Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN RIWAYAT ASMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Klinik Keperawatan.


Departemen Keperawatan Maternitas
Di Ruang Brawijaya
RSUD Kanjurhan Kabupaten Malang

Oleh :
Sarah Zalena
P17211204125

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
2023
A. Pengertian
Asma adalah suatu keadaan kondisi paru – paru kronis yang ditandai dengan
kesulitan bernafas, dan menimbulkan gejala sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk
terutama pada malam menjelang dini hari. Dimana saluran pernafasan mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
penyempitan atau peradangan yang bersifat sementara.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas dan
dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, produksi mukus, dan edema mukosa.
Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma yang berkurang yang meliputi
batuk, sesak dada, mengi, dan dispnea. Penderita asma mungkin mengalami periode
gejala secara bergantian dan berlangsung dalam hitungan menit, jam, sampai hari
(Brunner & Suddarth, 2017).

B. Penyebab
Penyebab utama penyakit Asma belum diketahui sampai saat ini. Faktor risiko
paling utama untuk memicu asma adalah kombinasi dari kecenderungan genetik
dengan paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup yang dapat memicu
reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara, seperti:
1. alergen dalam ruangan (misalnya tungau, debu rumah, polusi, dan bulu
hewan peliharaan)
2. alergen luar ruangan (contohnya serbuk sari dan jamur)
3. batuk
4. asap rokok
5. iritasi kimia ditempat kerja

Pemicu lain dapat termasuk udara dingin, kondisi emosional yang ekstrem
seperti kemarahan atau ketakutan, dan latihan fsik. Bahkan obat-obatan tertentu dapat
memicu asma, seperti aspirin dan obat anti inflamasi non-steroid lainnya, dan beta-
blocker (yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, kondisi jantung, dan
migrain). Penyebab penyakit asma ini dibagi menjadi 4 yaitu:
1) faktor intrinsik
Yaitu psikologi dapat mencetuskan suatu serangan asma, karena rangsangan
tersebut dapat mengaktivitas sistem parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi rasa
takut dan cemas. Karena rangsangan parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot
polos bronkious, maka apapun yang meningkatkan aktifitas parasimpatis dapat
mencetuskan asma. Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan
terjadi akibat gangguan emosi.
2) Kegiatan jasmani
Yaitu asma yang timbul karena bergerak badan atau olahraga terjadibila
seseorang mengalami gejala – gejala asma selama atau setelah olahraga atau
melakukan gerak badan. Pada saat penderita sedang istirahat, ia bernafas melalui
hidung, udara dipanaskan dan akan menjadi lembab. Saat melakukan gerak badan
pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang
dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka disaluran
pernafasan mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang
menyebabkan bernafas menjadilebih sulit sehingga terjadilah gejala asma.
3) Faktor Ekstrinsik
Yaitu allergen yang merupakan faktor pencetus asma yang sering dijumpai.
Seperti debu, bulu, polusi udara dan sebagainya yang dapat menimbulakn serangan
asma pada penderita yang peka. Dan juga terdapat pada obat – obatan yang sering
mencetus serangan asma adalah reseptor beta, atau biasanya disebut dengan beta
blocker.
4) Faktor lingkungan
Seperti cuaca yang lembab serta hawa gunung sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering merupakan faktor provokatif untuk
serangan. Kadang – kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan
lembab yang disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembanganya virus
infeksi saluran pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu diwaspadai
(Hasdianah,2014).

C. Manifestasi klinik
Gejala asma sering terjadi pada malam atau pagi hari. Gejala yang ditimbulkan
diantaranya batuk – batuk, sesak nafas, bunyi saat bernafas (wheezing atau mengi),
rasa tertekan pada dada, dan gangguan tidur pada malam hari karena batuk yang
berlebihan dan adanya rasa sesak nafas. Gejala ini bersifat reversibel dan episodik
berulang (Brunner & Suddart, 2011). Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan
lingkungan seperti adanya debu, polusi, asap rokok, bulu binatang, uap kimia,
perubahan temperatur, obat (aspirin, beta – blocker), olahraga berat, infeksi saluran
pernafasan, serbuk bunga dan stres. Gejala asma dapat menjadi lebih buruk akibat
adanya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap
distres pernafasan atau yang lebih dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner &
Suddart, 2011).
Status Asmaticus ditandai dengan adanya suara nafas wheezing, yang
kemudian berlanjut menjadi pernafasan labored (perpanjang ekshalasi), perbesar vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, repspirasi sianosis, dyspnea, kemudian berakhir
tachypnea. Namun besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing akan
menghilang dan akan menjadi pertanda bahaya gagal pernafasan (Brunner & Suddart,
2011).
D. PATHWAY
E. Patofisiologi
Secara umum, allergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan kontriksi otot polos, hyperemia, serta sekresi lender putih yang
tebal. Mekanisme reaksi ini telah diketahui 7 dengan baik, tetapi sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk allergen yang spesifik, akan
membuat antibody terhadap allergen yang dihirup tersebut. Antibodi yang merupakan
imunoglobin jenis IgE ini kemudian melekat dipermukaan sel mast pada mukosa
bronkus. Sel mast tersebut tidak lain adalah basofil yang kita gunakan pada saat
menghitung leukosit Bila satu molekul IgE terdapat pada permukaan sel mast
menangkap satu permukaan allergen, maka sel mast tersebut akan memisahkan diri
dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan kontriksi bronkus. Salah satu
contohnya adalah histamine dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga
terdapat reseptor beta-2 adrenergik, sedangkan pada jantung mempunyai reseptor
beta-1 (Naga, 2012).
Apabila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat antiasma salbutamol, maka
pelepasan histamine akan terhalang. Tidak hanya itu, aminofilin obat antiasma yang
sudah terkenal, juga menghalangi pembebasan histamine. Pada mukosa bronkus dan
dalam darah tepi, terdapat banyak eosinofil. Adanya eosinofil dalam sputum dapat
dengan mudah terlihat. Pada mulanya fungsi eosinofil di dalam sputum tidak dikenal,
tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat
enzim yang dapat menghancurkan histamine dan prostaglandin. Jadi eosinofil ini
memberikan perlindungan terhadap serangan asma (Naga, 2012).

F. Penatalaksanaan
Menurut (Bruner & Suddarth, 2017) yaitu :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Agonis adrenergik – beta 2 kerja –pendek.
b. Antikolinergik. c. Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)
d. Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien.
e. Metilxatin.

2. Penatalaksanaan non farmakologis menurut (BTS,2014; GINA,2015)


a. Berhenti merokok.
b. Aktifitas fisik secara teratur.
c. Mencegah paparan alergen ditempat kerja, di dalam maupun di luar
ruangan.
d. Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.
e. Tekinik pernapasan yang benar (Breathing Exercise, yoga dan senam asma).
f. Diet sehat dan menurunkan berat badan.
g. Mengatasi sres emosional.
h. Imunoterapi allergen

G. Pemerisaan penunjang
Ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan pada penderita asma
diantaranya (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015) :
1. Spirometer Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer /
inhaler),
2. Sputum Eosinofil meningkat.
3. RO dada yaitu patologis paru/ komplikasi asma.
4. AGD Terjadi pada asma berat, pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian pada fase lanjut nomokapnia dan hiperkapnia
(PCO2 naik).
5. Uji alergi kulit, IgE. H.

H. Pengkajian focus

1. Pengkajian primer asma


a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
 Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada
diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali
sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan
dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala
tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak,
Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan
atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu
yang lama
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi
pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk
dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada
rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan
irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari
4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental.
Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan
terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga
tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta
pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest),
sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
I. Diagnosa Keperawatan
• Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
– alveolar.
• Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
• Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.

J. Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi
kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma fraktur servikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2. Gangguan pertukaran gas


Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai analisa gas darah
 Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

3. Pola nafas tidak efektif


Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi
kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma fraktur servikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

4. Nyeri akut
Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Idenfitikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetic
Terapeutik
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Brunner et al. 2011. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Brunner et al. 2017. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (1st ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed). Jakarta:Dewan Pengurus pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai