Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. R (73 Tahun) DENGAN ASMA


Di Wisma Kenanga Panti Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners Departemen Gerontik

Disusun oleh:
ZAIFULLAH
170070301111054

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Ny. R
DENGAN ASMA DI WISMA KENANGA
UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
PASURUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Gerontik

Oleh
Kelompok 2
Program Profesi Ners

Telah Diperiksa Kelengkapannya Pada:


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Wisma Mahasiswa

Nuria Ningseh Zaifullah

NIM. 170070301111054

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Dra. Harijati, M.Si. Ns. Annisa Wuri Kartika, S.Kep. M.Kep.


NIP. 196701091993032006 NIP.

1. Definisi
Asma adalah serangan dispnea proksimal berulang disertai mengi akibat
kontraksi spasmodic bronki. Keadaan ini biasanya disebabkan manifestasi
alergi atau sekunder akibat kondisi kronik atau berulang.
Asma adalah Gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai
sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai
tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak).
Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran
nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan
produksi mucus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara,
dan penurunan ventilasi alveolus.
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit asma antara lain debu rumah
dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain.
Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua,
kakek atau nenek anak menderita penyakit asma maka bisa diturunkan ke anak.
Penyebab penyakit asma belum jelas. Diduga, ada beberapa faktor pencetus
yaitu:
a. Faktor Ekstrinsik
- Reaksi antigen antibodi dan alergen (debu, serbuk serbuk, bulu bulu
binatang)
- Infeksi (virus influenza, pnemonia, respiratory syncytial virus (RSV),
mycoplasma)
- Bakteri (pertusis dan streptokokkus)
- Jamur (aspergillus)
- Iritan : kimia, polusi udara (CO, asap rokok, minyak wangi, bau-bauan
merangsang, household spray, polutan)
- Cuaca (erubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban)
- Bahan-bahan di dalam ruangan : (tungau debu rumah, binatang, kecoa)
- Bahan-bahan di luar ruangan (tepung, sari bunga)
- Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan
- Obat-obatan tertentu
- Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
- Exercise induced asthma (mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas fisik tertentu)
b. Faktor Intrinsik
- Emosional (rasa takut, cemas dan tegang serta aktivitas yang berlebihan)
- Kemungkinan alergi
(Suriadi, 2006).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronchial yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Inhalan (masuk melalui saluran pernapasan)
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
- Ingestan (masuk melalui mulut)
Contoh : makanan dan obat-obatan
- Kontaktan (masuk melalui kontak dengan kulit)
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga / aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. Faktor Resiko
Berdasarkan pedoman pengendalian penyakit asma 2009, faktor resiko asma
dibagi menjadi factor genetic dan factor lingkungan:
a. Faktor genetic
- Hiperaktivitas
- Atopi/alergi bronkus
- Factor yang memodifikasi penyakit genetic
- Jenis kelamin dimana laki-laki lebih beresiko daripada perempuan
- Ras/etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
b. Faktor lingkungan
- Allergen di dalam ruangan (tungau, deburumah, kucing, alternaria/jamur
dll)
- Allergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
- Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur)
- Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID dll)
- Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
- Ekspresi emosi berlebih
- Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
- Polusi udara luara dan dalam ruangan
- Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktifitas tertentu
- Perubahan cuaca
- Kekurangan berat badan saat kelahiran
- Obesitas
- Jalan nafas sempit sejak lahir
4. Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana
terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada
anak-anak (GINA, 2003).
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari
sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik
dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai
penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu
pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per
1.000 penduduk (PDPI, 2006).
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia
adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan
prevalensi asma bronkial sebesar 515%.

5. Patofisiologi
6. Tanda dan Gejala
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling
khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut
dapat timbul bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan
batuk yang menghasilkan lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat
dan kerapkali berbentuk silinder dari saluran napas bagian distal (Spiral
Churschmann) serta memperlihatkan sel eosinofil serta kristal Charcot-leyden
jika dilihat dengan mikroskop. Berbagai pembagian asma pada anak telah banyak
dikemukakan. Pembagian asma menurut Phelan dkk adalah sebagai berikut:
a. Asma episodik jarang
Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat
pada anak umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus
saluran napas atas. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya
serangan paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan
yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi
dapat berlangsung sekitar 34 hari dan batuknya dapat berlangsung 1014
hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi
alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
b. Asma episodik sering
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga
golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada
permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Pada umur 56 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya
orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen,
aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun dan
tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang
dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika
waktu serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan
fisik. Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan
ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.
c. Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum
umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama
dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih
jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu
terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat
dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai
puncaknya pada umur 814 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten
atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda.
Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada
burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison.
Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil.
Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan
kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang
mengalami gangguan psikososial.
Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang tidak
dapat begitu saja dimasukkan ke dalamnya, yaitu:
a. Asma episodik berat atau berulang
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur
prasekolah. Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan di
rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan infeksi saluran napas. Di luar
serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Serangan
biasanya hilang pada umur 56 tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran napas
yang persisten.
b. Asma persisten
Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau beberapa
minggu. Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan
dengan kecilnya saluran napas pada anak golongan umur ini. Terjadi pada
beberapa anak umur 312 bulan. Mengi biasanya terdengar jelas jika anak
sedang aktif. Keadaan umum anak dan tumbuh kembang biasanya tetap baik,
bahkan beberapa anak menjadi gemuk sehingga ada istilah fat happy
wheezer. Gambaran rontgen paru biasanya normal. Gejala obstruksi saluran
napas disebabkan oleh edema mukosa dan hipersekresi daripada spasme otot
bronkusnya.
c. Asma hipersekresi
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah. Gambaran
utama serangan adalah batuk, suara napas berderak dan mengi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basah kasar dab ronkhi kering..
d. Asma karena beban fisik
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada asma
episodik sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu terdapat
golongan asma yang manifestasi klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik
yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil baliq.
e. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik
Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asmanya baru
timbul segera setelah terkena alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin,
zat warna tartrazine, makan makanan atau minum minuman yang mengandung
zat pengawet..
f. Batuk malam
Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi
mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak
jelas sering salah didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur
26 tahun dengan gejala utama serangan batuk malam yang keras dan kering.
Batuk biasanya terjadi pada jam 14 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan
tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya.
g. Asma yang memburuk pada pagi hari
Golongan yang gejalanya paling buruk jam 14 pagi. Keadaan demikian dapat
terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
irama diurnal caliber saluran napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.
Gejala klinis:
Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara
klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium I
Disaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk
kering. Sputum yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang
merangsang batuk.
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa.
Pada stadium ini anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi
memanjang dan terdengar mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja.
Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin sela iga. Anak lebih
senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau
kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke
depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang
lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan
interkostal.
Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga
suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering
disangka ada perbaikan. Batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur
dan frekuensi napas yang mendadak meninggi
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis
segera. Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat
darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya
adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di
rumah sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan
riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan
pemeriksaan faal paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada
prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang
dapat menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan/tindakan.
b. Penatalaksanaan Asma Kronik
Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan
asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi
keadaan asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang
bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai
pengontrol, Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk
mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal pelega.
Arif Mutaqqin dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan menyebutkan penatalaksanaan
medis untuk klien asma yaitu:
a. Pengobatan Nonfarmakologi
Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi
pada tim kesehatan.
Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya diajarkan cara
menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang
cukup bagi klien.
Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
b. Pengobatan Farmakologi
Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang
lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide
diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari.
Pemberian oksigen. Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan
kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit yang dialirkan melalui air untuk
memberikan kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat
dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu, intake
cairan per oral dan infus harus cukup dan sesuai dengan prinsip rehidrasi.
Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi.

9. Pencegahan
Pemeriksaan substansi yang mencetuskan asma pada penderita asma, kemudian
melakukan upaya untuk menghindari agens penyebab asma seperti:
a. Mengeluarkan binatang peliharaan.
b. Menghindari asap rokok dan asap dari benda terbakar.
c. Penggunaan air conditioner untuk meminimalkan membuka jendela terutama
saat musim semi dimana banyak udara yang mengandung serbuk sari.
d. Pola hidup sehat dan bersih.
10. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak lengkap pada bayi atau
pengempisan paru pada orang dewasa.
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
mukus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat
besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.
5. Emfisema
Empiema adalah berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu
kavitas organ berongga yaitu paru-paru.
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
8. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi kronis dari satu atau lebih bronki.
9. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang biasanya dimulai di bronkioli
terminal.
10. Kegagalan jantung
11. Kematian
DAFTAR PUSTAKA
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronial. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
Mutaqqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Lenfant C. Khaltaev N. 2002. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work Shop
Report.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.
Vita Health. 2005. Asma Informasi Lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anonim. 2005. Asthma.http/www.omni.ac.uk/browse/mesh/Doo1249html.
Sidhartani M. 2007. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada Anak. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 2-4.
Fordiastiko. 2005. Asma dan Seluk-Beluknya Simposium awam, Mengetahui Diagnosis
dan Pengobatan Asma. PDPI. Semarang.
Kurnia P. 2006. Analisis Hubungan Kondisi Rumah dan Perilaku Keluarga dengan
Kejadian Serangan Asma Anak di Kota Semarang, FK UGM , RSUP DR. Sarjito, Yogyakarta.
Sundaru H, Sukamto. 2006. Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
Anonim. 2006. Asma. www kalbe.co.id.

Anda mungkin juga menyukai