Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN ASMA
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK
KOPI

Disusun Oleh :
Nama : Ferdi Haryanto
NPM : F0H020030
Semester 5

Clinical Instructure

(………………………………….)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGULU
2022
A. Konsep Dasar Asma
1. Definisi Asma
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini
bersifat berulang namun reversible, dan diantar episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih nomal (Sylvia dan Wilson, 2006). Beberapa factor
penyebab asma, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, factor keturunan, serta
factor lingkungan (Nurarif & Kusuma, 2016).

2. Etiologi
Menurut berbagai penelitiaan patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respons saluran napas y a n g berlebihan ditandai dengan adanya kalor (panas karena
vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan
sensori), dan function laesa (fungsi terganggu). Dan raang harus disertai dengan infiltrasi
sel-sel radang (Sudoyono dkk, 2009).
Sebagai pemicu timbulnya serangan-serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV),
iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa
serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur, susu
sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat,
kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Nurarif & Kusuma, 2016).

3. Klasifikasi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016) dalam buku Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1
asma dibedakan menjadi dua jenis, yakni :
a. Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko kematian
bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
ini akibat berkerutnya otot polos saluran penapasan, pembengkakan saluran
lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.

b. Asma kardial
Asam yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.

4. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu
menimbulkan gejala asma. Namun, pada lain kasus terdapat pasien yang sangat responsif,
sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan
pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada
sistem pernafasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat
pula dilihat dari masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh
munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya
dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan
terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkuspasme
oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan
nafas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan
reaktifitas jalan nafas. Oleh karena itu, antagonis beta-agrenergik harus dihindarkan oleh
pasien 13 tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi
dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan
nafas akut pada pasien yang sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan
terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut
seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal
pasien akan mengakibatkan reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan
dikeluarkannya substansi pereda alergi yang merupakan mekanisme tubuh dalam
menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi
zat-zat tersebut menimbulkan gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mucus (Anisa, 2019).

5. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing, pusing-
pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan, diaphoresis, dan
kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas
parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala
utama yang sering muncul adalah dipsnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap
sebagai salah satu gejala yang harus ada bila serangan asma muncul (Anisa, 2019).

6. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat ditegakkan.
Riwayat adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-benda yang dapat memicu
terjadinya reaksi asma penderita memperkuat dugaan penyakit asma. Pemeriksaan
spinometri hanya dapat dilakukan pada penderita berumur di atas 5 tahun. Jika
pemeriksaan spinometri hasilnya baik, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk
menetapkan penyebab asma, yaitu: (Soedarto, 2012)
a. Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma
b. Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-2 minggu
c. Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik
d. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease
e. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus f. Pemeriksaan Sinar-X
thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan penyakit paru, jantung, atau
adanya benda asing pada jalan napas penderita.
Sedangkan pemeriksaan penunjang menurut Smelzer (2002) dalam (Nurarif &
Kusuma, 2016) :
a. Spirometer : Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika VEP/KVP >20%
b. Sputum : eosinophil meningkat c. Eosinofil darah meningkat
c. Uji kulit
d. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
e. AGD: Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia
(PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hipekapnia (PCO2 naik)
f. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada
foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar

7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2002) dalam buku
asuhan Keperawatan Praktis (2016), menyebutkan program pentalaksanaan asma meliputi
7 komponen, yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortality. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang
membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
factor antara lain :
 Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
 Pejanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya
 Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang Penaatalaksanaan
bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
 Medikasi (obat-obatan) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan
mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
 Tahapan pengobatan
Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat
Berat Medikasi Alternative/Pilihan Alternative
Asma Tidak perlu -------- --------
Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepas ------
Persisten (200-400 ug lambat
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroi Ditambah
Persisten glukokortikosteroi d agonis
Sedang d (400-800 ug inhalasi (400-800 beta-2
BD/hari atau ug BD/hari atau kerja lama,
ekivalennya) dan ekivalennya) oral
agonis beta-2 ditambah Teofilin
kerja lama. lepas lambat, atau Ditambah
teofilin
Glukokortikosteroi lepas
d inhalasi (400- lambat
800 ug BD/hari
atau ekivalennya)
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolone/
Persisten glukokortikoster metilprednisolon
Berat oid (>800 ug oral selang sehari
BD atau 10 mg ditambah
ekivalennya) agonis beta-
dan agonis beta- 2 kerja lama, oral,
2 kerja lama, ditambah teofilin
ditambah 1 lepas lambat.
 Menetapkan pengobatan serangan akut
e. kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh
dokter yaitu :
 Tindak lanjut (follow up)
 Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan
f. Pola hidup sehat
 Meningkatkan kebugaran fisis
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum. Walaupun terdapat
salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-
induced asthma/EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan
olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan
khususnya, selain manfaat lain pda olahraga umumnya
 Berhenti atau tidak merokok
 Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.

8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin muncul pada Asma menurut (Padila, 2017)
sebagai berikut:
a. Edema paru
b. Gagal napas
c. Status asmatikus
d. Pneumonia
9. Pathway

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, umur serta
biodata penanggung jawab pasien..
b. Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas
c. Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu,
disamping faktor yang lain.
f. Riwayat kesehatan lingkungan
Berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh
binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi,
obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu
udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan
terjadinya serangan asma.
g. Riwayat tumbuh kembang
h. Riwayat imunisasi
i. Riwayat nutrisi
j. Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
 Sistem Pernapasan / Respirasi; Sesak, batuk kering (tidak produktif),
tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan,
Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada
auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering
musikal.
 Sistem Cardiovaskuler; Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
 Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat dapat terjadi
gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.
 Sistem perkemihan; Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang
kurang akibat sesak nafas
 Sistem Pencernaan / Gastrointestinal; Terdapat nyeri tekan pada abdomen,
tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.
 Sistem integument; Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap
sesak nafas
k. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
 Pola Pernapasan
Yang perlu dikaji antara lain kemampuan pasien dalam
melakukan ekspirasi dan inspirasi. Apakah menggunakan otot-
otot pernafasan, bagaimana frekuensi pernafasan,
pengukuran tidal volume dan warna mukosa.
 Kebutuhan Nutrisi
Mengkaji tentang kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan
makan dan minum, tentang prilaku makan dan minum,
kemampuan menetukan makan dan minum yang memenuhi syarat
kesehatan, kemampuan memasak dan menyiapkan makanan
sendiri.
 Kebutuhan Eliminasi
Mengkaji kemampuan BAB / BAK serta fungsi dari organ -organ
tersebut dan bagaimana pasien mempertahankan fungsi normal dari
BAB / BAK.
 Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Mengkaji kemapuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan tidur (
pola, jumlah, kualitas tidur)
 Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Mengkaji pasien dalam hal keamanan dan keselamatan pasien.
 Kebutuhan Berpakaian
Mengkaji apakah ada kesulitan dalam memakai pakaian.
 Mempertahankan Suhu Tubuh
Mengkaji pasien dalam hal mempertahankan suhu tubuh tetap
normal.
 Kebutuhan Personal Hygiene
Mengkaji apakah ada kesulitan dalam memelihara
kebersihan dirinya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus asma, sebagai berikut :
a. Gangguan pertukan gas
b. Pola napas tidak efektif
c. Bersihan jalan napas tidak efektif
d. Defisit nutrisi
e. Penurunan curah jantung

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN HASIL
1 Gangguan Pertukan gas Tujuan : A. PEMANTAUAN RESPIRASI
Setelah dilakukan tindakan (I.01014)
DEFINISI keperawatan 3x24jam 1. Observasi
diharapkan karbondioksida  Monitor frekuensi, irama,
Kelebihan atau kekurangan pada membaran alveolus-
oksigenasi dan/atau eliminasi kedalaman, dan upaya
kapiler dalam batas normal napas
karbondioksida pada
membrane alveolus-kapiler  Monitor pola napas (seperti
Kriteria hasil : bradipnea, takipnea,
PENYEBAB Bunyi napas tambahan hiperventilasi, Kussmaul,
menurun Cheyne-Stokes, Biot,
 Ketidakseimbangan Gelisah menurun ataksik0
ventilasi-perfusi  Monitor kemampuan
 Perubahan membrane batuk efektif
alveolus-kapiler  Monitor adanya produksi
sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

B. TERAPI OKSIGEN (I.01026)

1. Observasi
 Monitor kecepatan aliran
oksigen
 Monitor posisi alat terapi
oksigen
 Monitor aliran oksigen
secara periodic dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika perlu
 Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika
perlu
 Pertahankan kepatenan jalan
nafas
 Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
 Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai dengat
tingkat mobilisasi pasien
3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
2 Pola napas tidak efektif Tujuan : A. PEMANTAUAN RESPIRASI
DEFINISI Setelah dilakukan tindakan (I.01014)
Inspirasi dan/atau ekspirasi keperawatan 3x24 jam inspirasi
yang tidak memberikan dan atau eksresi yang tidak 1. Observasi
ventilasi adekuat. memberikan ventilasi adekuat  Monitor frekuensi, irama,
PENYEBAB membaik kedalaman, dan upaya
napas
 Monitor pola napas (seperti
 Depresi pusat pernapasan Kriteria hasil :
bradipnea, takipnea,
 Hambatan upaya napas Dyspnea menurun hiperventilasi, Kussmaul, Ch
(mis. Nyeri saat Penggunaan otot bantu eyne-Stokes, Biot, ataksik0
bernapas, kelemahan otot pernapasan menurun  Monitor kemampuan
pernapasan)
Frekuensi napas membaik batuk efektif
 Deformitas dinding dada
Kedalaman napas membaik  Monitor adanya produksi
 Deformitas tulang dada
sputum
 Gangguan neuro muskular
 Monitor adanya
 Gangguan neurologis
sumbatan jalan napas
(mis. Elektroensefalogram
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
(EEG) positif, cedera
paru
kepala, gangguan kejang)
 Auskultasi bunyi napas
 Imaturitas neurologis
 Monitor saturasi oksigen
 Penurunan energi
 Monitor nilai AGD
 Obesitas
 Monitor hasil x-ray toraks
 Posisi tubuh yang
2. Terapeutik
menghambat
 Atur interval waktu
ekspansi paru
pemantauan respirasi
 Sindrom hipoventilasi
sesuai kondisi pasien
 Kerusakan inervasi
 Dokumentasikan hasil
diafragma (kerusakan
pemantauan
saraf C5 ke atas)
3. Edukasi
 Cedera pada
 Jelaskan tujuan dan prosedur
medulla spinalis
pemantauan
 Efek agen farmakologis
 Informasikan hasil
 Kecemasan
pemantauan, jika perlu

B. MENEJEMEN JALAN NAPAS


(I. 01011)
1. Observasi
 Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3 Bersihan jalan napas tidak Tujuan : 1. Latihan Batuk Efektif (I.01006)


efektif Setelah dilakukan tindakan
DEFINISI perawatan 3x24 jam oksigenasi 1. Observasi
dan atau eliminasi  Identifikasi kemampuan
Ketidakmampuan karbondioksida pada merman batuk
membersihkan sekret atau alveolus-kapiler normal  Monitor adanya
obstruksi jalan napas untuk retensi sputum
mempertahankan jalan napas  Monitor tanda dan gejala
tetap paten Kriteria hasil :
infeksi saluran napas
Batuk efektif meningkat  Monitor input dan
PENYEBAB Produksi sputum menurun output cairan ( mis.
Fisiologis Mengi menurun jumlah dan karakteristik)
Sianosis menurun 2. Terapeutik
Gelisah menurun  Atur posisi semi-Fowler atau
 Spasme jalan napas
Fowler
 Hipersekresi jalan napas
 Pasang perlak dan
 Disfungsi neuromuskuler
bengkok di pangkuan
 Benda asing dalam
pasien
jalan napas
 Buang sekret pada
 Adanya jalan napas buatan
tempat sputum
 Sekresi yang tertahan
3. Edukasi
 Hiperplasia dinding jalan  Jelaskan tujuan dan prosedur
napas batuk efektif
 Proses infeksi  Anjurkan tarik napas dalam
 Respon alergi melalui hidung selama 4
 Efek agen detik, ditahan selama 2 detik,
farmakologia (mis. kemudian keluarkan dari
anastesi) mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
Situasional  Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
 Perokok aktif  Anjurkan batuk dengan
 Perokok pasif kuat langsung setelah tarik
 Terpajan polutan napas dalam yang ke-3
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

2. Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)

1. Observasi
 Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3. Pemantauan Respirasi (I.01014)


1. Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya
napas
 Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik)
 Monitor kemampuan
batuk efektif
 Monitor adanya produksi
sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4 Deficit nutrisi Tujuan : 1. MANAJEMEN NUTRISI (I.


DEFINISI Setelah dilakukan tindakan 03119)
Asupan nutrisi tidak cukup perawatan 3x24 jam status
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Observasi
metabolisme.  Identifikasi status nutrisi
PENYEBAB  Identifikasi alergi dan
Kriteria hasil :
intoleransi makanan
Porsi makan yang dihabiskan  Identifikasi makanan yang
 Ketidakmampuan menelan meningkat disukai
makanan Frekuensi makan meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori
 Ketidakmampuan Nafsu makan meningkat dan jenis nutrient
mencerna makanan
 Identifikasi perlunya
 Ketidakmampuan
penggunaan selang
mengabsorbsi nutrien
nasogastrik
 Peningkatan
 Monitor asupan makanan
kebutuhan
 Monitor berat badan
metabolisme
 Monitor hasil
 Faktor ekonomi (mis.
pemeriksaan laboratorium
finansial tidak
2. Terapeutik
mencukupi)
 Lakukan oral hygiene
 Faktor psikologis (mis.
sebelum makan, jika perlu
stres, keengganan
 Fasilitasi menentukan
untuk makan)
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU

2. PROMOSI BERAT BADAN

1. Observasi
 Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual
dan muntah
 Monitor jumlah kalorimyang
dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
2. Terapeutik
 Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
 Sediakan makan yang tepat
sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur
halus, makanan yang
diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
 Hidangkan makan secara
menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien
atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
3. Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan

5 Penurunan curah jantung Tujuan : A. PERAWATAN JANTUNG (I.02075)


DEFINISI Setelah dilakukan tindakan
Ketidakadekuatan jantung keperawatan 3x24 jam 1. Observasi
memompa darah untuk diharapkan ketidakadekuatan  Identifikasi tanda/gejala
memnui kebutuhan metabolism jantung memompa darah primer Penurunan curah
tubuh. meningkat jantung (meliputi dispenea,
PENYEBAB kelelahan, adema ortopnea
paroxysmal nocturnal
Kriteria hasil :
dyspenea, peningkatan
1. Perubahan irama jantung Tekanan darah menurun CPV)
2. Perubahan frekwensi CRT menurun  Identifikasi tanda /gejala
jantung
Destensi vena jugularis sekunder penurunan curah
3. Perubahan kontraktilitas
menurun jantung (meliputi
4. Perubahan preload
Lelah menurun peningkatan berat badan,
5. Perubahan afterload
hepatomegali ditensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
 Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
perlu)
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang
sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada
(mis. Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapoan
 Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
 Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
 Monitor fungsi alat pacu
jantung
 Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi
lemak)
 Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres,
jika perlu
 Berikan dukungan emosional
dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
harian
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

B. PERAWATAN JANTUNG AKUT :


AKUT( I.02076)

1. Observasi
 Identifikasi
karakteristik nyeri dada
(meliputi faktor pemicu dan
dan pereda, kualitas, lokasi,
radiasi, skala, durasi dan
frekuensi)
 Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T
 Monitor Aritmia(
kelainan irama dan
frekuensi)
 Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan resiko
aritmia( mis. kalium,
magnesium serum)
 Monitor enzim jantung
(mis. CK, CK-MB,
Troponin T, Troponin I)
 Monitor saturasi oksigen
 Identifikasi stratifikasi pada
sindrom koroner akut(mis.
Skor TIMI, Killip,
Crusade)
2. Terapiutik
 Pertahankan tirah
baring minimal 12 jam
 Pasang akses intravena
 Puasakan hingga bebas nyeri
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
ansietas dan stres
 Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk
beristirahat dan pemulihan
 Siapkan menjalani
intervensi koroner perkutan,
jika perlu
 Berikan dukungan
spiritual dan emosional
3. Edukasi
 Anjurkan segera melaporkan
nyeri dada
 Anjurkan menghindari
manuver Valsava (mis.
Mengedan sat BAB atau
batuk)
 Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
 Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan
4. Kolbaorasi
 Kolaborasi pemberian
antiplatelat, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antiangina(mis. Nitrogliserin,
beta blocker, calcium
channel bloker)
 Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
Valsava (mis., pelunak,
tinja, antiemetik)
 Kolaborasi pemberian
trombus dengan
antikoagulan, jika perlu
 Kolaborasi pemeriksaan x-
ray dada , jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing.
Mosby: ELSIVER

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai