Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. KONSEP HIPERTENSI
1. Pengertian
Menurut Kaplan (2010) hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang
berdasarkan pada hasil rata-rata dari pengukuran dua atau lebih kunjungan
setelah deteksi dini. Menurut Baradero, et al. (2008) hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsistensi di atas
140/90 mmHg yang berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan paling sedikit
dua kali dalam waktu yang tidak bersamaan. Menurut Williams (2006)
hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi dimana tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua atau lebih pengukuran dan dalam waktu yang berbeda yang
terjadi pada usia 18 tahun atau lebih. Kesimpulan yang dapat diambil dari
beberapa pendapat di atas adalah hipertensi merupakan keadaan dimana
terjadi peningkatan tekanan darah di atas batas normal yaitu tekanan sistolik
>140 mmHg dan diastolik > 90mmHg, yang dibuktikan dengan pengukuran
tekanan darah minimal dengan dua kali pengukuran pada jangka waktu yang
berbeda.
2. Klasifikasi
Berikut klasifikasi tekanan darah menurut Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure-
VII (JNC7) dalam Kaplan (2010) yaitu:
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC7
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi I 140-159 90-99
Hipertensi II ≥ 160 ≥100
3. Etiologi
Penyebab hipertensi sekitar 90% belum diketahui secara pasti atau
disebut dengan hipertensi primer. Ada beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan hipertensi primer yaitu asupan natrium yang meningkat, faktor
genetik, stres psikologis dan pengaturan abnormal terhadap norepineprin.
Sedangkan 7% disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3%
disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal dan penyebab
lain (Muttaqin, 2009).
4. Manifestasi klinis
Hipertensi sering disebut the silent killer karena gangguan pada tahap
awal merupakan asymptomatic, tetapi dapat mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada organ-organ tubuh vital. Vasokontriksi pembuluh-pembuluh
darah yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada
ginjal. Selain itu, otak dan jantung dapat pula mengalami kerusakan yang
permanen. Pada hipertensi tahap lanjut, pasien dapat mengalami sakit kepala
dan kaku pada bagian leher ketika bangun pagi, penglihatan kabur, epistaksis,
dan depresi (Baradero, et al., 2008).
5. Komplikasi
Menurut Corwin (2009), komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi yaitu:
a. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan yang disebabkan oleh tekanan tinggi
di otak, atau embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpajan tekanan tinggi sehingga menyebabkan aliran darah ke otak
berkurang.
b. Infark miokard
Pada hipertensi kronis kebutuhan oksigen pada miokardium mungkin tidak
dapat dipenuhi secara maksimal sehingga dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Rusaknya glomerulus mengakibatkan
aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu,
sehingga protein akan keluar melalui urin. Sehingga tekanan osmotik
koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema.
6. Patofisiologi
Menurut Baradero, et al. (2008), berikut patofisiologi hipertensi:
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding
pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah merupakan proses kompleks yang
menyangkut pengendalian ginjal terhadap retensi natrium dan air, serta
pengendalian sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. Ada dua faktor
yang mengatur tekanan darah, yaitu darah yang mengalir dan tahanan
pembuluh darah perifer.
Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang dipompakan
oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung. Tahanan
vaskular perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer.
Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tahanan terhadap aliran darah,
makin besar dilatasi pembuluh darah maka makin berkurang tahanan terhadap
aliran darah. Jadi, semakin menyempit pembuluh darah, maka semakin
meningkat tekanan darah.
Dilatasi dan konstriksi pembuluh-pemuluh darah dikendalikan oleh
sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin. Apabila sistem saraf
simpatis dirangsang, katekolamin seperti epinefrin dan norepinefrin akan
dikeluarkan. Kedua zat tersebut menyebabkan konstriksi pembuluh darah,
meningkatnya curah jantung, dan kekuatan kontraksi ventrikel. Sama halnya
pada sistem renin-angiotensin, yang apabila distimulasi juga menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh-pembuluh darah.
Pathway
Hiperlipidemia, merokok, obesitas,
gaya hidup, faktor emosional

Impuls saraf simpatis

Merangsang asetilkolin

Norepineprin dilepaskan

Vasokontriksi pembuluh darah

Tahanan perifer meningkat

Tekanan darah meningkat

Penurunan aliran Respon Peningkatan


darah ke ginjal gastrontestinal tekanan vaskuler Resiko
serebral penurunan
perfusi
Pengaktifan Nausea, vomitus jaringan
sistem renin jantung
Nyeri
angiotensin
Anoreksia

Merangsang
Tubuh kekurangan
sekresi aldosteron
kalori
dan korteks
adrenal
Kelemahan fisik
Retensi Na +
H2O Intoleransi aktivitas

Oedem

Kelebihan volume
cairan
7. Penatalaksanaan
Berikut penatalaksanaan klien dengan hipertensi sebagai berikut:
a. Terapi nonfarmakologis
Modifikasi gaya hidup seperti; penurunan berat badan, olahraga teratur,
mengurangi konsumsi garam dan alkohol, serta menghindari stres (Davey,
2006).
b. Terapi farmakologis
Menurut Muttaqin (2009), obat-obat antihipertensi yang dapat digunakan
pada klien dengan hipertensi, yaitu:
1) Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi curah jantung dengan
mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air.
2) Simpatolitik
Simpatolitik bekerja seagai penekan simpatetik dan menghambat
reseptor beta.
3) Adrenergik-Alfa Inhibitor
Adrenergik-Alfa Inhibitor menghambat reseptor alfa di otot polos
vaskular yang apabila dalam keadaan normal reseptor alfa berespon
terhadap rangsangan simpatis dengan vasokontriksi.
4) Neuron Adregenik Inhibitor
Neuron Adregenik Inhibitor merupakan obat antihipertensi yang kuat
dan dapat menghambat norepineprin dari ujung saraf simpatis, sehingga
menyebabkan curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
Obat ini digunakan untuk mengendalikan hipertensi berat serta dapat
menyebabkan retensi natrium dan air.
5) Vasodilator Arteriol
Vasodilator arteriol bekerja dengan merelaksasikan otot-otot polos
pembuluh darah, terutama arteri sehingga menyebabkan vasodilatasi,
dengan terjadinya vasodilatasi, maka tekanan darah akan turun dan
natrium serta air tertahan sehingga terjadi edema perifer. Oleh sebab
itu, diuretik dapat dierikan bersama-sama dengan vasodilator
6) Antagonis Angiotensin (ACE inhibitor)
ACE inhibitor berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan
menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II. Kondisi ini dapat menurunkan tekanan darah
secara langsung dengan menurunkan tahanan vaskular perifer, dan
secara tidak langsung dapat menurunkan sekresi aldosteron, yang
akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urin kemudian
menurunkan volume plasma dan curah jantung. Selain itu, inhibitor
ACE juga dapat menurunkan tekanan darah mealaui efek bradikinin
yang memanjang.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Riwayat penyakit sekarang
Proses terjadinya tanda dan gejala hipertensi, penyebab terjadinya
hipertensi serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasinya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah terdapat faktor-faktor resiko terjadinya hipertensi seperti
kebiasaan merokok, minum alkohol.
3) Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga apakah juga ada yang mengalami hipertensi.
b. Pola Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan pendapat klien tentang kesehatan dan penyakit. Apakah
pasien langsung mencari pengoatan atau menunggu sampai penyakit
tersebut mengganggu aktivitas pasien. Apakah ada persepsi negatif
terhadap diri pasien dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan.
2) Pola nutrisi/metabolik
Makanan yang disukai apakah tinggi garam, lemak dan kolesterol,
kebiasaan minum kopi dan alkohol, keluhan mual, muntah, berat badan
obesitas.
3) Pola eliminasi
Adanya riwayat gangguan (susah bak, sering berkemih pada malam
hari).
4) Pola aktifitas dan latihan
Kaji kemampuan ADL pasien, apakah ada gangguan seperti kelemahan,
sesak napas saat aktivitas.
5) Pola istirahat tidur
Kaji adanya keluhan susah tidur dan kurang istirahat.
6) Pola kognitif-perseptual
Kaji adanya gangguan penglihatan, keluhan pusing atau nyeri kepala.
7) Pola persepsi konsep diri
Kaji adanya perasaan takut dan cemas akan penyakit yang dialami
pasien saat ini.
8) Pola hubungan peran
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
9) Pola seksualitas reproduksi
Kaji adanya gangguan seksualitas dan reproduksi pasien.
10) Pola mekanisme koping
Kaji apakah pasien mudah marah, tersinggung, dan kaji bagaimana cara
pasien mengatasi stres.
11) Pola nilai dan keyakinan
Kaji pola ibadah pasien sebelum dan selama sakit.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran, adanya perubahan tanda-tanda vital
(hipertensi).
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran tiroid, telinga
berdenging, adakah gangguan pendengaran apakah penglihatan kabur
kaji apakah ada peningkatan JVP.
3) Dada
a) Paru-paru
Adakah sesak nafas, auskultasi suara napas tambahan yang
mengindikasikan adanya penumpukan cairan.
b) Jantung
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, aritmia, kardiomegali.
4) Abdomen
Kaji adanya asites di area abdomen.
5) Genetalia
Kaji kebersihan genetalia.
6) Ekstremitas
Kaji adanya edema pada ekstremitas, kaji derajat pitting edema.
d. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik/Laboratorium)
Menurut Baradero, et al. (2008) diagnosis awal hipertensi ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan minimal dua
kali dalam waktu yang berbeda (misal dengan posisi duduk dan berbaring).
Selain itu, untuk mengetahui penyebab hipertensi dan luasnya kerusakan
organ-organ vital (ginjal, jantung, otak dan pembuluh-pembuluh retina)
akibat hipertensi maka diperlukan pemeriksaan diagnostik seperti:
1) Pemeriksaan darah lengkap (hitung diferensial dan kimia serum).
2) Fungsi ginjal (nitrogen urea darah, kreatinin, urinalisis rutin).
3) Panel lipid intuk mengetahui adanya hiperlipidemia.
4) Elektrokardiogram (EKG), sinar-X toraks dan ekokardiogram untuk
mengetahui adanya pembesaran jantung dan hipertrofi ventrikel kiri.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (peningkatan tekanan
vaskuler serebral dan iskemia).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan hipertensi .
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium;
kelebihan asupan cairan; gangguan mekanisme regulasi.
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen NOC: Pain Management
injuri biologis 1. Pain level (tingkat (Manajemen nyeri)
(peningkatan nyeri) 1. Lakukan pegkajian
tekanan vaskuler 2. Pain control (nyeri nyeri secara
serebral dan terkontrol) komprehensif
iskemia) 3. Comfort level (tingkat (pencetus, kualitas,
kenyamanan) lokasi, skala dan
Setelah dilakukan waktu).
tindakan asuhan 2. Observasi reaksi
keperawatan selama nonverbal dari nyeri.
...x24 jam, masalah 3. Pilih dan lakukan
teratasi dengan kriteria penanganan nyeri
hasil: (farmakologis/non
1. Klien melaporkan farmakologis).
nyeri berkurang. 4. Ajarkan teknik non
2. Ekspresi wajah tenang farmakologis
dan rileks. (relaksasi, distraksi
3. TTV dalam batas dll) untuk mengatasi
normal ( TD: 110-130/ nyeri.
60-80 mmHg, N: 60- 5. Kolaborasi pemberian
80 x/menit, RR 16-20 analgetik untuk
x/menit, S: 36,5-37,5 mengurangi nyeri.
0
C). 6. Evaluasi tindakan
pengurangan
nyeri/kontrol nyeri.
Administrasi analgetik
1. Cek program
pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan 1. Activity tolerance Energy Management
dengan kelemahan, 2. Self Care : ADL (Manajemen Energi)
ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Monitor respon
suplai dan tindakan asuhan kardiorespirasi
kebutuhan oksigen. keperawatan selama terhadap aktifitas
...x24 jam, masalah (takikardi, disritmia,
teratasi dengan kriteria dispnea, diaforesis,
hasil: pucat)
1. Berpartisipasi dalam 2. Monitor asupan
aktivitas fisik tanpa nutrisi untuk
disertai peningkatan memastikan
tekanan darah, nadi, keadekuatan sumber
dan RR. energi.
2. Mampu melakukan 3. Monitor respon
aktivitas sehari hari terhadap pemberian
(ADLs) tanpa bantuan oksigen (nadi, irama
atau dengan bantuan jantung, frekuensi
minimal tanpa respirasi) terhadap
menunjukkan aktifitas perawatan
kelelahan. diri.
4. Kaji adanya faktor
yang menyebabkan
kelelahan.
5. Ajarkan teknik
relaksasi selama
aktifitas, tentang
pengaturan aktifitas
dan teknik
pengolahan waktu
untuk mencegah
kelelahan.

Activity Therapy
(Terapi Aktivitas)
1. Bantu pasien
melakukan ambulasi
yang dapat
ditoleransi.
2. Bantu aktifitas fisik (
misal: ambulasi,
berubah posisi,
perawatan personal)
sesuai kebutuhan.
3. Berikan pasien
istirahat yang
adekuat.
4. Kolaborasi dengan
tenaga rehabilitasi
medis/ fisioterapi
dalam pemilihan
terapi yang tepat.
3. Resiko penurunan NOC: NIC:
perfusi jaringan 1. Tissue perfusion : Cardiac risk
jantung cardiac (Perfusi management
berhubungan jaringan : jantung) (Manajemen resiko
dengan hipertensi. 2. Severity of jantung)
hypertension 1. Monitor tanda-tanda
(Keparahan vital secara rutin.
hipertensi) 2. Evaluasi perubahan
Setelah dilakukan tekanan darah.
tindakan asuhan 3. Lakukan terapi
keperawatan selama relaksasi.
...x24 jam, masalah 4. Instruksikan pasien
teratasi dengan kriteria dan keluarga
hasil: mengenai strategi
diit jantung sehat
(misalnya rendah
1. Tekanan darah sistolik natrium, rendah
dalam batas normal lemak, rendah
(110/130 mmHg) kolesterol, tinggi
2. Tekanan darah serat, cairan yang
diastolik dalam batas cukup).
normal (60-80 mmHg) 5. Instruksikan pasien
3. Nadi dalam batas dan keluarga untuk
normal (60-80 megurangi resiko
x/menit) jantung dengan
4. Pasien tidak pusing memonitor tekanan
dan tidak sesak napas. darah, obat-obatan
secara rutin.
6. Kolaborasi
pemberian obat
antihipertensi.
4. Kelebihan volume NOC: NIC:
cairan berhubungan Fluid balance Hypervolemia
dengan kelebihan (keseimbangan cairan) management
asupan natrium; Setelah dilakukan (Manajemen
kelebihan asupan tindakan asuhan hipervolemia)
cairan; gangguan keperawatan selama 1. Monitor intake dan
mekanisme ...x24 jam, masalah output cairan.
regulasi. teratasi dengan kriteria 2. Monitor status
hasil: hemodinamik,
1. Mempertahankan meliputi natrium,
urine output sesuai hematokrit).
dengan usia dan BB, 3. Kolaborasi
elektrolit dalam batas pemberian obat
normal. untuk mengurangi
2. TTV dalam batas preload (misalnya
normal (TD: 110-130/ furosemide,
60-80 mmHg, N: 60- spironolakton, dan
80 x/menit, RR 16-20 nitrogliserin).
x/menit, S: 36,5-37,5 4. Monitor efek obat
0
C). adanya hipotensi,
3. Tidak ada edema dehidrasi, takikardi,
dan hipokalemia).
5. Kolaborasi
penberian cairan IV
secara perlahan
untuk mencegah
peningkatan preload
yang cepat.
6. Instruksikan pasien
untuk membatasi
natrium sesuai
indikasi.

4. Evaluasi keperawatan
a. Nyeri berkurang sampai hilang.
b. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR serta mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs)
tanpa bantuan atau dengan bantuan minimal tanpa menunjukkan
kelelahan.
c. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat : tekanan darah dalam
rentang normal, tidak menunjukkan gejala palpitasi, atau penurunan
penglihatan.
d. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, elektrolit dalam
batas normal, TTV dalam batas normal (TD: 110-130/ 60-80 mmHg, N:
60-80 x/menit, RR 16-20 x/menit, S: 36,5-37,5 0C) dan tidak ada edema.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., Mary, W.D., & Yakobus, S. (2008). Klien Gangguan


Kardiovaskular: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Davey, P. (2006). At a glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Kaplan, N.M. (2010). Hypertension Essentials. United States. America: Jones and
Bartlett Publisher.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Williams, L. (2006). Understanding Medical Surgical Nursing 2nd Edition.


Philadelphia: Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai