KOTA SURAKARTA
Disusun guna memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Anak
Disusun oleh :
2021
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Febris
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tu
buh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah pro
ses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi p
ada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit),
penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningk
atan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak merupakan
akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – pen
yakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh.Selain itu de
mam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non
spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam
Wardiyah, 2016).
2. Etiologi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik
maupun penyakit lain (Julia, 2000). Penyebab demam selain infeksi juga dapat
disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat,
juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma).
Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan
antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan
pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan
laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam,
lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang menyertai demam.
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2000 bahwa etiologi
febris, diantaranya:
a. Suhu lingkungan.
b. Adanya infeksi.
c. Pneumonia.
d. Malaria.
e. Otitis media.
f. Imunisasi
3. Klasifikasi
Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010) sebagai berikut :
Fever Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena
proses patologis
Hyperthermia Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara
intensional pada makhluk hidup sebagian atau secara
keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi dari
radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau
obat-obatan
Malignant Hyperthermia Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan
yang menyertai kekakuan otot karena anestesi total
Adapun tipe-tipe demam menurut Nurarif (2015) sebagai berikut:
Jenis Demam Ciri-ciri
Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pa
da malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal p
ada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berker
ingat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yan
g normal dinamakan juga demam hektik.
Demam remitten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah men
capai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin te
rcatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbed
aan suhu yang dicatat demam septik.
Demam intermiten Suhu badan turun menjadi normal selama beberapa jam dal
am satu hari. Bila demam terjadi dua hari sekali disebut ter
tiana dan apabila terjadi 2 hari bebas demam diantara 2 ser
angan demam disebut kuartana.
Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu d
erajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi seka
li disebut hiperpireksia
Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang dii
kuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa h
ari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semu
la.
4. Manifestasi Klinis
Pada saat terjadi demam, manifestasi klinis yang timbul bervariasi tergantung pada
fase demam, meliputi:
a. Fase 1 awal (Dimulai dingin/menggigil)
Tanda dan gejala : peningkatan denyut jantung, peningkatan laju dan kedalaman
pernapasan, menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot, peningkatan suhu tubuh,
pengeluaran keringat berlebih, rambut pada kulit berdiri, kulit pucat dan dingin
akibat vasokontriksi pembuluh darah
b. Fase 2 (Proses demam)
Tanda dan gejala : proses menggigil lenyap, kulit terasa hangat/panas, merasa tidak
panas/dingin, peningkatan nadi, peningkatan rasa haus, dehidrasi, kelemahan,
kehilangan nafsu makan (jika demam meningkat), nyeri pada otot akibat
katabolisme protein.
c. Fase 3 (Pemulihan)
Tanda dan gejala : kulit tampak merah dan hangat, berkeringat, menggigil ringan,
kemungkinan mengalami dehidrasi.
5. Patofisiologi
Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan metabolisme basa.
Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan makanan akibat anoreksia, maka
simpanan karbohidrat, protein serta lemak menurun dan metabolisme tenaga otot dan
lemak dalam tubuh cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak lengkap dari lemak,
dan ini mengarah pada ketosis. Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga
konsentrasi normal, dan pikiran lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak akan berada
dalam keaadaan bingung, pembicaraan menjadi inkoheren dan akirnya ditambah
dengan timbulnya stupor dan koma . Kekurang cairan dan elektrolit dapat
mengakibatkan demam, karna cairan dan eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan
cairan dan elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior
mengalami gangguan. Pada pasien febris atau demam pemeriksaan laboratorium perlu
dilakukan, yaitu dengan pemeriksaan darah lengkap misalnya : Hb, Ht, Leokosit. Pada
pasienfebris atau demam biasanya pada Hb akan mengalami penurunan, sedangkan Ht
dan Leokosit akan mengalami peningkatan. LED akan meningkat pada pasien
observasi febris yang tidak diketahui penyebabnya, ( pemeriksaan sputum diperlukan
untuk pasien yang menderita demam dan disertai batuk – batuk ) (Lestari, 2016)
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis
danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi. Pemerksaan status
generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasientertolong tokis atau
tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi terhadap orang
tua, variasikeadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses,
pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses rutin,
morfolografi darah tepi, hitung jenis leokosit (Thobaroni, 2015)
8. Penatalaksanaan
1) Secara Fisik
- Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
- Pakaian anak diusahakan tidak tebal
- Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
- Memberikan kompres.
9. Komplikasi Febris
(Menurut Letari, 2016)
1) Dehidrasi : demam tinggi penguapan cairan tubuh
2) Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan
otak.
Menurut Corwin (2000). Komplikasi febris diantaranya :
a) Takikardi
b) Insufisiensi jantung
c) Insufisiensi pulmonal
d) Kejang demam
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan Febris adalah sebagai berikut (Brunner & Suddart,
2013 dan SDKI, 2018) :
1) Hipertermia b.d dehidrasi (D.0130)
2) Risiko Hipovolemia b.d Kekurangan intake cairan (D.0034)
3) Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh
(D.0056)
4) Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D.0080)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien Peritonitis (SDKI, 2018)
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
. Keperawatan Hasil
1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
b.d dehidrasi tindakan selama 3x24 (I.15506)
(D.0130) jam maka tidak terjadi Observasi
dehidrasi dengan kriteri 1. Identifikasi penyebab
a hasil : hipertermia (mis. Dehidrasi,
- Asupan makanan terpapar lingkungan panas,
meningkat penggunaan inkubator)
- Dehidrasi menurun 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Nursing Terapeutik
1. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
2. Berikan cairan oral
3. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2 Risiko Setelah dilakukan Observasi
Hipovolemia tindakan selama 3x24 1. Identifikasi tanda dan gejala
b.d jam maka tidak terjadi ketidakseimbangan kadar
Kekurangan risiko hypovolemia de elektrolit
intake cairan ngan kriteria hasil : 2. Monitor efek samping
(D.0034) - Turgor kulit pemberian suplemen elektrolit
meningkat Nursing Terapeutik
- Membran mukosa 1. Berikan cairan, jika perlu
membaik 2. Berikan diet yang tepat (mis.
- Suhu tubuh Tinggi kalium, rendah natrium)
membaik Edukasi
1. Jelaskan jenis, penyebab dan
penanganan ketidakseimbangan
elektrolit
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian suplemen
elektrolit (mis. Oral, NGT, IV),
sesuai indikasi
3 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
intoleransi tindakan selama 3x24 Observasi
aktivitas b.d jam maka intoleransi 1. Identifikasi status nutrisi
kelemahan aktivitas menurun deng 2. Identifikasi alergi dan
anggota tubuh an kriteria hasil : intoleransi makanan
(D.0056) - Lesu menurun 3. Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
- Selera makan
4. Monitor asupan makanan
meningkat Nursing Terapeutik
1. Berikan makanan tinggi serat
- Tenaga meningkat
untuk mencegah konstipasi
- Kemampuan 2. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
melakukan ativitas
3. Hentikan pemberian makan
rutin meningkat melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
4 Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314)
kurang tindakan selama 3x24 Observasi
terpapar jam maka ansietas 1. Identifikasi kemampuan
informasi menurun dengan kriteri mengambil keputusan
(D.0080) a hasil : 2. Monitor tanda-tanda ansietas
- Perilaku gelisah (verbal dan nonverbal)
menurun Nursing Terapeutik
- Perilaku tegang 1. Ciptakan suasana terapeutik
menurun untuk menumbuhkan
- Pucat menurun kepercayaan
2. Dengarkan dengan penuh
perhatian
3. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan, setelah intervensi
dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan
tindakan keperawatan spesifik, yang mencakup Tindakan perawat dan tindakan dokter
(Potter & Perry, 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah respon pasien terhadap standar atau kriteria yang
ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi proses
keperawatan yaitu terhadap jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien yang
mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak, serta ada tanda
tangan atau paraf. Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
disini menyediakan nilai informasi yang mengenai pengaruh dalam hal perencanaan
(intervensi) yang telah direncanakan secara seksama dan merupakan hasil dari
perbandingan yang diamati dengan cara melihat hasil dari kriteria hasil yang telah
dibuat pada tahap perencanaan tersebut (Triyoga, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
A Potter,& Perry AG. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. 4th ed. Jakarta: EGC
Ayu Utami, Mita. (2017). Laporan Pendahuluan Obs. Febris. Mataram: STIKes Yarsi
Mataram. Tersedia di: https://id.scribd.com/document/360389177/Lp-Obs-Febris
(diakses pada tanggal 22 November 2021)
Corwin. (2000). Hand Book Of Pathofisiologi. Jakarta: EGC.
Nuratif AH, Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagniosa Medi
s & NANDA NIC – NOC. Jogjakarta. Media Action
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jaka
rta: DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakar
ta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI
Thobaroni, Imam. (2015). Asuhan Keperawatan Demam. Artikel Kesehatan
Titik Lestari. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Triyoga, A. (2015). Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan Di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Baptis Kediri. Jurnal Penelitian Keperawatan, 1 (2), 155-164
Wardiyah, A., Setiawati, S., & Setiawan, D. (2016). PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMB
ERIAN KOMPRES HANGAT DAN TEPIDSPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU
TUBUH ANAK YANG MENGALAMIDEMAM RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROV
INSI LAMPUNG. Jurnal Ilmu Keperawatan (Journal of Nursing Science), 4(1), 44–56.
Tersedia di: https://doi.org/10.21776/ub.jik.2016.004.01.5 (diakses pada tanggal 22
November 2021)