Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN & RESUME KEPERAWATAN PADA TN.

Y
DENGAN ASMA ATTACK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD KOTA YOGYAKARTA

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:
UMI KULSUM
24.18.1190

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2019
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXII
STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Pendahuluan & Resume Keperawatan Pada Tn. Y


Dengan Asma Attack Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Kota Yogyakarta”
guna memenuhi tugas individu Stase Keperawatan Gawat Darurat Program Pendidikan
Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta tahun 2019.

Yogyakarta, April 2019

Mahasiswa

Umi Kulsum

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Preseptor

(Muskhab Eko R, S.Kep., Ns., M.Kep., CWCS) ( )


LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA ATTACK

A. PENGERTIAN
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-T
terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan batuk
akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik
berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa
asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya
dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al.,
2011).

B. ETIOLOGI
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma yaitu Pemicu Asma (Trigger) dan Penyebab Asma (Inducer).
Sedangkan Lewis et al (2011) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah- buahan
dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat- obatan
(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan
degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu
terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4. Stres
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Jones dan Barlett (2009) ada beberapa gejala serangan asma, yaitu:
1. Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas. Pada
penderita asma akan membatukkan lender untuk melonggarkan jalan napas.
Batuk akan meningkat jika berbaring.
2. Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan terdengar
pada saat menghirup dan menghembuskan napas.
3. Sesak dada dan napas pendek. Ini terutama terjadi pada latihan yang keras.
Selama serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan otot bantu
pernapasan digunakan.
4. Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
5. Kulit pucat
6. Keletihan
7. Gelisah
D. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2012). Pengklasifikasian asma
dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru.
Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut. Begitu
juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk
mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force
Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1) disertai dengan Force Vital Capacity
(FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma
tersebut (GINA, 2014).
Menurut Somantri (2009), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi
oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga,
bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi
non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma gabungan.
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun
bentuk idiopatik atau nonalergik.

E. PATOFISIOLOGI

Kejadian patofisiologis ini mengakibatkan obstruksi jalan napas yang


memburuk saat ekspirasi. Obstruksi jalan napas menyebabkan ketidakcocokan V/Q
dan hipoksemia sejak dini. Terperangkapnya udara menyebabkan otot-otot
pernapasan berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan dengan
peningkatan beban kerja pernapasan yang kemudian mengakibatkan penurunan
ventilasi dan hiperkapnia. Dengan demikian, sebagian besar pasien dengan gejala
akut mulai dengan respirasi cepat, hipoksemia, dan alkalosis respirasi, tetapi
obstruksi jalan napas persisten mengakibatkan ventilasi dangkal yang tidak efisien
dan asidosis respirasi.
Pathway

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
a. Tes provokasi histamine
b. Metakolin
c. Alergen
d. Kegiatan jasmani
e. Hiperventilasi dengan udara dingin
f. Inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
3. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7. Pemeriksaan sputum.
G. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
b. Riwayat kesehatan sekarang : Keluhan sesak napas, keringat dingin.
c. Status mental : Lemas, takut, gelisah
d. Pernapasan : Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
e. Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
f. Pola aktivitas : Kelemahan tubuh, cepat lelah
2. Pemeriksaan Fisik
a. Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
b. Palpasi
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
c. Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
b. Tes provokasi
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
H. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa 1
Diagnosa: Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan akumulasi
mukus.
Tujuan :
Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, Jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
a. Sesak berkurang
b. Batuk berkurang
c. Klien dapat mengeluarkan sputum
d. Wheezing berkurang/hilang
e. Vital dalam batas normal
f. Keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Observasi system pernafasan klien
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada
fungsi nafas (asma berat).
b. Berikan Air Hangat
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
c. Beritahu tentang batuk efektif
Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam mengurangi
akumulasi mukus
d. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Membebaskan spasme jalan nafas akan sangat membantu keefektifan
bersihan jalan nafas klien.
2. Diagnosa 2
Diagnosa: Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
Tujuan : Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, pola nafas klien kembali efektif
Kriteria Hasil :
a. Pola nafas efektif dengan perbandingan inspirasi dan ekspirasi 1 : 2
b. Bunyi nafas normal atau bersih
c. TTV dalam batas normal
d. Batuk berkurang
e. Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
a. Observasi frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru optimal dan
memudahkan dalam pernafasan.
c. Beritahu tentang batuk efektif
Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam mengurangi akumulasi
mukus
d. Kolaborasikan pemberian humidifikasi
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran
sekret.
3. Diagnosa 3
Diagnosa: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
kekurangan energi oksigen
Tujuan :
Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, klien dapat melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri.
Kriteria Hasil :
a. KU klien baik
b. Badan tidak lemas
c. Klien dapat beraktivitas secara mandiri
d. Kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
a. Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
b. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Rasional :
posisi yang nyaman dalam beristrirahat mampu meningkatkan kualitas
istirahat yang dijalani pasien
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
d. Kolaborasikan tentang pemberian kruk
Rasional : pemberian kruk akan membantu keseimbangan pasien yang
mengalami kelemahan fisik dalam beraktifitas
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8, Jakarta :
EGC.
Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen
Edisi 2. Jakarta: EGC
Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2015. Nursing Intervention
Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia
Doegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Jones and Barlett. (2009). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak Ed. 4.
Jakarta: Arcan
Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2011). Medical Surgical Nursing fifth edition, St Louis
Missouri : Mosby Muttaqin, Arif. (20011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2015. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor
NANDA. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi Edisi 11. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai