Anda di halaman 1dari 27

RENCANA KEGIATAN MINGGUAN

PASIEN DENGAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS


LAPORAN INDIVIDU
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgikal
di Ruang Bougenvil RSUD Wlingi

Oleh:
HENKY INDRA LAKSONO
NIM. 115070200111034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Rencana Kegiatan Mingguan


(RKM)
Departemen : Surgikal
Periode
: 11 Jan 2016 - 16 Jan 2016
Ruang
: Bougenvil

Persepti
Preseptor

: Henky Indra Laksono


:

A. Target yang ingin dicapai


Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien Hernia Inguinalis Lateralis,
selama 1 minggu (11 Jan 2016 - 16 Jan 2016):
1. Dapat melakukan pengkajian pada pasien
2. Mampu menganalisis data yang didapat
3. Mampu membuat prioritas masalah pada pasien
4. Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah
5. Mampu membuat rencana intervensi
6. Mampu mengimplementasikan renpra, yaitu:
Membantu mempersiapkan pemeriksaan laboratorium
Memberikan injeksi obat CVC
Merawat luka operasi
Memasang/ melepas Kateter urin
Melakukan injeksi obat sesuai indikasi
Melakukan nebulizer pada pasien
Memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kepada pasien dan keluarga.
7. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
B. Rencana kegiatan
TIK Jenis Kegiatan
1
Melakukan pengkajian pada klien

sesuai dengan kasus, meliputi:


- Komunikasi terapeutik
Pengkajian Fisik
Data Penunjang
Menganalisis data dari hasil

Waktu
Hari ke 1

Kriteria hasil
BHSP dan data

yang

diperoleh dapat mewakili


kondisi klien.
Hari ke 1

Data dianalisis menjadi

pengkajian
Menetapkan diagnose dan prioritas

Hari ke 1

diagnose keperawatan
Diagnosa sesuai dengan

masalah keperawatan
Menetapkan tujuan sesuai kriteria

Hari ke 1-5

kondisi actual klien.


Tujuan dan kriteria hasil

hasil
Memantau kebutuhan cairan pasien
Melakukan perawatan sesuai
diagnosa pasien
Memberikan obat via IM/IV/SC
Pendidikan kesehatan bagi pasien

yang

sesuai

kondisi klien

dengan

dan keluarga
Mencari literature untuk membuat

Hari ke 1-5

intervensi keperawatan

Literatur
informasi

memberikan
intervensi

keperawatan yang tepat


6

Melakukan implementasi

Hari ke 1-5

sesuai kondisi klien


Dapat
melakukan
prosedur tindakan sesuai

Mengevaluasi setiap tindakan yang

Hari ke 1-5

dengan SOP
Evaluasi
berdasarakan

dilakukan dan evaluasi proses

tujuan dan kriteria hasil

keperawatan secara keseluruhan


Melakukan skill/keterampilan sebagai

yang telah ditetapkan


Melakukan
tindakan

berikut:
A. Merawat luka insisi operasi
B. Mengambil darah vena dan arteri
C. Melakukan tes kulit (tes alergi)
D. Melakukan injeksi IV, IM, SC, IC
E. Menghitung balance cairan
F. Melakukan monitoring nutrisi
G. Membantu eliminasi (urin, alvi)
H. Melakukan monitoring nutrisi
I. Menghitung bising usus
J. Memasang kateter Urine
K. Memasang NGT
L. Melakukan personal hygiene
M.Mengukur GCS
N. Menghitung MAP,CTR dan GFR
O. Melakukan gastric lavage
P. Memberikan cairan makanan per
sonde
Q. Melakukan pengisapan lendir
(suctioning)
R. Melakukan nebulizer
C. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

D. Evaluasi Diri Praktikan

Hari ke 1-5

sesuai dengan SOP

E. Rencana Tindak Lanjut

Mengetahui,

Malang, 16 Januari 2016

Preceptor Klinik R. Bougenvil

(.........................................)

Mahasiswa

(............................................)

LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN SURGICAL
HERNIA INGUINALIS LATERALIS
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgical
Ruang Bougenvil RSUD Wlingi

Oleh:
HENKY INDRA LAKSONO
NIM. 115070200111034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA INGUINALIS LATERALIS

Oleh :
Henky Indra Laksono
NIM. 115070200111034

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari

Tanggal :

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

______________________

_______________________

Hernia Inguinalis Lateralis


A. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.
Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia (karnadihardja, 2005)
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lobang
abnormal. (Dorland,1998). Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen,
isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding
perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. (Jong, 2004).
Hernia iguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui
sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah
saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari
perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan
B. Anatomi Fisiologi
C.

Lapisan dinding kulit abdomen terdiri dari, lemak subkutan, scarpas fascia,
peritoneum hesselbachs triangle, external oblique, internal oblique, transversus abdominis,
transversalis fascia. Dan di batasi oleh artery epigastrika inferior, ligamentum inguinal dan
lateralnya di batasi oleh rectus sheath (Schwartz, 1989). Canalis inguinalis merupakan
saluran oblik yang menembus bagian bawah dinding anterior abomen dan terdapat pada
kedua jenis kelamin. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamentum
inguinale. Dining canalis inguinalis di bentuk oleh muskulus obliquus externus abdominis
dan di bentuk oleh facsia abdominalis (snell, 2006).
a. Usus halus

Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentang dari sphincter
pylorus ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan usus penyerapan (ileum)
2-4 m.
1). Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum,
yang berarti dua belas jari.
2). Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti "kosong".
3). Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
b. Usus Besar

Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5 m dan
lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam cecum, colon, dan rectum. Vermiform
appendix berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi menjadi colon ascending,
colon transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari usus besar
adalah rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternalpada anus berfungsi untuk
mengontrol pembukaan anus.(Brunner & Suddarth, 2001).
Fisiologi
Fungsi usus halus adalah :
a. Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan mensekresi mukus
guna melindungi mukosa usus.
b. Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi sucrase, maltase,
lactase dan enterokinase yang bekerja pada disakarida guna membentuk monosakarida
yaitu peptidase yang bekerja pada polipeptida, dan enterokinase yang mengaktifkan
trypsinogen dari pankreas.
c. Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin, secretin, dan
enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu, pancreatic juice, dan gastric juice.
d. Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati masuk kedalam
duodenum.
e. Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usus kedalam kapiler darah dan lacteal
dari villi.
f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan mencampur disebabkan
oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus menyebabkan chyme kontak dengan villi
untuk diabsorpsi.
Fungsi utama usus besar adalah :
a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltik akan menggerakkan zat sisa
menuju kebagian distal.
b. Sekresi. Pada umumnya memproduksi mukus yangmelindungi mukosas akan tidak
mengalami injury, melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan lancar
kearah pelepasan dan menghambat pengaruh pembentukan keasaman oleh bakteri.
c. Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai kemampuan mengabsorpsi 90% air
dan garam dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mensintesa vitamin. Bakteri pada usus halus akan mensintesa vitamin K, thiamin,
riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.

e. Membentuk feses. Feses terdiri dari air dan massa padat. Massa padat termasuk
sisa makanan dan sel yang mati. Pigmen empedu memberikan warna pada feses. Dan
menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.
f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh keluar. Pada saat feses dan
gas berada dalam rektum, tekanan dalam rektum meningkat, menyebabkan terjadinya
refleks defekasi.
D. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada lelaki ketimbang
perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia
pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong hernia dan isi
hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu
yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus internus
abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia
transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis antara
lain:
1. Kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis,
2. Prosesus vaginalis yang terbuka, baik kongenital maupun didapat,
3. Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan
asites,
4. Kelemahan otot dinding perut karena usia,
5. Defisiensi otot,
6. Hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok, penuaan atau penyakit sistemik.
Pada neonatus kurang lebih 90 % prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada
bayi umur satu tahun sekitar 30 % prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, kejadian
hernia pada umur ini hanya beberapa persen. tidak sampai 10 % anak dengan prosesus
vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai
prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak melebihi 20 %. Umumnya
disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal
terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis

berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah
masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi
akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan iliofemoralis setelah apendektomi. Jika kantong hernia
inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia disebut hernia skrotalis
E. Klasifikasi Hernia Inguinalis
Secara umum hernia diklasifikasikan menjadi:
1. Hernia eksterna, yaitu jenis hernia dimana kantong hernia menonjol secara keseluruhan
(komplit) melewati dinding abdomen seperti hernia inguinal (direk dan indirek), hernia
umbilicus, hernia femoral dan hernia epigastrika.
2. Hernia intraparietal, yaitu kantong hernia berada didalam dinding abdomen.
3.Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam rongga abdomen seperti
hernia diafragma baik yang kongenital maupun yang didapat.
4. Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat keluar masuk. Usus
keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk perut,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
5. Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak dapat kembali ke
abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh perlengkatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia. Hernia ini disebut hernia akreta, merupakan jenis hernia ireponibel yang sudah
mengalami obstruksi tetapi belum ada gangguan vaskularisasi.
6. Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami gangguan vaskularisasi.
Sedangkan berdasarkan lokasinya hernia dikalsifikasikan menjadi :
A. Hernia inguinalis
- Hernia inguinalis indirek (lateral)
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan
keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus.
- Hernia inguinalis direk (medialis)
Hernia inguinalis direk adalah hernia yang kantongnya menonjol langsung ke
anterior melalui dinding posterior canalis inguinalis medial terhadap arteri vena epigastrika
inferior. Pada hernia ini mempunyai conjoint tendo yang kuat, hernia ini tidak lebih hanya
penonjolan umum dan tidak pernah sampai ke skrotum. Hernia ini sering ditemukan pada
laki-laki terutama laki-laki yang sudah lanjut usia dan tidak pernah ditemukan pada wanita.
Hernia direk sangat jarang bahkan tidak pernah mengalami strangulasi atau inkaserata.
Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hernia inguinalis direk adalah peninggian
tekanan intraabdomen konik dan kelemahan otot dinding di trigonom Hasselbach, batuk

yang kronik, kerja berat dan pada umumnya sering ditemukan pada perokok berat yang
sudah mengalami kelemahan atau gangguan jaringan-jaringan penyokong atau penyangga
dan kerusakan dari saraf ilioinguinalis biasanya pada pasien denga riwayat apendektomi.
Gejala yang sering dirasakan penderita hernia ini adalah nyeri tumpul yang biasanya
menjalar ke testis dan intensitas nyeri semakin meningkat apabila melakukan pekerjaan
yang sangat berat.
B. Hernia femoralis
Hernia femoralis pada lipat paha merupakan penonjolan kantong di bawah
ligamentum inguinal di antara ligamentum lakunare di medial dan vena femoralis di lateral.
Hernia ini sering ditemukan pada wanita dibanding laki-laki dengan perbandingan 2:1 dan
pada umumnya mengenai remaja dan sangat jarang pada anakanak. Pintu masuk dari
hernia inguinalis adalah anulus femoralis, selanjutnya isi hernia masuk kedalam kanalis
femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2
cm dan keluar dari fosa ovalis di lipat paha.
Hernia femoralis disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdominal yang kemudian
akan mendorong lemak preperitonial ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi
pembuka jalan terjadinya hernia. Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multipara,
obesitas dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. Penderita dengan hernia femoralis
sering mengeluhkan nyeri tanpa pembengkakan yang dapat di palpasi dalam lipat paha.
Nyerinya bersifat nyeri tumpul dan jika telah terjadi obstruksi dapat menimbulkan muntah
dan gangguan konstipasi. Hernia femoralis sering terjadi inkaserata dan biasanya terjadi
dalam 3 bulan atau lebih. Apabila sudah terjadi inkaserata maka penderita akan merasakan
nyeri yang begitu hebat dan dapat terjadi shok. Pembengkakan sering muncul di bawah
ligamentum inguinal.

C. Jenis hernia yang lain-lain


1. Hernia umbilikalis

Umbilikus adalah tempat umum terjadinya herniasi. Hernia umblikalis lebih sering
terjadi pada wanita, kegemukan dengan kehamilan berulang-ulang merupakan prekusor
umum. Asites sering mengekserbasi masalah ini. Strangulasi kolon dan omentum umum
terjadi. Ruptura sering terjadi pada sirosis asitik kronik, suatu kasus dimana diperlukan
segera dekompresi portal atau pintas nevus peritoneal secara darurat.
Hernia umbilikalis umum pada bayi dan menutup secara spontan tanpa terapi khusus
jika defek aponeurosis berukuran 1,5 cm atau kurang. Perbaikan diindikasikan pada bayi
dengan defek hernia yang diameternya lebih besar dari 2,0 cm dan dalam semua anak
dengan hernia umbilikalis yang masih ada pada usia 3-4 tahun. Perbaikan klasik untuk
hernia umbilikalis adalah hernioplasti Mayo. Operasi terdiri dari imbrikasi vest-over-pants
dari segmen aponeurosis superior dan inferior. Hernia umbilikalis lebih besar, lebih suka
ditangani dengan protesis.
2. Hernia paraumbilikalis.
Hernia para umbilikalis merupakan hernia melalui suatu celah di garis tengah di tepi
kranial umblikus, jarang terjadi di tepi kaudalnya. Penutupan secara spontan jarng terjadi
sehingga dibutuhkan operasi koreksi.
3. Hernia ventralis
Kebanyakan hernia ventralis disebabkan oleh insisi pada tubuh yang sebelumnya
tidak sembuh secara tepat atau terpisah karena tegangan abnormal. Cacat ini
memungkinkan penonjolan suatu hernia dan operasi umumnya direkomendasikan.. Jika
cacat ini berukuran kecil atau sedang , maka tindakan ini relatf jelas dan memuaskan tetapi
apabila hernia ventralsinya besar dan fasianya jelek, merupakan prognosa yang jelek pada
hernia ventralis. Pada umumnya tindakan yang dilakukan adalah operasi dengan
memobilisasi jaringan denga cermat dan untuk mencapai penutupan langsung primer jika
mungkin. Kadang-kadang penggunaan kasa protesis
seperti kasa marlex atau fasia lata diindikasikan.
4. Hernia epigastrika
Hernia yang keluar melalui defek di linea alba di antara umbilikus dan prosesus
xipoideus. Isi hernia berupa penonjolan jaringan lemak preperitoneal dengan atau tanpa
kantong peritoneum.
5. Hernia lumbalis
Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka, ada dua buah trigonum masingmasing trigonum kostolumbal superiorn (Grinfelt) berbentuk segitiga terbalik dan trigonum
kostolumbalis inferior atau trigonum iliolumbalis (Petit) berbentuk segitiga. Trigonum Grijfelt
di batasi di kranial oleh iga XII, di anterior oleh tepi bebas m. Obligus internus abdominis,
sedangkan tutupnya m. Latisimussdorsi. Trigonum petit dibatasi di kaudal oleh krista iliaka,
di anterior oleh tepi bebas m.obligus eksternus abdominis, dan posterior oleh tepi bebas m.

Latisimuss dorsi. Dasar segitiga ini adalah m. Oblikus internus abdominis dan tutupnya
adalah fasia superfisialis. Hernia pada kedua trigonum ini jarang dijumpai. Pada
pemeriksaan fisik tampak dan teraba benjolan di pinggang di tepi bawah tulang rusuk XII
atau di tepi kranial panggul dorsal. Diagnosis di tegakkan dengan memeriksa pintu hernia.
Diagnosis banding adalah hematoma, abses dingin atau tumor jaringan lunak. Pengelolaan
terdiri dari atas herniotomi dan hernioplasti. Pada hernioplasti dilakukan juga penutupan
defek.
6. Hernia Littre
Hernia yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia yang mengandung
divertikulum meckel. Hernia Littre dianggap sebagai hernia sebagian dinding usus.
7. Hernia Speighel
Hernia Spieghel adalah hernia interstial dengan atau tanpa isinya melalui fasia
Spieghel. Hernia ini sangat jarang dijumpai. Biasanya dijumpai pada usia 40-70 tahun, tanpa
ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya terjadi dikanan dan jarang
bilateral. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan benjolan di sebelah Mc burney bagian
kanan maupun sebelah kiri pada tepi lateral m. Rektus Abdominis. Isi hernia dapat terdiri
dari usus, omentum atau ovarium. Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
ultrasonografi. Pengelolaan terdiri atas herniotomi dan hernioplastik dengan menutup defek
pada m.tranversus abdominis dan m.abdominis internus. Hernia yang besar sangat
membutuhkan suatu protesis.
8. Hernia obturatoria
Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatoria. Dapat berlangsung
dalam empat tahap. Mula-mula tonjolan lemak retroperitoneum masuk ke dalam kanalis
obturatorius, disusul oleh tonjolan peritoneum parietal. Kantong hernia ini mungkin diisi oleh
lekuk usus yang dapat mengalami inkaserasi parsial, sering secara Richter atau total.
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya keluhan nyeri seperti ditusuktusuk dan
parestesia di daerah panggul, lutut, dan bagian medial paha akibat penekanan pada n.
Obturatorius (tanda howship Romberg) yang patognomonik. Pada colok dubur atau
pemeriksaan vaginal dapat ditemukan tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda
(Hoeship Romberg). Pengelolaan bedah dengan pendekatan transperitoneal atau
preperitoneal.
9. Hernia perinealis
Hernia perineal merupakan penonjolan hernia pada perineum melalui defek dasar
panggul dapat terjadi secara primer pada perempuan multipara, atau sekunder setelah
operasi melalui perineum seperti prostaktomi atau reseksi rektum secara abdominoperineal.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tanpak dan teraba
benjolan diperieneum yang mudah keluar masuk dan jarang mengalami inkaserasi. Pintu

hernia dapat diraba secara bimanual dengan pemeriksaan rektovaginal. Dalam keadaan
ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Biasanya pendekatan operatif dengan transperitoneal, perineal atau kombinasi abdomino
dan perineal.
10. Hernia pantalon
Hernia pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dengan hernia
inguinalis medial pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisahkan oleh vasa epigastrika
inferior sehingga berbentuk seperti celana. Keadaan ini ditemukan kira kira 15% dari
hernia inguinalis. Diagnosis umum sukar ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan
biasanya sering ditemukan setelah dilakukan operasi. Pengelolaan seperti biasanya pada
hernia inginalis, herniotomi dan hernioplasti.
F. Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital
yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat
menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua
adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat
dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka
akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan
akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada lakilaki, sehingga
menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga
ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan
antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga
aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan
mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu
gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan
menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan
menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut
kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu,
daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat, 2004).

F. Manifestasi Klinis
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul
pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu
istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua inguinalis,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk
sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam
keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah
benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang
cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong, 2004).
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia. Pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal
berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di
regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong
kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong
yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung
tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi
organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia
dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah
isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari
masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari
menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena
menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena
keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis
berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis
medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, disebut hernia
skrotalis. Hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat
direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah cranial dan adanya
hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau

elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membedakannya.(Jong, 2004).
G. Penatalaksanaan
a.

Konservatif
Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit di evaluasi kembali.
Istirahat baring
Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,
antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah

b.

sembelit.
Reposisi

Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada


pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan
dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es diatas
hernia. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus
dilakukan operasi segera.
c.

Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar

d.

operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi,

e.

kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.


Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal
berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan
jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan
pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus oblikus internus
abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale
poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa musculus
transversus abdominis, musculus oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper
pada metode Mac Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang

diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks
untuk menutup defek.
Pada umumnya, semua hernia harus diperbaiki, kecuali jika ada keadaan lokal atau
sistemik dari pasien yang tidak memungkinkan hasil yang aman. Pengecualian yang
mungkin dari hal umum ini adalah hernia dengan leher lebar dan kantung dangkal yang
diantisipasi membesar secara perlahan. Bebatan atau sabuk bedah bermanfaat dalam
penatalaksanaan hernia kecil jika operasi merupakan kontraindikasi, tetapi bebatan
merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan hernia femoralis.

Terapi Umum
Terapi konservatif sambil menunggu penyembuhan melalui proses alami dapat
dilakukan pada hernia umbilikalis sebelum anak berumur dua tahun. Terapi
konservatif

berupa

penggunaan

alat

penyangga

dapat

digunakan

sebagai

pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset pada hernia ventralis.


Sementara itu, pada hernia inguinalis pemakaian korset tidak dianjurkan karena
selain tidak menyembuhkan, alat ini dapat melemahkan dinding perut
Umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Usia lanjut
tidak merupakan kontraindikasi operasi elektif.

Kalau pasien

dengan hernia

inkarserata tidak menunjukkan gejala sistemik dapat dicoba melakukan reposisi


postural. Jika usaha reposisi berhasil, dapat dilakukan operasi herniorafi elektif
setelah 2-3 hari setelah udem jaringan hilang dan keadaan umum pasien sudah lebih
baik.
Jenis-jenis

operasi pada hernia : dalam dunia medis tindakan untuk operasi

hernia dibagi menjadi beberapa macam, yaitu herniotomi, herniorafi dan hernioplasti
1. Herniotomi
Adalah tindakan membuka kantong hernia, lalu memasukkan kembali isi
kantong hernia ke rongga abdomen ada rongga perut, diikuti dengan mengikat dan
memotong kantong hernia. Operasi ini umumnya dilakukan pada pasien anak
dikarenakan penyebabnya adalah proses kongenital dimana prosesus vaginalis tidak
menutup.
2. Herniorafi
Teknik operasi yang bertujuan untuk mengembalikan hernia. Pintu atau cincin
yang lemah akan ditutup kemudian dinding belakang dari hernia disulam atau dijahit
untuk memperkuat posisi agar tidak keluar kembali. Prosedur ini biasanya dilakukan
pada orang dewasa, dikarenakan penyebab hernia oleh karena lemahnya otot atau
fascia dinding belakang abdomen (perut)
Beberapa metode dari herniorafi diantaranya : bassini, ferguson, halsted,
Mcfay dan Sholdice. Akhir-akhir ini metode tindakan herniorafi diganti dengan
pemasangan fasia buatan menyerupai jaring yang terbuat dari bahan prolene.
Dengan pemasangan jaring atau mesh ini dapat mengurangi rasa sakit akibat

adanya tension (tegangan) pada proses penyulaman. Komplikasi yang dapat


ditimbulkan dari prosedur herniorafi berupa hematoma, infeksi luka. Prosedur
herniorafi bisa dilakukan melalui operasi terbuka maupun laparoskopi. Keunggulan
laparoskopi tentunya minimnya luka, proses penyembuhan yang lebih cepat, dan
kekambuhan yang jarang terjadi, namun dengan biaya yang lebih mahal.
3. Hernioplasti
Tindakan operasi untuk memperkuat cincin inguinalis internal

atau

memperkuat dinding yang melemah. Dalam prosedur ini juga dilakukan perbaikan
jaringan yang rusak. Pada hernioplasti klasik terdiri dari tiga prosedur yaitu
melakukan diseksi kanalis inguinalis, perbaikan orifisum miopektinal dan melakukan
penutupan kanalis inguinalis.
H. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia
dapat tertahan dalam kantong, pada hernia ireponibel ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu
besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitonial. Disini tidak timbul gejala klinis
kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih
kaku, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua
segmen usus terperangkap di dalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam
rongga peritonium, seperti huruf W. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan
perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya
udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah, sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia terjadinekrosis dan kantong hernia berisi
transudat berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan dengan
rongga perut (Jong, 2004). Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang
mengandung

usus

dimulai

dengan

gambaran

obstruksi

usus

dengan

gangguan

keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena
gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis menjadi
kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri
akan menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan
yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi
hernia, dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses local. Hernia strangulata merupakan
keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat pertolongan segera (Jong 2004).

Pathway
Obesitas batuk, kongental, mengedan,
pengangkatan beban
Tekanan intra abdomen meningkat
Rusaknya integritas dinding otot perut
Organ terdorong keluar melalui defek
Hernia
Hernia umbikalis
kongenital
Kantung hernia
keluar melalui
umbikalis

Mengeluarkan zat-zat proteolitik


(Bradakini,histamine,
prostaglandin)
Hernia para
umbikalis

Respon nyeri

Hernia
inguinalis

Hiatus hernia

Nyeri
Nyeri
Hernia insisional

Kantung hernia
Kantung hernia
Kantung hernia
memasuki
melewati dinding
memasuki celah
rongga thorak
abdomen
inguinal
Terdorong lewat dinding posterior
canalis inguinal yang lemah

Kantung hernia
memasuki celah
bekas insisi

Benjolan pada regio inguinal

Abdomen
terdesak
Mual, muntah
Asupan nutrisi kurang
Ketidakseimbang
Ketidakseimbang
an
an nutrisi
nutrisi kurang
kurang
dari
dari kebutuhan
kebutuhan
tubuh
tubuh

Pembedahan

Insisi bedah

Dampak anestesi

Terputusnya
kontuinitas jaringan

SAB

Pemasangan
elektroda
Posisi tidak
tepat
Resiko
Resiko injury
injury

Cemas
Cemas

Mengeluarkan zat-zat
proteolitik
(Bradakini,histamine,
prostaglandin)

Luka terbuka
Port de entry
kuman

Respon nyeri
Resiko
Resiko infeksi
infeksi
Nyeri
Nyeri
Kerusakan
Kerusakan
integritas
integritas kulit
kulit

Ekstremitas bawah
tidak dapat
digerakkan
Hambatan
Hambatan
mobilitas
mobilitas fisik
fisik

Isi hernia terjepit oleh


cincin hernia

Menimbulkan hernia
strangulata

Gangguan perfusi
jaringan isi hernia

Awalnya terjadi
bendungan vena

Menambah jepitan pada


isi hernia

Odema organ/struktur
didalam hernia

Kekurangan
Kekurangan volume
volume cairan
cairan dan
dan elektrolit
elektrolit

Ketidakefektifan
Ketidakefektifan perfusi
perfusi jaringan
jaringan

Perfusi jaringan
semakin terganggu

Terjadi transudasi kedalam


kantong hernia

Isi hernia nekrosis

Kantong hernia akan


terisi transudat yg
bersifat serosanguinis
Terjadi perforasi

Abses lokal

Resiko
Resiko infeksi
infeksi

Peritonitis

Sepsis

Hipertermi
Hipertermi

Fistel

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 2000) adalah meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer,
atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple misalnya:
financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka
rangsang, stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis),
malnutrisi (termasuk obesitas), membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
d. Aktivitas atau istirahat
Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama,
membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak mampu melakukan
aktivitas seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
e. Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan reflek
tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.
f. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
g. Keamanan
Gejala

alergi/sensitive

terhadap

obat,

makanan,

plester,

dan

larutan.

Tanda:munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.


h. Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti ditusuk-tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan mobilisasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi dan distensi abdominal, ditandai dengan adanya
rasa nyeri, perilaku yang sangat hati-hati, melindungi bagian tertentu, memusatkan diri,
mempersempit fokus, perilaku distraksi (tegang, mengerang, menangis, mondar-mandir,
gelisah), raut wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, gerakan kaku, meringis),

perubahan tonus otot, respons autonom (diaforesis), perubahan tekanan darah dan nadi,
dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi nafas.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinuitas jaringan sekunder terhadap tindakan
invasive (insisi bedah)
c. Perubahan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus
sekunder terhadap efek anesthesi yang ditandai dengan feses keras, berbentuk, defekasi
terjadi kurang dari 3 kali seminggu, bising usus menurun, melaporkan adanya perasaan
penuh pada rectum.
d. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak (Carpenito,2000).
3. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
a. Tujuan
Klien melaporkan nyeri berkurang dengan kriteria menunjukkan perilaku/ketrampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik, tampak rileks, tidur dan istirahat dengan tepat.
b. Intervensi
1) Observasi nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10).
Rasional:pengkajian nyeri mendasari bagi perencanaan intervensi keperawatan.
2) Latih klien menggunakan metode distraksi.
Rasional: Latihan pernafasan dan tehnik relaksasi menurunkan konsumsi O2, frekuensi
nafas, frekuensi jantung, ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri.
3) Ubah posisi yang nyaman, misalnya posisi semifowler dengan bagian lutut ditopang
dengan bantal.
Rasional: posisi yang tepat dapat mengurangi stres pada area insisi.
4) Pantau tanda vital tiap 4 jam.
Rasional: Untuk mengetahui perubahan KU pasien.
5) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan
punggung).
Rasional: Rangsang kutan mengaftifkan serabut besar yang bereaksi terhadap nyeri
yang mengatur pesan nyeri yang dibawa oleh serabut kecil.
6) Kolaborasi pemberian analgetic sesuai indikasi.
Rasional: Obat-obat anti inflamasi non steroid dianjurkan untuk nyeri pasca operasi
ringan sampai sedang.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontiunitas jaringan sekunder terhadap tindakan
invasive/ insisi pembedahan.
a. Tujuan

Klien terbebas dari infeksi selama proses penyembuhan dengan kriteria tidak ada tanda
infeksi.
b. Intervensi
1) Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional: sebagai respon jaringan terhadap infiltrasi pathogen dengan peningkatan darah
dan aliran limfe, penurunan epitelisasi, peningkatan suhu tubuh oleh rangsangan
hipotalamus.
2) Pantau tanda vital, perhatikan demam ringan menggigil, nadi dan pernafasan cepat,
gelisah, peka, disorientasi.
Rasional: untuk mengetahui perubahan KU pasien.
3) Ganti balutan secara sering dengan tehnik steril.
Rasional: dapat mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka dan mengurangi
resiko transmisi infeksi pada orang lain.
4) Sarankan klien untuk tidak menyentuh area luka operasi.
Rasional: tanpa cuci tangan dan sarung tangan menambah resiko infeksi pada luka.
5) Anjurkan klien untuk makan TKTP
Rasional: untuk memperbaiki jaringan tubuh harus meningkatkan masukan protein dan
karbohidrat serta hidrasi adekuat untuk transport vaskuler dari oksigen dan zat sampah.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional: sebagai penghambat pertumbuhan dan pembunuh mikroorganisme pada luka,
sehingga luka bersih dan terbebas dari infeksi.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder terhadap efek
anesthesia.
a. Tujuan
Klien mempunyai pola eliminasi fekal yang normal dengan kriteria mampu buang air
besar dan bising usus normal.
b. Intervensi
1) Observasi adanya distensi, nyeri, dan pembatasan pasien dalam melakukan mobilisasi.
2) Sarankan klien untuk melakukan mobilisasi secara dini.
Rasional: gerak fisik miring kanan/kiri merangsang eliminasi usus dengan memperbaiki
tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic usus.
3) Sarankan untuk makan makanan tinggi serat segera setelah peristaltic aktif kembali.
Rasional: diit seimbang tinggi serat merangsang peristaltic.
4) Sarankan klien minum banyak sesuai anjuran dokter.
Rasional: minum yang cukup perlu untuk mempertahankan pola
BAB dan meningkatkan konsistensi feses.

4. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak


a. Tujuan
Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dengan kriteria hasil menunjukkan mobilitas yang
aman, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
b. Intervensi
1) Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien.
Rasional: Imobilitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.
2) Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien.
Rasional: Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien.
3) Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998.
2. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001.
3. Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart.
Penerjemah Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002.
4. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar UI. FK UI.
5.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8


Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai