KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse &
Geissler, 2000).
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
3. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
1
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract
Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
(frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
(nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
(urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
(disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
Rasa tidak lampias sehabis miksi.
Iesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.
(Straining) harus mengejan
Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai
tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli
urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal
dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik
dan neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Mansjoer, 2000).
2
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih
tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4)
derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba. < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50 – 100 ml
mudah dicapai.
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urine total
Menurut Long (1996), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
5. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi bergantung pada jenis
pembedahan dan mencakup hemoragi, pembentukan bekuan, obstruksi kateter,
dan disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual
3
dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu, karena saat ini fossa prostatik
telah sembuh, setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir kedalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin. (perubahan anatomis pada uretra poterior
menyebabkan ejakulasi retrograd). Vasektomi mungkin dilakukan selama
pembedahan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas
deferens dan kedalam epididimis. Setelah prostatektomi total (biasanya untuk
kanker) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tidak ingin untuk
kehilangan aktivitas seksualnya, implans prostetik penis mungkin digunakan
untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual (Brunner
& Suddarth, 2002).
6. Patofisiologi dan Pathway
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-
buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.
Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta
kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor
menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan
jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang
disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi
adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine,
keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata.
4
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala
akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh.
Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor
memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat
mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.
Prostat membesar
TURP
Penyempitan pemasangan
lumen posterior iritasi mukosa DC kurang informasi pembedahan
kandung kencing Luka
terputusnya jaringan
obstruksi Tempat masuk Cemas
mikrooganisme
Nyeri akut gate control terbuka
Retensi urine
Cortex cerebri
Nyeri akut
5
7. Penatalaksanaan ( Medis dan Keperawatan)
1. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin,
prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan
pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih
mudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya laju
aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah
berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan antibiotik.
b. Pembedahan
1) Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur
pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan
bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung melingkari
uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang mengalami
reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan
waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop sejenis instrumen
hampir serupa dengan cystoscope tapi dilengkapi dengan alat
pemotong dan couter yang disambungkan dengan arus listrik
dimasukan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus selama
prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock
listrik dengan lempeng logam yang diberi pelumas yang ditempatkan
pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus dibuang dengan irisan
dan tempat tempat pendarahan dihentikan dengan couterisasi. Setelah
TUR dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter ) ukuran
24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter
dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada
fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian ditraksi pada
kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi
sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar
dipasang untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari
kandung kemih.
2) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih..
3) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui
suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
6
4) Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
5) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra.
6) Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan
melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2
jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga
terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.
2. Penatapelaksanaan keperawatan
1) Pre-op prostatectomy
a. kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang tindakan
pembedahan dengan jenis tindakan pembedahan yang lain.
b. Informasikan klien untuk tindakan pembedahan tersebut, dengan di
lakukannya pemasangan kateter serta drainase untuk luka insisi. Kaji
tingkat pengetahuan dengan kecemasan klien post operatif dengan
penambahan tindakan perawatan operatif.
c. Lakukan enema, dengan menggunakan 2% neomycin. Bilas perut
sebelum dilakukan operasi.
d. Informasikan kepada klien hasil akhir dari pembedahan dan efek dari
perawatan jangka panjang yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan sexsuality.
2) Post-op Prostatektomi
a. Monitor tanda-tanda vital untuk 24 jam pertama sesuai kebutuhan
pasien yang mengalami bedah prostat memepunyai resiko terjadinya
perdarahan dan infeksi. tanda gejalanya bisa di lihat dari peningkatan
hasil dari observasi tanda-tanda vital.
b. Memelihara intake dan output serta lakukan irigasi urin. Kaji frekuensi
serta kepatenan kateter dan drainase. Monitor warna dan karakter dari
urine. Kateter yang tersumbat bisa disebabkan adanya gumpalan darah
yang tercampur dengan urine drainase sehingga bisa meningkatan
resiko terjadinya perdarahan.
c. kaji dan atur pasien yang mengalami nyeri adapun nyeri yang
disebabkan : antara lain 1) nyeri dengan adanya insisi; 2) blader
7
spasme (kekakuan pada kandung kemih); 3) keram pada abdominan
dengan adanya gas di usus. Analgesik dan steroid anti inflamasi
(NSAID) di gunakan secara rutin untuk mengontrol adanya nyeri; 4)
cegah terjadinya emboli dan kompresi yang akan menyebabkan pasien
mempunyai resiko mengalami tromboemboli, dan membutuhkan
pencegahan yang penting; 5) dorong pertahanan cairan intake 2-3 liter/
hari. Meningkatkan tekanan cairan setelah kateter di lepas dan sehinga
mengurangi resiko terjadinya infeksi pada traktus urinarius.
3) Perawatan post opertif TUR/ TURP
a. Pada 24 sampai 48 jam pertama, monitor adanya perdarahan menurut
frankly kejadian ini bisa dibuktikan apabila adanya darah pada output
urine. Peningkatan blader spasme, penurunan hemoglobin, hematokrit,
takikardi dan hipotensi. Perdarhan post operatif kemungkinan berasal
dari arteri dan vena, dan mungkin adanya endapan, blader spasme dan
adanya obstruksi pada sistem drainase urine.
b. Intruksikan pemasangan three way kateter. Kateter dengan traksi,
untuk tetap mempertahankan kaki/ tungkai di gunakan kateter No 18
dan 22. dengan kateter three way dimasukan balon 30-40 ml, pantau
untuk tindakan TURP dengan memompakan balon turun kedalam
prostatik fosa dan kateter.
c. Kaji volume tekanan berlebihan dan hiponatremia, dengan tanda gejala
hiponatremia, himatokrit, hipertensi, bradikardi, nausea, dan kejang.
Hasil gejala TURP dari irigasi tekanan ini terjadi setelah pembedahan.
d. Kaji output setiap 1-2 jam untuk warna konsistensi perdarahan dan,
bllader spasme. CBI (Continous Bladder irigation ) Di gunakan untuk
pencegahan adanya gumpalan darah yang terobstruksi pada urin
output. sumbatan itu bisa mengakibatkan terjadinya perdarahan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah
nyeri yang berhubungan dengan spasme buli – buli. Pada saat mengkaji
keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau
8
meringankan nyeri ( provokative / paliative ), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan / intensitas ( saverity ) dan waktu serangan, lama,
kekerapan (time).
2) Riwayat penyakit sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower
Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin
lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai
miksi, urgensi, frekuensi dan disuria (Sunaryo, H, 1999). Perlu ditanyakan
mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan
keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali atau
berulang.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus, Hipertensi,
PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan faal darah
dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah (Sunaryo, H,
1999). Ketahui pula adanya riwayat penyakit saluran kencing dan
pembedahan terdahulu.
4) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti :
Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .
5) Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta
hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
b. Pola Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring
selama 24 jam pasca TURP. Adanya keluhan nyeri karena spasme
buli - buli memerlukan penggunaan anti spasmodik sesuai terapi dokter.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan
minum sebelum flatus .
9
c) Pola eliminasi
Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi
urin dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan
inkontinensia dapat terjadi setelah kateter di lepas (Sunaryo, H, 1999:
35)
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah
dan terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang
dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan.
e) Pola tidur dan istirahat
Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f) Pola kognitif perceptual
Sistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan Penghidu
tidak mengalami gangguan pasca TURP.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang
perawatan dan komplikasi pasca TURP.
h) Pola hubungan dan peran
Karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka
dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga
tempat kerja dan masyarakat
i) Pola reproduksi seksual
Tindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan ejakulasi
retrograde.
j) Pola penanggulangan stress
Stress dapat dialami klien karena kurang pengetahuan tentang
perawatan dan komplikasi pasca TURP. Gali adanya stres pada klien
dan mekanisme koping klien terhadap stres tersebut.
c. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Setelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran
baik, kecuali bila terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada
10
fase awal ( 6 jam ) pasca operasi harus diminitor tiap jam dan
dicatat. Bila keadaan tetap stabil interval monitoring dapat
diperpanjang misalnya 3 jam sekali.
b) Sistem pernafasan
Klien yang menggunakan anasthesi SAB tidak mengalami
kelumpuhan pernapasan kecuali bila dengan konsentrasi tinggi
mencapai daerah thorakal atau servikal.
c) Sistem sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat atau menurun pasca TURP.
Lakukan cek Hb untuk mengetahui banyaknya perdarahan dan
observasi cairan (infus, irigasi, per oral) untuk mengetahui masukan
dan haluaran.
d) Sistem neurologi
Pada daerah kaudal akan mengalami kelumpuhan (relaksasi
otot) dan mati rasa karena pengaruh anasthesi SAB.
e) Sistem gastrointestinal
Anasthesi SAB menyebabkan klien pusing, mual dan
muntah. Kaji bising usus dan adanya massa pada abdomen .
f) Sistem urogenital
Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan mengalami
hematuri . Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan
darah. Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat
menonjol, terasa ada ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa
ingin kencing. Residual urin dapat diperkirakan dengan cara
perkusi. Traksi kateter dilonggarkan selama 6 - 24 jam.
g) Sistem muskuloskaletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha
yang direkatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan.
11
terjadi penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. Kadar serum kreatinin
juga perlu diulang secara berkala terlebih lagi bila sebelum operasi kadar
kreatininnya meningkat. Kadar natrium serum harus segera diperiksa bila terjadi
sindroma TURP. Bila terdapat tanda septisemia harus diperiksa kultur urin dan
kultur darah.
b) Uroflowmetri
Yaitu pemeriksaan untuk mengukur pancar urin. Dilakukan setelah
kateter dilepas.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing/terputusnya
jaringan
2) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive (pemasangan DC)
3) Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pembedahan
3. Perencanaan Keperawatan
12
karakteristik : 2. Menunjukkan tanggungjawab peran
- Laporan secara tingkat nyeri - Kaji pengalaman individu
verbal atau non Definisi : tingkat terhadap nyeri, keluarga dengan
verbal adanya keparahan dari nyeri kronis
nyeri nyeri yang - Evaluasi tentang keefektifan dari
- Fakta dari dilaporkan atau tindakan mengontrol nyeri yang
observasi ditunjukan telah digunakan
- Posisi untuk - Berikan dukungan terhadap klien
menghindari Indikator: dan keluarga
nyeri - Melaporkan - Berikan informasi tentang nyeri,
- Gerakan nyeri seperti: penyebab, berapa lama
melindungi - Frekuensi nyeri terjadi, dan tindakan pencegahan
- Lamanya
- Tingkah laku - Kontrol faktor-faktor lingkungan
episode nyeri
berhati-hati - Ekspresi nyeri: yang dapat mempengaruhi respon
- Muka topeng wajah klien terhadap ketidaknyamanan
- Gangguan tidur - Posisi (contoh : temperatur ruangan,
(mata sayu, melindungi penyinaran, dll)
tampak capek, tubuh - Anjurkan klien untuk memonitor
sulit atau - Kegelisahan sendiri nyeri
- Perubahan
gerakan kacau, - Ajarkan penggunaan teknik non-
Respirasirate
menyeringai) - Perubahan Heart farmakologi
- Terfokus pada Rate - (ex: relaksasi, guided imagery,
diri sendiri - Perubahan terapi musik, distraksi, aplikasi
- Fokus tekanan Darah panas-dingin, massase)
menyempit - Perubahan - Evaluasi keefektifan dari tindakan
(penurunan ukuran Pupil mengontrol nyeri yang telah
- Perspirasi
persepsi waktu, digunakan
- Kehilangan
kerusakan nafsu makan - Berikan dukungan terhadap klien
proses berpikir, dan keluarga
penurunan - Berikan informasi tentang nyeri,
interaksi dengan seperti: penyebab, berapa lama
orang dan terjadi, dan tindakan pencegahan
lingkungan) - Kontrol faktor-faktor lingkungan
- Tingkah laku yang dapat mempengaruhi respon
distraksi, contoh klien terhadap ketidaknyamanan
: jalan-jalan, (contoh : temperatur ruangan,
menemui orang penyinaran, dll)
lain dan/atau - Anjurkan klien untuk memonitor
aktivitas, sendiri nyeri
aktivitas - Ajarkan penggunaan teknik non-
berulang-ulang) farmakologi
- Respon - (ex: relaksasi, guided imagery,
autonom (seperti terapi musik, distraksi, aplikasi
diaphoresis, panas-dingin, massase)
13
perubahan - Evaluasi keefektifan dari tindakan
tekanan darah, mengontrol nyeri
perubahan nafas, - Modifikasi tindakan mengontrol
nadi dan dilatasi nyeri berdasarkan respon klien
pupil) - Tingkatkan tidur/istirahat yang
- Perubahan cukup
autonomic - Anjurkan klien untuk berdiskusi
dalam tonus otot tentang pengalaman nyeri secara
(mungkin dalam tepat
rentang dari - Beritahu dokter jika tindakan tidak
lemah ke kaku) berhasil atau terjadi keluhan
- Tingkah laku - Informasikan kepada tim
ekspresif kesehatan lainnya/anggota
(contoh : keluarga saat tindakan
gelisah, nonfarmakologi dilakukan, untuk
merintih, pendekatan preventif
menangis, - monitor kenyamanan klien
terhadap manajemen nyeri
2. Pemberian Analgetik
Definisi : penggunaan agen
farmakologi untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri
Intervensi:
- Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
- Berikan obat dengan prinsip 5
benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan klien dalam pemilhan
analgetik yang akan digunakan
- Pilih analgetik secara tepat
/kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
- Tentukan pilihan analgetik
(narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan
nyeri
- Monitor tanda-tanda vital,
sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan
efeksamping obat
- Dokumentasikan respon dari
14
analgetik dan efek-efek yang tidak
diinginkan
- Lakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
3. Manajemen lingkungan :
kenyamanan
Definisi : memanipulasi
lingkungan untuk kepentingan
terapeutik
Intervensi :
- Pilihlah ruangan dengan
lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal-hal yang
menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
- Tentukan temperatur ruangan
yang paling nyaman
- Sediakan lingkungan yang tenang
- Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang membuat
nyaman.
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan K kontrol Infeksi
Definisi : asuhan Definisi : Meminimalkan
Peningkatan keperawatan mendapatkan infeksi dan trasmisi
resiko masuknya selama … x 24 agen infeksi
organisme jam, klien Itervensi :
patogen menunjukan - Bersikan lingkungan secara tepat
Pengetahuan klien setelah digunakan oleh klien
Faktor-faktor tentang kontrol - Ganti peralatan klien setiap selesai
resiko : infeksi meningkat tindakan
Prosedur Definisi : Tindakan - Batasi jumlah pengunjung
Invasif untuk mengurangi - Ajarkan cuci tangan untuk
Ketidakcukupan ancaman kesehatan menjaga kesehatan individu
pengetahuan secara aktual dan - Anjurkan klien untuk cuci tangan
untuk potensial dengan tepat
menghindari Indikator: - Gunakan sabun antimikrobial
paparan patogen - Menerangkan untuk cuci tangan
Trauma cara-cara - Anjurkan pengunjung untuk
15
Kerusakan penyebaran mencuci tangan sebelum dan
jaringan dan - Menerangkan setelah meninggalkan ruangan
peningkatan factor-faktor klien
yang
paparan - Cuci tangan sebelum dan sesudah
berkontribusi
lingkungan dengan kontak dengan klien
Ruptur - Lakukan universal precautions
penyebaran
membran - Menjelaskan - Gunakan sarung tangan steril
amnion tanda-tanda dan - Lakukan perawatan aseptic pada
Agen farmasi gejala semua jalur IV
(imunosupresan) - Menjelaskan - Lakukan teknik perawatan luka
aktivitas yang
Malnutrisi yang tepat
dapat
Peningkatan
meningkatkan - Tingkatkan asupan nutrisi
paparan resistensi - Anjurkan asupan cairan
lingkungan terhadap infeksi - Anjurkan istirahat
patogen - Berikan terapi antibiotik
Imonusupresi - Ajarkan klien dan keluarga
pengetahuan tentang tanda-tanda dan gejala dari
Ketidakadekuata tentang deteksi infeksi
n imum buatan resiko meningkat - Ajarkan klien dan anggota
Tidak adekuat Definisi : Tindakan keluarga bagaimana mencegah
pertahanan untuk infeksi
sekunder mengidentifikasi
(penurunan Hb, ancaman kesehatan2. Proteksi infeksi
Leukopenia, Indikator : Definisi : Meminimalkan
penekanan - Mengenali tanda mendapatkan infeksi dan trasmisi
respon dan gejala yang agen infeksi
inflamasi) mengindikasikan Intervensi :
Tidak adekuat resiko Bersihkan lingkungan setelah
pertahanan - Mengidentifikasi dipakai pasien lain
tubuh primer resiko kesehatan Pertahankan teknik isolasi
(kulit tidak utuh, potensial Batasi pengunjung bila perlu
16
- Selalu central dan dressing sesuai dengan
mengetahui / petunjuk umum
memonitor keadaan Gunakan kateter intermiten untuk
kesehatan keluarga menurunkan infeksi kandung
- Selalu kencing
mengetahui / Tingktkan intake nutrisi
memonitor Berikan terapi antibiotik bila perlu
4. Luka sembuh,
dengan indikator:
- Kulit utuh
- Berkurangnya
drainase purulen
- Drainase serousa
pada luka
berkurang
17
- Drainase sanguinis
pada luka
berkurang
-Drainase serosa
sangunis pada luka
berkurang
- Drainase sangunis
pada drain
berkurang
- Drainase
serosasanguinis
pada drain
berkurang
- Eritema disekitar
kulit berkurang
- Edema sekitar luka
berkurang
- Suhu kulit tidak
meningkat
- Luka tidak berbau
3 Cemas Setelah dilakukan Ev- evaluasi tingkat ansietas, catat
berhubungan asuhan verbal dan non verbal pasien.
dengan akan keperawatan,
2. - Jelaskan dan persiapkan untuk
dilaksanakan diharapkan
tindakan prosedur sebelum
operasi. kecemasab klien
dilakukan
berkurang dengan
kriteria hasil: 3. - Jadwalkan istirahat adekuat dan
· Melaporkan periode menghentikan tidur.
ansietas menurun - Anjurkan keluarga untuk
sampai tingkat menemani disamping klien
teratasi
- Tampak rileks
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
18
Daftar Pustaka
Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Vol 2, EGC, Jakarta
19
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, A, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Media Aesculapis,
Jakarta
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
20