoga, A. (2015). Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan Di Instalasi Rawat Inap Rumah


Sakit Baptis Kediri. Jurnal Penelitian Keperawatan, 1(2), 155-164.

Anda mungkin juga menyukai