Disusun Oleh :
Nama : Ferdi Haryanto
NPM : F0H020030
Semester 5
Clinical Instructure
(………………………………….)
2. Etiologi
Menurut berbagai penelitiaan patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respons saluran napas y a n g berlebihan ditandai dengan adanya kalor (panas karena
vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan
sensori), dan function laesa (fungsi terganggu). Dan raang harus disertai dengan infiltrasi
sel-sel radang (Sudoyono dkk, 2009).
Sebagai pemicu timbulnya serangan-serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV),
iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa
serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur, susu
sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat,
kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Nurarif & Kusuma, 2016).
3. Klasifikasi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016) dalam buku Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1
asma dibedakan menjadi dua jenis, yakni :
a. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko kematian
bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
ini akibat berkerutnya otot polos saluran penapasan, pembengkakan saluran
lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
b. Asma kardial
Asam yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.
4. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu
menimbulkan gejala asma. Namun, pada lain kasus terdapat pasien yang sangat responsif,
sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan
pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada
sistem pernafasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat
pula dilihat dari masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya
dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan
terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkuspasme
oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan
nafas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan
reaktifitas jalan nafas. Oleh karena itu, antagonis beta-agrenergik harus dihindarkan oleh
pasien 13 tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi
dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan
nafas akut pada pasien yang sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan
terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut
seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal
pasien akan mengakibatkan reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan
dikeluarkannya substansi pereda alergi yang merupakan mekanisme tubuh dalam
menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi
zat-zat tersebut menimbulkan gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mucus (Anisa, 2019).
6. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat ditegakkan.
Riwayat adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-benda yang dapat memicu
terjadinya reaksi asma penderita memperkuat dugaan penyakit asma. Pemeriksaan
spinometri hanya dapat dilakukan pada penderita berumur di atas 5 tahun. Jika
pemeriksaan spinometri hasilnya baik, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk
menetapkan penyebab asma, yaitu: (Soedarto, 2012)
a. Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma
b. Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu
c. Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik
d. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease
e. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus f. Pemeriksaan Sinar-X
thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan penyakit paru, jantung, atau
adanya benda asing pada jalan napas penderita.
Sedangkan pemeriksaan penunjang menurut Smelzer (2002) dalam (Nurarif &
Kusuma, 2016) :
a. Spirometer : Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika VEP/KVP >20%
b. Sputum : eosinophil meningkat c. Eosinofil darah meningkat
c. Uji kulit
d. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
e. AGD: Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia
(PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hipekapnia (PCO2 naik)
f. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada
foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2002) dalam buku
asuhan Keperawatan Praktis (2016), menyebutkan program pentalaksanaan asma meliputi
7 komponen, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortality. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang
membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
factor antara lain :
Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya
Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang Penaatalaksanaan
bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
Medikasi (obat-obatan) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan
mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
Tahapan pengobatan
Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat
Berat Medikasi Alternative/Pilihan Alternative
Asma Tidak perlu -------- --------
Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepas ------
Persisten (200-400 ug lambat
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroi Ditambah
Persisten glukokortikosteroi d agonis
Sedang d (400-800 ug inhalasi (400-800 beta-2
BD/hari atau ug BD/hari atau kerja lama,
ekivalennya) dan ekivalennya) oral
agonis beta-2 ditambah Teofilin
kerja lama. lepas lambat, atau Ditambah
teofilin
Glukokortikosteroi lepas
d inhalasi (400- lambat
800 ug BD/hari
atau ekivalennya)
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolone/
Persisten glukokortikoster metilprednisolon
Berat oid (>800 ug oral selang sehari
BD atau 10 mg ditambah
ekivalennya) agonis beta-
dan agonis beta- 2 kerja lama, oral,
2 kerja lama, ditambah teofilin
ditambah 1 lepas lambat.
Menetapkan pengobatan serangan akut
e. kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh
dokter yaitu :
Tindak lanjut (follow up)
Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan
f. Pola hidup sehat
Meningkatkan kebugaran fisis
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum. Walaupun terdapat
salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-
induced asthma/EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan
khususnya, selain manfaat lain pda olahraga umumnya
Berhenti atau tidak merokok
Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.
8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin muncul pada Asma menurut (Padila, 2017)
sebagai berikut:
a. Edema paru
b. Gagal napas
c. Status asmatikus
d. Pneumonia
9. Pathway
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus asma, sebagai berikut :
a. Gangguan pertukan gas
b. Pola napas tidak efektif
c. Bersihan jalan napas tidak efektif
d. Defisit nutrisi
e. Penurunan curah jantung
3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN HASIL
1 Gangguan Pertukan gas Tujuan : A. PEMANTAUAN RESPIRASI
Setelah dilakukan tindakan (I.01014)
DEFINISI keperawatan 3x24jam 1. Observasi
diharapkan karbondioksida Monitor frekuensi, irama,
Kelebihan atau kekurangan pada membaran alveolus-
oksigenasi dan/atau eliminasi kedalaman, dan upaya
kapiler dalam batas normal napas
karbondioksida pada
membrane alveolus-kapiler Monitor pola napas (seperti
Kriteria hasil : bradipnea, takipnea,
PENYEBAB Bunyi napas tambahan hiperventilasi, Kussmaul,
menurun Cheyne-Stokes, Biot,
Ketidakseimbangan Gelisah menurun ataksik0
ventilasi-perfusi Monitor kemampuan
Perubahan membrane batuk efektif
alveolus-kapiler Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya
sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
1. Observasi
Monitor kecepatan aliran
oksigen
Monitor posisi alat terapi
oksigen
Monitor aliran oksigen
secara periodic dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika perlu
Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika
perlu
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai dengat
tingkat mobilisasi pasien
3. Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
2 Pola napas tidak efektif Tujuan : A. PEMANTAUAN RESPIRASI
DEFINISI Setelah dilakukan tindakan (I.01014)
Inspirasi dan/atau ekspirasi keperawatan 3x24 jam inspirasi
yang tidak memberikan dan atau eksresi yang tidak 1. Observasi
ventilasi adekuat. memberikan ventilasi adekuat Monitor frekuensi, irama,
PENYEBAB membaik kedalaman, dan upaya
napas
Monitor pola napas (seperti
Depresi pusat pernapasan Kriteria hasil :
bradipnea, takipnea,
Hambatan upaya napas Dyspnea menurun hiperventilasi, Kussmaul, Ch
(mis. Nyeri saat Penggunaan otot bantu eyne-Stokes, Biot, ataksik0
bernapas, kelemahan otot pernapasan menurun Monitor kemampuan
pernapasan)
Frekuensi napas membaik batuk efektif
Deformitas dinding dada
Kedalaman napas membaik Monitor adanya produksi
Deformitas tulang dada
sputum
Gangguan neuro muskular
Monitor adanya
Gangguan neurologis
sumbatan jalan napas
(mis. Elektroensefalogram
Palpasi kesimetrisan ekspansi
(EEG) positif, cedera
paru
kepala, gangguan kejang)
Auskultasi bunyi napas
Imaturitas neurologis
Monitor saturasi oksigen
Penurunan energi
Monitor nilai AGD
Obesitas
Monitor hasil x-ray toraks
Posisi tubuh yang
2. Terapeutik
menghambat
Atur interval waktu
ekspansi paru
pemantauan respirasi
Sindrom hipoventilasi
sesuai kondisi pasien
Kerusakan inervasi
Dokumentasikan hasil
diafragma (kerusakan
pemantauan
saraf C5 ke atas)
3. Edukasi
Cedera pada
Jelaskan tujuan dan prosedur
medulla spinalis
pemantauan
Efek agen farmakologis
Informasikan hasil
Kecemasan
pemantauan, jika perlu
1. Observasi
Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
Lakukan
hiperoksigenasi sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
1. Observasi
Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
Monitor adanya mual
dan muntah
Monitor jumlah kalorimyang
dikomsumsi sehari-hari
Monitor berat badan
Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
2. Terapeutik
Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
Sediakan makan yang tepat
sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur
halus, makanan yang
diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara
menarik
Berikan suplemen, jika perlu
Berikan pujian pada pasien
atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
3. Edukasi
Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan
1. Observasi
Identifikasi
karakteristik nyeri dada
(meliputi faktor pemicu dan
dan pereda, kualitas, lokasi,
radiasi, skala, durasi dan
frekuensi)
Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T
Monitor Aritmia(
kelainan irama dan
frekuensi)
Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan resiko
aritmia( mis. kalium,
magnesium serum)
Monitor enzim jantung
(mis. CK, CK-MB,
Troponin T, Troponin I)
Monitor saturasi oksigen
Identifikasi stratifikasi pada
sindrom koroner akut(mis.
Skor TIMI, Killip,
Crusade)
2. Terapiutik
Pertahankan tirah
baring minimal 12 jam
Pasang akses intravena
Puasakan hingga bebas nyeri
Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
ansietas dan stres
Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk
beristirahat dan pemulihan
Siapkan menjalani
intervensi koroner perkutan,
jika perlu
Berikan dukungan
spiritual dan emosional
3. Edukasi
Anjurkan segera melaporkan
nyeri dada
Anjurkan menghindari
manuver Valsava (mis.
Mengedan sat BAB atau
batuk)
Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan
4. Kolbaorasi
Kolaborasi pemberian
antiplatelat, jika perlu
Kolaborasi pemberian
antiangina(mis. Nitrogliserin,
beta blocker, calcium
channel bloker)
Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
Valsava (mis., pelunak,
tinja, antiemetik)
Kolaborasi pemberian
trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
Kolaborasi pemeriksaan x-
ray dada , jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing.
Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia